Status keberlanjutan dimensi lingkungan

Dari analisis Monte Carlo terlihat nilai indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif pada PT. SIM pada taraf kepercayaan 95 untuk setiap dimensi, menunjukkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 42, dimana perbedaan yang ada antara hasil MDS dan hasil Monte Carlo, baik untuk dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan menunjukkan nilai yang sangat kecil hampir mendekati nol, sehingga dapat dianggap tidak ada perbedaan yang berarti diantara keduanya. Tabel 42. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM No. Dimensi Hasil MDS a Hasil Monte Carlo b Perbedaan a-b 1 Ekonomi 48,66 48,35 0.31 2 Sosial 51,15 50,92 0.23 3 Lingkungan 49,63 49,63 Penjelasan dari masing-masing faktor pengungkit untuk setiap dimensi, baik dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan adalah sebagai berikut. 1 Dimensi Lingkungan a. Emisi gas buang mobil yang dihasilkan Emisi gas buang kendaraan bermotor produk Suzuki yang dihasilkan sebagai mobil baru telah memenuhi baku mutu gas buang kendaraan bermotor jenis mobil baru, sesuai standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No.141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi Current Production. Bahkan diduga sebagian besar telah berada di bawah baku mutu gas buang kendaraan yang disyaratkan. Emisi gas buang sebagai atribut yang menjadi faktor pengungkit yang perlu diperhatikan untuk mencapai kondisi keberlanjutan, sehingga atribut ini harus dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan mutunya untuk mencapai kondisi yang lebih baik lagi. Aturan baku mutu seperti yang tercantum dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut pada dasarnya setara dengan Euro 2 dari yang tercantum dalam standar baku mutu emisi gas buang kendaraan baru yang berlaku di Eropa dan tingkat internasional. Di negara- negara Eropa standar yang telah diberlakukan adalah mencapai Euro 5. Acuan Euro tersebut telah menjadi pedoman internasional dalam menentukan standar baku mutu kendaraan baru, sehingga pencapaian sesuai standar yang diberlakukan di Eropa menjadi standar yang ideal. Namun perlu dicatat pula bahwa dampak pencemaran atau polusi dari emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari berbagai faktor, bukan hanya emisi gas buang mobil baru tetapi juga diantaranya adalah tingkat kepadatan kendaraan di jalanan, kondisi emisi gas buang kendaraan yang ada di jalanan termasuk mobil yang telah lama di produksi, dan bahan bakar yang digunakan. b. Rehabilitasi lingkungan Kondisi lingkungan di wilayah dimana perusahaan PT. SIM berlokasi pada dasarnya adalah berada pada kondisi yang kurang baik, yaitu berada dekat dengan beberapa sungai kecil atau kali, yaitu kali Sasak Jarang dan Kali Sasak Dua Elok. Kali tersebut adalah anak dari kali Bekasi. Kondisi yang dialami adalah secara kasat mata kotor. Rinciannya dapat dilihat pada Gambar 19 -20. Kons e ntras i BOD dan COD Air Sungai Sas ak Jarang 20 40 60 80 100 120 Hulu Tengah Hilir BML III M g l B O D C O D Kons e ntras i BOD dan COD Air Sungai Sas ak Jarang 20 40 60 80 100 120 Hulu Tengah Hilir BML III M g l B O D C O D Gambar 19. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang Konsentrasi TDS dan TSS Air Sungai Sasak Jarang 200 400 600 800 1000 1200 Hulu Tengah Hilir BML III M g l TD S TS S Konsentrasi TDS dan TSS Air Sungai Sasak Jarang 200 400 600 800 1000 1200 Hulu Tengah Hilir BML III M g l TD S TS S Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009 Gambar 20. Konsentrasi TDS dan TSS air sungai Sasak Jarang Menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2009, hasil pengukuran mutu air memiliki kecenderungan konsentrasi Biological Oxygen Demand BOD dan Chemical Oxygen Demand COD lebih tinggi dari Baku Mutu Air, sebaliknya, Total Dissolved Solid TDS dan Total Suspended Solid TSS cenderung di bawah Baku Mutu Air Gol III untuk: pertanian, berdasarkan PP No.82 tahun 2001 . Hal ini menunjukkan adanya pencemaran organik yang disebabkan oleh aktivitas rumahtangga di sepanjang bantaran sungai. Dari hasil pengukuran mutu air sungai tersebut dapat disimpulkan hal-hal berikut : 1. Pencemaran senyawa organik, yang ditunjukkan dengan parameter kunci BOD dan COD melampaui Baku Mutu Air Golongan III untuk pertanian, baik di hulu, tengah maupun hilir sungai dengan kisaran 500-550 mgl. Hal ini menunjukkan adanya pencemaran limbah domestik yang disebabkan oleh aktivitas mandi-cuci-kakus di sepanjang sungai, atau pembuangan limbah domestik tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Padatnya permukiman di sepanjang sungai, merupakan salahsatu faktor tidak adanya tangki septik di tiap rumah. 2. Mutu air dengan parameter kunci padatan terlarut TDS, merupakan salahsatu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh partikel yang terlarut di dalam air. Kualitas TDS di semuai titik suatu sungai yang tidak melampaui baku mutu golongan III, terdapat pada sungai Sasak Jarang. 3. Mutu air dengan parameter kunci padatan tersuspensi TSS, merupakan salah satu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh partikel yang tidak terlarut, tetapi mengendap, misalnya lumpur. Partikel penyebab kekeruhan, karena TSS dapat dipisahkan melalui unit pengendapan secara gravitasi. Mutu TSS di semua titik pantau sungai tidak melampaui baku mutu golongan III. Hal ini menunjukkan pencemaran yang mengakibatkan kekeruhan sungai pada umumnya bukan berasal dari lumpur atau erosi tanah. Dugaan penyebab pencemaran air sungai yang didominasi oleh kegiatan domestik berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi 2009 menunjukkan fakta-fakta berikut: 1 Pembuangan air limbah domestik, terutama grey water secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu, sehingga Angka BOD dan COD air sungai masih tinggi. 2 Adanya kegiatan domestik dari sebagian masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai telah mengakibatkan pencemaran sungai 3 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang belum terintegrasi dan berwawasan lingkungan 4 Perumahan kumuh di bantaran sungai, pengurugan badan air dan saluran drainase, terutama setu danau untuk keperluan perumahan dan permukiman atau keperluan lainnya. 5 Pembuatan septik tank milik masyarakat yang kurang memenuhi syarat, baik teknis maupun jumlahnya. 6 Sejumlah industri kecil dan rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah di sepanjang sungai di Kabupaten Bekasi mengakibatkan polusi organik di sungai seperti yang diindikasikan oleh konsentrasi BOD yang tinggi. 7 Fasilitas pengolahan air limbah di rumah sakit yang berada di sekitar sungai belum memenuhi standar baku mutu air. 8 Fasilitas pengolahan air limbah kegiatan industri kecil, pusat perdagangan dan jasa perhotelan belum terpantau, sehingga diduga menjadi sumber pencemar bagi air tanah dan permukaan 9 Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mempertahankan saluran-saluran drainase di lokasi genangan air dan kesadaran untuk tidak membuang sampah ke sungai. 10 Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kesehatan akibat penyakit bawaan air water borne desease termasuk genangan air yang tercemar masih kurang. 11 Alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan budi daya mengurangi daerah tangkapan air bagi aquifer dan meningkatkan resiko erosi dan longsoran. 12 Upaya penegakan hukum yang masih kurang terhadap pelaku pencemaran atau pelanggaran lingkungan. Kali Bekasi telah tercemar akibat air yang mengaliri kali Bekasi di kota Bekasi tercemar bahan berbahaya dan beracun B3, yang disinyalir berasal dari pembuangan limbah pabrik, industri, rumah sakit, dan industri rumahtangga yang pengolahannya belum memenuhi standar. Kabupaten Bekasi adalah daerah perkotaan dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi, terutama yang berasal dari sektor transportasi dan industri, baik yang berasal dari Kabupaten Bekasi maupun dari Kota di sekitarnya, serta pencemaran dari kegiatan domestik. Pencemaran udara di Kabupaten Bekasi lebih dominan dalam skala mikro, tetapi tetap memiliki peran mempengaruhi pada skala mikro maupun makro. Upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan baik yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan maupun yang bukan diakibatkan perusahaan, menjadi penting untuk dilakukan mengingat kondisi mutu air sungai yang berada di atas baku mutu. Kondisi pemukiman yang padat disamping lokasi pabrik dan berdekatan dengan pabrik, dapat menimbulkan kondisi yang kurang baik bagi kesehatan. Aktivitas perusahaan dalam memperbaiki rehabilitasi lingkungan dinilai masyarakat, tidak ada. c. Konservasi lingkungan Upaya konservasi lingkungan atau pengawetan lingkungan yang dilakukan oleh PT SIM terhadap kondisi yang seharusnya dipertahankan tetap baik. Upaya tersebut berupa kegiatan kebersihan dan keindahan di wilayah dimana perusahaan berada. Pada dasarnya kondisi kebersihan dan keindahan diwilayah Kelurahan Jati Mulya cenderung kurang baik dengan kerapatan penduduk yang tinggi tertinggi se kabupaten Bekasi namun upaya menjaga kebersihan lingkungan dan keindahan Kawasan Kelurahan Jatimulya oleh PT. SIM dinilai masyarakat, tidak ada. 2 Dimensi Ekonomi a. Kecenderungan konsumtif Salahsatu ciri dari perilaku konsumtif adalah kecenderungan masyarakat tradisional Indonesia mengkonsumsi sesuatu, bukan karena betul-betul membutuhkannya, tetapi lebih banyak merasa membutuhkannya. Barang yang dikonsumsi bukan lagi dimiliki dari fungsi substansialnya, tetapi lebih ditekankan hanya pada makna simbolis yang melekat pada benda itu. Di sini, fungsi benda telah berubah menjadi sesuatu yang mempunyai makna simbolis, yang mungkin berkaitan dengan status sosial, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada budaya primer. Karena itu sering terlihat di masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa semakin langka dan terbatas produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna simbolis yang melekat padanya. Masyarakat tradisional Indonesia kini terlihat kian sudah berpindah kepada membeli barang untuk menjadikan simbol. Di luar sadar, masyarakat tradisional Indonesia kini menjadi semakin terjajah oleh produk negara-negara maju dan semakin teriring pada perilaku konsumtif dan tampaknya perubahan sosial budaya masyarakat tradisional cenderung ke arah negatif. Adanya pembauran antara penduduk pendatang karyawan perusahaan yang tinggal di sekitar lokasi pabrik di kelurahan Jatimulya cenderung mengakibatkan masyarakat dapat menjadi lebih konsumtif. Perbedaan budaya yang dibawa oleh pendatang dengan gaya hidup yang berbeda gaya hidup lebih moderen mempunyai dampak positif dan negatif terhadap masyarakat sekitar, meskipun dilihat dari nilai atribut tersebut sebenarnya kehadiran perusahaan justru mengakibatkan kecenderungan konsumtif bagi kehidupan penduduk sekitar perusahaan, dengan demikian perusahaan maupun karyawannya diharapkan dapat menularkan pola kehidupan yang seimbang dan tidak terlalu secara menyolok menunjukkan kelebihannya dibanding masyarakat sekitar, sehingga tidak terjadi pola hidup yang tidak seimbang atau konsumtif. b. Peluang kerja diperusahaan Jenis pekerjaan yang ada di perusahaan otomotif seperti di PT. SIM memerlukan kemampuan memadai untuk melakukannya, sehinga diperlukan lulusan minimal setingkat SLTA sebagai tenaga kerja perusahaan. Disamping itu, industri otomotif adalah industri yang menggunakan padat teknologi, sehingga jumlah karyawan yang direkrut tidak terlalu banyak. Jumlah karyawan PT. SIM 2.775 orang, sedangkan bila dilihat dari jumlah pengangguran yang ada di Kelurahan Jati Mulya mencapai 4.718 tahun 2009, maka meskipun perusahaan telah berusaha menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya kelurahan Jati Mulya jelas belum mencukupi kebutuhan yang ada. Saat ini, situasi pasar otomotif amat bersaing dan PT SIM yang mengeluarkan produk mobil merek Suzuki masih berjuang keras untuk meraih tingkat penjualan yang diharapkan. Konsekuensinya, perusahaan tidak hanya membuat produk sendiri, seperti jenis produk APV, Futura dan lainnya, tetapi juga mengimpor mobil merek Suzuki dari negara lain seperti Estillo dari India dan SX4 dari Jepang. Hal inilah yang yang membuat perusahaan memutuskan untuk lebih memakai tenaga outsourcing dari yayasan penyalur tenaga kerja dan menggunakan sistem kontrak, sehingga dapat menggunakan tenaga kerja lebih fleksibel dari segi waktu atau sebagai tenaga kerja yang tidak tetap dan dapat dipekerjakan pada saat-saat perusahaan membutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi yang diperlukan sesuai dengan permintaan pasar. Apalagi saat ini perusahaan PT SIM sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pihak principal, yaitu Jepang yang lebih menekankan profit orinted dan rationalitas. Hal inilah yang membuat masyarakat kelurahan Jatimulya menilai perusahaan belum mampu mengadopsi kebutuhan akan lapangan kerja yang besar di masyarakat secara langsung. c. Peluang usaha Sebagai dampak dari keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat kelurahan Jatimulya, maka sudah sewajarnya masyarakat turut memperoleh manfaat dari kehadiran perusahaan, termasuk manfaat ekonomi. Masyarakat kelurahan Jatimulya menilai bahwa perusahaan belum dapat memberikan peluang usaha bagi masyarakat. Untuk menjaga ketertiban kerja karyawan maka perusahaan menyediakan catering atau makanan bagi karyawannya, sehingga tingkat pertumbuhan warung-warung makan di daerah itu cenderung kecil untuk melayani kebutuhan karyawan PT SIM. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada pekerjaan yang diberikan kepada warga kelurahan Jatimulya berupa kemitraan mengelola aktivitas perusahaan. Sedangkan masyarakat sendiri belum mampu menciptakan peluang usaha baru berkaitan dengan keberadaan perusahaan, paling yang terlihat adalah adanya beberapa pemuda yang menjadi tukang parkir liar polisi “cepek” yang berada di pintu belakang perusahaan yang membantu menyeberangkan mobil yang akan keluar pabrik. 3 Dimensi Sosial a. Kerenggangan sosial Masyarakat Kelurahan Jatimulya, khususnya penduduk lokal merasa bahwa kehadiran perusahaan justru membuatnya menjadi merasa terkucil, kurang dihargai, merasa hak-haknya terhadap kesepatan dan akses terhadap sumberdaya, pekerjaan dan layanan sosial terabaikan. Hal ini dikarenakan belum ada upaya perusahaan untuk menciptakan kohesi kerekatan sosial dengan melakukan hal-hal yang dapat mempererat hubungan tersebut ataupun kalau ada intensitas dan jumlahnya masih belum memenuhi harapan masyarakat. Kerekatan sosial dapat muncul, apabila perusahaan membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar Kelurahan Jatimulya, baik dalam upaya pengurangan kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup masyarakat, membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati, memperkecil konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, membantu mengatasi kriminalitas, mendukung wirausaha sosial lokal, penyediaan layanan sosial dalam situasi sulit, mendorong toleransi antar agama, etnik, mendukung kegiatan budaya dan pemeliharaan warisan budaya menurut International Business Leaders Forum dalam Amri dan Sarosa 2008. Hal ini perlu mendapat perhatian perusahaan agar tercipta kohesi sosial yang dapat menciptakan manfaat baik bagi masyarakat Jatimulya maupun perusahaan. Manfaat bagi perusahaan adalah citra positif perusahaan di mata masyarakat, terciptanya kondisi yang mendukung perusahaan untuk melangsungkan aktivitas, dan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik dalam jangka panjang Amri dan Sarosa 2008. b. Disintegrasi sosial Dari penelitian diperoleh bahwa integrasi antara perusahaan, termasuk karyawan perusahaan, dan masyarakat sekitar sudah dalam kondisi baik, yaitu berbaurnya masyarakat sekitar dengan penduduk pendatang yang merupakan karyawan perusahaan dalam mengikuti berbagai perkumpulan dan lembaga yang ada di lingkungan masyarakat kelurahan Jatimulya, sesuai penilaian masyarakat. Upaya untuk mempertahankan situasi ini dan meningkatkan mutu integrasi menjadi faktor kunci yang penting untuk diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan dalan CSR. c. Erosi nilai-nilai sosial Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Jatimulya diduga tampaknya telah turut menciptakan menurunnya nilai-nilai sosial, seperti kegotongroyongan, dan keramahtamahan.. Hal ini terjadi karena memang kecenderungan pola hidup masyarakat yang semakin individualistis dan mulai meninggalkan kebiasaan gotong royong, serta keramahtamahan. Hal itu amat tidak terelakkan. Apalagi bukan hanya faktor kehadiran perusahaan ditempat itu, tetapi juga budaya baru yang datang baik melalui pengaruh televisi, internet dan sebagainya. Dalam hal ini karyawan perusahaan yang merupakan pendatang tentu perlu memperbaiki situasi ini agar nilai-nilai sosial yang ada dapat meningkat mutunya.

4.4.1.2 PT.NMI dan PT HMMI a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi

Hasil analisis pada Gambar 21 menunjukkan bahwa program CSR dari tiga dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR menghasilkan dimensi ekonomi 68,46 belum berkelanjutan skor 50 – 75, dimensi sosial 74,65 tergolong belum berkelanjutan skor 50 – 75 dan lingkungan 100 berkelanjutan skor 75 pada Gambar 21. Dimensi yang paling penting untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi sosial yang tergolong rendah nilai indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam dua dimensi tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam kegiatan CSR di Indomobil Group, maka di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Artinya mendapat penilaian yang rendah dari stakeholders akibat aktivitas CSR perusahaan berkaitan dengan dimensi ekonomi dan sosial belum memenuhi ekspektasi stakeholders. Gambar 21. Diagram layang nilai indeks keberlanjutan program CSR dalam industri otomotif di PT NMI dan PT.HMMI 100 74,65 68,46

b. Status keberlanjutan dimensi ekonomi

Pada dimensi ekonomi ini, analisis MDS mempertimbangkan atribut yang menjadi unsur dalam aspek CSR berkelanjutan Gambar 22 atas tiga faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi, meliputi 1 peluang usaha, 2 peningkatan harga dan 3 peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi adalah merupakan tiga atribut dengan nilai terbesar dari hasil analisis MDS dibanding dengan atribut lainnya. Dengan demikian atribut lainnya dapat diabaikan. Leverage of Attributes 1 2 3 4 5 6 PENINGKATAN HARGA DEGRADASI INFRASTRUKTUR KECENDERUNGAN KONSUMTIF PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS KEGIATAN PELUANG USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA EKONOMI DAN KEUANGAN At tri bu te Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute Re move d on Susta ina bility sca le 0 to 100 Gambar 22. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT NMI dan PT HMMI Gambar 23. Hasil MDS dimensi ekonomi PT.NMI dan PT.HMMI Hasil analisa MDS dimensi ekonomi pada PT.NMI dan PT.HMMI sebagaimana yang terlihat pada Gambar 23 menunjukkan nilai 68,46. Nilai tersebut berada pada katagori belum berkelanjutan skor 50 – 75. Aktivitas CSR dimensi ekonomi ini dinilai belum memenuhi ekspektasi stakeholders.

c. Status keberlanjutan dimensi sosial

Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial dengan menggunakan MDS menghasilkan tiga faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi sosial, yaitu 1 kondisi keamanan, 2 peningkatan kerekatan sosial dan 3 disintegrasi sosial sebagaimana Gambar 24. Leverage of Attributes 1 2 3 4 5 6 7 8 KERESAHAN SOSIAL KONFLIK BENTURAN SOSIAL DISINTEGRASI SOSIAL EROSI NILAI-NILAI SOSIAL KERENGGANGAN SOSIAL KONDISI KEAMANAN PENINGKATAN ETOS KERJA PENINGKATAN KEREKATAN SOSIAL At tri bu te Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute Re move d on Susta ina bility sca le 0 to 100 Gambar 24. Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI Hasil analisis MDS dimensi sosial pada PT.NMI dan PT.HMMI pada Gambar 25 menunjukkan hasil perhitungan 74,65. Nilai tersebut berada pada kategori belum berkelanjutan skor 50 – 75. Ini menunjukkan bahwa aktivitas CSR dimensi sosial dinilai belum memenuhi ekspektasi masyarakat Desa Dangdeur. Gambar 25. Hasil MDS dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Pengaruh Publikasi Program Corporate Social Responsibility Dalam Periklanan Terhadap Peningkatan Minat Beli Konsumen Pada Produk Air Mineral Aqua

1 70 100

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 77 98

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Nilai Perusahaan, Dan Kualitas Audit, Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

4 98 116

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility Beasiswa dan Citra Perusahaan(Studi Kasus Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility Beasiswa Djarum Terhadap Peningkatan Citra Positif Perusahaan PT Djarum pada Mahasiswa US

4 66 121

Analisis kebijakan corporate social responsibility berkelanjutan pada industri otomotif di Indomobil Group

3 41 457