Bahan Penelitian Isolasi RNA Total

27 BAB III BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong dari bulan Desember 2005 sampai Oktober 2007.

3.2. Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan “xylem” batang sengon yang diperoleh dari pohon induk dan anakan sengon kategori pohon plus dengan nomor koleksi 2 yang berasal dari kebun koleksi plasma nutfah Puslit Bioteknologi LIPI. Plasmid yang digunakan adalah pGemT- Easy dengan ukuran 3015 pb. Primer yang digunakan adalah primer spesifik untuk sukrosa sintase, yaitu primer maju AACTTGTTGTGCCACAC dan primer mundur ATA AGA ATGCGGCCGCTCTTTCATTCT CTGTTCCAGA.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Skema tahapan metode dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3.1. Isolasi RNA Total Sengon

Isolasi RNA total dilakukan menggunakan kit dan prosedur yang sama dengan protokol reagen Trizol. Sebanyak 0,1 g jaringan “xylem” batang sengon digerus bersama nitrogen cair hingga halus. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam ependorf tube yang berisi 1 ml reagen Trizol lalu diinkubasi selama 10 menit pada suhu 15-30 C. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 C selama 15 menit. Supernatan diambil dan diekstraksi dengan 200 μl kloroform kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 C selama 15 menit. Ke dalam supernatan ditambahkan 0,5 ml isopropanol kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm dan suhu 4 C selama 15 menit. Pelet dipisahkan dari supernatan lalu dibilas dengan etanol 70 dingin lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 C selama 15 28 menit. Pelet dikeringkan pada suhu ruang , selanjutnya dilarutkan dengan penambahan 20 µl air bebas RNAse GibcoBRL, 2005.

3.3.2. Sintesis cDNA Gen Sukrosa Sintase Melalui RT PCR

Sintesis cDNA dilakukan dengan metode RT-PCR menggunakan kit ” ready to go RT PCR” dengan prosedur yang sama dengan protokol ready to go RT PCR dari Amersham Biosciences. Sintesis cDNA dilakukan dengan mencampurkan 3 µl RNA total 500 ng dengan butiran “ ready to go RT PCR “ yang telah dilarutkan dengan 43,9 µl air bebas RNAse, 1,1 µl primer untai pertama pd T12-18 konsentrasi 0,5 µgµl, 1 µl primer maju dengan konsentrasi 100 pmoles, dan 1 µl primer mundur 100 pmoles dengan volume akhir 50 µl. RT-PCR dilakukan alat PCR Perkin Elmer dengan menginkubasi campuran reaksi pada suhu 42 C selama 30 menit dan suhu 95 C selama 5 menit Amersham Bioscience, 2005. PCR cDNA sukrosa sintase dilakukan dengan kondisi predenaturasi 95 C 5 menit, denaturasi 95 C 0,45 menit, penempelan primer 54,4 C 0,45 menit, pemanjangan rantai 72 C 1 menit pemanjangan , dan pemanjangan akhir 72 C 5 menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus Amersham Biosciences, 2005

3.3.3. Elektroforesis Produk PCR

DNA hasil amplifikasi dengan PCR dielektroforesis pada gel agarose konsentrasi 1,5 dengan buffer TAE 1x yang dibuat dari larutan stok TAE 50x dengan komposisi 242 g Tris base; 57,1 ml asam asetat glasial dan 100 ml 0,5 M EDTA pH 8.0 selama 1 jam pada voltase 50 millivolt. Produk elektroforesis selanjutnya direndam dalam EtBr selama 15 menit dan visualisasi pita DNA dilakukan dengan menggunakan foto polaroid diatas lampu UV Sambrook dan Russel, 2001

3.3.4. Isolasi dan Pemurnian cDNA Produk PCR

Isolasi dan pemurnian fragmen cDNA produk PCR dilakukan dengan menggunakan kit Sephaglas BrandPrep dengan prosedur yang sama dengan protokol Sephaglas BradPrep. Fragmen DNA sukrosa sintase pada gel agarose 29 dipotong dengan pisau steril. Potongan gel dicacah untuk mendapatkan potongan- potongan gel yang lebih kecil. 200mg gel agarose dilarutkan dengan 250 µl buffer pelarut gel. Campuran gel agarose kemudian divorteks dan diinkubasi pada suhu 60 C selama 5-10 menit hingga gel agarose larut. Fragmen DNA diikat dengan menambahkan 5 µl Sephaglas BP, lalu diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 detik. Pelet fragmen DNA dibilas dengan buffer pencuci. Selanjutnya pelet dilarutkan dengan 30 µl buffer elusi Amersham Bioscience, 2006.

3.3.5. Kloning cDNA ke dalam Vektor pGemT-Easy

Pengklonan cDNA ke vektor dilakukan dengan cara menginkubasi reaksi ligasi yang terdiri dari campuran 1 µl 50 ng vektor pGemT-Easy, 3µl DNA hasil purifikasi 10 ngµl, 5 µl 2x buffer T4 DNA ligase, 1 µl T4 DNA ligase dan air bebas RNAse dengan volume akhir 10µl pada suhu 4 C selama semalam Promega, 2005

3.3.6. Transformasi Gen ke E. coli DH5 α

Hasil ligasi fragmen cDNA dimasukkan ke kompeten sel E. coli DH5 α. Pembuatan kompeten sel bakteri DH5 α dilakukan dengan menggunakan kalsium klorida. Satu koloni bakteri E. coli DH5 α dikultur dalam 5 ml media LB 10 gl tripton, 5 gl yeast ekstrak, 5 gl NaCl, pH 7.0 selama semalam dalam inkubator shaker pada 37 C dengan kecepatan 150 rpm. Selanjutnya 0,5 ml kultur ini dimasukkan dalam 5 ml LB dan diinkubasi pada kondisi yang sama hingga mencapai OD 0,4-0,6. Sebanyak 1 ml kultur ditransfer ke dalam tabung mikro steril dan disentrifugasi pada 5000 rpm, 4 C selama 2 menit. Endapan yang diperoleh ditambah dengan 1 ml larutan 0,1 M CaCl 2 dingin dan disuspensikan. Suspensi disentrifugasi dengan kondisi yang sama dan selanjutnya endapan disuspensikan kembali dalam 250 µl larutan 0,1 M CaCl 2 dingin. Selanjutnya diinkubasi di es selama 10 menit dan bakteri siap untuk ditransformasi. Kompeten sel bakteri sebanyak 250 µl dicampur dengan 10 µl 50-100 ng DNA hasil ligasi dengan plasmid dan diinkubasi di es selama 30 menit. Campuran tersebut kemudian diberi kejutan panas dengan cara diinkubasi pada suhu 42 C 30 selama 45 detik. Kemudian dimasukkan kembali kedalam es selama 1 jam. Campuran tersebut kemudian diberi kejutan panas kembali pada suhu 42 C selama 45 detik lalu dimasukkan ke dalam es. Campuran tersebut kemudian ditambah dengan 2 ml media LB dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 1 jam. Bakteri disebar pada media seleksi LB yang mengandung 50 mgl ampisilin, 10 µl 0,1M IPTG dan 50 µl X-gal 20 mgml dan diinkubasi pada suhu 37 C selama semalam Sambrook dan Russel, 2001 Hanya plasmid yang mengandung pGemT-Easy yang dapat hidup pada media seleksi yang mengandung antibiotik ampisilin. Adanya X-gal dan IPTG akan menghasilkan koloni putih dan biru. Koloni bakteri yang berwarna putih diisolasi karena mengandung pGemT-Easy rekombinan. Bakteri yang mengandung pGemT-Easy rekombinan tidak mampu menghasilkan β- galaktosidase sehingga X-gal tidak dapat diuraikan dan koloni tetap berwarna putih, sedang koloni yang mengandung pGemT-Easy non rekombinan akan berwarna biru karena mampu menguraikan X-gal.

3.3.7. Isolasi DNA Plasmid

DNA plasmid pGemT-Easy rekombinan yang dikloning ke E. coli DH5 α diisolasi menggunakan metode lisis dengan alkali. Satu koloni E. coli DH5 α recombinan dikultur dalam 10 ml media LB yang mengandung 10 µl ampisilin 50µlml dan diinkubasi pada inkubator shaker 150 rpm pada suhu 37 C selama semalam. Kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 C selama 2 menit. Endapan bakteri kemudian disuspensikan dalam 100 µl BRS dan 200 µl LS lalu diamkan selama 3 detik. Setelah lisis tambahkan buffer penetralisasi 150 µl koAC dan sentrifugasi pada suhu 4 C selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 250 µl isopropanol, lalu divorteks sampai bercampur dan disentrifugasi kembali pada suhu 4 C selama 5 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Kedalam pelet ditambahkan 500 µl aquades dan diberi perlakuan dengan penambahan 0,5 µl RNAse 20 mgml selama 2 jam pada suhu 37 C untuk menghilangkan sisa RNA. Larutan yang mengandung DNA plasmid diekstraksi dengan campuran fenol dan kloroform dengan perbandingan 24:1 lalu disentrifugasi pada suhu 4 C selama 5 31 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Fase atas diambil dan ditambah dengan 2 volume etanol absolut dan dibiarkan pada suhu - 20 C selama semalam. Selanjutnya larutan tersebut disentrifugasi pada suhu 4 C selama 20 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Pelet dibilas dengan 500 µl etanol 70 dan disentrifugasi kembali pada suhu 4 C selama 5 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Pelet dilarutkan dengan penambahan 30 µl H 2 O Sambrook dan Russel, 2001 3.3.8. Sekuensing cDNA Sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan pereaksi Big Dye terminator dan mesin sekuensing ABI Prisma 3. Komposisi reaksi sekuensing terdiri dari 2 µl BigDye terminator, 1,5 µl DNA cetakan 200 ng, 0,2 µl primer M13-FP 20 pmol µl dan 6,3 µl ddH 2 O dengan volume total 10 µl. Prinsip kerja BigDye terminator adalah pewarnaan ujung ddNTP yang terdiri dari ddATP, ddTTP, ddCTP dan ddGTP dengan pewarna berpendar yang memiliki panjang gelombang berbeda-beda. Selanjutnya gen sukrosa sintase diamplifikasi menggunakan mesin PCR dengan pereaksi yang salah satu komponennya adalah ddNTP yang telah diberi warna berpendar. Hasil amplifikasi secara langsung dielektroforesis melalui suatu kapiler capillary electrophoresis dan urutan basa nukleotida yang teramplifikasi dideteksi melalui suatu ”sequence analyzers”. Output yang diperoleh dari ”sequence analyzers” adalah berupa kromatogram urutan basa nukleotida dengan warna 4 puncak basa nukleotida yang spesifik Applied Biosystem, 2002.

3.3.9. Analisis Homologi

Berdasarkan hasil pengurutan basa nukleotida gen penyandi sukrosa sintase yang diperoleh dari sengon, maka selanjutnya dilakukan analisis kesamaan dan tingkat homologi dengan sekuen gen sukrosa sintase dari organisme lain yang ada di dalam bank gen NCBI National Center for Biotechnology Information, http:www. ncbi. nlm. nih.govBLAST dengan prinsip BLAST Basic Local Alignment Search Tools. Untuk analisis tingkat kesamaan basa nukleotida digunakan program BLASTN BLAST Nucleotide, sedang untuk analisis tingkat homologi digunakan program BLASTP BLAST Protein. Analisis tingkat 32 kekerabatan fragmen sukrosa sintase sengon dengan sukrosa sintase dari organisme lain dapat disajikan dalam bentuk pohon filogenetik. Pohon pilogenetik dibuat dengan cara membandingkan deduksi asam amino gen penyandi sukrosa sintase yang diperoleh dari sengon dan organisme lain yang terdapat pada bank gen dengan program ClustalW http : www.ncbi.nlm.nih.govClustalW. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi RNA Total

RNA total sengon diisolasi dengan reagen Trizol dari jaringan “xylem” batang sengon yang tua berumur 5-10 tahun dan bibit sengon yang berumur 3- 4 bulan. Kualitas RNA yang diisolasi dari batang yang tua tidak sebaik RNA yang diperoleh dari batang yang muda dan hampir sebagian besar terdegradasi. Degradasi RNA total ditandai dengan tidak adanya ke dua pita rRNA 28S dan rRNA 18S dan pada bagian bawah lajur migrasi RNA pada elektroforesis muncul pita tebal yang merupakan potongan-potongan RNA yang terdegradasi oleh nuklease Lin, et. al., 1996. Karena kualitas RNA yang diperoleh akan sangat mempengaruhi optimalisasi sintesis cDNA, maka RNA yang digunakan untuk penelitian ini bersumber dan diisolasi dari bibit sengon dengan umur 3-4 bulan. Perbedaan kualitas RNA yang diperoleh kemungkinan disebabkan oleh karena aktivitas nuklease yang lebih tinggi pada batang sengon tua dibanding dengan sengon yang berumur 3-4 bulan. Selain itu, kandungan senyawa fenolik yang terdapat pada tanaman juga turut mempengaruhi tingkat keberhasilan isolasi RNA. Semakin tua umur pohon, maka kandungan zat ekstraktif, terutama senyawa-senyawa fenolik akan semakin besar. Berbeda dengan tanaman muda yang kandungan senyawa fenoliknya masih relatif sedikit, komponen ini akan mengganggu proses isolasi RNA dari batang kayu yang berumur lebih tua. Hasil kuantifikasi RNA total dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm menunjukkan bahwa konsentrasi RNA total yang diperoleh cukup baik dan memadai untuk sintesis cDNA. Konsentrasi RNA bervariasi dari 126 μg sampai 157 μg dengan variasi rasio OD260OD280 antara 1.81-1.92. Nilai OD yang berada dalam kisaran range 1.8-2 menunjukkan kualitas RNA dengan kemurnian cukup tinggi Manchester, 1996. Analisis RNA total melalui elektroforesis pada gel agarose menghasilkan integritas 2 pita RNA yang dominan dan seimbang, yaitu r RNA 28S dan 18S Gambar 5. 34 1 2 3 Gambar 5. Integritas pita RNA 28S dan 18S dari RNA total Keterangan : Nomor 1-6: RNA total batang sengon umur 4 bulan

4.2. Sintesis cDNA