2.5. Profitabilitas
Keberhasilan dari suatu usaha selain diukur dari pendapatan, juga dapat diukur dari analisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensinya adalah
penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan. Dalam ukuran ini akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam suatu kegiatan dapat memberikan
sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi penerimaan yang dicapai, menunjukkan semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diperoleh dari
kegiatan penambangan usaha TI. Sehingga dengan diperolehnya nilai pendapatan yang semakin tinggi maka tingkat keuntungan pun semakin baik.
Pengusaha akan mencapai laba maksimum pada saat : ∏
= TR – TC =Q.PQ–wL–rC–K .................................................................................2.1
Keuntungan maksimal tercapai ketika :
∂
∏
∂L
= 0
∂
∏
∂L = ∂Q∂L . Pq – w = 0 ∂Q∂L x Pq = w
MPP
L
xP=w
......................................................................................................2.2
MPP
L
marginal physical product of labor = nilai hasil maginal tenaga kerja
2.6. Penelitian terdahulu
Harjono 2003 dalam tesisnya yang berjudul Penambangan Timah Rakyat : Analisis Manfaat dan Biaya. Bertujuan untuk menelaah dan mengkaji manfat
dan biaya potensi, kelayakan usaha dan keterkaitan antara pertumbuhan terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Bangka. Selain itu, dianalisis dengan
berbagai masalah dalam kegiatan pengolahan dan tataniaga timah rakyat, termasuk kemungkinan terjadinya adverse selection dan moral hazard dalam
sistem kontrak. Hasil
penelitian menunjukan
bahwa berdasarkan analisis manfaat yang
diperoleh masyarakat dengan adanya penambangan timah rakyat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Manfaat yang diperoleh masyarakat adalah banyaknya
tenaga kerja yang dapat diserap dan adanya peningkatan pendapatan. Tambang rakyat juga menjadi alih profesi bagi petani lada ketika harga lada tidak
memberikan harapan bagi kesejahteraan, sedangkan biaya yang dikeluarkan adalah biaya reklamasi lahan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
terdapat 13 kecamatan yang berpotensi mengalami pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar masyarakat sekitar juga bersedia membayar pada lokasi
penambangan sebagai wujud kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Murtadlo 2007 melakukan analisis mengenai pengaruh modal dan lokasi terhadap pendapatan PKL Pakaian Jadi di PasarAnyar Kota Bogor. Penelitian ini
membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan, menganalisa elastisitas modal dan lokasi terhadap pendapatan PKL Pakaian Jadi di Pasar anyar Kota
Bogor dan menganalisa imbalan keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga juga menganalisa tingkat pengembalian investasi yang dilihat berdasarkan lokasi
berdagang.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa modal mempunyai pengaruh positif terhadap penjualan dan pendapatan pedagang kaki lima pakaian jadi di
Pasar Anyar Kota Bogor. Lokasi juga memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan dimana lokasi di luar strategis maupun di dalam kurang strategis
sama-sama memiliki peluang untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Upah tenaga kerja berada dibawah Upah Minimum Regional UMR Kota Bogor,
pedagang kaki lima pakaian jadi di Pasar Anyar Kota Bogor tetap bertahan hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan, dan ketrampilan yang mereka miliki
terbatas. Fillaily 2004 melakukan analisis mengenai kajian faktor-faktor yang
mempengaruhi keuntungan pedagang bunga potong di Pasar Rawa Belong Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dalam
penelitiannya membahas masalah faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan pedagang bunga potong di Pasar Rawa Belong. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square OLS. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa lingkungan eksternal yang berpengaruh adalah
pemasok, pesaing dan pedagang. Sedangkan modal, pendapatan, pengalaman dan strategi merupakan faktor-faktor yang berpenaruh nyata terhadap keuntungan,
Hasil regresi menunjukkan bahwa semua faktor tersebut mempunyai hubungan positif. Jenis kelamin, pemasok secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap
keuntungan pedagang bunga potong.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Awal mula keberadaan TI di Propinsi Bangka Belitung yaitu pada saat pihak pemda setempat memberikan peluang pekerjaan kepada masyarakat sekitar
untuk memanfaatkan bekas daerah penambangan skala besar sebagai penambang skala kecil. Otonomi daerah yang diberikan kepada Bangka Belitung ini justru
meningkatkan jumlah penambang TI tanpa mempunyai izin penambangan. Hal ini dipicu pula oleh harga lada yang menurun dan harga timah yang melonjak
sehingga para petani lada beralih profesi menjadi penambang. Terbatasnya daerah bekas penambangan skala besar yang tidak diimbangi dengan tingginya jumlah
penambang menyebabkan penambang skala kecil mencari daerah penambangan yang belum dieksplorasi penambang skala besar. Hal inilah yang kemudian
memicu penambang skala kecil menjadi penambang skala besar yang menggunakan alat-alat berat. Faktor lain yang mendorong maraknya TI adalah
krisis moneter yang melanda pada saat itu menyebabkan kesempatan kerja terbatas, tingkat pengagguran yang meningkat akibat dari PHK karyawan
perusahaan, modal yang dibutuhkan cenderung terjangkau dan untuk melakukan penambangan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi.
Aktivitas penambangan yang dilakukan dengan menggunakan alat sederhana maupun berat telah merusak ekosistem lingkungan daerah sekitar di
darat maupun di laut bahkan telah merambah ke kawasan hutan lindung. Daerah yang tidak produktif lagi ditelantarkan begitu saja tanpa adanya reklamasi lahan
sebagai tanggung jawab pihak TI sehingga pemerintah harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mereklamasi lahan akibat ulah TI tersebut. Dampak yang lain