Status keberlanjutan dimensi lingkungan
Dari analisis Monte Carlo terlihat nilai indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif pada PT. SIM pada taraf kepercayaan 95 untuk setiap dimensi,
menunjukkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 42, dimana perbedaan yang ada antara hasil
MDS dan hasil Monte Carlo, baik untuk dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan menunjukkan nilai yang sangat kecil hampir mendekati nol, sehingga dapat
dianggap tidak ada perbedaan yang berarti diantara keduanya.
Tabel 42. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM No.
Dimensi Hasil MDS a
Hasil Monte Carlo b
Perbedaan a-b
1 Ekonomi
48,66 48,35
0.31 2
Sosial 51,15
50,92 0.23
3 Lingkungan
49,63 49,63
Penjelasan dari masing-masing faktor pengungkit untuk setiap dimensi, baik dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan adalah sebagai berikut.
1 Dimensi Lingkungan a. Emisi gas buang mobil yang dihasilkan
Emisi gas buang kendaraan bermotor produk Suzuki yang dihasilkan sebagai mobil baru telah memenuhi baku mutu gas buang kendaraan bermotor
jenis mobil baru, sesuai standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No.141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi Current Production. Bahkan diduga sebagian besar telah berada di bawah
baku mutu gas buang kendaraan yang disyaratkan. Emisi gas buang sebagai atribut yang menjadi faktor pengungkit yang
perlu diperhatikan untuk mencapai kondisi keberlanjutan, sehingga atribut ini harus dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan mutunya untuk mencapai
kondisi yang lebih baik lagi. Aturan baku mutu seperti yang tercantum dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut pada dasarnya setara dengan
Euro 2 dari yang tercantum dalam standar baku mutu emisi gas buang kendaraan baru yang berlaku di Eropa dan tingkat internasional. Di negara-
negara Eropa standar yang telah diberlakukan adalah mencapai Euro 5. Acuan Euro tersebut telah menjadi pedoman internasional dalam menentukan standar
baku mutu kendaraan baru, sehingga pencapaian sesuai standar yang diberlakukan di Eropa menjadi standar yang ideal. Namun perlu dicatat pula
bahwa dampak pencemaran atau polusi dari emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari berbagai faktor, bukan hanya emisi
gas buang mobil baru tetapi juga diantaranya adalah tingkat kepadatan kendaraan di jalanan, kondisi emisi gas buang kendaraan yang ada di jalanan
termasuk mobil yang telah lama di produksi, dan bahan bakar yang digunakan.
b. Rehabilitasi lingkungan Kondisi lingkungan di wilayah dimana perusahaan PT. SIM berlokasi pada
dasarnya adalah berada pada kondisi yang kurang baik, yaitu berada dekat dengan beberapa sungai kecil atau kali, yaitu kali Sasak Jarang dan Kali Sasak
Dua Elok. Kali tersebut adalah anak dari kali Bekasi. Kondisi yang dialami adalah secara kasat mata kotor. Rinciannya dapat dilihat pada Gambar 19 -20.
Kons e ntras i BOD dan COD Air Sungai Sas ak Jarang
20 40
60 80
100 120
Hulu Tengah
Hilir BML III
M g
l
B O D C O D
Kons e ntras i BOD dan COD Air Sungai Sas ak Jarang
20 40
60 80
100 120
Hulu Tengah
Hilir BML III
M g
l
B O D C O D
Gambar 19. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang
Konsentrasi TDS dan TSS Air Sungai Sasak Jarang
200 400
600 800
1000 1200
Hulu Tengah
Hilir BML III
M g
l
TD S TS S
Konsentrasi TDS dan TSS Air Sungai Sasak Jarang
200 400
600 800
1000 1200
Hulu Tengah
Hilir BML III
M g
l
TD S TS S
Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009
Gambar 20. Konsentrasi TDS dan TSS air sungai Sasak Jarang Menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi
tahun 2009, hasil pengukuran mutu air memiliki kecenderungan konsentrasi Biological Oxygen Demand BOD dan Chemical Oxygen Demand COD lebih
tinggi dari Baku Mutu Air, sebaliknya, Total Dissolved Solid TDS dan Total Suspended Solid TSS cenderung di bawah Baku Mutu Air Gol III untuk:
pertanian, berdasarkan PP No.82 tahun 2001 . Hal ini menunjukkan adanya pencemaran organik yang disebabkan oleh aktivitas rumahtangga di sepanjang
bantaran sungai. Dari hasil pengukuran mutu air sungai tersebut dapat disimpulkan hal-hal
berikut : 1. Pencemaran senyawa organik, yang ditunjukkan dengan parameter kunci BOD
dan COD melampaui Baku Mutu Air Golongan III untuk pertanian, baik di hulu, tengah maupun hilir sungai dengan kisaran 500-550 mgl. Hal ini
menunjukkan adanya pencemaran limbah domestik yang disebabkan oleh aktivitas mandi-cuci-kakus di sepanjang sungai, atau pembuangan limbah
domestik tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Padatnya permukiman di sepanjang sungai, merupakan salahsatu faktor tidak adanya tangki septik di tiap
rumah.
2. Mutu air dengan parameter kunci padatan terlarut TDS, merupakan salahsatu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh
partikel yang terlarut di dalam air. Kualitas TDS di semuai titik suatu sungai yang tidak melampaui baku mutu golongan III, terdapat pada sungai Sasak
Jarang. 3. Mutu air dengan parameter kunci padatan tersuspensi TSS, merupakan salah
satu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh partikel yang tidak terlarut, tetapi mengendap, misalnya lumpur. Partikel
penyebab kekeruhan, karena TSS dapat dipisahkan melalui unit pengendapan secara gravitasi. Mutu TSS di semua titik pantau sungai tidak melampaui baku
mutu golongan III. Hal ini menunjukkan pencemaran yang mengakibatkan kekeruhan sungai pada umumnya bukan berasal dari lumpur atau erosi tanah.
Dugaan penyebab pencemaran air sungai yang didominasi oleh kegiatan domestik berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi
2009 menunjukkan fakta-fakta berikut: 1
Pembuangan air limbah domestik, terutama grey water secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu, sehingga
Angka BOD dan COD air sungai masih tinggi.
2 Adanya kegiatan domestik dari sebagian masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai telah mengakibatkan pencemaran sungai
3 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang belum terintegrasi dan berwawasan lingkungan
4 Perumahan kumuh di bantaran sungai, pengurugan badan air dan saluran drainase, terutama setu danau untuk keperluan perumahan dan permukiman
atau keperluan lainnya. 5 Pembuatan septik tank milik masyarakat yang kurang memenuhi syarat, baik
teknis maupun jumlahnya. 6 Sejumlah industri kecil dan rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan
fasilitas pengolahan limbah di sepanjang sungai di Kabupaten Bekasi
mengakibatkan polusi organik di sungai seperti yang diindikasikan oleh konsentrasi BOD yang tinggi.
7 Fasilitas pengolahan air limbah di rumah sakit yang berada di sekitar sungai belum memenuhi standar baku mutu air.
8 Fasilitas pengolahan air limbah kegiatan industri kecil, pusat perdagangan dan jasa perhotelan belum terpantau, sehingga diduga menjadi sumber pencemar
bagi air tanah dan permukaan 9 Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mempertahankan
saluran-saluran drainase di lokasi genangan air dan kesadaran untuk tidak membuang sampah ke sungai.
10 Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kesehatan akibat penyakit bawaan air water borne desease termasuk genangan air yang
tercemar masih kurang. 11 Alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan budi daya mengurangi
daerah tangkapan air bagi aquifer dan meningkatkan resiko erosi dan longsoran.
12 Upaya penegakan hukum yang masih kurang terhadap pelaku pencemaran atau pelanggaran lingkungan.
Kali Bekasi telah tercemar akibat air yang mengaliri kali Bekasi di kota Bekasi tercemar bahan berbahaya dan beracun B3, yang disinyalir berasal dari
pembuangan limbah pabrik, industri, rumah sakit, dan industri rumahtangga yang pengolahannya belum memenuhi standar. Kabupaten Bekasi adalah daerah perkotaan
dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi, terutama yang berasal dari sektor transportasi dan industri, baik yang berasal dari Kabupaten Bekasi maupun dari Kota
di sekitarnya, serta pencemaran dari kegiatan domestik. Pencemaran udara di Kabupaten Bekasi lebih dominan dalam skala mikro, tetapi tetap memiliki peran
mempengaruhi pada skala mikro maupun makro. Upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan baik yang diakibatkan oleh
aktivitas perusahaan maupun yang bukan diakibatkan perusahaan, menjadi penting
untuk dilakukan mengingat kondisi mutu air sungai yang berada di atas baku mutu. Kondisi pemukiman yang padat disamping lokasi pabrik dan berdekatan dengan
pabrik, dapat menimbulkan kondisi yang kurang baik bagi kesehatan. Aktivitas perusahaan dalam memperbaiki rehabilitasi lingkungan dinilai masyarakat, tidak
ada.
c. Konservasi lingkungan Upaya konservasi lingkungan atau pengawetan lingkungan yang dilakukan oleh
PT SIM terhadap kondisi yang seharusnya dipertahankan tetap baik. Upaya tersebut berupa kegiatan kebersihan dan keindahan di wilayah dimana perusahaan berada.
Pada dasarnya kondisi kebersihan dan keindahan diwilayah Kelurahan Jati Mulya cenderung kurang baik dengan kerapatan penduduk yang tinggi tertinggi se
kabupaten Bekasi namun upaya menjaga kebersihan lingkungan dan keindahan Kawasan Kelurahan Jatimulya oleh PT. SIM dinilai masyarakat, tidak ada.
2 Dimensi Ekonomi a. Kecenderungan konsumtif
Salahsatu ciri dari perilaku konsumtif adalah kecenderungan masyarakat tradisional
Indonesia mengkonsumsi
sesuatu, bukan
karena betul-betul
membutuhkannya, tetapi lebih banyak merasa membutuhkannya. Barang yang dikonsumsi bukan lagi dimiliki dari fungsi substansialnya, tetapi lebih ditekankan
hanya pada makna simbolis yang melekat pada benda itu. Di sini, fungsi benda telah berubah menjadi sesuatu yang mempunyai makna simbolis, yang mungkin berkaitan
dengan status sosial, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada budaya primer. Karena itu sering terlihat di masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa
semakin langka dan terbatas produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna simbolis yang melekat padanya.
Masyarakat tradisional Indonesia kini terlihat kian sudah berpindah kepada membeli barang untuk menjadikan simbol. Di luar sadar, masyarakat tradisional
Indonesia kini menjadi semakin terjajah oleh produk negara-negara maju dan
semakin teriring pada perilaku konsumtif dan tampaknya perubahan sosial budaya
masyarakat tradisional cenderung ke arah negatif. Adanya pembauran antara
penduduk pendatang karyawan perusahaan yang tinggal di sekitar lokasi pabrik di kelurahan Jatimulya cenderung mengakibatkan masyarakat dapat menjadi lebih
konsumtif. Perbedaan budaya yang dibawa oleh pendatang dengan gaya hidup yang berbeda gaya hidup lebih moderen mempunyai dampak positif dan negatif terhadap
masyarakat sekitar, meskipun dilihat dari nilai atribut tersebut sebenarnya kehadiran perusahaan justru mengakibatkan kecenderungan konsumtif bagi kehidupan
penduduk sekitar perusahaan, dengan demikian perusahaan maupun karyawannya diharapkan dapat menularkan pola kehidupan yang seimbang dan tidak terlalu secara
menyolok menunjukkan kelebihannya dibanding masyarakat sekitar, sehingga tidak terjadi pola hidup yang tidak seimbang atau konsumtif.
b. Peluang kerja diperusahaan Jenis pekerjaan yang ada di perusahaan otomotif seperti di PT. SIM
memerlukan kemampuan memadai untuk melakukannya, sehinga diperlukan lulusan minimal setingkat SLTA sebagai tenaga kerja perusahaan. Disamping itu, industri
otomotif adalah industri yang menggunakan padat teknologi, sehingga jumlah karyawan yang direkrut tidak terlalu banyak. Jumlah karyawan PT. SIM 2.775 orang,
sedangkan bila dilihat dari jumlah pengangguran yang ada di Kelurahan Jati Mulya mencapai 4.718 tahun 2009, maka meskipun perusahaan telah berusaha
menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya kelurahan Jati Mulya jelas belum mencukupi kebutuhan yang ada.
Saat ini, situasi pasar otomotif amat bersaing dan PT SIM yang mengeluarkan produk mobil merek Suzuki masih berjuang keras untuk meraih tingkat penjualan
yang diharapkan. Konsekuensinya, perusahaan tidak hanya membuat produk sendiri, seperti jenis produk APV, Futura dan lainnya, tetapi juga mengimpor mobil merek
Suzuki dari negara lain seperti Estillo dari India dan SX4 dari Jepang. Hal inilah yang yang membuat perusahaan memutuskan untuk lebih memakai tenaga outsourcing dari
yayasan penyalur tenaga kerja dan menggunakan sistem kontrak, sehingga dapat menggunakan tenaga kerja lebih fleksibel dari segi waktu atau sebagai tenaga kerja
yang tidak tetap dan dapat dipekerjakan pada saat-saat perusahaan membutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi yang diperlukan sesuai dengan permintaan pasar.
Apalagi saat ini perusahaan PT SIM sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pihak principal, yaitu Jepang yang lebih menekankan profit orinted dan rationalitas. Hal
inilah yang membuat masyarakat kelurahan Jatimulya menilai perusahaan belum mampu mengadopsi kebutuhan akan lapangan kerja yang besar di masyarakat secara
langsung. c. Peluang usaha
Sebagai dampak dari keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat kelurahan Jatimulya, maka sudah sewajarnya masyarakat turut memperoleh manfaat
dari kehadiran perusahaan, termasuk manfaat ekonomi. Masyarakat kelurahan Jatimulya menilai bahwa perusahaan belum dapat memberikan peluang usaha bagi
masyarakat. Untuk menjaga ketertiban kerja karyawan maka perusahaan menyediakan catering atau makanan bagi karyawannya, sehingga tingkat
pertumbuhan warung-warung makan di daerah itu cenderung kecil untuk melayani kebutuhan karyawan PT SIM. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada
pekerjaan yang diberikan kepada warga kelurahan Jatimulya berupa kemitraan mengelola aktivitas perusahaan. Sedangkan masyarakat sendiri belum mampu
menciptakan peluang usaha baru berkaitan dengan keberadaan perusahaan, paling yang terlihat adalah adanya beberapa pemuda yang menjadi tukang parkir liar polisi
“cepek” yang berada di pintu belakang perusahaan yang membantu menyeberangkan mobil yang akan keluar pabrik.
3 Dimensi Sosial a. Kerenggangan sosial
Masyarakat Kelurahan Jatimulya, khususnya penduduk lokal merasa bahwa kehadiran perusahaan justru membuatnya menjadi merasa terkucil, kurang dihargai,
merasa hak-haknya terhadap kesepatan dan akses terhadap sumberdaya, pekerjaan dan layanan sosial terabaikan. Hal ini dikarenakan belum ada upaya perusahaan untuk
menciptakan kohesi kerekatan sosial dengan melakukan hal-hal yang dapat
mempererat hubungan tersebut ataupun kalau ada intensitas dan jumlahnya masih belum memenuhi harapan masyarakat. Kerekatan sosial dapat muncul, apabila
perusahaan membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar Kelurahan Jatimulya, baik dalam upaya pengurangan kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup
masyarakat, membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati, memperkecil konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, membantu mengatasi
kriminalitas, mendukung wirausaha sosial lokal, penyediaan layanan sosial dalam situasi sulit, mendorong toleransi antar agama, etnik, mendukung kegiatan budaya
dan pemeliharaan warisan budaya menurut International Business Leaders Forum dalam Amri dan Sarosa 2008. Hal ini perlu mendapat perhatian perusahaan agar
tercipta kohesi sosial yang dapat menciptakan manfaat baik bagi masyarakat Jatimulya maupun perusahaan. Manfaat bagi perusahaan adalah citra positif
perusahaan di mata masyarakat, terciptanya kondisi yang mendukung perusahaan untuk melangsungkan aktivitas, dan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik
dalam jangka panjang Amri dan Sarosa 2008. b. Disintegrasi sosial
Dari penelitian diperoleh bahwa integrasi antara perusahaan, termasuk karyawan perusahaan, dan masyarakat sekitar sudah dalam kondisi baik, yaitu
berbaurnya masyarakat sekitar dengan penduduk pendatang yang merupakan karyawan perusahaan dalam mengikuti berbagai perkumpulan dan lembaga yang ada
di lingkungan masyarakat kelurahan Jatimulya, sesuai penilaian masyarakat. Upaya untuk mempertahankan situasi ini dan meningkatkan mutu integrasi menjadi faktor
kunci yang penting untuk diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan dalan CSR. c. Erosi nilai-nilai sosial
Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Jatimulya diduga tampaknya telah turut menciptakan menurunnya nilai-nilai sosial, seperti
kegotongroyongan, dan keramahtamahan.. Hal ini terjadi karena memang kecenderungan pola hidup masyarakat yang semakin individualistis dan mulai
meninggalkan kebiasaan gotong royong, serta keramahtamahan. Hal itu amat tidak terelakkan. Apalagi bukan hanya faktor kehadiran perusahaan ditempat itu, tetapi juga
budaya baru yang datang baik melalui pengaruh televisi, internet dan sebagainya. Dalam hal ini karyawan perusahaan yang merupakan pendatang tentu perlu
memperbaiki situasi ini agar nilai-nilai sosial yang ada dapat meningkat mutunya.