Pengertian Anak Luar Kawin

2.2. Tinjauan tentang Anak Luar Kawin

2.2.1 Pengertian Anak Luar Kawin

Anak merupakan akibat yang timbul dari suatu perkawinan. Kelahiran seorang anak menjadi symbol keturunan bagi sebuah keluarga. Keturunan afstamming ada hubungan darah antara anak-anak dan orangtuanya. Undang-undang mengatur tentang anak-anak sah dan anak-anak tidak sah wettige en on wettige kinderen. Yang teraKompilasi Hukum Islamr ini juga diberi nama anak luar kawin natuurlijke kinderen atau diterjemahkan “anak- anak alam” Kie, 2000 : 18. Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya. Pengertian di luar kawin adalah hubungan seorang pria dengan seorang wanita yang dapat melahirkan keturunan, sedangkan hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif dan agama yang dipeluknya. Abdul Manan, 2008: 80 Anak luar kawin dalam Undang-undang sendiri tidak secara spesifik menyebutkan arti ataupun makna anak luar kawin. Pasal 43 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan anak tersebut ayat 1 di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Pasal 43 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974tersebut hanya menerangkan tentang hak keperdataan dari anak luar kawin dan tidak menyebutkana bahwa anak luar kawin ini ialah anak yang lahir diluar perkawinan yang sah atau anak yang dihasilkan dibenihkan diluar perkawinan yang sah. Kompilasi Hukum Islam juga hanya menyebutkan tentang nasab dari anak luar kawin seperti yang tertera dalam Pasal 100 yang menyebutkan “Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya ” Beberapa ulama berpendapat mengenai anak luar kawin, Syafi`iy dan Malik berpendapat “bahwa anak di lahirkan kurang dari enam bulan setelah akad nikah maka tidak bisa dinasabkan kepada ayah yang menikahi ibunya, juga tidak menjadi mahram dan dengan demikian dia bisa dinikahi ayah tersebut”. Ali bin Abi Thalib menyebutkan “masa mengandung dan menyusui bayi adalah 30 bulan seperti yang tertera di dalam surat Al- Ahqaaf ayat 15, lalu dikaitkan dengan surat al-Baqarah ayat 233 bahwa masa menyusui adalah 2 tahun, ini artinya masa mengandung paling pendek 6 bulan dan masa menyusui paling panjang 2 tahun. Tafsir Al-Alusi, Surat al Ahqaaf ayat 15” http:www.muslimat-nu.or.idindex.php Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ulama, dapat dipahami bahwa anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah menurut syara’. Ulama telah sepakat bahwa seorang tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya sebagai anak sah, kalau anak itu dilahirkan kurang dari waktu enam bulan setelah akad perkawinan, sebab menurut mereka tenggang waktu yang sependek-pendeknya yang harus ada antara kelahiran anak dengan perkawinan itu adalah enam bulan. Hal ini dapat diartikan jika ada anak yang lahir tidak mencapai enam bulan setelah orang tuanya akad nikah, maka anak tersebut tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya sebagai anak yang sah. Ishaq, 2008 : 88

2.2.2 Kedudukan Anak Luar Kawin