4 Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak
memenuhi ketentuan
pembentukan undang-undang
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945,
amar putusan
menyatakan permohonan dikabulkan.
5 Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya
sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Salah satu asas yang dimiliki Mahkamah Konstitusi terdapat asas “erga omnes” yaitu bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat
setiap orang. Sehingga setiap orang harus patuh terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi.
2.3.3 Kewenangan Hakim
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memuat pengertian hakim adalah : “orang yang mengadili perkara di pengadilan atau
mahkamah”. Kewenangan hakim diatur dalam Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam penelitian ini kewenangan hakim dalam memutus suatu perkara menjadi sangat penting kedudukannya, mengingat dari adanya dua
keputusan dari dua lembaga kehakiman Negara yang salaing bertentangan satu sama lain. Keputusan pertama datang dari Mahkamah Konstitusi
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101PPU-VII2009, keputusan kedua datang dari Mahkamah Agung dengan SEMA Nomor
052KMAV2009.
Kedua keputusan tersebut memutus mengenai obyek yang sama yaitu masalah sumpah advokat. Hal ini tentunya akan membuat hakim bimbang
baik pada hakim Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi dengan mengikuti pada keputusan siapa yang harus diikuti.
Dalam mengambil sebuah keputusan seorang hakim haruslah mandiri, dalam arti tidak dibolehkan ada interfensi dari pihak mana pun. Hal ini
berdasarkan atas Pasal 3 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman :
1 Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim
konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan. 2
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pandangan Hakim adalah pandangan obyektif dari posisi yang obyektif. Menurut Kamus Hukum karangan Marwan dan Jimmy, objectief
diartikan sebagai “berpendirian jujur berpandangan yang benar, berpandangan sesuai keadaan yang sebenarnya”. Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia KBBI, objektivitas diartikan sebagai “sikap jujur tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam
mengambil keputusan atau tindakan. Dengan demikian ukuran untuk menentukan apakah seorang Hakim telah melaksanakan tugasnya secara
objektif adalah apabila ia bersikap jujur, tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan, berpandangan dan bertindak benar
sesuai hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya dalam mengambil keputusan atau tindakan dalam setiap pemeriksaan.
2.4 Administrasi Peradilan Pidana