perbandingan berpasangan dan skala pilihan paksa, atau ukuran-ukuran biaya dan manfaat didasarkan pada belanja konsumen preferensi yang diungkapkan dan
penyusunan skala atribut berganda, 2 penelitian multimetode yaitu penggunaan berbagai metode secara bersama-sama untuk mengamati proses dan hasil kebijakan,
3 sintesis analisis berganda, 4 analisa multivariat, 5 analisis pelaku berganda, 6 analisis perspektif berganda, yaitu disertakannya berbagai perspektif seperti etis,
politis, organisasional, ekonomi, sosial, kultural, psikologis, 7 komunikasi multimedia Dunn, 2003. Sehingga desain penelitian ini akan mengacu pada konsep
multiplisisme kritis baik penggunaan perbandingan berpasangan dan skala pilihan paksa.
2.10 Kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik
Kebijakan CSR sebagai kebijakan publik sebagaimana telah diatur oleh undang-undang adalah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government,
dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun
masyarakat madani civil society. Suharto, 2010. Karena CSR telah diatur oleh undang-undang yaitu Undang-Undang Perseoran Terbatas UU PT nomor 40 tahun
2007 dan Undang-Undang Penanaman Modal UU PM nomor 25 tahun 2007, maka CSR telah menjadi kebijakan publik. Sebagai kebijakan publik maka CSR wajib
compulsory untuk dilaksanakan oleh perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas PT. Terdapat beberapa pendekatan dalam analisis kebijakan publik Nawawi, 2009 yaitu :
1. Teori Sistem, yaitu reaksi sistem politik untuk kebutuhan yang timbul dari lingkungan sekitarnya.
2. Teori kelompok, yaitu keseimbangan yang dicapai oleh perjuangan kelompok dalam suatu kejadian dan hal tersebut memberikan keseimbangan dimana
kelompok yang bertentangan berusaha memberikan bobot pada keinginannya. 3. Teori elite, adalah nilai atau pilihan elite pemerintah semata. Kebijakan publik
ditentukan tanpa melibatkan atau menyerap aspirasi publik tetapi sepenuhnya diputuskan oleh elite yang mengatur.
4. Teori proses fungsional, pembentukan kebijakan publik dengan melihat pada bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses
kebijakan. 5. Teori kelembagaan, analisis kebijakan tentang kelembagaan pemerintah
institutionalism. Dalam penelitian ini pendekatan dalam analisis kebijakan publik terhadap CSR
adalah lebih mengarah kepada teori fungsional yang melihat proses pembentukan kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik dengan melihat pada
bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. Sebagai induk dari kebijakan CSR dalam industri otomotif maka UU PT dan
UU PM belum diikuti oleh aturan pelaksanaan implementasi, seperti besarnya anggaran untuk CSR, jenis-jenis kegiatan CSR, dan sebagainya, meskipun pada
beberapa bagian telah juga diatur seperti aspek lingkungan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009, masalah ketenagakerjaan
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat beberapa kemungkinan intervensi pemerintah terkait dengan CSR berikut Petkoski and Twose, 2003 :
Tabel 5. Berbagai kemungkinan intervensi pemerintah dalam kebijakan publik
Public Sector Roles
Mandating Command
and control
legislation Regulators and
inspectorates Legal and fiscal penalties
and rewards
Facilitating Enabling
legislation Creating incentives
Capacity building Funding
support Raising awareness
Stimulating markets Partnering
Combining resources
Stakeholders engagement
Dialogue Endorsing
Political support Publicity and praise
Dari tabel 5 diatas adalah berbagai jenis intervensi pemerintah dalam kebijakan CSR yang dapat dilakukan pada berbagai katagori. Artinya bahwa sebagai produk dari
kebijakan publik maka pengaturan CSR dalam bentuk undang-undang adalah salah satu bentuk dari sejumlah bentuk intervensi pemerintah terhadap CSR perusahaan.
Tabel 6. Type dari program kebijakan dan instrumen kebijakan
Tabel 6 menunjukkan berbagai tipe dari program kebijakan dan instrumen kebijakan yang menunjukkan kekuasaan dan kontrol untuk mengatur perilaku dari kelompok target
meliputi 1 regulative programs menggunakan pendekatan legal dan legitimasi untuk
Item Regulative programs
Motivation programs
Persuasion programs Public activity
programs Dominant
policy instrument
General rules Economic
incentives Communication
Organisation Positive
motivation PermissionContract
Rights SubsidiesGrant
InformationEncouragement Appeals
Expansion of public service
Negative motivation
ProhibitionCommand Control
TaxDuesFines MisinformationDiscourage-
mentThreats Reduction of
public service Means of
control Behavioural control
Incentive control Attitudinal control Supply control
Implemen- tation
problems Resistance from policy
addresses and violation of norms
Uncertain effects and
coordination problems
Low efficiency and control Success depends
on attractivity over
–or under investment
possible exclusion of the
„needy‟
memberi ijin atau melarang, 2 motivation programs menggunakan kebijakan moneter sebagai hadiah reward maupun menahan withhold, 3 persuasion programs adalah
untuk mendorong ataupun menghambat, 4 public policy programs berupa perluasan maupun pengurangan pelayanan publik Bredgaard, 2003. Dari berbagai instrumen
kebijakan Publik maka dapat dipilih jenis kegiatan yang dapat memenuhi kepentingan masyarakat sekitar dan dan kepentingan bisnis business interests.
Gambar 4. Bagan keterkaitan instrumen antara program kebijakan publik dengan kepentingan perusahaan
Dengan adanya masing-masing kepentingan baik Pemerintah dengan public policy programs maupun terhadap korporat dengan business interests maka perlu ada jembatan
bridging untuk menyatukan keduanya demi kepentingan bersama Bredgaard, 2003 sebagaimana pada Gambar 4. Baik itu sikap penerimaan dalam menyikapi kebijakan
pemerintah karena adanya kepentingan ekonomi dari perusahaan accept, adanya Policy Program and Business Interests
P U
B L
I C
P O
L I
C Y
P R
O G
R A
M S
B U
S I
N E
S S
I N
T E
R E
S T
S Motivation
program Economic
interests
Behavioural interests
Competencies and resources
Persussion program
Regulative program
Public activity program
Accept
Pressure
Help
penekanan pressure baik itu akibat dari aturan dan kehendak pemerintah maupun tekanan dari internal organisasi, atau sikap membantu help yang diterima akibat dari
kebijakan pemerintah dengan memperhitungkan kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Meskipun telah ada undang-undang perseroan terbatas maupun
undang-undang penanaman modal yang mewajibkan korporat untuk melakukan CSR dan juga telah ada aturan aturan yang berkaitan dengan CSR seperti undang-undang
lingkungan hidup, undang-undang perlindungan konsumen dan sebagainya. Di Indonesia ada sebagian kelompok yang menganut pandangan Reflexive Law Theory dengan self
regulation atau mengatur sendiri dimana pelaksanaan CSR adalah diatur sendiri-sendiri oleh masing-masing perusahaan sedangkan evaluasi dari pelaksanaannya yang akan
menilai adalah masyarakat, dimana perusahaan membuat laporan aktivitas CSR masing- masing. Di negara Indonesia lebih kepada pelaksanaan CSR dengan konsep hukum yang
berdasarkan necessity dan possibility. Artinya ada ranah yang perlu diatur dengan public policy dan ada yang tidak seperti masalah pengelolaan lingkungan hidup,
ketenagakerjaan yang telah diatur dengan undang-undang. Namun tidak ada aturan yang mengatur tentang besarnya sumbangan yang harus diberikan perusahaan kepada
masyarakat untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan sebagainya Jenis kebijakan dalam aktivitas CSR adalah mengikuti prinsip yang dianut masing-
masing perusahaan. Dalam memandang berbagai masalah yang timbul disekeliling lingkungan perusahaan terdapat beberapa kebijakan yang dianut yaitu :
1. Perusahaan menganggap bahwa perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal tanpa peningkatan CSR
berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu dalam Solihin 2008 bahwa tanggungjawab sosial perusahaan CSR adalah
menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan owners, biasanya dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan senantiasa
mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan, atau the social responsibility of
business is to increase its profits. Dengan demikian, tujuan perusahaan korporasi adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham
shareholder‟s value.
Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR. Dalam hal ini, Perusahaan bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat kesejahteraan masyarakat,
khususnya masyarakat sekitar. Aktivitas CSR dilakukan dalam kaitannya untuk memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas CSR seperti ini dilakukan sebagaimana
yang ada sekarang business as usual dan apabila dilakukan lebih dari kondisi ini, maka seluruhnya dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap
maksimalisasi laba. Perusahaan lebih mempertimbangkan kepada private marginal costs atau biaya persatuan barangjasa yang dibuat dalam mempertimbangkan
keputusan dalam produksi dan akan beroperasi di bawah socially optimum market equlibrium ketika social costs melampaui
firms‟ private costs Redman, 2005. Socially optimum market equilibrium adalah keadaan dimana terdapat keseimbangan
antara antara permintaan dan penawaran yang mengakomodir biaya-biaya sosial externalities. Berarti dalam hal ini, externalities yang muncul akibat aktivitas
perusahaan, baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung akibat keberadaan perusahaan seperti pencemaran udara, air, kerenggangan sosial dan
perilaku konsumtif tidak masuk dalam private marginal costs. Lebih jauh dikatakan bahwa donasi waktu maupun uang kepada perbaikan lingkungan ataupun
penanggulangan kemiskinan masyarakat lebih kepada “pencurian” terhadap modal pemilik. Cara pandang perusahaan lebih kepada cost dan benefit jangka pendek
Redman, 2005. Perusahaan adalah pribadi artifisial dan memiliki tanggungjawab artifisial pula, sehingga yang memiliki tanggungjawab yang sebenarnya adalah para
karyawan terhadap pemilik perusahaan, yaitu berupa keuntungan Friedman, 1970. Selanjutnya apabila ada penggunaan lain untuk melakukan CSR yang sifatnya bukan
profit oriented atau motif keuntungan finansial, tetapi socially oriented atau environmentally oriented, maka harus dipisahkan pendanaannya dari aktivitas utama
perusahaan Friedman, 1970. Dalam hal ini, manajer perusahaan telah memasuki ranah politik dengan aktivitas pilantropis yang seharusnya menjadi tanggungjawab
Pemerintah dan juga sekaligus juga telah berlaku sebagai prinsipal mewakili pemilik perusahaan dan bukan sebagai agen perusahaan yang menerima gaji dari pemilik
perusahaan Solihin, 2009. Sebagai konsekuensi dari kebijakan seperti ini, berarti
apabila ada pengurangan produksi akibat adanya penurunan penjualan, maka sikap perusahaan mengarah kepada pengurangan karyawan. Demikian pula dalam hal
adanya efisiensi, baik dalam prosedur kerja maupun penggunaan alat-alat kerja atau rasionalisasi karyawan maka tindakan pengurangan karyawan adalah hal yang
lumrah dilakukan, termasuk komposisi antara karyawan yang berasal dari penduduk lokal dan pendatang adalah lebih didasarkan pada profesionalisme, maupun selera
dari perusahaan, sepanjang tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut. Bentuk yayasan atau lembaga tersendiri adalah model yang paling tepat untuk bentuk
kebijakan CSR yang menganut kebijakan seperti ini karena sifatmya terpisah dari aktivitas utama perusahaan core business.
2. Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR semata-mata karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR bergema
diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan kegiatan amal charity dan phylantrophis kebajikan mulai dari menyumbang untuk bencana
alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar berprestasi dan sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja usaha. CSR seperti ini
dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun mengikuti trend. Dalam strategi ini juga keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha
yang dilakukan juga tidak diperhitungkan. Pada dasarnya dalam kebijakan ini tidak seluruh aktivitas CSR harus
mempertimbangkan kinerja usaha seperti dalam program Community Development yang merupakan aktivitas bagian dari CSR tidak dapat dipertahankan sebagai
kepentingan korporasi semata keamanan perusahaan, tetapi benar-benar menjalankan dalam konteks yang benar Rochman, 2006. Dalam kebijakan ini
menganut bahwa idiology of firms that have made commitments to environmental and social goals without evidence that corporate citizenship lead to tangible
financial gains Redman, 2005. Artinya perusahaan tidak menyandarkan kepada keuntungan finansial semata atas kebijakan CSR dari apa yang telah dilakukan
terhadap lingkungan dan sosial. Dengan demikian tidak tergantung kinerja usaha. Selanjutnya dikatakan oleh Redman 2005 : this idiology functions on the idea that
the businesses, like people, have moral obligations and responsibilities that extend beyond the financial world. Selanjutnya three is an expectation that a company will
do thew right thing, and there is no reason to advertise that we are filfilling this obligation Redman, 2005.
Artinya perusahaan memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab melebihi tanggung jawab finansial. Dan diharapkan dalam melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawab ini CSR tidak signifikan untuk diiklankan sebagai promosi perusahaan.
Berbagai aktivitas CSR dalam hal ini adalah seperti terciptanya kondisi keamanan didesa atau kelurahan dimana perusahaan berlokasi, mengutamakan perekrutan
tenaga lokal sebagai tenaga kerja di perusahaan, keeratan hubungan antara perusahaan dan para karyawan dengan masyarakat setempat, dimana perusahaan
berkedudukan adalah bentuk-bentuk kebijakan CSR yang sesuai dengan type ini. 3. Upaya integrasi aktivtas CSR dalam aktivitas utama perusahaan merupakan hal yang
utama dalam aktivitas peningkatan kinerja CSR dan kinerja usaha secara bersama- sama. Mengintegrasikan CSR dalam strategi inti perusahaan berpengaruh kepada
peningkatan produktivitas dan sebagai katalis kepada proses keberlanjutan yang kompetitif Boulouta and Pitelis, 2011. Mc Williams and Siegel, diacu dalam
Venugopal 2010 mengemukakan konsep “profit maximizing CSR” dimana belanja
untuk CSR diperlakukan sebagai investasi sebagaimana investasi lainnya seperti pada bagian Research and Development RD. Konsep ini melihat bahwa inovasi dan
kemakmuran masyarakat harus konsisten seiring dengan maksimisasi profit. Namun bukan berarti profit jangka pendek sebagaimana halnya pada kebijakan yang pertama,
namun termasuk juga manfaat yang sifatnya intangible dan jangka panjang. Dalam hal ini ternyata tidak mudah untuk melakukannya sebagaimana yang dikemukakan oleh
Redman 2005 : policymakers should consider current indexes for business success, accounting practices, and valuation of intangible assets. Selanjutnya it require
transforming averages citizens‟ understanding about value creation and expanding definitions of success to include social and enviromental triumph. Kebijakan ini
memerlukan pertimbangan atas “keberadaanpositioning” perusahaan dalam mencapai
target yang diharapkan, kemampuan dalam penilaian dan pencatatan aktiva tidak berwujud seperti goodwill dalam pembukuan perusahaan. Dan pemahaman terhadap
pengertian masyarakat akan penciptaan nilai dan perluasan pengertian sukses mencakup sosial dan lingkungan.
Strategi yang dilakukan dengan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Kinerja
perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja CSR berkelanjutan dan pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas CSR yang dilakukanpun
harus sejalan dengan jenis usaha, yang merupakan perpaduan dari kedua strategi sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat menjamin
keberlanjutan aktivitias CSR dan pengembangan usaha.
2.11. Penelitian Terdahulu yang Relevan