30 selama 45 detik. Kemudian dimasukkan kembali kedalam es selama 1 jam.
Campuran tersebut kemudian diberi kejutan panas kembali pada suhu 42 C
selama 45 detik lalu dimasukkan ke dalam es. Campuran tersebut kemudian ditambah dengan 2 ml media LB dan diinkubasi pada suhu 37
C selama 1 jam. Bakteri disebar pada media seleksi LB yang mengandung 50 mgl ampisilin, 10 µl
0,1M IPTG dan 50 µl X-gal 20 mgml dan diinkubasi pada suhu 37 C selama
semalam Sambrook dan Russel, 2001 Hanya plasmid yang mengandung pGemT-Easy yang dapat hidup pada
media seleksi yang mengandung antibiotik ampisilin. Adanya X-gal dan IPTG akan menghasilkan koloni putih dan biru. Koloni bakteri yang berwarna putih
diisolasi karena mengandung pGemT-Easy rekombinan. Bakteri yang mengandung pGemT-Easy rekombinan tidak mampu menghasilkan
β- galaktosidase sehingga X-gal tidak dapat diuraikan dan koloni tetap berwarna
putih, sedang koloni yang mengandung pGemT-Easy non rekombinan akan berwarna biru karena mampu menguraikan X-gal.
3.3.7. Isolasi DNA Plasmid
DNA plasmid pGemT-Easy rekombinan yang dikloning ke E. coli DH5 α
diisolasi menggunakan metode lisis dengan alkali. Satu koloni E. coli DH5 α
recombinan dikultur dalam 10 ml media LB yang mengandung 10 µl ampisilin 50µlml dan diinkubasi pada inkubator shaker 150 rpm pada suhu 37
C selama semalam. Kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4
C selama 2 menit. Endapan bakteri kemudian disuspensikan dalam 100 µl BRS dan
200 µl LS lalu diamkan selama 3 detik. Setelah lisis tambahkan buffer penetralisasi 150 µl koAC dan sentrifugasi pada suhu 4
C selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 250 µl
isopropanol, lalu divorteks sampai bercampur dan disentrifugasi kembali pada suhu 4
C selama 5 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Kedalam pelet ditambahkan 500 µl aquades dan diberi perlakuan dengan penambahan 0,5 µl
RNAse 20 mgml selama 2 jam pada suhu 37 C untuk menghilangkan sisa RNA.
Larutan yang mengandung DNA plasmid diekstraksi dengan campuran fenol dan kloroform dengan perbandingan 24:1 lalu disentrifugasi pada suhu 4
C selama 5
31 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Fase atas diambil dan ditambah dengan 2
volume etanol absolut dan dibiarkan pada suhu - 20 C selama semalam.
Selanjutnya larutan tersebut disentrifugasi pada suhu 4 C selama 20 menit dengan
kecepatan 12000 rpm. Pelet dibilas dengan 500 µl etanol 70 dan disentrifugasi kembali pada suhu 4
C selama 5 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Pelet dilarutkan dengan penambahan 30 µl H
2
O Sambrook dan Russel, 2001 3.3.8. Sekuensing cDNA
Sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan pereaksi Big Dye terminator dan mesin sekuensing ABI Prisma 3. Komposisi reaksi sekuensing
terdiri dari 2 µl BigDye terminator, 1,5 µl DNA cetakan 200 ng, 0,2 µl primer M13-FP 20 pmol µl dan 6,3 µl ddH
2
O dengan volume total 10 µl. Prinsip kerja BigDye terminator adalah pewarnaan ujung ddNTP yang terdiri dari ddATP,
ddTTP, ddCTP dan ddGTP dengan pewarna berpendar yang memiliki panjang gelombang berbeda-beda. Selanjutnya gen sukrosa sintase diamplifikasi
menggunakan mesin PCR dengan pereaksi yang salah satu komponennya adalah ddNTP yang telah diberi warna berpendar. Hasil amplifikasi secara langsung
dielektroforesis melalui suatu kapiler capillary electrophoresis dan urutan basa nukleotida yang teramplifikasi dideteksi melalui suatu ”sequence analyzers”.
Output yang diperoleh dari ”sequence analyzers” adalah berupa kromatogram urutan basa nukleotida dengan warna 4 puncak basa nukleotida yang spesifik
Applied Biosystem, 2002.
3.3.9. Analisis Homologi