TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan KULIT Hides

dan efisien proses ekstraksi yang dilakukan maka akan semakin baik pula kualitas gelatin yang akan didapatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hal-hal yang dapat memaksimalkan proses ekstraksi. Penelitian ini menggunakan metode perendaman liming bahan baku kulit sapi dalam kondisi basa. Hal ini didasarkan pada kondisi kulit yang dijadikan sebagai bahan baku. Kulit diperoleh dari sapi dewasa 2-3 tahun dengan kondisi kolagen yang sudah tua US Patent 5877287. Kolagen yang tua mempunyai susunan ikatan triple helix yang lebih rapat dan kompleks akibatnya membutuhkan basa agar proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin lebih optimal.

B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan

perbandingan kulit-air serta pemberian interval agitasi yang berbeda pada proses pembuatan gelatin tipe B dari kulit sapi menggunakan metode ekstraksi basa. II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KULIT Hides

Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa organ tubuh bagian terluar yang dipisahkan dari tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit tersebut merupakan bahan mentah kulit samak, berupa tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup Djojowidagdo, 1981. Kulit mentah dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok kulit yang berasal dari hewan besar seperti sapi, kerbau, dan lain-lain, yang dalam istilah asing disebut hides, dan kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil seperti kambing, kelinci, dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut skins Purnomo, 1985. Kulit hewan besar lebih banyak mengandung protein, lemak, dan khitin dibanding kulit hewan kecil Akademi Teknologi Kulit, 1984. Komposisi kimia kulit hewan segar terdiri atas 64 air, 33 protein, 2 lemak, 0.5 mineral, dan 0.5 substansi lain. Protein kulit sebesar 33 disusun oleh 29 kolagen, 2 keratin, 0.3 elastin, 1 albumin, dan globulin serta 0.7 mucin dan mucoid Sharphouse, 1978. Komposisi kimia kulit hewan pada umumnya secara kimia dapat dibagi atas dua golongan, yaitu bagian non protein dan protein. Bagian non protein terdiri dari lipid, karbohidrat, enzim, vitamin dan mineral. Bagian protein dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu protein yang berbentuk serat fibrous protein dan protein yang tidak berbentuk serat globular protein. Protein yang tidak berbentuk serat adalah albumin dan globulin, sedangkan protein yang berbentuk serat adalah kolagen, elastin dan keratin Purnomo, 1985. B. KOLAGEN Kolagen merupakan komponen struktural utama pada serat-serat jaringan pengikat, berwarna putih dan terdapat di dalam semua jaringan dan organ hewan dan berperan penting dalam penyusun bentuk tubuh. Pada mamalia, kolagen terdapat pada kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat lainnya. Jumlahnya mencapai 30 dari jumlah protein total yang terdapat dalam hewan vertebrata dan invertebrata Ward dan Courts, 1977. Kandungan kolagen di setiap bagian tubuh mamalia disajikan pada Tabel 3, dengan bagian kulit sebagai bagian yang mengandung kolagen tertinggi, mencapai 89 dibandingkan jenis jaringan lainnya. Tabel 3. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia Jenis jaringan Kolagen Jenis jaringan Kolagen Kulit 89 Usus Besar 18 Tulang 24 Lambung 23 Tendon 85 Ginjal 5 Aorta 23 Hati 2 Otot 2 Sumber : Ward dan Courts 1977 Unit dasar penyusun kolagen adalah tropokolagen yang diperkirakan terdiri atas tiga rantai heliks polipeptida Gambar 1 yang saling mengelilingi berpilin satu sama lain membentuk sebuah coil gulungan, memiliki panjang dan diameter, masing-masing 3.000 Ǻ dan 14 Ǻ Glicksman, 1969. Gambar 1. Susunan molekul tropokolagen pada fibril kolagen Lehninger, 1993 Disamping pelarut alkali, kolagen juga larut dalam pelarut asam, sehingga kedua pelarut ini dimungkinkan untuk digunakan dalam proses produksi gelatin Bennion, 1980. Dibawah mikroskop, jaringan tersebut tampak sebagai serat putih buram yang dikelilingi oleh protein lain dan mucopolysaccharida Poppe, 1992. Perlakuan alkali dan asam menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar. Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Bentuk konformasi larutan kolagen sangat sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat menghancurkan makromolekulnya Wong, 1989. C. GELATIN Gelatin adalah protein dari kolagen kulit, membran, tulang dan bagian tubuh berkolagen lainnya. Jika gelatin mendapat perlakuan perendaman dalam air maka gelatin akan mengembang dan menjadi lunak, dan berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan jika didinginkan 48 O C akan membentuk gel Anonim, 1978. Menurut Carley 1982, gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis dengan asam atau basa. Ditambahkan oleh Imeson 1985, bahwa gelatin merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel gelifying agent, bahan pengental thickening agent, atau bahan penstabil stabilizer. Gelatin berbeda dengan hidrokoloid lainya karena pada umumnya hidrokoloid adalah merupakan polisakarida sedangkan gelatin sendiri adalah senyawa protein. Hal inilah yang menjadikan gelatin mempunyai kemampuan untuk reversibel. Gelatin termasuk kedalam zat yang bersifat amfoter, mempunyai gugus asam karboksil dan gugus basa amina. Gelatin mudah larut dalam gliserol, manitol, dan propilen. Gelatin tidak larut dalam alkohol, aseton, dan pelarut non polar lainnya King di dalam Glicksmann, 1969. Gelatin bukanlah merupakan protein lengkap. Hal ini disebabkan karena tidak adanya asam amino esensial triptofan. Namun gelatin mengandung sejumlah kecil asam amino yang jarang yaitu hidroksilisin. Secara kimiawi komposisi asam amino gelatin mamalia hampir tetap. Perbedaan karakteristik kimia yang terjadi adalah sebagai hasil perbedaan perlakuan pada tahap awal. Gelatin hasil perlakuan basa tipe B dan perlakuan asam tipe A mengalami perbedaan hidrolisis gugus amida primer yang dibentuk. Gelatin tipe A umumnya diperoleh dari bahan baku kulit babi atau ternak yang masih muda. Babi atau ternak yang masih muda mempunyai rantai triple helix yang lebih sederhana. Sedangkan gelatin tipe B umumnya diperoleh dari kulit atau tulang sapi dewasa karena kandungan kolagennya yang sudah tua. Kolagen yang tua mempunyai rantai triple helix yang lebih rapat dan kompleks sehingga umumnya digunakan basa saat perendaman agar hidrolisis kolagen menjadi gelatin lebih optimal. US Patent 5877287. Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbedaan sifat gelatin berdasarkan tipe Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel bloom 50,0 – 300,0 50,0 – 300,0 Viskositas cP 1,50 – 7,50 2,00 – 7,50 Kadar abu 0,30 – 2,00 0,50 – 2,00 pH 3,80 – 6,00 5,00 – 7,10 Titik isoelektrik 7,00 – 9,00 4,70 – 5,40 Sumber : GMIA 2001 Sifat fisik maupun kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, pH, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi Parker, 1982. Bentuk gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari dua bentuk yaitu gelatin yang tidak memiliki rasa apapun plain atau unflavoured dan gelatin yang memiliki rasa tertentu flavoured. Gelatin flavoured mengandung gelatin, gula asam sitrat, rasa tertentu dan warna Gates, 1981 Menurut Ward dan Courts 1977, gelatin larut dalam air minimal pada suhu 49 ° C, atau biasanya berada pada suhu 60 ° C sampai 70 ° C. Gelatin tidak larut dalam air dingin, tetapi hanya akan mengembang. Perendaman dalam air dingin menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya King, 1969. Ketika gelatin dipanaskan pada suhu di atas titik lelehnya, gelatin akan mencair dan dapat kembali membentuk gel apabila didinginkan. Titik leleh gelatin adalah antara 27 ° C hingga 34 ° C dan dapat meleleh di dalam mulut. Karakteristik di atas sangat diharapkan oleh berbagai industri pangan Poppe,1992. Winarno 1997 menambahkan saat pemanasan, daya tarik menarik antara molekul air berkurang sehingga memberikan energi bagi untuk mengatasi daya tarik menarik molekul yang larut pada air, dengan demikian daya larut molekul yang dilarutkan dalam air akan meningkat dengan meningkatnya suhu air. Warna gelatin tergantung pada bahan baku yang digunakan, metode pembuatan dan jumlah ekstraksi. Secara umum, warna gelatin tidak mempengaruhi kegunaannya Glicksman,1969. Standar mutu gelatin disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Standar mutu gelatin berdasarkan standar nasional Indonesia No. 06-3735 tahun 1995 dan British Standard : 757 tahun 1975 Karakteristik SNI No. 06-3735a British Standard 757b Warna Tidak berwarna sampai kekuningan Kuning pucat Bau, rasa Normal - Kadar air Maksimum 16 - Kadar abu Maksimum 3,25 - Kekuatan gel - 50-300 bloom Viskositas - 15-70 mps atau 1,5-7 cP pH - 4,5-6,5 Logam berat Maksimum 50 mgkg - Arsen Maksimum 2 mgkg - Tembaga Maksimum 30 mgkg - Seng Maksimum 100 mgkg - Sulfit Maksimum 1000 mgkg - Sumber : a Dewan Standarisasi Nasional SNI 06.3735-19951995 b British Standard : 757 1975 United States Patent 1999 menggolongkan mutu gelatin menjadi tiga kelas berdasarkan kekuatan gelnya. Gelatin dengan kekuatan gel 240 bloom termasuk gelatin kualitas tinggi, gelatin dengan kekuatan gel 120-240 termasuk gelatin kualitas sedang, dan gelatin dengan kekuatan gel 120 bloom termasuk gelatin kualitas rendah. Menurut Fardiaz 1989, molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya terdiri atas asam amino basa atau asam, dan seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan hidroksiprolin . Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu untuk berlilit membentuk coil helix seperti halnya pada kebanyakan molekul protein, sebaliknya molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam proses pembentukan gel. Industri pangan dan non pangan menggunakan gelatin untuk berbagai tujuan. Jones 1977 mengemukakan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh gelatin sehingga digunakan oleh banyak industri makanan. Kemampuan gelatin untuk memperhalus dan menimbulkan struktur gel yang kenyal digunakan oleh industri pangan sebagai bahan tambahan pada produk-produk olahan daging seperti sosis. Kemampuan lain yang dimiliki oleh gelatin adalah mampu menimbulkan tampilan yang lebih menarik karena adanya lapisan berwarna bening. Kemampuan gelatin ini dimanfaatkan oleh industri selai. Produk- produk selai juga memanfaatkan gelatin karena kemampuannya untuk melindungi produk dari sinar dan oksigen sehingga bisa lebih awet. Berbagai produk permen dan coklat memanfaatkan gelatin untuk membuat produk permen dan coklat menjadi lebih lembut dan kenyal. Gelatin ditambahkan pada produk es krim karena kemampuannya yang mampu mencegah pembentukan kristal-kristal es yang besar sehingga tekstur es krim lebih lembut. Industri gelatin menggunakan gelatin sebagai bahan penjernih dan penyerap zat-zat yang dapat menyebabkan minuman menjadi berembun. Embun pada produk-produk minuman dapat menimbulkan kesan kotor pada wadahnya. Industri non pangan khususnya farmasi menggunakan gelatin pada produk kapsul yang menjadikan kapsul menjadi lebih mudah ditelan. Produk lain di dunia farmasi yang menggunakan gelatin antara lain adalah obat tablet. Gelatin ditambahkan pada obat-obat berbentuk tablet karena kemampuannya untuk mengawetkan kandungan zat dalam obat tablet tersebut. Industri fotografi menggunakan gelatin yang sudah dicampur kristal perak halida untuk melapisi lembaran film. Kristal perak halida menjadi lebih stabil terhadap sinar jika dilarutkan terlebih dahulu pada larutan gelatin. D. PERUBAHAN KOLAGEN MENJADI GELATIN Prinsip utama dalam transformasi kolagen menjadi gelatin adalah dengan cara mendenaturasi kolagen yang terlarut. Denaturasi menggunakan suhu thermal dapat dilakukan dengan cara memanaskan kolagen dalam kondisi netral atau sedikit asam pada suhu 40 ° C Poppe, 1992. Menurut Johns dan Curts 1977, cara paling mudah mengubah kolagen menjadi gelatin adalah melalui proses denaturasi kolagen pada air bersuhu 40 ° C. Kolagen akan terdisosiasi menjadi unit tropokolagen akibat kehilangan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membantu menstabilkan struktur helix pada kolagen. Langkah selanjutnya dalam hidrolisis kolagen adalah pemutusan ikatan intramolekul antara tiga rantai dalam struktur helix menjadi tiga rantai alpha, beta atau gamma. Perbedaan bentuk utama antara alpha, beta dan gamma terletak pada bobot molekulnya. Bobot molekul struktur alpha antara 80.000-125.000. Untuk struktur beta bobot molekul antara 160.000-250.000 dan rantai gamma memiliki bobot molekul 240.000-375.000 Poppe, 1992, sedangkan menurut Lehninger 1993, kolagen akan terputus jika terkena asam kuat dan basa kuat dan akan mengalami transformasi dari bentuk untaian tidak larut dan tidak tercerna menjadi gelatin dalam air panas. Salah satu karakteristik serat kolagen adalah mengkerutmenciut ketika dipanaskan. Suhu pengerutan Ts berbeda untuk sumber kolagen dari spesies yang berbeda. Suhu pengerutan untuk kolagen dari kulit mamalia berkisar antara 60-65 ° C. Ketika kolagen dipanaskan dengan suhu diatas suhu pengerutannya TTs, maka ikatan silang dari rantai triple helix pada kolagen akan terputus dalam jumlah yang sangat besar, sehingga struktur kolagen terpisah menjadi gulungan coils secara acak yang larut dalam air dan disebut sebagai gelatin Belitz dan Grosch, 1999. Berdasarkan konsentrasi dan suhu larutan gelatin, perubahan kolagen menjadi gelatin dan gelatin menjadi gel pada suhu rendah cooling temperature disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Perubahan kolagen menjadi gelatin Belitz dan Grosch, 1999 Pada saat konsentrasi rendah C1, struktur intramolekuler gelatin akan membentuk untaianikatan-ikatan tunggal single-strands. Pada saat konsentrasi tinggi C2 dan proses pendinginan berjalan lambat ∆T1, struktur intramolekuler akan membentuk untaianikatan-ikatan seperti semula pada kolagen, pada setiap konsentrasi tinggi dan proses berjalan cepat ∆T2, maka akan dihasilkan segmen-segmen helix dengan ikatan-ikatan secara acak pada setiap struktur gulungannya coils Belitz dan Grosch, 1999. E. PERUBAHAN GELATIN MENJADI GEL Gelatin merupakan suatu hidrokoloid, yaitu suatu polimer larut dalam air yang mampu membentuk koloid, mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Pembentukan gel merupakan suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jalinan tiga dimensi yang kontinyu dan kaku yang tahan terhadap aliran di bawah tekanan. Pada waktu sol dari gelatin mendidih, konsistensinya menjadi lebih kental, dan selanjutnya akan terbentuk gel yang elastis. Pembentukan kristal, diperkirakan karena diagram sinar-X menunjukkan adanya bagian kristalin di dalam sel gelatin. Molekul-molekul secara individu bergabung dalam lebih dari satu bentuk kristalin membentuk jalinan tiga dimensi yang menjerat cairan Fardiaz, 1989. Gaya untuk mengikat molekul-molekul gelatin di dalam gel ini tidak diketahui. Meskipun demikian, ikatan-ikatan hidrogen dan gaya van der waals diperkirakan sebagai pengikatnya, mengingat sifat gel yang mudah mencair dan membentuk gel kembali dengan adanya perubahan suhu Fardiaz, 1989. E. PROSES PEMBUATAN GELATIN Gelatin dapat dibuat dengan berbagai bahan baku antar lain kulit dan tulang sapi, kulit domba, kulit sapi, dan tulang ossein. Tipe gelatin yang dihasilkan dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A adalah gelatin yang dihasilkan melalui proses perendaman asam sedangkan gelatin tipe B berasal dari perendaman basa. Proses utama pembuatan gelatin dibagi dalam tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku berupa penghilangan komponen non kolagen dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen, konversi kolagen menjadi gelatin, pemurnian dan perolehan gelatin dalam bentuk kering. Bahan baku kulit atau tulang awalnya dipotong-potong atau diberikan proses pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran bahan baku diperlukan untuk memperluas permukaan bahan yang terendam dalam larutan sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna Hinterwaldner, 1977. Proses pengapuran liming dilakukan untuk melunakkan kulit dan menghilangkan albumoid bagian luar seperti globulin, mukopolisakarida, albumin, karoten dan pigmen-pigmen Glicksman, 1969. Menurut Hinterwaldner 1977, proses liming bertujuan untuk merusak atau memutuskan berbagai ikatan kimia yang masih ada dalam kolagen dan untuk menghilangkan atau mengurangi material lain yang tidak diinginkan, seperti protein lain dan karbohidrat. Selama proses liming, lemak dikonversi menjadi sabun-sabun basa yang terlarut. Menurut Glicksman 1969, kapur untuk perendaman basa ditambahkan ke dalam air perendam dengan jumlah secukupnya berkisar antara 5 hingga 15 dari bobot bahan sehingga terbentuk larutan kalsium hidroksida. Proses perendaman kulit dilakukan selama 3-12 minggu atau lebih tergantung pada jenis bahan baku, suhu liming, perlakuan sebelumnya dan kapur yang ditambahkan. Hinterwaldner 1977 menambahkan bahwa suhu proses liming tidak boleh lebih dari 20 ° C jika ingin menghindari jumlah kolagen yang hilang lebih banyak. Jika suhu liming terlalu rendah, maka proses liming akan berjalan lambat sehingga membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama. Proses liming yang tidak dilakukan dengan tepat dapat menyebabkan kelarutan kolagen dalam basa. Hal ini dapat menurunkan rendemen gelatin yang dihasilkan Ward dan Courts, 1977. Hinterwaldner 1977 menyatakan bahwa gelatin diperoleh dari bahan setelah perlakuan liming. Bahan tersebut kemudian diekstraksi dengan air pada suhu tertentu. Proses ekstraksi multistage merupakan salah satu proses produksi gelatin yang penting. Mutu gelatin yang diperoleh dipengaruhi oleh proses konversi jenis bahan baku dan lama proses ekstraksi. Metode yang digunakan untuk pemutusan ikatan hidrogen dalam ekstraksi gelatin yaitu meningkatkan suhu hingga titik penyusutan dicapai dan merendam kolagen dalam larutan pemutus ikatan hidrogen pada suhu ruang. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 50 o C hingga 100 o C. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat menjadi gelatin disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat dalam menghasilkan gelatin Ekstraksi Waktu jam Suhu °O C Rendemen 1 4-9 55-65 5-10 2 4-9 65-75 3-6 3 4-6 75-85 3-6 4 4-6 85-95 2-4 5 2-4 95-100 1-2 Total 14-28 Sumber : Glicksman 1969 Menurut Hinterwaldner 1977 ekstraksi pertama biasanya dilakukan pada suhu 50 o C sampai 60 o C, dimana untuk ekstraksi-ekstraksi selanjutnya suhu ekstraksi dinaikkan 5 -10 o C hingga ekstraksi terakhir suhunya mencapai titik didih air. Ekstraksi dilakukan pada bejana stainless steel dibuka tanpa tutup. Gillespie 1960 menambahkan degradasi gelatin terjadi sangat lambat pada suhu 30-40 ° C, dengan peningkatan suhu suhu di atas 40 ° C akan meningkatkan degradasi dan reaksi berlangsung sangat cepat. Menurut The United Stated Patent 1993, total waktu ekstraksi pada keseluruhan ekstraksi biasanya dilakukan pada kisaran waktu 10 sampai 20 jam. Namun sebaiknya dilakukan pada waktu 16 jam atau kurang. Cara yang digunakan untuk menghilangkan zat-zat lain yang tidak larut yang dapat mengurangi kemurnian gelatin adalah dengan melakukan penyaringan. Filtrasi atau penyaringan larutan koloidal dapat dilakukan dengan pemisahan secara kimiawi maupun pemisahan dengan penyaring. Pemisahan secara kimiawi tidak biasa digunakan karena prosesnya mahal dan dapat menyebabkan kerusakan kualitas larutan gelatin. Proses penyaringan lebih efisien dengan memperhatikan sifat fisiko kimia, endapan-endapan partikel dan suhu. Di bawah suhu 32 ° C gelatin membentuk gel rigid sehingga kekakuan meningkat dengan peningkatan kandungan padatan filtrasi dilakukan pada suhu tersebut atau di atasnya Hinterwaldner, 1977. Hinterwaldner 1977 menyatakan bahwa evaporasi gelatin harus memenuhi ketentuan seperti suhu evaporasi rendah 40-80 o C , waktu kontak antara larutan gelatin dengan panas singkat dan mencegah pembentukan buih. Suhu yang digunakan harus di atas titik lelehnya dengan menggunakan vacuum . Menurut Ward dan Courts 1977, proses pengeringan gelatin dapat dilakukan dengan spray maupun roller dryer. Suhu pengeringan dilakukan pada suhu 38 o C hingga 70 o C. Pengeringan merupakan proses yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi air dalam larutan gelatin. III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit sapi sisa kulit split hasil samping industri penyamakan kulit dari PT. Muhara Dwitunggal Laju yang berada di kecamatan Citeureup, Bogor. Bahan kimia yang digunakan antara lain kapur tohor CaO untuk proses liming, NH 3 SO 4 untuk netralisasi dan bahan-bahan lain untuk prosedur analisa karakter mutu. Sebagai bahan pembanding pada analisa mutu gelatin digunakan gelatin komersial impor tipe B yang diperoleh dari toko Setia Guna di Bogor Peralatan yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Peralatan untuk produksi Terdiri dari drum, alat pemotong kulit, mollen, ekstraktor Gambar 3, filter vakum, evaporator vakum, chiller, alat ekstrusi, alat pengering, dan blender. Gambar 3. Ekstraktor 2. Peralatan untuk analisa Peralatan yang digunakan antara lain desikator, pH meter, chromameter tipe Minolta CR 300, viscometer, termometer, rheoner RE 3305, dan alat-alat lainnya yang digunakan pada prosedur analisa karakter mutu. B. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2005 hingga bulan Februari 2006. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi LTA-BPPT yang terletak di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang; dan PT. Muhara Dwitunggal Laju, Kecamatan Citeureup, Bogor.

C. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan