Interpretasi Model HASIL DAN PEMBAHASAN

bahwa model pada Tabel 4.6 adalah model terbaik yang dapat digunakan dalam penelitian ini.

4.3. Interpretasi Model

Setelah mendapatkan hasil estimasi model yang ditampilkan pada Tabel 4.6, maka langkah berikutnya adalah menginterpretasikan model persamaan tersebut. Pada model tersebut diketahui bahwa variabel AVEGDPC rata-rata GDP per capita dua negara, DGDP perbedaan GDP antar negara, EXRF fluktuasi nilai tukar, dan EXR2 nilai tukar negara partner secara signifikan mempengaruhi perkembangan Intra-Industry Trade di negara-negara ASEAN-5. Di sisi lain, variabel DIST jarak antar negara dan DGDPC perbedaan GDP per capita antar negara tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IIT. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel AVEGDPC mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat integrasi sektor ICT di negara ASEAN-5. Tiga variabel lainnya yaitu DGDP, EXRF, dan EXR2 berpengaruh negatif terhadap nilai IIT selama periode analisis. Diantara ketiga variabel tersebut, nilai tukar negara partner mempunyai pengaruh terbesar dalam penurunan nilai IIT index . Sementara variabel jarak antar negara berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan dan variabel perbedaan GDP per capita antar negara berpengaruh negatif tetapi juga tidak signifikan. Dalam model ditunjukkan bahwa nilai koefisien AVEGDPC adalah sebesar 13,06019 yang artinya jika nilai rata-rata GDP per capita dua negara meningkat sebesar satu persen, maka nilai IIT index akan meningkat sebesar 13,06019 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa tingkat standar hidup masyarakat mempengaruhi pola permintaannya terhadap keragaman barang, dalam hal ini khususnya untuk produk-produk ICT. Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, berarti semakin tinggi pula tingkat standar hidup masyarakat di suatu negara. Masyarakat dengan tingkat standar hidup yang tinggi pada umumnya akan memiliki tingkat permintaan yang lebih tinggi pula terhadap keragaman barang dan kualitas barang yang lebih baik. Permintaan pasar yang meningkat akan memicu para produsen untuk meningkatkan efisiensi produksi yang difokuskan dengan cara diferensiasi produk berspesialisasi. Tingginya permintaan dan penawaran atas produk yang terdiferensiasi akan menyebabkan meningkatnya perdagangan intra-industri. Untuk jenis produk manufaktur seperti ICT, nilai perdagangan intra-industri juga cenderung lebih tinggi karena proses produksi yang dilakukan memungkinkan adanya economies of scale. Selain itu, tingkat pendapatan per kapita juga dapat merepresentasikan tingkat capital-labor ratio, dimana produk yang terdiferensiasi diasumsikan sebagai produk yang diproduksi secara capital-intensive atau padat modal Helpman dan Krugman dalam Umemoto, 2004. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produk yang diproduksi secara terdiferensiasi seperti ICT lebih memerlukan modal daripada tenaga kerja dalam proses produksinya. Hal ini karena dalam melakukan diferensiasi produk lebih banyak diperlukan alat-alat mekanis seperti mesin-mesin produksi, sedangkan sumberdaya manusia itu sendiri hanya berfungsi untuk mengoperasikan alat-alat tersebut. Kondisi ini menyebabkan proses produksi barang terdiferensiasi seperti ICT tidak dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan hanya akan membutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih. Rata-rata tinggi tingkat pendapatan per kapita yang signifikan dalam perdagangan intra-industri komoditas ICT mencerminkan adanya peluang untuk menguasai pasar melalui optimalisasi diferensiasi produk sesuai dengan selera pasar, atau bahkan menciptakan pasar yang baru dengan adanya inovasi produk. Upaya ini dapat diimplementasikan melalui program research and development RD yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Program RD dapat dilakukan dalam berbagai segi mulai dari peningkatan efisiensi sistem manajerial perusahaan, riset pasar, sampai pada pengembangan teknologi mesin-mesin dan alat-alat produksi lainnya. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan program- program promosi yang dapat mempengaruhi selera pasar. Program promosi tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan advertensi tidak langsung yaitu melalui berbagai media, yang meliputi media cetak dan elektronik. Kegiatan advertensi juga dapat dilakukan secara langsung yaitu melalui kegiatan pameran produk-produk ICT ke negara-negara yang menjadi target pemasaran. Disamping itu penambahan fasilitas layanan purna jual juga dapat menjadi salah satu sarana promosi bagi produk-produk ICT. Sementara nilai koefisien variabel DGDP menunjukkan nilai -1,884473 yang berarti peningkatan perbedaan tingkat pendapatan nasional GDP, yang menggambarkan perbedaan market size dalam perdagangan, sebesar satu persen akan menurunkan nilai IIT index sebesar 1,884473 persen. Berarti bahwa semakin setara market size antara dua negara yang melakukan perdagangan, maka akan semakin besar pula perdagangan intra-industri yang terjadi. Hal ini karena adanya asumsi bahwa division of labor akan semakin intensif dilakukan dengan meningkatnya market size Ito dan Umemoto, 2004. Selain itu negara yang lebih besar dari sisi pendapatan nasionalnya akan cenderung memproduksi dan mengkonsumsi lebih banyak produk yang terdiferensiasi, sehingga apabila kondisi ini dimiliki oleh kedua negara yang melakukan perdagangan maka IIT akan cenderung meningkat. Ditinjau dari GDP sebagai gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dinyatakan pula bahwa perbedaan GDP antar negara akan berpengaruh negatif. Hal tersebut disebabkan karena negara-negara dengan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan lebih cenderung melakukan perdagangan inter-industri karena perbedaan factor endowment yang dimiliki, sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan intra- industri antara negara-negara dengan kondisi demikian relatif rendah. Signifikannya perbedaan GDP tersebut mengindikasikan bahwa implementasi kerjasama perdagangan, khususnya untuk komoditas ICT, di kawasan ASEAN-5 masih belum terlaksana secara optimal. Hal ini terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari adanya kerjasama perdagangan antar negara yang dapat membuat market size dari negara-negara yang terlibat dalam perdagangan menjadi lebih konvergen. Selain itu dari segi GDP sebagai gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi, adanya kerjasama perdagangan yang diimplementasikan secara optimal akan mengurangi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar negara. Fluktuasi nilai tukar EXRF yang signifikan pada taraf nyata lima persen dengan nilai koefisien -1,783829 menunjukkan bahwa setiap peningkatan fluktuasi nilai tukar sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan nilai IIT index sebesar 1,783829 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fluktuasi nilai tukar yang mengakibatkan fluktuasi volume perdagangan, karena adanya fluktuasi merubah harga relatif dari barang-barang yang diperdagangkan. Kondisi tersebut akan menimbulkan fluktuasi pula pada iklim perdagangan sehingga mempengaruhi keputusan perdagangan. Dalam penelitian ini fluktuasi nilai tukar yang dialami oleh negara-negara yang dianalisis cenderung pada melemahnya nilai tukar nilai tukar nominal meningkat. Nilai tukar yang melemah akan meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Bila hal tersebut terjadi maka ketidakseimbangan perdagangan akan semakin besar, dan berakibat pada menurunnya perdagangan intra-industri. Variabel EXR2 nilai tukar negara partner secara signifikan mempengaruhi perubahan IIT pada taraf nyata lima persen. Koefisien variabel tersebut bernilai -26,33103 yang artinya peningkatan nilai tukar negara partner sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan nilai IIT index sebesar 26,33103 persen. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan nilai tukar negara partner dagang akan menimbulkan peningkatan harga barang impor dan ekspor secara relatif. Saat nilai tukar negara partner mengalami peningkatan melemah untuk kasus nilai tukar nominal yang digunakan dalam penelitian ini, maka ekspornya ke negara reporter akan meningkat sedangkan impornya menurun. Kondisi ini menimbulkan selisih perbedaan antara ekspor dan impor semakin besar sehingga menurunkan nilai IIT index sesuai dengan rumus IIT index yang dijelaskan pada metode penelitian. Berdasarkan hasil analisis terhadap variabel yang berhubungan dengan nilai tukar tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada negara-negara ASEAN-5 agar terhindar dari kondisi yang fluktuatif. Selain itu perlu juga dilakukan berbagai upaya agar kondisi moneter dalam negeri pada negara-negara ASEAN-5 menjadi kuat dan stabil sehingga tidak mudah terpengaruhi oleh kondisi moneter pada negara- negara mitra, terutama dalam hal perdagangan. Dari sisi produk ICT itu sendiri, signifikansi nilai tukar dan kondisi moneter terhadap IIT produk ICT dapat diantisipasi dengan cara meningkatkan kapabilitas kuantitas penawaran dan spesifikasi produk semaksimal mungkin sehingga produsen domestik mampu memenuhi permintaan pasar terhadap produk ICT baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah hendaknya memberikan fasilitas berupa kemudahan-kemudahan dari sisi regulasi kepada para produsen domestik agar mampu menghasilkan produk yang sedemikian unique dan berkualitas tinggi yang dapat memenuhi permintaan domestik dan standar internasional untuk target pasar luar negeri. Produk yang mempunyai ciri khas dan kualitas yang sesuai dengan permintaan dan selera konsumen tersebut nantinya akan menjadi produk yang inelastis terhadap harga. Jika produk ICT sudah mencapai tahap inelastisitas tersebut maka perubahan harga produk yang terjadi karena fluktuasi nilai tukar dan instabilitas moneter tidak akan mempengaruhi permintaan pasar. Pada hasil estimasi, dapat dilihat bahwa variabel DIST jarak antar negara tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen IIT pada taraf nyata lima persen. Insignifikansi dari variabel jarak antar negara ini mengindikasikan bahwa pada kenyataannya, jarak bukanlah faktor yang menentukan peningkatan biaya transaksi IIT pada komoditas ICT di ASEAN-5. Artinya komoditas ICT yang dianalisis dalam penelitian ini mempunyai spesifikasi produk yang sedemikian rupa, misalnya produk yang semakin ringan dan bentuknya portable mudah dipindahkan, sehingga biaya proses pengangkutannya ke negara tujuan perdagangan di kawasan ASEAN-5 tidak terlalu dipengaruhi oleh jarak negara tujuan. Demikian juga dengan variabel DGDPC perbedaan GDP per capita antar negara, variabel ini tidak signifikan untuk taraf nyata lima persen, maka perubahan variabel ini bisa dikatakan tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai perdagangan intra-industri. Kondisi ini dapat dijelaskan dari sisi tingkat pendapatan per kapita sebagai faktor yang mempengaruhi pola permintaan. Dari hasil estimasi yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa untuk komoditas ICT, perbedaan tingkat pendapatan per kapita tidak menjadi hambatan bagi negara- negara ASEAN-5 untuk melakukan perdagangan intra-industri. Perbedaan tersebut juga tidak mempengaruhi pola permintaan dari negara-negara yang terlibat perdagangan. Artinya tipe selera masyarakat di kawasan ASEAN-5 atas produk-produk ICT tidak tergantung dari besarnya GDP per capita masing- masing negara.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dalam penelitian ini, hasil identifikasi IIT index dengan menggunakan 20 observasi cross section contoh arus perdagangan di ASEAN-5 untuk komoditas ICT pada tahun 2001-2005, menunjukkan bahwa secara umum perdagangan intra- industri yang terjadi di wilayah tersebut berada pada tingkat yang cukup kuat. Dengan kata lain industri ICT di negara ASEAN-5 cukup terintegrasi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dari seluruh hasil perhitungan IIT index yang berjumlah 100, 38 diantaranya menunjukkan derajat integrasi cukup kuat, 36 IIT index menunjukkan derajat integrasi kuat, 12 nilai IIT index menunjukkan derajat integrasi sedang, 12 lainnya menunjukkan derajat integrasi lemah, sedangkan dua hasil perhitungan tidak dapat ditampilkan karena adanya data arus perdagangan yang tidak dilaporkan. Secara umum perdagangan intra-industri komoditas ICT antara Singapura dengan mitra dagang Thailand berada pada level yang paling kuat, sedangkan perdagangan intra-industri komoditas ICT antara Indonesia dengan mitra dagang Singapura berada pada level yang paling lemah. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan ketergantungan antar perekonomian yang semakin tinggi, khususnya dari segi perdagangan komoditas ICT. Jadi, dapat diinterpretasikan juga bahwa ketersediaan komoditas ICT di negara-negara ASEAN-5 semakin tergantung pada ekspor dan impor intra- industri antara kelima negara tersebut. Implikasi dari kondisi tersebut adalah adanya peluang yang cukup besar untuk melakukan ekspansi ekspor di kawasan