4.1.5. Intra-industry Trade Indonesia
Pada tahun 2001-2005, perdagangan intra-industri antara Indonesia dan mitra dagangnya di ASEAN-5 secara umum dapat dikatakan belum terintegrasi
secara kuat. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai IIT index yang relatif rendah pada lebih dari 50 persen hasil analisis yang diperoleh pada sepanjang periode dan
sebagian besar mitra dagang.
Tabel 4.5 Nilai IIT index Indonesia-ASEAN 5 Reporter
Partner Tahun IIT index
2001 7,552 2002 5,254
2003 6,451 2004 8,250
Indonesia Singapura
2005 5,580 2001 8,083
2002 30,765 2003 16,883
2004 21,458 Indonesia Malaysia
2005 22,921 2001 37,232
2002 43,810 2003 87,014
2004 94,658 Indonesia Thailand
2005 73,462 2001 3,681
2002 88,798 2003 32,560
2004 14,528 Indonesia Filipina
2005 16,996 Secara spesifik, ditemukan bahwa perdagangan intra-industri komoditas
ICT yang dilaksanakan antara Indonesia dan Singapura memiliki integrasi yang paling lemah. Hal ini terlihat dari besarnya IIT index yang hanya bernilai di
bawah 10 persen untuk setiap tahun analisis, seperti yang tertera pada Tabel 4.5 . Sementara dari sisi pergerakannya, IIT index Indonesia - Singapura pada tahun
2001-2005 tidak mengalami perubahan yang berarti dan tetap bertahan pada level yang rendah Gambar 4.5. Kondisi ini terjadi karena pada periode analisis nilai
ekspor komoditas ICT dari Indonesia ke Singapura jauh lebih besar daripada nilai impornya. Ekspor tersebut didominasi oleh kelompok produk
Parts, accessories, except covers, for office machines.
Dari sisi impor, nilainya relatif kecil, terutama untuk kelompok produk
Electronic printed circuits. Hal ini
menyebabkan besarnya nilai ketidakseimbangan perdagangan trade imbalance, yang berimplikasi pada rendahnya IIT.
Untuk kasus perdagangan intra-industri antara Indonesia-Malaysia, integrasi yang terjadi secara mayoritas tergolong lemah kecuali untuk tahun 2002
dimana terjadi peningkatan IIT index hingga mencapai tingkatan integrasi sedang Tabel 4.5. Sementara dari sisi pergerakan, tingkat perdagangan intra-industri
antara kedua negara naik secara signifikan pada tahun 2002, kemudian menurun kembali di tahun 2003, dan dua tahun berikutnya mengalami kenaikan yang tidak
signifikan yang tidak meningkatkan status integrasi dari posisi yang lemah Gambar 4.5.
Di sisi lain perdagangan intra-industri komoditas ICT antara Indonesia- Thailand pada tahun 2001-2005 dapat dikatakan paling terintegrasi. Secara
nominal nilai IIT index mengalami peningkatan secara berkala dari 2001 sampai 2004, dimana tingkat integrasi mengalami kemajuan dari sedang menjadi kuat,
tetapi di tahun 2005 terjadi penurunan yang cukup signifikan sehingga tingkat integrasi berubah kembali ke tingkat agak kuat Tabel 4.5.
Gambar 4.5. IIT index antara Indonesia dan ASEAN-5 Selanjutnya, untuk perdagangan intra-industri antara Indonesia-Filipina
sebagian besar berada pada tingkat integrasi yang lemah. Untuk pergerakannya, nilai IIT index Indonesia-Filipina merupakan yang paling berfluktuasi. Hal ini
dapat dilihat dari peningkatan yang sangat tinggi yang terjadi pada tahun 2002 yang mengubah tingkat integrasi dari lemah menjadi kuat. Tahun berikutnya
integrasi kembali melemah hingga berada di tingkat sedang. Di tahun 2004
IIT Index Indonesia- Singapura
20 40
60 80
100
2001 2002
2003 2004
2005
Tahun II
T I
n d
e x
IIT Index Indonesia- Malaysia
20 40
60 80
100
2001 2002
2003 2004
2005
Tahun II
T I
n d
e x
IIT Index Indonesia- Thailand
20 40
60 80
100
2001 2002
2003 2004
2005
Tahun II
T I
n d
e x
IIT Index Indonesia- Filipina
20 40
60 80
100
2001 2002
2003 2004
2005
Tahun II
T I
n d
e x
KETERANGAN:
Strong Integration Mild Integration
Moderately Strong Integration Weak Integration
integrasi semakin melemah, sampai pada tahun 2005 yang bertahan di posisi integrasi lemah Gambar 4.5.
Jika dianalisis secara lebih mendalam terlihat bahwa besarnya perdagangan intra-industri yang dihitung dari sisi Indonesia sebagai reporter
menunjukkan hasil sebagian besar IIT index bernilai rendah dan berada pada klasifikasi integrasi lemah. Apabila hasil tersebut di-crosscheck dengan keempat
mitra dagangnya di ASEAN-5, maka akan terlihat adanya ketimpangan yang cukup besar, terutama dengan mitra dagang Malaysia. Pada hasil analisis IIT
Indonesia-Malaysia terlihat bahwa derajat integrasi yang dicapai lemah, kecuali pada tahun 2002 yang mencapai integrasi sedang, tetapi apabila dilihat dari sisi
Malaysia sebagai reporter, terlihat bahwa derajat integrasi yang dicapai bernilai kuat untuk semua periode analisis. Hal ini terjadi karena pada nilai arus
perdagangan ICT yang dijadikan dasar penghitungan IIT juga terdapat ketimpangan yang relatif besar Lampiran 1.
Ketimpangan nilai arus perdagangan yang terjadi pada hampir semua negara yang dianalisis, khususnya Indonesia, mengindikasikan adanya arus
perdagangan ICT yang tidak tercatat secara lengkap dan akurat. Ketidaklengkapan dan ketidakakuratan pencatatan yang terjadi kemungkinan besar disebabkan oleh
dua faktor. Pertama, data arus perdagangan yang tercatat pada dua negara yang melakukan transaksi perdagangan mengalami ketimpangan karena banyak
beredarnya produk ICT ilegal yang notabene tidak akan tercatat pada database perdagangan resmi suatu negara. Adanya produk-produk ilegal atau yang biasa
disebut produk selundupan tersebut memungkinkan nilai impor yang tercatat pada
database negara reporter jauh berbeda dari nilai ekspor yang tercatat pada
database negara mitra dagangnya, begitu pula sebaliknya.
Faktor kedua yang dapat menyebabkan adanya ketimpangan pada data arus perdagangan yang tercatat adalah sistem pencatatan yang belum teroganisir
dan sistem pembaharuan data yang belum dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan data yang diperoleh tidak akurat dan up to date sehingga tidak
dapat mewakili kondisi arus perdagangan yang sebenarnya dengan kata lain tidak representatif.
Pada kasus IIT Indonesia, pada umumnya yang terjadi adalah nilai impor produk ICT yang tercatat jauh lebih kecil dibanding nilai ekspor yang tercatat
pada negara mitra dagangnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor yang telah dipaparkan sebelumnya. Untuk mengatasinya, pemerintah Indonesia perlu
mengambil langkah-langkah antisipasi dari segi pencegahan peredaran produk- produk ICT ilegal maupun dari segi perbaikan sistem pencatatan data arus
perdagangan. Langkah nyata yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan pengawasan dan penjagaan daerah-daerah lalu lintas barang ekspor dan impor
seperti pelabuhan-pelabuhan dan bandar udara. Selain itu perlu juga dilakukan antisipasi atas tindakan penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh oknum-
oknum aparat dengan cara memperketat seleksi perekrutan aparat yang bertugas langsung menangani arus ekspor-impor barang dan memberlakukan sanksi yang
tegas atas tindakan penyelewengan oknum aparat yang bekerjasama dengan para penyelundup
Dari segi peningkatan reliabilitas database perdagangan, upaya yang perlu dilakukan adalah pembaharuan pada proses pengumpulan dan pencatatan data
pada masing-masing negara, dalam hal ini khususnya Indonesia, untuk meningkatkan keakuratan data yang tercatat pada database resmi perdagangan
internasional. Upaya peningkatan keakuratan data ini hendaknya didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas yaitu petugas-petugas yang kompeten di
bidangnya dan berdedikasi, serta sarana pencatatan yang lengkap dan didukung dengan sistem otomasi yang memadai. Upaya mengembangkan database
perdagangan yang efisien untuk memonitor perdagangan intra-ASEAN sebenarnya sudah dimasukkan dalam Roadmap for Integration of e-ASEAN Sector
tetapi target pencapaiannya masih relatif lama yaitu 31 Desember 2009, target pencapaian ini hendaknya dipercepat agar keakuratan dan efisiensi database
perdagangan yang dijadikan tolak ukur integrasi dapat segera tercapai. Berbagai upaya tersebut penting untuk dilakukan, khususnya bagi
Indonesia, mengingat industri ICT atau yang disebut juga dengan industri telematika industri teknologi informasi dan peralatan telekomunikasi merupakan
salah satu industri andalan masa depan dalam Bangun Sektor Industri Indonesia yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional.
Selain itu, industri ICT juga merupakan kelompok industri prioritas yang akan dikembangkan dalam jangka panjang seperti yang tercantum dalam Kebijakan
Pembangunan Industri Nasional Depperin, 2007. Industri ICT termasuk industri yang diprioritaskan karena memiliki karakteristik industri berkelanjutan yang
lebih mengandalkan sumberdaya manusia berpengetahuan dan terampil serta kemampuan penguasaan teknologi.
4.2. Hasil Estimasi dan Evaluasi Model