Pembahasan BAGIAN WARIS ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM ISLAM PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46 PUU VIII 2010

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pandangan Hukum Islam Terhadap Bagian Waris Anak Luar Kawin Sebagai Ahli Waris Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 46 PUU-VIII 2010 Anak luar kawin didalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa yang dimaksud anak luar kawin ialah anak yang lahir diluar kerkawinan. Namun tidak secara detail disebutkan seperti apa dan bagaimana anak luar kawin tersebut. Di lihat dari perkata, maka ada tiga makna yaitu anak, luar dan kawin. Didalam kamus besar bahasa indonesia KBBI anak mempunyai arti anak n 1 keturunan yg kedua: ini bukan -- nya, melainkan cucunya; 2 manusia yg masih kecil: -- itu baru berumur enam tahun; 3 binatang yg masih kecil: -- ayam itu berciap-ciap mencari induknya; 4 pohon kecil yg tumbuh pd umbi atau rumpun tumbuh- tumbuhan yg besar: --pisang; 5 orang yg berasal dr atau dilahirkan di suatu negeri, daerah, dsb: -- Jakarta; -- Medan; 6 orang yg termasuk dl suatu golongan pekerjaan keluarga dsb: -- kapal; -- komidi; 7bagian yg kecil pd suatu benda: -- baju; 8 yg lebih kecil dp yg lain: -- bukit; -- ayam kehilangan induk, pb ribut dan bercerai-berai krn kehilangan tumpuan; -- baik menantu molek, pb mendapat keuntungan yg berlipat ganda; -- dipangku dilepaskan, beruk dl rimba disusukan disusui, pb selalu membereskan memikirkan urusan orang lain, sedangkan urusan sendiri diabaikan; -- orang, -- orang juga, pb seseorang yg asing bagi kita akan tetap asing juga; -- sendiri disayangi, -- tiri dibengkengi, pb bagaimanapun adilnya seseorang, kepentingan sendiri juga yg diutamakan; kasihkan -- tangan-tangankan, kasihkan bini tinggal-tinggalkan sayang di -- dibenci, sayang di negeri ditinggalkan, pb yg disayangi itu hendaknya jangan terlalu dimanjakan; kecil-kecil -- kalau sudah besar onak, pb anak itu selagi kecil menyenangkan hati, tetapi kalau sudah besar menyusahkan hati krn kelakuannya dsb; menggantang -- ayam, pb melakukan pekerjaan yg tidak mungkin atau sia-sia untuk dikerjakan; pecah -- buyung, tempayan ada, pb tidak akan kekurangan perempuan untuk dijadikan istri; rusak -- oleh menantu, pb orang yg kita kasihi merusakkan harta yg kita berikan kepadanya; Kawin mempunyai makna 1 v membentuk keluarga dng lawan jenis; bersuami atau beristri; menikah: ia -- dng anak kepala kampung; 2 v melakukan hubungan kelamin; berkelamin untuk hewan; 3 v cakbersetubuh: -- sudah, menikah belum; 4 n perkawinan; sedangkan luar mempunyai makna sebagai berikut : 1 daerah, tempat, dsb yg tidak merupakan bagian dr sesuatu itu sendiri: ia berdiri di -- gedung; lima tahun ia tinggal di -- negeri; 2 bukan dr lingkungan keluarga, negeri, daerah, dsb sendiri; asing: meskipun ia orang -- , tetapi sudah spt keluarga sendiri; 3 bagian sisi, permukaan, dsb yg tidak di dalam: merk kecap itu tertempel di -- botol; obat -- , obat untuk mengobati bagian luar tubuh kulit dsb; -- batas melampaui batas; -- bicara tidak masuk dl pembicaraan; tidak terhitung; -- dalam 1lahir batin; 2 bagian luar dan bagian dalam; -- dugaan tidak disangka-sangka; -- kepala dng ingatan tidak perlu ditulis atau melihat tulisan; -- negeri negeri luar; negeri asing; -- nikahhubungan laki-laki perempuan yg tidak halal; -- ruang berlangsung terjadi di ruang terbuka atau dimaksudkan untuk digunakan dipakai di ruang terbuka: olahraga --; pakaian --; -- siarketerangan tertentu dr seorang terwawancara kpd wartawan yg mewawancarainya, tidak untuk disiarkan, tetapi hanya untuk pengetahuan si wartawan sbg latar belakang topik yg dijadikan bahan wawancara; nirwarta; me· lu·ar a menonjol ke luar; tersembul terdorong ke luar; Apabila dilihat dan digabungkan dari pengertian di Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat ditarik kesimpulan keturunan yang ada buka bagian dari perkawinan atau proses keluarga antara laki-laki dan perempuan. Didalam hal ini, karena pasal yang di Judicial review oleh Mahkamah Kontitusi ialah Pasal 43 ayat 1 dari Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, maka tentunya perkawinan yang dimaksud untuk anak luar kawin ialah perkawinan yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tersebut. Didalam Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, didalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 dijelaskan bahwa “1 Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. 2 Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sehingga ketika suatu perkawinan tersebut tidak memenuhi dua unsur dari pasal tersebut, maka dikatakanlah bahwa perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum atau biasanya disebut diluar perkawinan atau masyarakat umum ada yang mengangapnya nikah sirri. Anak luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 46 PUU-VIII 2010 mempunyai pengertian setiap anak yang lahir didunia ini dengan kedua orang tua yang tidak menikah ataupun yang pernikahannya tidak atau belum dicatatkan di KAU mempunyai hak keperdataan yang sama dimata hukum terhadap kedua orang tuanya terutama terhadap sang ayah. Apabila anak luar kawin yang dimaksudkan dalam penelitian penulis ialah anak yang dihasilkan atau dilahirkan dalam perkawinan yang sah menurut agama namun tidak ataupun belum dicatatkan di Pegawai Pencatat Nikah. Dua hal yang berbeda antara anak luar kawin yang akan penulis uraikan dalam pembahasan penelitian ini dengan anak zina yang seperti telah diuraikan sebelumnya. Putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU-VIII2010 sebenarnya memberikan perlindungan terhadap nasib-nasib anak yang ditelntarkan oleh sang ayah karena status perkawinan dengan sang ibu tidak jelas. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU-VIII2010 anak memiliki hak kepada orang tuany sehingga dapat diatrikan seorang ayah tidak boleh menelantarkan anak walapun yang dihasilkan di luar nikah. Saat ini diakuinya, memang masih ada kesalahpahaman pengertian, terkait keputusan itu, yaitu anak yang lahir diluar nikah memang tidak memiliki nasab, tapi punya hak keperdataan. Hak keperdataan dilihat dari dua suku kata hak dan perdata yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna : 1.a benar: mereka telah dapat menilai mana yg -- dan mana yg batil; 2 n milik; kepunyaan:barang-barang ini bukan -- mu; 3 n kewenangan: dng ijazah itu ia mempunyai -- untuk mengajar; 4 n kekuasaan untuk berbuat sesuatu krn telah ditentukan oleh undang- undang, aturan, dsb: semua warga negara yg telah berusia 18 tahun ke atas mempunyai -- untuk memilih dan dipilih dl pemilihan umum; 5 n kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu: menantu tidak ada -- atas harta peninggalan mertuanya; 6 n derajat atau martabat: orang Melayu pd waktu itu tidak sama -- nya dng orang Eropa; 7 n Huk wewenang menurut hukum; Sedangkan perdata tanpa adanya imbuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian “ 1per·da·ta n Huk sipil sbg lawan kriminal atau pidana; -- formal yg mengatur hak, harta benda, dan hubungan antara orang atas dasar logika; --material yg mengatur hak, harta benda, hubungan antarorang atas dasar kebendaan” Apabila digabungkan antara hak dan perdata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa kepemilikan atas harta benda dan hubungan antar orang. Dengan kata lain hak keperdataan ialah hak yang dimiliki oleh seseorang yang dalam hal ini ialah anak terhadap harta benda atau hubungan yang dalam hal ini ialah kepada orang tuanya. Hal ini disebabkan karena hak keperdataan yang dibahas ialah hak keperdataan yang ada dalam Pasal 43 ayat 1 Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan hubungan antara anak dengan orang tuanya. Hak keperdataan seorang anak luar kawin yang dimaksud ialah seperti baiya hidup sang anak, biaya kesehatan, biaya pendidikan dan biaya-biaya yang lain yang tidak berhubungan dengan nasab dan yang tidak tertulis dalam Fiqih Islam. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 menjelaskan mengenai hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Hak tersebutlah dapat dikatakan sebagai hak keperdataan yang dimiliki oleh orang tua dan anak. Harusnya tanpa melihat dari mana anak itu berasal, orangtua dengan sang anak tentunya tidak bisa dipisahkan. Dalam Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 diterangkan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Berdasarkan Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 jelas terlihat, orang tua wajib mendidik dan memelihara anak-anaknya. Jangankan ada hubungan darah, dengan anak angkat saja kita diwajibkan untuk dipelihara oleh orang tua angkatnya. Seorang anak tidak anak bisa hidup tanpa adanya dua orang tuanya yang membantunya sampai saatnya anak menikah dan dapat hidup sendiri. Selain didalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 di dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan dalam Pasal 298 ayat 2 sebagai berikut : Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur.Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapat mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka itu. Hukum Islam memandang anak luar kawin yang dalam kaitanya dengan anak luar kawin sirri sebenarnya sama atau statusnya sama dengan anak sah. Karena nikah sirri menurut syariat Islam merupakan nikah yang sudah sah dan sudah sesuai dengan rukun dan syarat nikah. Anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah, perkawinan yang mengikuti prosedur Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974. Anak yang lahir di luar perkawinan, adalah anak yang lahir dari perkawinan yang dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Pengertian ini menunjukkan adanya perkawinan, dan jika dilakukan menurut agama Islam, maka perkawinan yang demikian ”sah” dalam perspektif fikih Islam sepanjang memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Dengan demikian anak tersebut sah dalam kacamata agama, yaitu sah secara materiil, namun karena tidak tercatat baik di Kantor Urusan Agama KUA maupun di Kantor Catatan Sipil anak hasil kawin sirri, seperti halnya Machica Mochtar dengan Moerdiono, maka tidak sah secara formil. Anak yang lahir tanpa perkawinan, adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara pria dengan wanita tanpa ada ikatan perkawinan Hal ini juga sesuai dengan penjelasan KH.Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia dimana. KH.Ma’ruf Amin, Ketua Majelis Ulama Indonesia menjelaskan dalam wawancaranya dengan redaksi Redaksi Mimbar Ulama menyebutkan bahwa apabila syarat dan rukun nikah sudah terpenuhi, nikah tersebut sudah disebut nikah yang sah. MUI juga merekomendasikan supaya nikah sirri itu dicatatkan, sehingga tidak ada korban istri maupun anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut terlantar.mui.or.idindex.php?option=com_contentview=articleid=199:pe rihalkontroversi-nikah-sirri-catid=47:materi-konsultasiItemid=66 diunduh tanggal 8 february 2013 pukul 5:39 Pada dasarnya perkawinan di Indonesia harus dilaksanakan dengan prosedur sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, itulah yang dimaksud dengan perkawinan yang sesungguhnya menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Jika perkawinan dilakukan hanya mengikuti pasal 2 ayat 1 saja, maka perkawinan itu disebut ”luar perkawinan”. Disamping itu, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Konsep ini sejalan dengan konsep Hukum Islam dan hukum adat pada umumnya. Agama Islam menganut prinsip bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah sehingga tidak ada alasan untuk membeda-bedakan setiap anak yang lahir, termasuk anak luar kawin sekalipun. Dalam hal warisan ataupun saling mewarisi dalam Hukum Islam Allah Swt. Memerintakan agar setiap orang yang beriman mengikuti ketentuan- ketentuan Allah menyangkut hukum kewarisan sebagaimana yang termaktub dalam kitab suci Al-Quran dan menjanjikan siksa neraka bagi orang yang melanggar peraturan ini. Dalam Q.S. An-Nisa ayat 13 dan 14 Allah berfirman: Hukum-hukum tersebut adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barang siapa yang taat pada hukum- hukum Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka akan kekal di dalamnya. Dan yang demikian tersebut merupakan kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, serta melanggar ketentuan hukum-hukum Allah dan rasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka, sedangkan mereka akan kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang amat menghinakan. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa berdasarkan SEMA No 7 tahun 2012, apabila anak luar kawin ingin mendapatkan hak-haknya dari bapaknya harus terleih dahulu mengajukan permohonan pengesahan anak ke Pengadilan Agama dengan terlebih dahulu melakukan Itsbat perkawinan sirri. Setelah adanya proses itulah kemudian munculah bagian-bagian waris yang didapatkan oleh anak luar kawin nantinya. Penulis berpendapat sesuai dengan Dr Muhyidin M.Ag selaku Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jateng yang menuturkan dalam wawancaranya dikantor MUI Jateng tanggal 13 February 2013 Pukul 13.30 menanggapi tentang anak luar kawin Mahkamah Konstitusi sebagai berikut : “anak yang lahir diluar kawin dalam putusan Mahkamah Konstitusi itu ada tiga macam, yang pertama ialah anak diluar kawin resmi atau biasa disebut kawin sirri, yang kedua ialah anak diluar kawin yang kemudian dikawini oleh suami atau ayah sianak biasa disebut kawin wanita hamil dan yang terakhir ialah anak diluar kawin yang tidak pernah sama sekali ada perkawinan atau biasa disebut anak zina. Menurut pandangan MUI apabila kategori pertama anak luar kawin itu merupakan anak bapaknya, karena dalam Hukum Islam kawin sirri itu merupakan kawin yang sah sehingga sama dengan anak sah, kemudian yang yang kedua anak lahir ketika ibunya hamil dikawinin oleh suami yang merupakan bapak biologis anaknya juga merupakan anak yang sah dan yang ketiga anak luar kawin yang tidak pernah dikawini tidak bisa disebut anak sah dan merupakan anak luar kawin” Menurut penulis dalam skripsi penulis terbatas anak luar kawin menurut Hukum Islam, apabila sesuai dengan macam-macam anak luar kawin yang telah dijelaskan Dr Muhyidin M.Ag. Penulis sepahaman dengan hal tersebut. Karena luar kawin yang dimaksud oleh Mahkamah Kostitusi itu menJudicial review Pasal 43 Undang-undang Perkawinan yang dimana didalam undang- undang perkawinan disebutkan dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 2 ayat 2 bahwa tiap perkawinan harus dicatatkan supaya mempunyai kekuatan hukum. Karena didalam Hukum Islam tidak mengenal pencatatan, maka anak diluar kawin yang kaitanya dengan anak diluar perkawinan yang tidak dicatatkan atau sering disebut anak nikah sirri merupakan anak sah yang lahir dalam perkawinan yang sah menurut agama. 4.2.2 Bagian Waris dalam Hukum Islam terhadap anak luar kawin sebagai ahli waris pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 46 PUU-VIII 2010 Dr. Muhyidin M.Ag dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis pada hari Rabu tanggal 13 Februari 2013 di kantor MUI Provinsi Jateng menerangkan tentang warisan yang terkait dengan anak luar kawin pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi menurut beliau sebagai berikut : Apabila kaitanya dengan anak luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, tidak ada sangkut pautnya dengan hukum Islam. Karena Hukum Islam punya aturan tersendiri. Yang harus melihat kemaslahatan umat Islam lainya. Apabila waris anak luar kawin yang lahir dalam perkawinan yang sah walaupun tidak dicatatkan porsi anak tersebut sama kedudukanya dengan anak sah. Namun ketika anak luar kawin itu merupakan anak zina, maka ia tidak akan menerima warisan. Hal ini sesuai dengan Fatwa MUI NO 11 Tahun 2012. Dimana anak zina tidak mempunyai nasab dengan sang ayah. Didalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 46 PUU-VIII 2010 memang tidak sama sekali menyinggung mengenai hak waris anak luar kawin sebagai nasab yang dengan mudah diputuskan. Menurut Dr. Muhyidin M.Ag, MAHKAMAH KONSTITUSI tidak akan mungkin mengubah hubungan nasab dengan seenaknya karena bagaimanapun para hakimnya juga orang Islam, tentunya akan ada rasa takut dengan hal itu. Didalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 46 PUU-VIII 2010 hanya menjelaskan mengenai hak keperdataan dari anak luar kawin tanya mencampur masalah nasabnya. Hak keperdataan yang dimaksud sesuai dengan uraian yang sebelumnya terdiri atas hak mendapatkan biaya hidup, biaya kesehatan dan biaya-biaya lain yang tidak berhubungan dengan nasab si anak kepada si bapak. Seperti yang diutarakan Mahfud MD menyatakan, hubungan keperdataan yang diberikan kepada anak di luar perkawinan tidak berbentuk nasab, waris, dan wali nikah.Hak yang dapat dituntut anak di luar perkawinan yang tidak diatur fikih, antara lain, berupa hak menuntut pembiayaan pendidikan atau hak menuntut ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain. Intinya adalah hak-hak perdata selain hak nasab, hak waris, wali nikah, atau hak perdata apa pun yang tidak terkait dengan prinsip-prinsip munakahat sesuai fikih. Padang Express Kamis, 29032012 12:16 WIB Selanjutnya, pembuktian di pengadilanlah yang akan menentukan nasib anak apakah benar anaknya atau tidak, yaitu dengan menggunakan sarana ilmu pengetahuan atau teknologi yang tersedia dan diakui secara hukum. Adapun untuk perkawinan sirri menurut Umar tidak ada masalah dalam Islam. Sebab, Nikah Sirri diakui secara sah dalam syariat Islam. Seandainya di belakang hari laki-laki mengelak tidak mengakui perkawianan tersebut maka tinggal dibuktikan di pengadilan. Umar juga menegaskan “Bedanya kalau anak yang lahir di luar perkawinan dia tidak mendapat hak waris. Tapi kalau lahir dalam perkawinan sirri maka secara agama tetap dapat hak waris, nasab, nafkah, biaya pendidikan dan sebagainya” Majalah Konstitusi edisi February 2012 halaman 17: , Putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU-VIII2010 ini menjadikan anak luar kawin sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum persona in judicio dalam perkara kewarisan di pengadilan dan berhak memperoleh harta warisan ayah biologisnya dengan keharusan mampu membuktikan adanya hubungan darah berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum.http:news.detik.comread201202200853281846287103pengak uan-hak-keperdataan-anak-luar-kawin diunduh tanggal 2 November 2012 pukul 22:58 Dalam bahan diskusinya A Mukti Arto menyebutakan Hubungan perdata yang timbul akibat dari adanya hubungan darah ini meliputi hubungan hukum, hak dan kewajiban antara anak dengan ayah dan ibunya yang dapat berupa: 1hubungan nasab; 2 hubungan mahram; 3 hubungan hak dan kewajiban; 4 hubungan pewarisan saling mewarisi yang merupakan pelanjutan hubungan hak dan kewajiban karena nasab ketika mereka sama-sama masih hidup; dan 5 hubungan wali nikah bagi anak perempuan. Dalam kaitanya dengan hak keperdataan seperti yang telah diuraikan Dr Muhyidin M.Ag selaku Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jateng menuturkan dalam wawancaranya dikantor MUI Jateng tanggal 13 February 2013 Pukul 13.50 sebagai berikut : “apabila anak luar kawin mempunya hubungan keperdataan dengan kedua orang tuanya itu sah-sah saja. Dalam konteks hubungan keperdataan selain hubungan waris ya, seperti biaya pendidikan,biaya hidup dan biaya-biaya yang lain. Jangankan kepada anaknya kepada orang lain yang kita tidak kenal saja kita boleh memberikan hak keperdataan misalakan saya memberikan uang untuk biaya pendidikan kepada orang yang tidak saya kenal itu tidak ada masalahkan dan tidak di halangi. Apabila putusan Mahkamah Konstitusi mengkaitakan semua anak luar kawin mempunyai hubungan kepedataan anak luar kawin dengan waris yang dalam hal ini nasab tentu tidak biasa. Karena seperti yang sebelumnya saya jelaskan bahwa anak luar kawin ada tiga macam dan ketiga-tiganya boleh mendapatkan hubungan keperdataan namun untuk hubungan nasab hanya anak luar kawin dalam perkawinan sirri dan anak luar kawin yang kemudian ibunya dikawini oleh bapak biologi si anak yang mendapatkanya” Apabila dilihat dari uraian dan pendapat bapak Dr Muhyidin M.Ag selaku Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jateng, maka anak luar kawin dari perkawinan sirri sama dengan anak sah hal itu sejalan dengan Hukum Islam, sehingga dalam kaitanya dengan warisan anak luar kawin tersebut mendapatkan porsi seperti anak sah pada umumnya. Menurut penulis Anak luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU-VIII2010 merupakan anak dari bapaknya dan merupakan anak yang lahir atas suatu perkawinan yang sah sehingga apabila dilihat dari sebab – sebab saling mewarisi, maka anak luar kawin pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU-VIII2010 memenuhi sebab mewarisi Al-Qarabah pertalian darah dan Al – Musahrah hubungan perkawinan. Apabila anak luar kawin tidak mempunyai hubungan dari kedua sebab mewarisi tersebut, misalkan anak luar kawin zina maka tidak akan ada saling mewarisi. 4. Al-Qarabah pertalian darah Al-Qarabah pertalian darah disini diartikan bahwa sebab saling mewarisi berasal dari hubungan pertalian darah, dimana semua ahli waris yang mempunyai hubungan darah mendapatkan bagianya sesuai dengan dekat jauhnya kekerabatanya. Baik itu laki-laki, perempuan dan anak-anak, bahkan bayi yang masih dalam kandunganpun memiliki hak yang sama dengan orang dewasa. 5. Al – Musahrah hubungan perkawinan Sebab saling mewarisi Al – Musahrah berasal dari perkawinan yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan, baik menurut hukum agama dan kepercayaan maupun hukum negara yang menyebabkan adanya hubungan saling mewarisi. Setelah adanya sebab mewarisi dari anak dan sang ayah, kemudian harus dilihat dulu apakah sang ahli waris memang pantas menjadi ahli waris dan tidak memiliki penghalang saling mewarisi, seperti apakah ahli waris tersebut bukan seorang pembunuh, apakah ahli waris tersebut merupakan ahli waris yang beragama Islam dan apakah ahli waris tersebut bukan merupakan seorang budak. Hal ini dikarenakan saling mewarisi tidak akan terlaksana apabila ahli warisnya memiliki penghalang saling mewarisi. Penghalang saling mewarisi terdiri atas : Baidhowi, 2010:41 1. Pembunuhan Sesuai dengan Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 2. Berbeda Agama Didalam Pasal 171 huruf c menyatakan Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. 3. Perbudakan Budak menjadi penghalang mewarisi, karena status dirinya yang dipandang sebagai tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Setelah ahli waris anak luar kawin tersebut sudah bisa saling mewarisi dengan sang bapaknya karena sebab saling mewarisi terpenuhi dan bukan merupakan penghalang mewarisi, maka selanjutnya menurut penulis apakah ahli waris tersebut merupakan ahli waris Ashabah atau tidak Ashabah merupakan ahli waris yang menunggu sisa pembagian dari ahli waris yang telah ditentukan bagiannya, dengan keistimewaan ashabah ini ia akan mengambil pengahiban dari harta sisa yang telah dibagikan sebelumnya. Secara umum Ashabah dibagi atas 2 yaitu Ashabah Nasabiyah dan Ashabah Ma’al Ghair. 1. Ashabah Nasabiyah yaitu seorang ahli waris menjadi Ashabah dikarenakan adanya hubungan darah dengan si pewaris. Ashabah Nasabiyah terbagi atas 3 yaitu : a Ashabah bi Nafsi, yaitu ia menjadi ashabah dengan dirinya sendiri maksudnya disebabkan karena kedudukanya. Adapun ahli waris ini ialah seluruh ahli waris yang laki-laki kecuai suami dan saudara laki-laki seibu. b Ashabah bil Ghair, menjadi ashabah disebabkan orang lain. Hal ini terjadi pada ahli waris perempuan dimana sebelumnya dia bukan merupakan ashabah, namun dengan adanya ahli waris laki-laki yang sederajat dengannya maka ia menjadi ashabah. c Ashabah Ma’al Ghair , menjadi ashabah karena mewarisi bersama orang lain. Yang menjadi ahli waris ini ialah saudara seibu sebapak karena mewarisi bersama anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya. 2. Ashabah Sababiyah yaitu menjadi ashabah dikarenakan adanya sesuatu sebab. Sebab yang dimaksud karena adanya kemerdekaan si mayat dari perbudakan. Setelah mengetahui hal-hal yang ada dalam pewarisan sebelum harta peninggalan dibagikan oleh si pewaris, selanjutnya mengetahui porsi setiap ahli waris dalam pewarisan Islam. Namun sebelum dibagikan harta peninggalan sebelum dibagi sebagai harta waris terlebih dahulu harus diselesaikan masalah hutang piutang pewaris yang meninggal dan biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan bila ada. Disamping itu bila si mayit meninggalkan istri janda atau suami duda dan masih terikat perkawinan perlu dipisahkan lebih dahulu antara harta bawaan harta yang dipunyai sebelum menikah dan harta bersama harta yang diperoleh setelah perkawinan atau harta bersama. Jadi yang menjadi harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah tajhis, pembayaran hutang dan pemberian kerabat Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam . Setelah semua urusan dari sipewari telah selesai, barulah harta warisan itu dibagikan sesuai dengan porsi ahli waris masing-masing. Dr Muhyidin M.Ag selaku Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jateng menuturkan dalam wawancaranya dikantor MUI Jateng tanggal 13 February 2013 Pukul 14.30 sebagai berikut : Harta warisan dalam kaitanya dengan anak luar kawin sirri yang dimana merupakan nikah sirri poligami seperti kasusnya Machica Moctar merupakan harta murni dari sang ayah suami, yang sudah dipisahkan terlebih dahulu dengan harta bersama dengan istri pertamanya. Misalkan Murdiono mempunyai harta 10 M, namun harta 10M tersebutkan bukan milik Murdiono seluruhnya. Karena harta tersebut ada pada masa perkawinan maka biasa disebut harta gono-gini harta bersama. Dimana sebelumnya kan harus dibagikan atau dipisah dlum, mislkan harta Bu Murdiono 5M dan milik Murdiono 5M. Maka harta yang akan dibagikan atau didapat oleh anak Machica Moctar buka dari harta yang 10 M melaikan dari harta yang 5M tersebut. Penulis mengingatkan kembali bahwa sebelum diadakannya pembagian waris anak luar kawin menurut prosedur Hukum Islam. Harus dilihat terlibih dahulu apakah anak luar kawin tersebut laki-laki atau perempuan, karena seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa porsi laki-laki dan porsi perempuan berbeda. Setelah mengetahui jenis kelamin dari ahli waris, kemudian dilihat apakah ahli waris tersebut Sebelumnya telah dijelaskan tentang Tabel, Bagan maupun sebab-sebab saling mewarisi. Pembagian warisan seperti yang diuraikan sebelumnya diatas tiap orang dengan kedudukan dan posisinya sudah mempunyai porsi dan bagian-bagian masing-masing. Porsi-porsi dalam pembagian waris terdiri atas ½,13,14,16,18 dan ¾. Tiap bagian atau prosi sudah terbagi sendiri sesuai dengan kedudukan orang tersebut. Namun penulis tidak akan membahas mengenai bagian waris orang lain artinya yang akan dibahas disini hanya mengenai pembagian porsi anak luar kawin, baik anak luar kawin laki-laki maupun perempuan. Dalam sistem kewarisan Islam juga mengenal adanya Aul dan ar-Radd. Pasal 192 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan Aul ialah Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli warisnya Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul menutu angka pembilang. Sedangkan dalam Pasal 193 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan ar-Radd ialah Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah,maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masingmasing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka. Aul terjadi karena makin banyaknya ahli waris Dzawil furud sehingga harta yang dibagikan habis, padahal di antara mereka ada yang belum menerima bagian.Dalam keadaan seperti itulah maka harus menaikan atau menambah pokok masalahnya sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi Dzawil furud yang ada, meski ada bagian mereka yang berkurang Baidhowi,2010:51 Namun tidak semua pokok masalah dapat diaulkan, karena pokok masalah yang dapat diaulkan adalah enam, duabelas dan dua puluh empat. Sedangkan pokok masalah dua, tiga, empat dan delapan tidak bisa diaulkan. Baidhowi,2010:52 ar-Radd merupakan berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya jumlah bagian Ashhabul Furudh. Namun ar-Radd tidak dapat terjadi apabila tidak adanya Ashhabul Furudh, adanya ‘ashabah dan tidak ada sisa harta waris. Karena ar-Radd mempunyai tiga syarat yaitu adanya Ashhabul Furudh, tidak adanya ‘ashabah dan adanya sisa harta warisan . Baidhowi,2010:55 Selain itu ada ahli waris yang berhak mendapatkan ar-Radd ialah Ashhabul Furudh . Adapun Ashhabul Furudh yang menerima hanya 8 orang yaitu anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki,saudara kandung perempuan,saudara perempuan seayah,ibu kandung,nenek sahih, saudara perempuan saeibu dan saudara laki-laki saibu. Setelah semua hal tentang mewarisi dan hal sebelum dibagikannya warisan sudah dijelaskan oleh penulis, kemudia masuklah kepada bagian-bagian ahli warisnya. Anak perempuan apabila sendiri atau hanya seorang maka akan mendapatkan bagian ½ dan apabila anak perempuan tersebut lebih dari satu orang maka akan mendapatkan 23. Satua anak perempuan jika ia mewarisi bersama 1 atau lebih cucu perempuan, maka perempuan mendapatkan ½ dan satu atau lebih cucu perempuan mendapatkan 16. Lubis, 2004:106 Anak perempuan akan mendapatkan sisa apabila bersama-sama dengan anak laki-laki. Anak perempuan mendapatkan 1 bagian dan anak laki-laki mendapatkan 2 bagian. Sesuai yang dituliskan dalam Pasal 176 KHI anak perempuan bila hanya seorang ia mendapatkan separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapatkan dua pertiga bagian dan apabila bersama-sama anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. Apabila ahli waris anak laki-laki akan mendapatkan 2 kali lipat dari porsi anak perempuan. Apabila anak perempuan 1 maka anak laki-laki mendapatkan 2. Berdasarkan uraian yang telah penulis jelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa anak luar kawin mendapatkan ahli waris sama dengan anak sah, apabila anak luar kawin tersebut lahir dalam perkawinan yang sah atau nikah sirri. Namun ketika anak luar kawin tersebut sama sekali tidak lahir dalam perkawinan atau anak zina, maka tidak akan mendapatkan ahli waris sama sekali. Dalam kaitanya Hukum Islam, meskipun perkawinan nikah sirri maka itu disebut nikah sah dan anak yang dihasilkan juga sah menurut islah. Tidak perlu diadakannya itsbat nikah untuk mengesahkan perkawinan tersebut, apabila dilihat dari hukum nasional berdasarkan surat edaran dari Mahkamah Agung maupun Pengadilan Tinggi Agama Semarang maka diperlukannya itsbat nikah untuk nikah sirri dan pengakuan anak luar kawin oleh Pengadilan Agama. Bagaian porsi dari masing-masing ahli waris ditentukan berdasarkan jenis kelamin dan dimana ahli waris tersebut digolongkan. BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan