Prediksi Noveltis Konsep penerapan bioprospeksi untuk mendukung konservasi atau
b. Era tahun 1950-1970 Perkembangan sejarah hutan kerangas desa Guntung Ujung selanjutnya
adalah pada tahun 1957, ketika itu gerombolan Kahar Muzakar yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar menggunakan hutan kerangas sebagai markas gerombolan.
Beberapa penduduk dari Handil Jawa Tengah pada saat itu terpaksa meninggalkan perkampungan karena adanya intimidasi dari gerombolan yang
memasuki kampung untuk memaksa penduduk menyerahkan harta benda yang dimiliki, sebagian lain memilih tetap bertahan di Handil Jawa. Setelah lebih satu
tahun awal tahun 1959 barulah gerombolan tersebut dapat ditumpas oleh pihak pemerintah.
Lokasi tempat penyerbuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI terhadap gerombolan Kahar Muzakar di wilayah hutan kerangas tersebut berupa
kolam yang dikenal denga n sebutan ―telaga darah‖. Beberapa keterangan dari
penduduk menyatakan bahwa lokasi tersebut masih dianggap penduduk setempat sebagai kawasan ―anker‖ dan dianggap berkesan mistik dan sakral
bagi masyarakat. Areal telaga darah berdekatan dengan izin Kuasa
Penambangan KP untuk bahan galian pasir-batu dan berada di luar kawasan hutan lindung. Lokasinya didominasi tingkat pertumbuhan pancang dan semai
dari jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di hutan kerangas. Penambangan intan secara tradisional di kawasan hutan kerangas Liang
Anggang sudah berlangsung cukup lama sekitar tahun 1959. Selanjutnya penambangan intan tersebut berkembang dengan tambahan hasil galian berupa
pasir dan koral sejak digunakannya ―mesin sedot‖ dalam pertambangan intan. Proses pemungutan besar-besaran terhadap pohon-pohon hutan kerangas
terjadi pada tahun 1966. Pihak pemerintah pada saat itu membebankan pada tahanan eks Partai Komunis Indonesia PKI untuk mempekerjakan para tahanan
tersebut menebang pohon dan mengolahnya menjadi kayu gergajian baik berupa papan maupun balok. Pada saat itu menurut keterangan penduduk, terdapat 83
orang tahanan yang dikerahkan untuk menebang kayu dan menghasilkan kayu olahan untuk diberikan kepada pemerintah dan sebagian kecil kayu olahan
disumbangkan pemerintah kepada penduduk setempat. Kejadian tersebut berlangsung sampai tahun 1968. Sejak saat itu hutan kerangas Desa Guntung
Ujung dan sekitarnya menjadi salah satu kawasan penghasil kayu.
c. Era tahun 1970-1990 Hutan kerangas pada tahun 1970-an masih merupakan penghasil kayu dan
tambang emas dan intan bagi masyarakat hingga tahun 1990-an. Pada era ini sekitar tahun 1980-an pembagian tanah yang dipelopori oleh Kepala Desa saat
itu sudah mulai dilakukan di hutan kerangas. Secara legal formal pembagian tanah ini diperkuat sejak diterbitkan Surat Keterangan Tanah SKT. Pengajuan
SKT oleh pihak desa dimulai pada tahun 1989. Pihak desa kemudian mengajukan usul kepada pihak Kecamatan agar mendapatkan Surat Keterangan
Tanah. Respon masyarakat pada waktu itu tidak terlalu besar karena pada
awalnya penduduk kurang tertarik terhadap lahan kerangas, karena menurut perspektif masyarakat pada waktu itu kerangas merupakan lahan tidak produktif
untuk produksi pertanian. Penduduk desa umumnya pada waktu itu maksimal mendapatkan 1-2 ha tanah per KK yang letaknya tidak jauh dari permukiman dan
persawahan. Pertimbangan keikutsertaan masyarakat pada saat itu untuk memiliki sebidang tanah hanya untuk simpanan tanah permukiman untuk anak
cucu dan untuk rencana pengembangan ternak. Tidak terlalu besarnya penguasaan lahan pada saat itu karena terbatasnya kemampuan membuka dan
membersihkan lahan. Upaya pembersihan dan atau pemanfaatan lahan memerlukan waktu 3 tahun sebagai lahan yang diolah agar terbit SKT.
d. Era tahun 1990-sekarang Berkembangnya pertambangan intan tradisional yang berlangsung hingga
tahun 1990-an menarik perhatian perusahaan multinasional PT. Aneka Tambang dengan subkontraktor ―John Holland‖ untuk melakukan izin eksplorasi
pertambangan intan dengan hasil ikutan emas di hutan kerangas yang tidak
termasuk dalam kawasan hutan lindung Kepmenhut nomor 672Kpts-II91. Izin eksplorasi dan operasional pertambangan dimulai pada tahun 1991 dan berakhir
tahun 1993. Walaupun hanya berlangsung tiga tahun kegiatan pertambangan ini telah meninggalkan lubang besar bekas galian tambang yang sampai saat ini
dibiarkan terbuka dan tidak dikelola. Penetapan sebagian kawasan hutan kerangas sebagai kawasan hutan
lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Kepmenhut nomor 672Kpts-II91 dan Kepmenhut nomor 434Kpts-II1996 tentang penetapan
kelompok hutan Liang Anggang yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Banjar seluas 2.250 hektar sebagai kawasan hutan dengan fungsi hutan lindung.