2.1.2.2.2 Wali Nikah
Wali nikah dalam perkawinan sangatlah penting dan yang menentukan sah tidaknya suatu perkawinan. Hal ini disampaikan
Mazhab Maliki tentang harus adanya wali, karena wali nikah dalam hukum perkawinan Islam merupakan rukun perkawinan nikah,
sehingga nikah tanpa wali adalah tidak sah sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Daruquthni,
berbunyi “ Jangan menikahkan perempuan akan perempuan yang lain dan jangan pula menikahkan perempuan akan dirinya sendiri ” dan
yang diriwayat HR Ahmad, berbunyi “Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua saksi yang adil.”
Ketentuan mengenai pentingnya wali dalam melangsungkan pekawinan juga lebih dipertegas dengan ketentuan Pasal 19 Kompilasi
Hukum Islam, yang di dalamnya disebutkan bahwa “Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.” Kedudukannya yang sangat penting dan menentukan ini maka
tidak sembarangan orang dapat menjadi wali nikah. Pasal 20 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan “bahwa yang bertindak sebagai
wali adalah laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam, yaitu
muslim, aqil dan baligh”.
2.1.2.2.3 Dua Orang Saksi
Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksana akad nikah, karena setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi
hal ini sesuai Pasal 24 Kompilasi Hukum Islam. Adanya saksi dalam akad nikah menurut Imam Syafi’i adalah suatu keharusan dalam
perkawinan, karena saksi dalam perkawinan sangat diperlukan. Dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 menegaskan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di muka Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah
yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalan oleh para keluarga dalam garis
keturunan yang lurus keatas dari suami istri, jaksa dan suami atau istri. Al-Daruqutny meriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda “Tidak ada nikah melainkan dengan adanya wali, dan siapa saja wanita yang nikah tanpa wali maka nikahnya batal. Jika dia
tidak punya wali, maka penguasa hakimlah walinya wanita yang tidak punya wali.”
Saksi terdiri atas dua orang atau lebih yang melihat dan mendengarkan ijab qabul. Tugasnya dalam perkawinan hanya
memberikan kesaksian bahwa perkawinan itu benar-benar dilakukan oleh pihak-pihak yang berkeinginan dan menyatakan tegas tidaknya
ijab qabul diucapkan.
Dua orang saksi hendaknya laki-laki, tetapi kalau tidak ada, wanitapun diperkenankan hanya berjumlah 4 orang. Dasar hukum
perbandingan jumlah itu dilihat dari makna anak kalimat dari Surah 2 Al-Baqarah ayat 228 yang menyatakan :
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri menunggu tiga kali quru. Tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan
hari aKompilasi Hukum Islamrat. Dan suami- suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jika mereka para suami menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang maruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada isterinya.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah
dilangsungkan hal ini sesuai dengan Pasal 26 Kompilasi Hukum Islam.
Tujuan lain adanya saksi dalam suatu perkawinan sebagai antisipasi yang mungkin akan terjadi dalam kelangsungan suatu
perkawinan nantinya dimana saksi-saksi perkawinan itu bisa menjadi saksi guna menerangkan perkawinan tersebut.
2.1.2.2.4 Akad Nikah Ijab Qabul