II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timah
Timah adalah logam yang tidak keras, digunakan sebagai campuran bahan baku industri. Timah yang memiliki rumus kimia Sn bernomor atom 50 ini
dikenal dengan nama tin. Timah merupakan logam dasar yang tidak beracun non toxic, berdaya konduksi tinggi dan memiliki titik lebur rendah Imam, 2003.
Sejarah timah masuk ke Indonesia diawali oleh seorang pelaut Italia yang bernama Marcopolo, seorang pelaut Italia, setelah singgah di Peureulak, Aceh, di
ujung utara Sumatera. Beliau mencatat bahwa pada tahun 1279 bahwa negeri ini mengekspor: timah, gading gajah, kulit penyu, kapir barus, pala cengkeh, dan
hasil hutan lainnya. Penyebutan timah adalah satu-satunya catatan sejarah tentang kehadiran timah di Indonesia sejak abad 13. Tetapi pada abad ke-18 para
sejarahwan menemukan bukti yang lebih konkret tentang penemuan timah di Pulau Bangka. Bijih timah pada waktu itu dijual kepada pedagang yang datang
dari Portugis, Spanyol dan Belanda. Timah mulai ditambang di Indonesia secara komersial oleh VOC. Ketertarikan bangsa lain terhadap timah karena di negara-
negara Eropa timah digunakan sebagai bahan pencampur untuk membuat lonceng atau genta agar bersuara lebih nyaring. Bangsa Eropa pada masa itu juga sudah
mulai mengalengkan makanan untuk tujuan pengawetan di dalam kaleng timah PT Timah Tbk,1998.
2.2. Tambang Inkonvensional TI
Menurut Harjono 2003 pengertian Tambang Inkonvensional mencakup dua versi yang berbeda yaitu versi PT Timah Tbk dan versi DPRD Kabupaten
Bangka. Menurut versi PT timah Tbk, TI adalah tambang inkonvensional, kegiatan penambangan yang keberdaannya sudah ada sejak lama dan dilakukan
diluar kontrol PT Timah Tbk. Berdasarkan versi Pemda Kabupaten Bangka berdasarkan surat edaran
Bupati Bangka No. 5400269ek-bang2000. TI adalah kegiatan penambangan timah yang dilakukan tanpa izin baik di dalam daerah wilayah kuasa
penambangan maupun diluar kuasa penambangan daerah Bangka. Menurut DPRD Kabupaten Bangka, maraknya TI disebabkan sistem mitra kerja yang dilakukan
oleh PT Timah Tbk yaitu membeli hasil produksi TI. Penambangan tanpa ijin atau lebih dikenal dengan TI ilegal, menjual hasil
produksinya kepada eksportir ilegal. TI akan mengeksploitasi lahan semaksimal mungkin tanpa mereklamasi lahan bekas tambang. Akibatnya lahan bekas
tambang tersebut membentuk cekungan dalam yang terisi air hujan dan sulit ditanami tumbuhan akibatnya lahan menjadi tandus. Kegiatan TI semakin
meningkat dengan adanya kenaikan kurs dollar terhadap mata uang rupiah. Kegiatan penambangan dikatakan legal jika mempunyai kekuasaan hukum
dan terdapat surat perijinan usaha yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no 75 tahun 2001 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1969
tentang pelaksanaan UU no 11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan dan dioperasionalkan dalam bentuk peraturan daerah yaitu PP no 1 tahun 2001
tentang pengelolan pertambangan umum dan keputusan Bupati no 6 tahun 2001 tentang perijinan usaha pertambangan. TI legal memberikan pengaruh yang
signifikan kepada pemerintah yaitu mendapatkan keuntungan dari hasil pemungutan pajak TI. Pendapatan pajak yang dihasilkan digunakan untuk
pembangunan daerah dengan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat Pulau Bangka.
Maraknya TI terjadi ketika kurs rupiah terdepresiasi terhadap dollar sehingga kebutuhan hidup meningkat dengan harga-harga bahan pokok yang
melambung. Menurut PT Timah tbk tercatat peningkatan TI dari tahun 2001 ke tahun 2002 yaitu pada tahun 2001 terdapat 3.205 TI dan meningkat menjadi 5.724
TI pada tahun 2002. Kenaikan jumlah TI dipicu oleh kenaikan harga timah dunia dan merosotnya harga lada.
Pada awalnya TI menjadi pekerjaan sampingan masyarakat Pulau Bangka untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Lama kelamaan, TI dijadikan pilihan
utama untuk menghasilkan pendapatan. Pemerintah daerah mendapatkan keuntungan dengan kehadiran TI legal tetapi di sisi lain pemda setempat juga
mengalami kerugian yaitu mengeluarkan biaya reklamasi lahan dan kerusakan lingkungan akibat ulah TI illegal.
2. 3. Modal
Modal adalah jumlah dana yang dipakai untuk menjalankan usaha dagang. Modal suatu usaha biasanya berasal dari pinjaman bank, koperasi, lembaga
keuangan bukan bank, perorangan, keluarga, teman dan lain-lain. Profil Usaha
Kecil dan Menengah, 2003. Modal merupakan sumber-sumber ekonomi yang diciptakan manusia dalam bentuk nilai uang atau barang. Modal dalam bentuk
uang dapat digunakan oleh sektor produksi untuk membeli modal baru dalam bentuk barang investasi yang dapat menghasilkan barang baru lagi.
Menurut Nicholson 1998, modal merupakan jumlah total mesin-mesin, bangunan-bangunan dan sumber manufaktur non labor yang ada dalam suatu
waktu. Kekayaan perusahaan atau industri aset mencerminkan bagian dari output ekonomi di waktu lalu yang tidak dikonsumsi, melainkan disisihkan untuk
kegunaan produksi masa yang akan datang. Modal diperlukan untuk membiayai operasi suatu usaha. Modal tersebut
digunakan untuk membeli aset suatu usaha mesin peralatan, persediaan uang tunai untuk dikelola agar memperoleh keuntungan. Secara umum, jenis modal
yang dapat diperoleh untuk memenuhi kebutuhan modalnya terdiri atas modal sendiri equity capital dan modal pinjaman debt capital. Perhitungan yang
digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi usaha TI adalah Return On Investment ROI
yaitu perbandingan antara pendapatan bersih terhadap dana investasi yang memberikan indikasi profitabilitas suatu investasi.
2.4. Tenaga Kerja
Kesempatan kerja tidak mencerminkan lapangan kerja yang masih terbuka jika dipandang dari segi data sensus penduduk walaupun ada kemungkinan ketika
meningkatnya lapangan kerja, terjadi peningkatan pula pada jumlah pencari kerja. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakmerataan dalam pendistribusian
lapangan kerja yang masih terbuka atas dasar pola penyebaran penduduk ataupun
pendidikan pencari kerja Rusli, 1982. Beberapa
indikator dalam perencanaan program dan evaluasi pembangunan baik di bidang ekonomi maupun sosial adalah indikator
ketenagakerjaan, tingkat pengangguran dan kemiskinan. Secara tidak langsung ketiga indikator tersebut saling berkaitan. Indikator ketenagakerjaan
menggambarkan tentang daya serap sektor ekonomi terhadap tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. Pengangguran merupakan salah satu permasalahan
yang kompleks dilihat dari sudut ekonomi sosial dan ekonomi perekonomian sehingga semakin rendah daya serap suatu sektor terhadap tenaga kerja dan
produktivitas tenaga kerja maka semakin tinggi tingkat pengangguran yang tercipta. Dan semakin tinggi tingkat pengangguran maka akan menciptakan
tingkat kemiskinan yang tinggi pula. Salah satu indikator ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan seberapa besar penduduk usia kerja yang aktif dalam
kegiatan perekonomian di suatu wilayah adalah Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja TPAK.
Simanjuntak 1985 membedakan tenaga kerja berdasarkan batas umur sehingga tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15
tahun atau lebih. Hal ini juga senada dengan Keputusan Pemerintah UU no.25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Simanjuntak 1985 juga menekankan
bahwa tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja, menganggur dan golongan
pencari kerja sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Menurut Sawit 1982 perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain disebabkan oleh:
1. Tidak cukupnya pendapatan dari usahatani, misalnya karena luas lahan
usahatani yang semakin sempit. 2.
Perkerjaaan dan pendapatan dari usahatani umumnya musiman sehingga diperlukan waktu tunggu yang relatif lebih lama sebelum hasil atau
pendapatan bisa dinikmati. Oleh karena itu diperlukan pendapatan atau pekerjaan cadangan guna mengatasinya.
Arfida 2002 mengemukakan tenaga kerja akan menerima upah sesuai dengan tingkatan pekerjaannya. Tingkat upah tersebut merupakan harga diri jasa
tenaga kerja per satuan waktu, sedangkan pendapatan tenaga kerja adalah upah tenaga kerja dikali jumlah jam kerja.
Sistem pengupahan di pasar tenaga kerja khususnya di sektor informal tidak ada yang bersifat permanen. Besaran upah tidak tertentu, jadwal pembayaran
tidak pasti, demikian pula cara pembayrannya. Pada sektor informal, upah diatur menurut tradisi atau kesepakatan bersama antara pemilik modal dan tenaga kerja.
Karena sektor informal berada di luar jangkauan peraturan pemerintah, sehingga menjadikan sistem pengupahan sulit diatur. Kelemahan sektor informal dalam hal
kurang pengawasan pemerintah ini sering dimanfaatkan oleh majikan dengan memberi upah serendah-rendahnya tehadap pekerja sektor informal.
2.5. Profitabilitas