dapat mengikat ekstrak gelatin yang tertinggal dalam kapiler-kapiler kulit. Gaya adhesi kapiler-kapiler kulit dapat menyebabkan ekstrak gelatin
tertinggal di dalamnya selama proses ekstraksi berlangsung Handojo, 1995.
Namun peningkatan nilai rendemen ini tidak terjadi pada ekstraksi yang dilakukan dengan interval agitasi tiap 30 menit. Penambahan jumlah
air tidak menambah jumlah rendemen gelatin. Terdapat nilai rendemen yang rendah dari dua sampel lampiran 1. Nilai ini dipengaruhi oleh
proses pembuatan gelatin selanjutnya yaitu proses pengeringan. Panas yang diberikan oleh alat pengering membuat sampel gelatin khususnya
yang masih mempunyai kadar air yang masih tinggi mencair kembali. Gelatin yang mencair akhirnya masuk dan mengering di antara sela-sela
kawat wadah. Gelatin yang mengering ini pada akhirnya sulit untuk diambil dan ditimbang.
Pengamatan pada pengaruh agitasi terhadap nilai rendemen menunjukkan bahwa perbedaan interval agitasi tidak memberikan
kecenderungan khusus naik atau turun pada nilai rendemen. Tidak seperti yang diduga sebelumnya bahwa pemberian agitasi yang semakin
sering memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena selama proses ekstraksi berlangsung, agitator sering mengalami bongkar
pasang. Hal ini menyebabkan posisi agitator tidak persis sama dalam setiap proses ekstraksi. Posisi yang tidak persis sama ini mempengaruhi
jumlah kulit yang ikut berputar bersama air sehingga mempengaruhi jumlah rendemen gelatin.
2. Warna
Warna memiliki peranan yang penting dalam komoditas pangan dan hasil pertanian lainnya. Karakteristik warna sangat penting sebagai daya
tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Salah satu cara untuk mengukur warna adalah menggunakan alat yang disebut dengan chromameter.
Pengukuran menggunakan alat ini menghasilkan tiga notasi yang biasa dikenal dengan notasi L, a, dan b. Angka-angka ini kemudian dibandingkan
53 54
55 56
57 58
59 60
1 2
3 4
perbandingan kulit-air n
ila i n
o ta
s i L
agitasi 10 agitasi 20
agitasi 30
dengan komponen-komponen warna dalam diagram uji warna seperti terdapat dalam Lampiran 2. Penelitian ini hanya mengukur notasi L dan
notasi b. Notasi a tidak dilakukan pengukuran dikarenakan notasi ini menunjukkan spektrum warna hijau dan merah, dua warna yang tidak pernah
ditemukan pada sampel gelatin pada umumnya. Nilai L merupakan parameter yang menunjukkan cahaya pantul
yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam Soekarto, 1990. Paramater ini memperlihatkan tingkat kecerahan light dari suatu
bahan dengan kisaran dari 0 hitam sampai 100 putih. Larutan encer gelatin kualitas tinggi tidak berwarna, sedangkan gelatin kualitas rendah
memiliki warna coklat kejinggaan. Kisaran rata-rata notasi L gelatin sampel yang didapatkan dari
penelitian ini adalah 55,49 - 58,90, tidak jauh berbeda tingkat kecerahannya dengan notasi L pada gelatin komersial yang tercatat sebesar 56,36
Lampiran 3. Pengaruh perbandingan kulit-air serta interval agitasi terhadap nilai rata-rata notasi L pada gelatin hasil penelitian ini dapat dilihat di
Gambar 6. .
Gambar 6. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap notasi L sampel gelatin.
1:1 1:2
1:3 1:4
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perbandingan kulit-air dan interval agitasi tidak memberikan kecenderungan nilai naik atau turun pada
tingkat kecerahan sampel gelatin. Perbandingan kulit-air yang semakin besar diharapkan dapat memberikan nilai kecerahan yang lebih baik dengan lebih
banyaknya gelatin yang ikut terekstrak. Hal tersebut tidak terjadi pada empat tingkat perbandingan kulit-air yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena selama proses ekstraksi berlangsung, bukan saja gelatin yang terekstrak namun juga zat-zat pengotor lain ikut pula terekstrak.
Menurut Arthadana 2001 kejernihan warna gelatin tergantung pada kemampuan zat-zat pengotor yang ada untuk memancarkan cahaya,
terutama keberadaan ion logam pada bahan dapat mempengaruhi warna gelatin yang dihasilkan. Semakin banyaknya air yang ditambahkan semakin
besar peluang zat-zat pengotor ikut dalam filtrat gelatin. Begitu pula dengan pengaruh agitasi pada tingkat kecerahan
sampel gelatin. Proses agitasi yang diharapkan dapat membantu untuk mengektrak gelatin dengan lebih baik, ternyata mempunyai efek samping.
Agitasi yang diberikan tidak saja mengekstrak gelatin, namun juga membuat komponen-komponen non kolagen ikut terekstrak sehingga mempengaruhi
tingkat kecerahan. Semakin sering agitasi diberikan, peluang komponen- komponen non kolagen ikut serta dalam filtrat lebih besar. Banyaknya
komponen-komponen non kolagen yang ikut terekstrak sangat dipengaruhi jumlah komponen-komponen tersebut dalam bahan baku kulit yang
digunakan. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning
dengan nilai b positif sampai +60 untuk warna kuning dan nilai b negatif dari 0 sampai -60 untuk warna biru. Warna gelatin dapat dipengaruhi oleh bahan
baku yang digunakan, metode pembuatan dan jumlah ekstraksi Glicksman, 1969. Gelatin dari kulit babi mempunyai warna yang lebih cerah jika
dibandingkan dengan gelatin dari tulang paupun kulit sapi. Larutan encer gelatin kualitas tinggi tidak berwarna, sedangkan gelatin kualitas rendah
memiliki warna coklat kejinggaan.
38,5 39
39,5 40
40,5 41
41,5 42
1 2
3 4
perbandingan kulit-air n
ila i n
o ta
s i b
agitasi 10 agitasi 20
agitasi 30
Nilai rata-rata untuk notasi b yang didapatkan dari pengukuran gelatin hasil penelitian berkisar antara 39,74 sampai 41,68, semua
menunjukkan nilai positif Lampiran 4. Kisaran nilai tersebut menunjukkan bahwa warna gelatin hasil penelitian penelitian mengarah pada warna
kuning. Kecenderungan naik turunnya nilai notasi b sampel gelatin hasil
penelitian disajikan pada Gambar 7. Kedua perlakuan yaitu perbandingan kulit-air dan interval agitasi ternyata tidak memberikan pola tertentu pada
nilai notasi b sampel gelatin. Adanya komponen-komponen non gelatin yang turut serta dalam filtrat mempengaruhi nilai notasi b. Perbandingan kulit-air
yang semakin besar ternyata tidak selalu memberikan nilai notasi b yang selalu lebih tinggi warna lebih kuning seperti dugaan semula. Perbandingan
kulit-air yang semakin besar juga dapat menurunkan nilai notasi b dikarenakan adanya komponen-komponen non gelatin dalam filtrat.
Komponen ini memberikan peluang yang semakin besar terhadap terjadinya warna kuning yang semakin tua.
Gambar 7. Pengaruh perbandingan kulit-air dan interval agitasi terhadap notasi b sampel gelatin.
Agitasi yang diberikan tidak memberikan pengaruh khusus pada nilai notasi b. Kondisi fisik bahan baku kulit diduga menjadi penyebab hal
ini terjadi. Kondisi fisik kulit yang terlalu lembek, menjadikan kulit tersebut
1:1 1:2
1:3 1:4
lebih mudah untuk terkoyak karena adanya agitasi. Kulit dengan kondisi yang terlalu lembek, semakin sering agitasi itu diberikan semakin banyak
serpihan-serpihan kulit yang terkoyak dan bercampur dalam filtrat gelatin. Serpihan-serpihan ini menyebabkan warna kuning gelatin semakin tua.
Perbandingan warna sampel gelatin yang dihasilkan dari penelitian ini dibandingkan dengan gelatin komersial dapat dilihat di Gambar 8.
Gambar 8. Bubuk sampel gelatin Keterangan :
Dari atas : kiri-kanan : A
1
B
1
, A
1
B
2
, A
1
B
3
, A
1
B
4
, A
2
B
1
, A
2
B
2
, A
2
B
3
, A
2
B
4
, A
3
B
1
, A
3
B
2
, A
3
B
3
, A
3
B
4
, Komersial, A
4
B
1
, A
4
B
2
, A
4
B
3
, A
4
B
4
.
3. Kadar Air