Bioprospeksi hutan kerangas: analisis Nepenthes gracilis Korth. sebagai stimulus konservasi

(1)

i

BIOPROSPEKSI HUTAN KERANGAS:

ANALISIS

NEPENTHES GRACILIS

KORTH. SEBAGAI

STIMULUS KONSERVASI

KISSINGER

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Bioprospeksi Hutan

Kerangas: Analisis Nepenthes gracilis Korth. sebagai Stimulus Konservasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dalam disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013 Kissinger NIM E361090011


(4)

(5)

v

RINGKASAN

KISSINGER. Bioprospeksi Hutan Kerangas: Analisis Nepenthes gracilis Korth. sebagai Stimulus Konservasi. Dibimbing oleh ERVIZAL AM. ZUHUD, LATIFAH K. DARUSMAN and ISKANDAR Z.SIREGAR

Hutan kerangas merupakan tipe hutan yang tumbuh pada kondisi tapak yang terbatas, terutama faktor tanahnya ekstrim yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Kerentanan hutan kerangas terhadap gangguan menyebabkan perlunya tindakan konservasi hutan kerangas yang strateginya perlu dirancang dengan baik melalui pemanfaatan nilai-nilai yang terkandung di dalamnyadan berbagai perannya serta tingkat kepentingan hutan kerangas tersebut. Pemeliharaan fungsi keanekaragaman hayati hutan kerangas dan menjaga kelestarian pemanfaatannya melalui bioprospeksi (prospek biodiversitas) merupakan dua faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam upaya konservasi hutan kerangas. N.gracilis merupakan spesies indikator hutan kerangas yang telah dikenal masyarakat dalam penggunaannya sebagai tanaman hias dan tumbuhan obat, Nilai manfaat tersebut dapat digunakan sebagai stimulus konservasi. Oleh karena itu penelitian komprehensif tentang pemanfaatan N.gracilis sebagai stimulus konservasi secara garis besar bertujuan untuk: i) memperoleh data dan informasi bioprospeksi N.gracilis dan hutan kerangas ii) menentukan potensi penggunaan N.gracilis, iii) mengidentifikasikan karakteristik lingkungan hutan kerangas dan N.gracilis iv) menentukan variasi pola sebaran genetika N.gracilis, v) menentukan bioaktivitas N.gracilis, vi) mengidentifikasikan sikap konservasi masyarakat terhadap N.gracilis. Metode penelitian menggunakan kombinasi dari metode survey ekologi dan sosial ekonomi serta pekerjaan laboratorium untuk mendapatkan analisis data genetika, analisis senyawa kimia tanaman dan analisis bioaktivitas N.gracilis.

Secara garis besar, hutan kerangas di lokasi penelitian terdegradasi dan tidak terkelola, karenanya komposisi dan struktur tegakannya berbeda signifikan dibandingkan hutan kerangas di lokasi referensi. N.gracilis merupakan jenis kantong semar yang mampu tumbuh dominan pada hutan kerangas terbuka dengan pH ± 4,12, ketebalan gambut ± 5,6 cm, intensitas cahaya permukaan akar 270-300 lux dan permukaan akarnya senantiasa ditutupi kumpulan vegetasi semai dan pancang. Peran hutan kerangas terhadap lingkungan di antaranya adalah peran sebagai penyangga air, penyangga dampak cuaca yang ekstrim,


(6)

vi

kemampuan menjadi penyimpan dan penyerap karbon, habitat yang kondusif dari berbagai komponen biologi di atas permukaan dan dalam tanah, sumber sumber bahan sandang, pangan, papan dan obat-obatan bagi masyarakat. Jasa ekosistem N.gracilis dapat diterangkan melalui kemampuannya mengatasi keterbatasan dan memberikan sumbangan hara dan air bagi lingkungan sekitar (peran bagi lingkungan fisik-kimia). Simbiosis antara N.gracilis dan organisme lainnya mendeskripsikan peran N.gracilis terhadap lingkungan bio-ekologi hutan kerangas. Pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan pengobatan atau penggunaan lainnya bagi masyarakat merupakan peran N.gracilis bagi lingkungan sosial. Hubungan berbagai jenis Nepenthes terhadap kehidupan budaya masyarakat merupakan gambaran peran terhadap lingkungan sosial budaya masyarakat. Biodiversitas tumbuhan hutan kerangas bermanfaat sebagai bahan pengobatan. 92,31% tumbuhan kerangas (35 jenis dari 39 jenis tumbuhan yang ditemukan) merupakan bahan pengobatan yang dipergunakan masyarakat. Keanekaragaman genetik N.gracilis di dalam dan antar populasi relatif tinggi (He=0,25), yang mengindikasikan strategi reproduksi N.gracilis. Berbagai bagian tanaman N.gracilis berdasarkan hasil uji fitokimia dan toksisitas dapat dipergunakan sebagai bahan pengobatan. Ekstrak metanol akar N.gracilis memiliki toksisitas tertinggi dibandingkan bagian tanaman lainnya. Daya hambat minimum terhadap S.aureus ditunjukkan ektrak methanol N.gracilis dari bagian akar= 62,5 ppm, batang= 125 ppm , daun= 125 ppm, bagian kantong= 2000 ppm, dan cairan kantong= 3000 ppm. Sedangkan daya hambat terhadap bakteri E.coli ditunjukkan ektrak methanol N.gracilis dari bagian akar=15,63 ppm , batang=125 ppm, daun=> 2000 ppm, bagian kantong= 1000 ppm, dan cairan daun= 6000 ppm. Kapasitas antidiabetes ditunjukkan oleh ekstrak methanol akar N.gracilis dengan nilai IC 50 sebesar 0,08264 ppm. Temuan ini menunjukkan bahwa N.gracilis berpotensi sebagai antibakteri dan antidiabetes.

Uraian mengenai keberadaan, karakteristik ekologi dan nilai manfaat N.gracilis di hutan kerangas menjadi dasar penting yang menentukan kedudukan N.gracilis sebagai spesies penting di hutan kerangas. Karakteristik ekologi dan nilai manfaat dari hutan kerangas dan N.gracilis merupakan signal yang seharusnya dapat berkembang menjadi menjadi stimulus alamiah dan stimulus manfaat. Akan tetapi signal dari karakteristik bio-ekologi dan nilai manfaat hutan kerangas dan N.gracilis belum dapat berkembang menjadi stimulus alamiah dan


(7)

vii

manfaat yang kuat untuk bersikap dan rela berperilaku konservasi terhadap hutan kerangas.

Implikasi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hutan kerangas dan fenomena N.gracilis yang hidup di dalamnya merupakan

“Laboratorium Hidup” atau “Laboratorium Alami” bagi manusia untuk bisa belajar

bagaimana alam mampu bertahan dan berkembang dalam keterbatasan. Keberadaan hutan kerangas dan sumber daya di dalamnya semakin langka, sementara itu pengetahuan belum sepenuhnya telah digali dari hutan kerangas. Sehingga hutan kerangas dan sumber daya di dalamnya yang tersisa harus diidentifikasikan dengan benar melalui kegiatan pengukuran inventarisasi agar terbentuk pengelolaan yang lebih baik, termasuk kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini. Sehingga akan dapat memberikan solusi permasalahan konservasi hutan kerangas melalui strategi konservasi hutan kerangas berbasis penerapan bioprospeksi.


(8)

(9)

ix

SUMMARY

KISSINGER. Bioprospecting of Kerangas Forest: Analysis of Nepenthes gracilis Korth. as Conservation Stimuli. Supervised by ERVIZAL AM. ZUHUD, LATIFAH K. DARUSMAN and ISKANDAR Z.SIREGAR

The heath forest or locally known as kerangas forest is a forest type that grows in site with limiting site factors, epecially the extremely unfavourable soil type for plants. There is an urgent call to conserve the kerangas forest due to it’s vulnerability and sound strategy needs to be well designed by utilizing its values and various functions and importances. Maintenance of functional biodiversity of kerangas forests and its sustainable utilization through biodiversity prospecting (bioprospecting) approach are two key factors that could be considered in the conservation efforts of kerangas forest. With this regard, Nepenthes gracilis as indicator species is well known for its uses such as ornamental plants, medicinal plants and could be used to stimulate the conservation actions. Therefore, a comprehensive research utilizing N.gracilis as conservation stimuli was conducted with objectives to : i) gain data and information on bio-prospecting N.gracilis and kerangas forest, ii) determine the potentials uses of N.gracilis and kerangas forest, iii) identify the enviromental settings of kerangas forest and N.gracilis d iv) determine the spatial genetic variation of N.gracilis, v) to determine the bio-active compounds of N.gracilis, and vi) identify the conservation attitude of community toward N.gracilis. Research methods used a combination of ecological and socio-economic surveys followoing standard procedures and laboratory works for genetic analysis,phytocehmistry analysis, and bioactivity analysis.

In general, kerangas forests in the research sites are degraded under unmanaged condition. Therefore, composition and structure of the forests were significantly different in comparison to the reference forest sites. In particular, N.gracilis is found in open sites with following characteristics such as pH= ± 4,12, peat thickness= ± 5,6 cm, light intensity above ground= 270-300 lux, and the roots usually covered by seedling and sapling. Ecosystem services of kerangas forest were described by the following benefecial function, such as buffer area for water and buffering extreme weather impact, carbon sink and source, preference habitat for biological components above and below ground, sources of woods, food and medicinal plant. Functional of N.gracilis in relation to environment could be explained by capacity of plant to overcame limited water and nutrient (functional for physic-chemical environment). Existing symbiosis of


(10)

x

N.gracilis and other organisms reflected N.gracilis benefecial for bio-ecological environment of kerangas forest. Utilizing of N.gracilis as a medicine was also benefecial with respects to socio-economical dynamics of human dimension.It was found that plant diversity of kerangas were as sources for medicinal plants. 92,31% of kerangas plants (35 species from 39 species founded) were utilized as raw material for medicies for communities living around kerangas forest area. Genetic diversity of N.gracilis inside population and inter population are relatively high (He=0,25), indicating N.gracilis reproduction strategies. Many part of N.gracilis can be used for medicinal material based on information of phytochemistry and toxicities tests. The methanol extract of N.gracilis roots had highest toxicities (LC 50=151.53 ppm) than other parts of plant. The methanol extract from roots, stems, leaves, pockets and closed pocket liquid of N.gracilis effectively inhibited S.aures at concentration 62,5 ppm, 125 ppm, 125 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm, respectively; while E.coli were inhibited at concentration 15.6 ppm,125 ppm, >2000 ppm, 1000 ppm, 6000 ppm, respectively. The methanol extract of N.gracilis roots inhibited 50% of α glukosidase activity at concentration 0.0826 ppm. It can be concludde that N.gracilis had potential activities as antibacterial and antidiabetic.

Description of the existence, ecological characteristic, beneficial using from N.gracilis in kerangas forest can be used as important basic data for determining N.gracilis as important species in kerangas forest. Ecological characteristics and beneficial values of N.gracilis should become signals which performed the natural and beneficial stimuli, while the signals of bio-ecological and beneficial value of kerangas forest and N.gracilis could not become the strong stimuli (natural and beneficial stimuli) to performed willingness and take conservation action.

The findings of the reserach imply that the existence of kerangas forest and N.gracilis should become “ a Living Laboratory” or “ a Natural Laboratory” for human in order to observe the better undestanding of natural mechanisms in the ecosystem towards adaptation to extremely limiting site condition. It appears that the existence of kerangas forests and resources from kerangas forest are becoming rare, while the knowledge of kerangas forest remains. Therefore, remnant kerangas forests should be well identified through sound inventories for better management including research purposes. Its sould become a conservation strategy of kerangas forest based on bioprospecting.


(11)

xi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(12)

(13)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

BIOPROSPEKSI HUTAN KERANGAS:

ANALISIS

NEPENTHES GRACILIS

KORTH. SEBAGAI

STIMULUS KONSERVASI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

KISSINGER


(14)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Prof dr Amin Soebandrio, PhD SpMK


(15)

Judul Disertasi : Bioprospeksi Hutan Kerangas: Analisis Nepenthes gracilis Korth. sebagai Stimulus Konservasi

Nama : Kissinger NRP : E361090011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS Ketua

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Anggota

Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Konservasi Biodiversitas Tropika

Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(16)

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ialah konservasi hutan kerangas, dengan judul Bioprospeksi Hutan Kerangas: Analisis Nepenthes gracilis Korth. sebagai Stimulus Konservasi.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS dan Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, saran dan semangat untuk penyelesaian tulisan ini.

2. Prof Dr Ir Dudung Darusman MA, Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop, Dr.Ir.

Burhanuddin Mas’ud, MS.selaku tim penguji pada ujian tertutup

3. Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS dan Prof dr Amin Soebandrio, PhDSpMK. selaku penguji pada ujian terbuka.

4. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kehutanan, Ketua Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata serta Ketua Program Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika Institut Pertanian Bogor atas masukan dan sarannya dalam pelaksanaan ujian.

5. Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah mendanai pendidikan penulis melalui program Beasiswa BPPS.

6. Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang memfasilitasi penelitian

7. Institut Pertanian Bogor sebagai Lembaga Pendidikan yang memfasilitasi proses pembelajaran dan penelitian penulis

8. Universitas Lambung Mangkurat sebagai institusi tempat bekerja penulis 9. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat yang telah

memberikan kesempatan penulis dalam mengikuti program pendidikan 10. Laboratorium Genetik Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,

Departemen Kimia Analitik FMIPA IPB, dan Pusat Studi Biofarmaka, yang banyak memfasilitasi pekerjaan penelitian penulis.

11. PT. Adaro Indonesia yang telah memfasilitasi dan mengakomodasi pelaksanaan penelitian.


(18)

12. Kedua orang tua saya (H Burhanuddin (alm) dan Hj Nyai Sian (alm), mertua (H Mugni dan Hj Taniah), isteri (Hj Rina Muhayah Noor Pitri, Shut MSi), anak (Anita Zulfa), saudara-saudara saya (Yuliet, SH MM, Ir Violet, MP, Sisingamangaradja SE, Salahuddin SE MM), saudara ipar (Prof Dr Ir Gusti Muhammad Hatta, MS, Drs Muhammad Yusuf Chon(alm) dan Siti Saidah, H Syahrun, Hj Khairiah, Spd MPd , Hj Rusmini, Thoyib Subandi (alm)), keponakan-keponakanku (Gusti Noor Hidayat, ST, Gusti Noor Ramadhani Saputra, SKed, Khalida Zea Chon, Coryna Novitasari, Ditha, Rian, Hafiz, Djazuli) serta seluruh saudaraku lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya di sini.

13. Teman-teman seperjuangan: Pairah, Teti, Wati, Hari, Eni (TIP), Mahfudin (Dep.Fisika), Arida, Rima, Hanna, Diana, Melan, Zita, Julen, Ivan Yusfi Noor, Rahmat, Abdul Muin, Luthfi, Irwan Bempah Gamin dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan semua namanya di sini

14. Semua pihak yang telah membantu proses pendidikan dan penelitian penulis Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan untuk kemaslahatan kita semua.

Bogor, Maret 2013

Kissinger xviii


(19)

RIWAYAT HIDUP

KISSINGER, lahir di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah pada tanggal 26 April 1973; merupakan putera dari H.Burhanuddin (Alm) dan Ibu Hj.Nyai Sian (Alm). Anak ke-5 dari 5 bersaudara: 1) Yuliet SH.MM. 2) Ir.Hj. Violet MS. 3) Sisingamangaradja SE. 4) Salahuddin SE.MM.

Penulis memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar di SDN Teladan Sampit dari tahun 1979 sampai 1985, melanjutkan pendidikan ke SMPN-1 Sampit dari tahun 1985-1989, pada tahun 1989 meneruskan pendidikan di SMAN-1 Sampit dan lulus tahun 1991.

Penulis mengikuti jenjang pendidikan S-1 di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada tahun 1991 dan selesai pada tahun 1996. Penulis pernah bekerja di PT. Antang Kalimantan (sekarang menjadi Wana Inti Kahuripan Indonesia) pada tahun 1997-1998. Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan sejak tahun 1998. Tahun 1999 penulis diterima menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Ilmu Pengetahuan Kehutanan dan lulus pada tahun 2002. Tesis S-2 penulis berjudul

“Komposisi Jenis, Struktur Tegakan dan Pola Sebaran Spasial beberapa Spesies Pohon Tertentu di Hutan Kerangas”, di bawah bimbingan Dr.Ir. Yadi Setiadi dan Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan, MS. Pada tahun 2004 penulis menikah dengan Hj. Rina Muhayah, S.Hut. M.Si Binti H. Mugni, selanjutnya pada tahun 2006 dikaruniai puteri bernama Anita Zulfa. Pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan S3 pada mayor Konservasi Biodiversitas Tropika Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti mengikuti perkuliahan di IPB penulis aktif dalam pertemuan dan diskusi ilmiah yang bersifat nasional dan internasional. Beberapa artikel jurnal yang ditulis selama mengikuti program S-3 di IPB adalah: 1) Karakterisasi Habitat Preferensi Nepenthes gracilis Korth. di Hutan Kerangas (Jurnal Biosciantiae Volume 11 No 1 tahun 2013), 2) Keanekaragaman Tumbuhan Obat dari Hutan Kerangas (Jurnal Hutan Tropis Nomor 1. Edisi Maret 2013 Tahun XIV), 3) Penapisan Senyawa Fitokimia dan Pengujian Antioksidan Ekstrak Daun Merapat (Combretocarpus rotundatus) dari Hutan Kerangas (Jurnal Penelitian Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Volume 31 No.1 tahun 2013). Semua karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.


(20)

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... xx

DAFTAR TABEL...xxv

DAFTAR GAMBAR...xxvii

1. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 7

F. State of the Art Penelitan ... 8

G. Kerangka Pemikiran... 11

H. Prediksi Noveltis... 19

2. STATUS KONSERVASI DAN KARAKTERISTIK BEBERAPA KOMPONEN EKOLOGI HUTAN KERANGAS ... 20

A. Pendahuluan... 20

B. Metode Penelitian ... 21

1) Objek dan Lokasi Penelitian ... 21

2) Metode Pengumpulan Data ... 21

3) Analisis Data ... 22

C. Hasil dan Pembahasan... 23

1) Status Konservasi Hutan Kerangas di Lokasi Penelitian ... 23

2) Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Kerangas ... 31

3) Karakteristik Tanah Hutan Kerangas ... 47

4) Fauna di Hutan Kerangas ... 50

D. Simpulan ... 51

3. KARAKTERISASI HABITAT PREFERENSI NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS... 53

A. Pendahuluan... 53

B. Metode Penelitian... 54

1) Lokasi Penelitian ... 54

2) Prosedur Pengumpulan Data... 55


(22)

C. Hasil dan Pembahasan ... 55 1) Karakteristik Habitat Preferensi N.gracilis ... 55 2) Pola Adaptasi N.gracilis terhadap Keterbukaan Kanopi Hutan

Kerangas... 58 D. Simpulan ... 61 4. JASA EKOSISTEM HUTAN KERANGAS ... 62 A. Pendahuluan... 62 B. Metode Penelitian ... 62 1) Lokasi Penelitian ... 62 2) Prosedur Pengumpulan Data... 63 3) Analisis data ... 63 C. Hasil dan Pembahasan ... 63 1) Peran Hutan Kerangas terhadap Lingkungan Fisik-Kimia ... 63 2) Peran Hutan Kerangas terhadap Lingkungan Biologi ... 65 3) Peran Hutan Kerangas terhadap Lingkungan Sosial-Ekonomi 67 D. Simpulan ... 71 5. PERAN NEPENTHES GRACILIS KORTH.BAGI LINGKUNGAN

HUTAN KERANGAS ... 73 A. Pendahuluan ... 73 B. Metode Penelitian ... 74 1) Lokasi Penelitian ... 74 2) Prosedur Pengumpulan Data... 74 3) Analisis Data ... 74 C. Hasil dan Pembahasan... 75 D. Simpulan ... 79 6. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DAN MANFAAT LAINNYA

DI HUTAN KERANGAS ... 80 A. Pendahuluan ... 80 B. Metode Penelitian ... 81 1) Objek dan Lokasi Penelitian ... 81 2) Prosedur Pengumpulan Data... 82 3) Analisis Data ... 82 C. Hasil dan Pembahasan ... 82 1) Potensi Tumbuhan Obat dan Hutan Kerangas ... 82 2) Perkembangan pemanfaatan N.gracilis dan Potensi

Biodiversitas tumbuhan lainnya di Hutan Kerangas ... 85 D. Simpulan ... 91


(23)

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS ... 92 A. Pendahuluan... 92 B. Metode Penelitian ... 92 1) Objek dan Lokasi Penelitian ... 92 2) Prosedur Pengumpulan Data ... 93 3) Analisis Genetika ... 93 C. Hasil dan Pembahasan ... 96 1) Karakterisasi Penanda RAPD ... 96 2) Keragaman Genetik N.gracilis di Hutan Kerangas ... 97 D. Simpulan ... 101 8. BIOAKTIVITAS NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN

KERANGAS ... 103 A. Pendahuluan ... 103 B. Metode Penelitian ... 104 1) Bahan dan Peralatan Penelitian ... 104 2) Uji Fitokimia ... 104 3) Uji Toksisitas ... 105 4) Uji Antibakteri ... 106 5) Uji Antidiabetes ... 107 C. Hasil dan Pembahasan ... 108 1) Senyawa Fitokimia dan Toksisitas Bahan ... 108 2) Aktivitas Antibakteri ... 109 3) Aktivitas Antidiabetes ... 112 D. Simpulan ... 113 9. SIKAF KONSERVASI MASYARAKAT TERHADAP NEPENTHES

GRACILIS KORTH.DI HUTAN KERANGAS ... 114

A. Pendahuluan ... 114 B. Metode Penelitian ... 115 1) Objek dan Lokasi Penelitian ... 115 2) Prosedur Pengumpulan Data ... 115 3) Analisis Data ... 115 C. Hasil dan Pembahasan... 116 1) Karakteristik Sistem Nilai Masyarakat Lokal terhadap N.gracilis 116 2) Pemaknaan N.gracilis sebagai Stimulus Konservasi ... 118 3) Kendala Pemanfaatan N.gracilis Berbasis Bioprospeksi ... 120 D. Simpulan ... 122


(24)

10. STRATEGI KONSERVASI HUTAN KERANGAS ... 123 A. Permasalahan Konservasi ... 123 1) Stimulus Alamiah dan Manfaat Hutan Kerangas ... 123 2) Stimulus Alamiah dan Manfaat N.gracilis... 125 3) Ketidaklengkapan Pemahaman Nilai Alamiah dan Nilai

Manfaat N.gracilis dan Hutan Kerangas ... 127 B. Sintesis Pemecahan Masalah ... 132 1) Membangun Sikaf Individu Masyarakat Pro-Konservasi ... 134 2) Pemenuhan Prasyarat Implementasi Bioprospeksi Lestari ... 144 3) Katalisasi Aksi Kolektif bagi Penerapan Pemanfaatan Biodiversitas Lestari ... 152 C. Simpulan dan Implikasi ... 155 1) Simpulan... 155 2) Implikasi... 157 DAFTAR PUSTAKA... 161


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1. Beberapa contoh informasi kejadian alam sebagai stimulus ... 12 2.1. Komposisi jenis, keragaman jenis dan INP tingkat semai di lokasi

utama ... 31 2.2. Komposisi jenis, keragaman jenis dan INP pancang di lokasi utama 32 2.3. Komposisi jenis, keragaman jenis dan INP tingkat tiang di lokasi

utama ... 32 2.4. Komposisi jenis, keragaman jenis dan INP tingkat pohon di lokasi

utama ... 32 2.5. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat semai di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas sekunder lahan kering) ... 36 2.6. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pancang di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas sekunder lahan kering) ... 37 2.7. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat tiang di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas sekunder lahan kering) ... 37 2.8. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pohon di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas sekunder lahan kering) ... 38 2.9. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat semai di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas lahan terendam) ... 38 2.10. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pancang di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas lahan terendam) ... 39 2.11. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat tiang di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas lahan terendam) ... 39 2.12. Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pohon di lokasi

referensi 1 (hutan kerangas lahan terendam) ... 40 2.13. Komposisi, keragaman dan INP tingkat semai lokasi referensi 2... 42 2.14. Komposisi,keragaman jenis dan INP pancang lokasi referensi 2 .... 42 2.15. Komposisi, keragaman jenis dan INP tiang lokasi referensi 2... 43 2.16. Komposisi, keragaman jenis dan INP pohon lokasi referensi 2 ... 43 2.17. Perbandingan fraksi pasir, debu dan liat tanah hutan kerangas ... 47 2.18. Karakteristik sifat kimia tanah hutan kerangas ... 48 2.19. Jenis burung yang ditemukan di hutan kerangas ... 50 3.1. Karakteristik habitat kerangas terhadap potensi Nepenthes gracilis 56 3.2. Komponen lingkungan habitat preferensi N.gracilis .... 57 3.3. Jumlah batang dan kantong N.gracilis berdasarkan keterbukaan tajuk 59 3.4. Massa daun N.gracilis dari areal terbuka dan di bawah tegakan ….. 60 5.1. Kepadatan N.gracilis di tempat terbuka dan tertutup kanopi hutan .. 75 5.2. Peran N.gracilis terhadap lingkungan sekitar (ecosystem service) ... 76


(26)

6.1. Daftar jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pengobatan dari hutan kerangas... 82 6.2. Bioaktivitas beberapa jenis tumbuhan dari hutan kerangas ... 84 6.3. Perkembangan pemanfaatan N.gracilis ... 85 6.4. Pemanfaatan tumbuhan di lokasi penelitian utama ... 86 6.5. Pemanfaatan biodiversitas tumbuhan (selain N.gracilis) di lokasi

penelitian referensi ... 88 7.1. Bahan dan alat teknik PCR-RAPD ... 94 7.2. Deskripsi berbagai penanda RAPD yang digunakan ... 96 7.3. Hasil analisis keragaman genetika populasi N.gracilis... 98 7.4. Jarak genetik antara populasi N.gracilis di beberapa lokasi ... 99 8.1. Hasil analisis fitokimia kualitatif tumbuhan N.gracilis ... 108 8.2. Hasil uji toksisitas bahan tanaman N.gracilis ... 108 8.3. MIC dan MBC N.gracilis untuk jenis bakteri E.coli ... 109 8.4. MIC dan MBC N.gracilis untuk jenis bakteri S. Aureus ... 110 8.5. Hasil pengujian antidiabetes dari akar N.gracilis... 112 9.1. Karakteristik sistem nilai masyarakat lokal terhadap N.gracilis ... 116 9.2. Kategori stimulus AMAR N.gracilis bagi penduduk dan pengelola ... 118 10.1. Karakteristik peranan hutan kerangas ... 124 10.2. Beberapa pasal dari peraturan tentang zonasi yang dapat direvisi... 158


(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.1. Diagram alir penelitian yang dilakukan ... 10 1.2. Stimulus, Sikap dan Perilaku Masyarakat Pro Konservasi... 13 1.3. Membangkitkan stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis menjadi stimulus

religius/rela bagi penerapan konservasi hutan kerangas 18 2.1. Diagram profil tegakan hutan kerangas terganggu berat di Hutan

Lindung Desa Guntung Ujung... 34 2.2. Kenampakan dari jenis merapat (Combretocarpus rotundatus) di

hutan kerangas yang terbakar berulang... 35 2.3. Diagram profil tegakan hutan kerangas relatif tidak terganggu di

Trinsing-Butong Muara Teweh ... 41 2.4. Diagram profil tegakan hutan kerangas relatif tidak terganggu di

Gunung Mulu National Park... 45 2.5. Kenampakan tanah di lahan kerangas... 47 3.1. Beberapa jenis Nepenthes di lokasi penelitian... 57 4.1. Hutan Kerangas Desa Guntung Ujung sebagai penyangga kawasan

budidaya pertanian ... 64 4.2. Bulbophylum beccarii ... 66 4.3. Sisa kayu rebah dari pohon Belangiran (Shorea belangeran) ... 67 4.4. Rambuhatap atau jungrahab (Baeckea frutescens) sebagai salah

satu tumbuhan obat dari hutan kerangas ... 68 4.5. Jamur Palawan ... 71 7.1. Pengambilan sampel individu N.gracilis untuk analisis genetika... 93 7.2. Bagan prosedur teknik penanda molekular RAPD ... 96 7.3. Pita DNA dari penanda RAPD pada N.gracilis ... 97 7.4. Diagram hubungan kekerabatan N.gracilis di hutan kerangas ... 99 10.1. Ketidaklengkapan informasi pembentuk stimulus yang dimiliki

penduduk dan pengelola tentang N.gracilis dan hutan kerangas ... 128 10.2. Hubungan sinyal N.gracilis dan stimulus bagi sikap dan aksi

pemanfaatan biodiversitas ... 133 10.3. Diagram alir “tri-stimulus AMAR konservasi”: stimulus, sikap dan

perilaku aksi konservasi ... 135 10.4. Model komunikasi Shanon-Weaver dalam kasus penyampaian


(28)

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kerangas merupakan suatu istilah yang awalnya diberikan suku Dayak Iban terhadap lahan yang berada di dataran rendah sampai zona submotana yang dikarenakan kondisi tanahnya bila ditanami padi maka padinya tidak akan bisa tumbuh. Ditinjau dari sisi tanah maka kerangas di cirikan dengan tanah podsol yang miskin hara dengan material tanah yang kaya akan pasir kuarsa, pH rendah dan kerap memiliki lapisan gambut tipis di atas permukaan tanah. Vegetasi yang tumbuh juga unik dan memiliki karakter khusus sebagai akibat dari adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang terbatas (Bruenig 1995).

Hutan kerangas merupakan hutan yang tumbuh pada tanah humus podsol di daerah dataran rendah beriklim lembab dan panas, yang dicirikan dengan material tanah kaya akan asam silikat, pH rendah, tanah batuan pasir, pasir kuarsa yang miskin hara, sedimen laut dan substrat lainnya yang serupa. Istilah khusus ―kerapah‖ merupakan penamaan lokal terhadap bagian dari hutan kerangas yang kondisi drainase tanahnya tergenang dan memiliki formasi tanah gambut berlumpur/peat bog (Bruenig 1974). Vegetasi yang tumbuh juga terbatas dan memiliki karakter khusus sebagai akibat dari adaptasi terhadap lingkungan yang terbatas (Bruenig 1974, 1995; Proctor 2001).

Kerangas terutama ditemukan di Kalimantan dan Sumatera serta jarang terdapat di Sulawesi dan Papua. Kerangas belum ditemukan di Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil. Biasanya ditemukan pada ketinggian 0-800 m dpl, tetapi juga ditemukan di pegunungan Arfak Papua dengan ketinggian 2400 m dpl (Kartawinata 1978). Proporsi terbesar kerangas terdapat di Kalimantan, di antaranya berada di Serawak, Brunei, sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Informasi mengenai luasan hutan kerangas di Kalimantan seperti yang dikemukan oleh MacKinnon et al. (1997) adalah seluas 6.668.200 ha. Secara peruntukkan hutan kerangas yang terdapat di Indonesia dapat berupa kawasan hutan maupun areal penggunaan lain (APL).

Hutan kerangas mempunyai laju pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang relatif lambat dibandingkan hutan Dipterocarpaceae campuran. Bila hutan/lahan ini mengalami gangguan maka akan sukar untuk pulih kembali. Hutan kerangas yang mengalami kebakaran, laju ketahanan (survival rate) dari semai menuju pancang sangat kecil (3,2%) sebagai akibat tingginya kematian


(29)

2

semai dan lambatnya laju pertumbuhan. Hal yang sama juga terjadi terhadap laju ketahanan tingkat pancang menuju tingkat tiang atau pohon (Riswan 1985). Penanaman kembali menggunakan tumbuhan asli terbukti tidak efektif. Hutan kerangas sangat mudah terdegradasi oleh aktifitas penebangan tak terkontrol dan kebakaran. Bila sekali mengalami degradasi maka akan berkembang menjadi savana terbuka yang disebut sebagai ―Padang‖ (Bruenig 1995). Karena kepekaan dan keterbatasan dari karakteristik floristik maupun tempat tumbuh kawasan hutan kerangas dikategorikan IUCN (The International Union for The Conservation of Nature – World Conservation Union) dengan status vulnerable.

Perkembangan terkini mengindikasikan bahwa kondisi hutan kerangas semakin terdegradasi menjadi lahan terbuka (Onrizal et al. 2005). Hal ini terjadi juga di Desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Struktur hutannya berubah menjadi savana terbuka dan mengarah pada terbentuknya kumpulan tegakan hutan murni dari tingkatan tiang dan pohon jenis merapat (Combretocarpus rotundatus).

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu tindakan konservasi untuk menanganinya. Paradigma baru dalam konservasi adalah bagaimana kita bisa menemukan pengungkit sikap dan aksi konservasi melalui stimulus manfaat suatu sumberdaya atau kawasan. Bila manfaat itu memiliki nilai yang besar bagi masyarakat maka dengan sendirinya masyarakat akan berusaha melindungi dan memelihara kawasan. Nilai manfaat sumberdaya atau kawasan diharapkan dapat menjadi stimulus manfaat yang menginisiasi sikap dan aksi konservasi (Amzu 2007).

Salah satu bentuk sumber daya alam lahan yang terdapat di hutan kerangas dan memiliki potensi untuk menghasilkan nilai manfaat bagi masyarakat adalah tumbuhan kantong semar (Nepenthes spp.). Kantong semar merupakan jenis tumbuhan bawah penangkap serangga yang dikenal dengan sebutan insectivorous species atau pitcher plant. Kantong semar mampu tumbuh secara dominan di tanah yang relatif tidak subur.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang keragaman tumbuhan di hutan kerangas, kantong semar merupakan tumbuhan bawah selalu terdapat di habitat hutan kerangas (Kissinger 2002; Onrizal 2004). Jenis kantong semar yang paling banyak ditemukan dari berbagai tipe hutan kerangas adalah Nepenthes gracilis (Kissinger 2006; Onrizal et al. 2005; Mansur 2007). Sebaran tumbuh jenis


(30)

3

N.gracilis secara geografis cukup luas dan terdapat baik di Kalimantan, Sumatera, Malaysia dan Sulawesi. Jenis ini tumbuh di lahan terbuka, semak, belukar dan di bawah kanopi hutan kerangas yang rendah. N.gracilis umumnya tumbuh pada ketinggian di bawah 100 m dpl. dan jarang ditemukan pada ketinggian di atas 1200 m dpl (Adam et al. 1992).

Hasil penelitian tentang aspek pemanfaatan tumbuhan kantong semar mengungkapkan bahwa di desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, dulunya kantong semar digunakan penduduk secara umum sebagai pembungkus makanan, prosesnya beras dimasukan dalam kantong lalu direbus menjadi seperti lontong. Beberapa penduduk menggunakan batangnya sebagai tali, cairan dalam kantong tertutup dijadikan sebagai tetes mata, obat mag dan batuk, sedangkan air rebusan akarnya digunakan sebagai obat diabetes. Pemanfaatan tersebut saat ini sangat jarang dilakukan penduduk karena adanya barang subtitusi berupa obat modern (Kissinger 2007).

Mansur (2006) melaporkan bahwa cairan dalam kantong muda Nepenthes yang masih tertutup dapat digunakan sebagai obat mata, batuk dan mengobati kulit terbakar, sedangkan air rebusannya digunakan sebagai obat sakit perut, disentri dan demam. Di India, cairan dalam kantong tertutup digunakan masyarakat lokal Khasi dan Garos sebagai obat tetes untuk mata merah, mata gatal, katarak dan rabun senja. Kantong tertutup beserta isinya dibuat dalam bentuk pasta dipergunakan untuk berbagai penyakit kulit, termasuk di antaranya penyakit kusta/lepra dan terkadang dicampur dengan beer beras untuk mengurangi permasalahan kemih dan blockages. Kantong terbuka beserta isinya juga dibuat dalam bentuk pasta dan dicampur dengan air untuk diberikan kepada penderita kholera (Kumar et al. 1980; Bhau et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat lokal tentang etnobotani dalam pemanfaatan kantong semar sudah berlangsung lama dan tersebar di berbagai etnis, sehingga perlu dikembangkan dan ditingkatkan dengan pendekatan teknologi modern agar kekayaan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan kantong semar ini dapat bertahan dan dapat ditingkatkan nilai tambahnya.

Bioprospeksi mengandung pengertian suatu proses menemukan manfaat atau nilai tambah manfaat baik berupa materi atau jasa dari sumberdaya alam biologi (biodiversitas). Potensi manfaat dan karakteristik ekologi N.gracilis menjadikan tumbuhan ini dapat dijadikan salah satu prioritas aksi konservasi. Bioprospeksi merupakan pilihan pengelolaan alam berbasis penggalian


(31)

4

pemanfaatan sumberdaya terhadap hutan kerangas. Pilihan pengelolaan ini bila diatur dengan baik akan berpotensi menjadi pilihan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pendekatan pengelolaan hutan kerangas berbasis bioprospeksi dan pengembangan pemanfaatan sumber daya hutan merupakan bentuk pengelolaan yang sejalan dengan paradigma baru konservasi keanekaragaman hayati.

Belajar dari masyarakat tradisional pelaksana konservasi yang identik dengan suatu sistem pemanfaatan berkelanjutan dari sumberdaya hutan, individu masyarakatnya memiliki nilai-nilai yang telah menjadi stimulus untuk sikap dan aksi konservasi. Stimulus yang terbentuk dalam memperlakukan sumberdaya hutan dapat dikategorikan menjadi tiga (tri-stimulus AMAR), yaitu: stimulus alamiah (nilai dan karakter bio-ekologi), stimulus manfaat (nilai dan karakter sosial ekonomi seperti manfaat obat), dan stimulus religius atau rela (nilai dan karakteristik keagamaan dan budaya). Masyarakat tradisional pelaksana konservasi paham betul secara empiris akan karakteristik bio-ekologi sumberdaya hutan, mereka merasakan manfaat penting dari sumberdaya hutan, dan mereka senantiasa mengharmoniskan hubungan antara keberadaan dan manfaat sumber daya dengan nilai religius yang mereka miliki. Pemahaman mendalam akan nilai-nilai tersebut menjadi tri-stimulus AMAR yang mendorong kerelaan untuk bersikap dan berperilaku konservasi. Masyarakat tradisional menjadikan kondisi bio-ekologi sumberdaya hutan sebagai nilai kebenaran yang menjadi stimulus alamiah yang tertanam dalam setiap individu. Stimulus manfaat muncul dari nilai-nilai kepentingan untuk individu atau masyarakat, di antaranya seperti manfaat ekonomi, pangan, obat, energi, jasa lingkungan, terhindar dari hukuman, sanksi, denda, bencana. Sedangkan stimulus religius muncul dari nilai-nilai religius, kebaikan, ganjaran dari Pencipta, nilai-nilai spiritual, nilai-nilai agama yang universal, moral, kepuasan batin, kearifan budaya dan lain-lain (Amzu 2007).

Bioprospeksi hutan kerangas melalui N.gracilis merupakan upaya untuk mengidentifikasikan secara komprehensif dan menjadikan N.gracilis sebagai stimulus konservasi. Stimulus yang dimaksud berkaitan dengan potensi nilai-nilai yang kita dapatkan dari kantong semar baik nilai potensi ekonomi, nilai ekologi, sosial budaya, maupun nilai religi atau kepercayaan.

Penelitian ini berupaya mengeksplorasi dan mengidentifikasikan nilai penting dari N.gracilis sebagai stimulus konservasi di hutan kerangas. Stimulus yang diidentifikasi berupa stimulus alamiah dan stimulus manfaat. Pelaksanaan


(32)

5

penelitian mengarah pada karakterisasi terhadap kondisi ekologis hutan kerangas terkait dengan keberadaan N.gracilis (potensi dan sebaran efektif potensi alamiah berdasarkan habitat preferensial, beberapa karakteristik ekologis hutas kerangas berdasarkan tingkatan gangguan yang terjadi), kandungan fitokimia, toksisitas bahan, kapasitas antibakteri dan antidiabetes dari beberapa bagian tumbuhan (cairan, batang, daun, akar dan kantong), keragaman genetika, perkembangan pemanfaatan tumbuhan N.gracilis dan potensi biodiversitas tumbuhan lainnya dari hutan kerangas, serta deskripsi prasyarat-prasyarat menyangkut kerelaan dalam pemanfaatan berkelanjutan N.gracilis di hutan kerangas.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya menyangkut kondisi terkini hutan kerangas Desa Guntung Ujung yang tidak dikelola baik dan terdegradasi, menyebabkan fungsi hutan lindung sebagai kawasan pelestarian biodiversitas dan pengaturan fungsi hidroorologis menjadi tidak berfungsi baik. Sementara itu riset menyangkut konservasi hutan kerangas relatif sedikit, terutama yang terkait dengan bidang etnobotani, potensi senyawa kimia dan bioaktifitas tumbuhan dan keragaman genetika populasi.

Terdegradasinya hutan kerangas tersebut setelah dikaji lebih lanjut disebabkan kekurangpedulian masyarakat dan beberapa pihak berwenang terhadap kelestarian hutan kerangas. Pemicu dari kekurangpedulian tersebut di antaranya disebabkan oleh kekurangtertarikan (interest yang kurang) sebagai dampak dari ketidakmampuan mengeksplorasi pemanfaatan optimal dari hutan kerangas dan belum bisa mengidentifikasi secara kongkret kerugian yang ditimbulkan bila hutan kerangas tersebut terdegradasi. Diskontinuitas sistem nilai yang dimiliki masyarakat secara umum serta intervensi sistem nilai baru yang tidak sesuai dengan karakteristik alamiah suatu komunitas merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi sikap kekurangpedulian dan kegagalan dalam mengelola komunitas hutan kerangas.

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu pendekatan membangun stimulus yang dapat dimulai dari nilai manfaat dan nilai alamiah, sehingga penerapan konservasi terhadap hutan kerangas dapat dilakukan. Diharapkan dari stimulus manfaat dan alamiah akan mendorong pemaknaan kembali secara komprehensif stimulus religius bagi para pihak yang berkaitan dengan aktifitas konservasi di hutan kerangas. Berdasarkan analisis potensi


(33)

6

pemanfaatan biodiversitas yang informasinya didapatkan dari masyarakat setempat serta studi literatur, didapatkan bahwa salah satu potensi tumbuhan yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut dengan muatan teknologi yang relatif lebih ramah lingkungan dan non timber oriented adalah dengan memanfaatkan tumbuhan N.gracilis secara berkelanjutan.

Permasalahan yang berkembang adalah potensi N.gracilis belum dimanfaatkan secara optimal dan belum bernilai ekonomis. Di sisi lain kondisi keberadaan terkini menyangkut perkembangan pemanfaatan, potensi, sebaran alamiah, keragaman genetika dan tingkat produktivitas kantong dan bioaktivitas, belum banyak teridentifikasikan dan terdeskripsikan secara komprehensif, sehingga upaya pelestarian berbasiskan nilai manfaat yang berkelanjutan dari N.gracilis atau hutan kerangas secara keseluruhan belum dapat dilakukan.

Kajian karakteristik dari beberapa aspek ekologi (potensi dan habitat preferensial), bioaktivitas, keragaman genetika, etnobotani, jasa ekosistem dan prasyarat pemanfaatan berkelanjutan tumbuhan N.gracilis menjadi permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian hingga akan menjadi suatu pengetahuan baru dalam konservasi hutan kerangas.

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini merupakan rincian permasalahan yang dijawab dari penelitian yaitu:

1. Bagaimanakah perkembangan dan karakteristik ekologis hutan kerangas berdasarkan tingkat gangguan yang terjadi?

2. Bagaimanakah habitat preferensi tumbuhan N.gracilis dan potensi populasi N.gracilis pada habitat hutan kerangas? Berapakah produktivitas jumlah kantong atau rata-rata jumlah kantong pada tiap individu tumbuhan N.gracilis yang tumbuh di habitat hutan kerangas?

3. Bagaimanakah peran hutan kerangas terhadap lingkungan sekitar? 4. Bagaimanakah peran N.gracilis terhadap lingkungan sekitar?

5. Bagaimanakah potensi biodiversitas hutan kerangas sebagai sumber tumbuhan berkhasiat obat dan potensi penggunaan lainnya? Informasi apa saja yang didapatkan dari pengetahuan masyarakat menyangkut pemanfaatan N.gracilis dan potensi biodiversitas tumbuhan lainnya di hutan kerangas? Sampai sejauh mana perkembangan pemanfaatan tersebut dilakukan oleh masyarakat hingga saat ini?


(34)

7

6. Bagaimanakah keragaman genetika N.gracilis di dalam dan di antara populasi hutan kerangas?

7. Apakah N.gracilis memiliki potensi bioaktifitas sebagai bahan obat?

8. Sehubungan dengan karakteristik alamiah dan nilai manfaat dari hutan kerangas dan N.gracilis, bagaimanakah sikap konservasi masyarakat (penduduk lokal dan pengelola) terhadap hutan kerangas dan N.gracilis? 9. Bagaimana strategi konservasi hutan kerangas

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji potensi bioprospeksi hutan kerangas dan N.gracilis untuk membangun stimulus konservasi. Tujuan penelitian secara rinci adalah:

1. Menguraikan perkembangan dan karakteristik ekologi hutan kerangas. 2. Menguraikan habitat preferensi N.gracilis di hutan kerangas.

3. Menerangkan peran hutan kerangas terhadap lingkungan (jasa ekosistem atau ecosystem service hutan kerangas).

4. Menerangkan peran N.gracilis dari hutan kerangas terhadap lingkungan. 5. Menerangkan keanekaragaman tumbuhan obat dan pemanfaatan

biodiversitas oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan kerangas.

6. Mendapatkan deskripsi dan analisis dari keragaman genetika di dalam populasi dan antar populasi N.gracilis di hutan kerangas.

7. Menguji bioaktifitas bagian tumbuhan seperti cairan dalam kantong, batang, daun, akar dan kantong N.gracilis berdasarkan hasil analisis fitokimia, tokisisitas, kapasitas antibakteri dan antidiabetes.

8. Menerangkan sikap konservasi masyarakat dan pengelola terhadap N.gracilis di hutan kerangas

9. Merumuskan strategi konservasi hutan kerangas E. Manfaat dan Luaran Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian adalah:

1. Memberikan solusi permasalahan konservasi kawasan dan biodiversitas pada komunitas hutan kerangas. Penelitian bioprospeksi selaras dengan paradigma baru konservasi yang memanfaatkan secara optimal suatu kawasan dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, sehingga dapat menjadi alternatif pemecahan masalah dalam pengelolaan hutan kerangas. 2. Memperkaya roadmap hasil riset peneliti yang merupakan pengembangan


(35)

8

penelitian di antaranya: pola tangkap N.gracilis terhadap serangga, pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan pengobatan tradisional masyarakat sekitar hutan kerangas, karakteristik beberapa parameter iklim dan tanah hutan kerangas), inisiatif penelitian juga terbentuk dari hasil diskusi dan konsultasi dari peneliti dan pemerhati konservasi hutan kerangas yang jumlahnya relatif sedikit di Indonesia, serta merupakan follow up hasil penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 2002 (hasil karya tesis Pasca Sarjana IPB Bogor)

3. Dapat dikembangkan menjadi suatu model tindakan pro aktif dalam konservasi lahan kerangas dengan memperhatikan potensi dan peluang yang ada serta mampu melakukan action yang cepat, tepat dan terarah pada sasaran. Kemampuan tumbuhan ini menghasilkan bioaktifitas berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga secara tidak langsung mereka akan berusaha menjaga kelestarian kawasan hutan kerangas sebagai habitat alami dari N.gracilis.

4. Meningkatkan informasi menyangkut potensi dan nilai penting dari keanekaragaman hayati (biodiversitas) tumbuhan di Indonesia.

Luaran penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Potensi dan deskripsi keragaman genetika N.gracilis dalam dan antar populasi hutan kerangas

2. Bahan alam N.gracilis dengan kapasitas antibakteri dan antidiabetes

3. Konsep penerapan bioprospeksi untuk mendukung konservasi atau pemanfaatan berkelanjutan hutan kerangas

4. Strategi konservasi hutan kerangas F. State of the Art Penelitan

Mengingat fungsi dan peran hutan kerangas yang sangat besar dalam perlindungan lingkungan, sementara di sisi lain berbagai bentuk gangguan seperti aktifitas penambangan pasir kuarsa, pasir batu, pemungutan kayu dan hasil hutan lainnya, kebakaran hutan dan lahan serta konversi lahan telah mengakibatkan kondisi hutan sekarang terdegradasi (Kissinger 2007), menuntut tindakan konservasi dalam penanganannya. Tindakan pengelolaan yang tepat terhadap lahan kerangas merupakan hal yang sifatnya mendesak, yang sebagian kawasannya merupakan hutan lindung.

Salah satu persyaratan penting dalam konservasi tumbuhan adalah terpetakannya keragaman genetika populasi dari suatu spesies.


(36)

9

Teridentifikasikannya status genetika dari populasi akan mengarahkan kita pada tindakan konservasi yang harus diperbuat. Beberapa peneliti di Asia seperti Malaysia, Singapura, Thailand, India telah memulai meneliti keragaman genetika populasi dari beberapa jenis kantong semar untuk kepentingan konservasi (Chaveerach et al. 2006; Anuniwat et al. 2009; Bhau et al. 2009)

Mengangkat nilai manfaat tentang suatu kawasan adalah alternatif pemecahan masalah dalam mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan suatu kawasan atau pelestarian lingkungan dan biodiversitas. Sehubungan dengan hal tersebut, kajian-kajian tentang pemanfaatan sumberdaya yang lestari dan ramah lingkungan sangat diperlukan. Salah satu potensi sumberdaya yang terdapat dalam lahan kerangas adalah kantong semar (N.gracilis).

Berbagai bentuk pengobatan tradisional masyarakat yang menggunakan cairan dari kantong semar tertutup dan akar kantong semar untuk pengobatan (Kissinger 2007). Penelitian lain di India, secara tradisional masyarakat menggunakan cairan tertutup dan terbuka, serta kantongnya untuk pengobatan berbagai penyakit (Bhau et al. 2009). Kandungan alkaloid, pH hampir netral, tidak terdapatnya kuman menunjukkan bahwa kantong semar memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan alam untuk pengobatan.

Roadmap riset sangat penting terutama terkait dengan kompetensi berbasis sumberdaya lokal dengan muatan aspek konservasi yang berperan dalam pelestarian lingkungan dan biodiversitas. Pendekatan konservasi jenis sangat berpotensi dalam keberhasilan konservasi kawasan. Pelestarian tumbuhan kantong semar (N.gracilis) sangat penting mengingat potensinya sebagai bahan obat alami dapat dikembangkan menjadi produk pengobatan dari bahan alam, sehingga bilamana hasil penelitian bioprospeksi ini diimplementasikan, maka memiliki peluang untuk meningkatkan ekonomi terutama bagi masyarakat sekitar hutan kerangas maupun pelaku lainnya yang berkompeten dengan produk pengobatan dari bahan alam. Peningkatan potensi nilai manfaat melalui kegiatan bioprospeksi akan meningkatkan upaya konservasi tumbuhan dan kawasan hutan kerangas.

Diagram alir penelitian yang dilakukan tentang bioprospeksi hutan kerangas melalui N.gracilis terdeskripsikan pada Gambar 1.1.


(37)

10

Gambar 1.1 Diagram alir penelitian yang dilakukan. -Penambangan pasir

kuarsa,pasir batu

-Pembabatan pohon

-Kebakaran hutan/lahan

-Konversi lahan

Fungsi lindung sebagai daerah penyangga kawasan sekitar, resorvoir air alami dalam mencegah banjir Jasa lingkungan: produksi O2, carbon stock, iklim

mikro, menjaga kestabilan lingkungan sekitar dari kerusakan terutama lahan produktif masyarakat Fungsi pemanfaatan terbatas hasil hutan kayu dan non kayu serta gene pool

Perubahan kondisi ekologi hutan kerangas

Tidak atau terganggunya fungsi hutan/kawasan

Potensi di hutan kerangas

Hutan Kerangas

Tindakan konservasi

Menemukan nilai manfaat

optimal kawasan hutan

Hutan Kerangas

Terdegradasi

Paradigma baru konservasi

Manfaat kawasan atau lahan, jasa lingkungan, flora & fauna (hasil hutan

kayu dan non kayu) Pemanfaatan ramah

lingkungan, non/ low destrucsion

Non timber oriented, (HHBK) bernilai ekonomis

tinggi dan applicable

Bioprospeksi

Kantong semar

N.gracilis

Ekstraksi bahan alam

Uji aktifitas Potensi tumbuhan

Identifikasi habitat preferensi

N.gracilis

Perlindungan dan pemanfaatan

Bioaktivitas antibakteri dan antidiabetes

Strategi Konservasi Hutan Kerangas

Peningkatan pengetahuan dan terfasilitasinya pemanfaatan berkelanjutan oleh masyarakat

Pelestarian tumbuhan

Keragaman genetika populasi


(38)

11

State of the art dari bidang yang diteliti adalah perwujudan/implementasi program hasil riset yang telah dilakukan sebelumnya (tesis, penelitian dan program pengabdian masyarakat) dalam bidang konservasi tumbuhan dan kawasan hutan yang selanjutnya diintegrasikan dengan aspek keilmuan lainnya untuk mendapatkan formulasi tepat dalam pelestarian biodiversitas dan lingkungan serta konservasi kawasan hutan untuk mendukung peningkatan perekonomian masyarakat. Diharapkan ke depan informasi bioaktifitas seperti antibakteri dan antidiabetes berbahan dasar kantong semar, akan dapat mengeliminir kerusakan hutan menuju terwujudnya kelestarian fungsi dari hutan kerangas dan dapat dikembangkan sebagai contoh pengoptimalan hasil hutan lainnya yang lestari, ramah lingkungan dan memiliki kontribusi nilai ekonomis bagi masyarakat.

G. Kerangka Pemikiran

Sikap sangat besar pengaruhnya dan menentukan perilaku manusia. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor dari luar berupa stimulus. Individu menanggapi lingkungan luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima, mana yang akan ditolak atau tidak direspon, yaitu tidak menjadi stimulus. Segala sesuatu yang telah ada dalam komponen

cognitive dan affective pada diri individu dalam menanggapi stimulus dari luar sangat menentukan apakah suatu stimulus dapat diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu. Selain kemampuan faktor individu, stimulus itu sendiri harus kuat sehingga mampu diorganisir dan diinterpretasikan oleh individu bersangkutan (Rosenberg and Hovland 1960; Krech et al. 1962).

Pengertian sinyal dalam penelitian ini adalah ―fenomena‖ atau ―gejala‖, yang diperlihatkan oleh komponen ekosistem hutan yang mengandung informasi bagi individu. Stimulus adalah sinyal yang dapat menjadi perangsang masyarakat untuk bersikap terhadap sesuatu. Sinyal atau fenomena merupakan informasi yang dapat membangun stimulus. Stimulus ini akan membentuk sikap dan aksi dengan beberapa prasyarat tertentu yang harus dipenuhi.

Sikap ini berisikan komponen setidak-tidaknya berupa cognitive (komponen perseptual seperti pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain), affective (komponen emosional seperti: senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan lain-lain) dan overt actions (komponen perilaku, atau


(39)

12

kecenderungan bertindak terhadap obyek atau fenomena). Jadi sikap itu merupakan organisasi pendapat dan keyakinan seseorang mengenai objek yang disertai adanya pikiran dan perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau bertindak dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap merupakan kecenderungan bertindak (tend to act), kesediaan bereaksi atau berbuat terhadap sesuatu hal dalam masyarakat dan menunjukkan bentuk, arah, dan sifat sebagai refleksi dari nilai-nilai yang dimiliki satu-kesatuan masyarakat (society as a whole) atau menunjukkan bentuk, arah, dan sifat yang merupakan dorongan, respon dan refleksi dari stimulus. (Rosenberg dan Hovland, 1960; Krech et al. 1962).

Tabel 1.1 merupakan beberapa contoh informasi tentang sinyal-sinyal alam yang ditangkap oleh kelompok individu atau kelompok masyarakat tertentu menjadi stimulus bagi sikap dan selanjutnya menjadi informasi untuk bertindak atau beraksi.

Tabel 1.1 Beberapa contoh informasi kejadian alam sebagai stimulus Sumber Informasi untuk

stimulus (variabel bebas)

Kelompok yang dituju

Makna informasi jadi stimulus bagi sikap

Informasi untuk bertindak (variabel tak bebas) 1. Suara monyet Pemburu Kehadiran monyet Dekati, jerat atau tembak 2. Cahaya merah terang di

langit saat matahari terbenam

Pelaut Besok hari akan cerah dan baik

Berangkat untuk melaut

3. Banyak binatang mengungsi turun dari gunung

Masyarakat sekitar gunung

Gunung segera akan meletus

Segera mengungsi menjauhi gunung ke tempat aman 4. Air laut di pantai surut

drastis dan banyak ikan terdampar

Masyarakat pinggir pantai

Bencana tsunami segera akan terjadi

Segera berlari menjauhi pantai ke tempat aman 5. Buah kedawung

menghitam di pohonnya

Masyarakat pendarung kedawung

Buah kedawung masak dan siap dipanen

Segera memanen buah kedawung

6. Di hutan alam taman nasional hanya ada pohon-pohon kedawung berdiameter besar Pengelola dan masyarakat pendarung Proses regenerasi terhambat, pohon kedawung akan langka dan bahkan punah

Lakukan segera pengayaan atau

penanaman kedawung di hutan taman nasional Sumber: Amzu (2007).

Data yang ditampilkan pada Tabel 1.1 di atas mengandung pengertian bahwa suatu sinyal adalah mengandung informasi, apabila informasi tersebut dapat diketahui, diinterpretasi, dipahami dan disadari oleh individu atau kelompok masyarakat yang dituju, maka sinyal akan berkembang menjadi stimulus. Stimulus yang kuat akan mendorong terbentuknya sikap. Selanjutnya stimulus-sikap kemudian akan memberikan informasi untuk bertindak atau beraksi. Kalau semua proses ini dapat terjadi dan berlangsung baik dalam suatu kelompok


(40)

13

masyarakat tertentu tersebut, maka barulah tindakan atau aksi yang diinginkan sesuai dengan bentuk, arah dan sifat stimulus akan dapat terwujud dengan baik.

Amzu (2007) merumuskan bahwa secara garis besar stimulus yang dimiliki individu atau masyarakat tradisional pelaksana konservasi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus religius/rela (tri-stimulus AMAR). Kristalisasi tri-stimulus AMAR tersebut yang mendorong masyarakat tradisional untuk rela bersikap dan berperilaku konservasi. Penjelasan mengenai 3 stimulus AMAR dapat dicontohkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Stimulus, Sikap dan Perilaku Masyarakat Pro Konservasi (Amzu, 2007).

Komponen sikap cognitive pada dasarnya berupa rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen sikap affective (subjektif) cenderung membangkitkan emosional baik suka maupun sedih atau tidak suka terhadap suatu stimulus yang merangsang untuk berbuat atau bertindak. Komponen sikap yang ketiga behavioral/tend to act adalah kecenderungan bertindak nyata yang merupakan operasional dan kristalisasii komponen cognitive dan affective.

Khusus dalam penelitian ini, yang dimaksud sinyal adalah fenomena atau kejadian yang diinformasikan atau ditunjukkan oleh N.gracilis yang dapat menjadi stimulus bagi sikap masyarakat untuk aksi konservasinya. Sinyal baru dapat berkembang menjadi stimulus apabila dapat ditangkap, dipahami dan disadari oleh komponen sikap.

Tri-Stimulus AmarKonservasi

Stimulus Alamiah :

Nilai-nilai ―kebenaran‖ dari alam, kebutuhan keberlanjutan, sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya

Stimulus Manfaat :

Nilai-nilai ―kepentingan‖ untuk manusia: manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis/ ekologis, terhindar dari hukuman, bencana

Stimulus Religius/Rela : Nilai-nilai ―kebaikan‖ terutama ganjaran dari Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal,ridha Tuhan, pahala, kebahagiaan, kearifan budaya tradisional, kepuasan batin dan lainnya Sikap konservasi Cognitive Persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan Affective Emosi, senang-benci, dendam, sayang, cinta dll.

Overt action Kecenderungan bertindak Perilaku Aksi Konservasi Konservasi


(41)

14

Pengertian cognitive dalam sikap tidak hanya mencakup tentang pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan stimulus, melainkan juga mencakup beliefs atau kepercayaan tentang hubungan antara stimulus itu dengan sistem nilai yang ada dalam diri individu (Amzu 2007). Pemahaman tentang sistem nilai dalam suatu masyarakat tradisional atau masyarakat kecil sekitar hutan yang relevan dengan penelitian ini yang juga pernah di acu oleh Amzu (2007) antara lain:

1) Nilai ekonomi

Nilai ini berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang bahkan menjadi pegangan banyak orang, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai, baik pada tingkat individu, kelompok maupun masyarakat. Kehadiran nilai ini mendorong manusia bersikap realistik, baik menentukan tujuannya maupun dalam menentukan standar tingkat kepuasan yang ingin diperoleh. Nilai ini relatif mudah diamati dan diukur sehingga sering dikaitkan ―harga‖ padanya (Siagian, 2004). Nilai varietas tumbuhan tradisional seperti tumbuhan dan hewan yang kurang dikenal akan tetapi mempunyai nilai nutrisi atau tumbuhan obat yang dipanen dari hidupan liar ternyata dapat menyediakan basis ekonomi yang penting bagi masyarakat membantu mereka untuk menyangga dan menopang hidupnya di kala rawan pangan.

2) Nilai sosio-budaya

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hidup sendiri tetapi dikelilingi oleh komunitas dan alam semesta sekitarnya. Manusia harus memelihara hubungan baik dengan sesamanya, cinta kepada sesama, cinta dan rela berkorban untuk hak-hak generasi mendatang, mengutamakan kepentingan bersama ketimbang kepentingan pribadi, bersifat harmoni dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungan alam. Hal ini merupakan contoh nilai-nilai sosial-budaya yang penting. Nilai sosial-budaya sangat perlu ditanamkan, dikembangkan dan dipupuk dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat karena akan memperlancar segala usaha dan kebersamaan dalam komunitas, untuk mencapai tujuan bersama (Siagian 2004).

3) Nilai sosio-ekologi

Manusia hidup sangat tergantung kepada keberlanjutan sediaan sumberdaya alam dalam jangka panjang. Manusia secara fisik biologis merupakan bagian dari ekosistem alam di bumi ini. Manusia tidak dapat


(42)

15

hidup tanpa terpeliharanya sistem lingkungan alam yang sehat dan berkelanjutan, seperti terpeliharanya fungsi ekosistem hutan untuk stabilisasi fungsi-fungsi hidrologis, daur oksigen, perlindungan kesuburan tanah dan longsor, menjaga stabilitas iklim, perlindungan keanekaragaman hayati, menjaga kesimbangan lingkungan, dan lain-lain. Kesemua ini merupakan contoh nilai-nilai ekologis yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia sepanjang masa. Nilai ekologis ini sangat erat hubungannya dan saling mendukung dengan nilai-nilai sosial, yang merupakan motivator untuk melakukan aksi bersama mencapai tujuannya, seperti halnya tujuan konservasi (McNeely 1992). Cara bagaimana masyarakat melestarikan dan memanipulasi kekompleksan keanekaragaman hayati dan ekosistem memberi kontribusi kepada ketahanan ekosistem dan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menanggulangi perubahan lingkungan.

4) Nilai religius

Nilai-nilai religius menempati peringkat yang sangat tinggi dalam kehidupan seorang yang beradab. Dikatakan demikian karena nilai-nilai religius berkaitan dengan kebenaran Ilahi yang bersifat absolut yang berangkat dari dan bermuara pada hak asasi manusia yang paling asasi, yaitu hubungan seseorang dengan Penciptanya. Sesungguhnya nilai religius tidak semata-mata berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang, akan tetapi tercermin juga dalam kehidupan sehari-hari seperti menjunjung tinggi nilai-nilai luhur tertentu, seperti kejujuran, kesediaan berkorban, kesetiaan dan lain sebagainya (Siagian 2004). Nilai-nilai religius inilah merupakan motivator utama dalam sejarah kehidupan umat manusia yang hidup dimasa hayat nabi-nabi yang telah menjadi stimulus yang efektif dalam membangun sikap dan perilaku manusia di zaman itu.

Keterputusan suatu ―sistem nilai‖ yang sudah mengakar di masyarakat secara turun temurun dengan ―sistem nilai‖ baru yang diterapkan, seperti yang dibahas dalam ―teori sistem nilai‖ yang dikemukan oleh Ndraha (2003) yang diacu Amzu (2007), akan menimbulkan discontinuity, inconsistency, disparity dan distorsion. Sesuatu yang terpenting mungkin bukan yang terbaik, sementara yang terbaik belum tentu yang paling benar. Jadi yang ideal adalah, jika suatu hal merupakan yang terpenting, terbaik, dan juga terbenar. Kombinasi dari berbagai kategori nilai terpenting, terbaik dan terbenar pada skala masing-masing itulah yang membentuk sistem nilai dan titik temu.


(43)

16

Tumbuhan dan habitat serta budaya masyarakat tak dapat dipisahkan satu sama lain sebagai satu kesatuan utuh kehidupan manusia sejak awal keberadaannya di muka bumi. Suatu spesies tumbuhan yang banyak berinteraksi dengan manusia dalam jangka waktu yang panjang, diyakini konservasi dan bioekologinya banyak terkait dengan sikap dan perilaku manusia. Konservasi atau keberlanjutan suatu spesies dapat terjadi apabila sikap dan perilaku manusia tersebut sesuai dengan kebutuhan hidup spesies itu di alam. Artinya konservasi N.gracilis dapat berlangsung apabila sinyal N.gracilis dari hutan kerangas yang menginformasikan manfaat dan karakteristik alamiah telah dapat ditangkap dan dipahami oleh masyarakat maupun pengelola menjadi stimulus atau pendorong sikap penduduk maupun sikap pengelola untuk aksi pelestarian. Amzu (2007) mengemukan bahwa pengetahuan, pengalaman dan budaya tentang sumberdaya hutan sayangnya tak dapat berkelanjutan karena adanya terjadi proses intervensi yang mengakibatkan kehidupan saat ini kehilangan arah, terjadi pemutusan kelanjutan evolusi genetika, dan kurangnya pemahaman oleh generasi muda (diskonektivitas). Salah satu kegagalan manusia dalam berinteraksi dengan alam tumbuhan adalah karena manusia tidak memahami kedudukan serta makna rahasia alam tumbuhan dan hewan serta habitatnya dalam rangka kepentingan untuk keberlanjutan hidup manusia itu sendiri.

Sinyal yang umumnya termudah ditangkap atau terintroduksi dalam komponen affective dan cognitive adalah kemanfaatan atau nilai guna suatu obyek atau fenomena (dalam hal ini N.gracilis di hutan kerangas). Dasar teori yang digunakan adalah teori perubahan sikap yang dikemukakan oleh Rosenberg tentang affective-cognitive consistency atau teori 2 faktor. Teori ini mengungkapkan hubungan yang konsisten antara komponen affective dan cognitive. Pada umumnya dalam upaya perubahan sikap, orang akan mengubah dulu komponen cognitive baru komponen affective akan berubah, tetapi Rosenberg mencoba merubah sikap melalui komponen affective dulu seperti perasaan senang dan perasaan positif tentang suatu sinyal dari fenomena atau gejala, bila komponen affective telah terbentuk (perasaan, emosi) maka akan merubah pula komponen cognitive, hingga akhirnya akan merubah sikap (Secord and Backman 1968).

Diperolehnya nilai manfaat berkelanjutan memerlukan pendekatan pemahaman tentang sinyal dari karakteristik alamiah dan manfaat sumber daya hutan agar terbentuk pemaknaan secara benar, penting dan baik terhadap alam


(44)

17

tumbuhan, hewan, habitatnya maupun mekanisme potensi pemanfaatannya. Pemaknaan secara benar, penting dan baik tentang sumberdaya hutan harus dapat melekat kembali pada generasi sekarang. Hal ini penting mengingat adanya diskonektifitas pemahaman pengetahuan yang terjadi pada masyarakat lokal sekarang.

Nilai manfaat berkelanjutan ini akan menjadi stimulus sikap efektif yang menjadi informasi untuk aksi konservasi yang harmoni terhadap dunia tumbuhan dan habitatnya. Nilai manfaat berkelanjutan akan menjadi mendorong kerelaan berkorban untuk konservasi. Penelitian ini memfokuskan kepada masalah stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis yang dapat mendorong dan terkait erat dengan sikap masyarakat untuk aksi konservasi spesies N.gracilis dan konservasi kawasan hutan kerangas. Nilai manfaat berkelanjutan harus dimaknai secara komprehensif sehingga proses konservasi yang berlangsung tidak bersifat sesaat dan dapat menstimulasi sikap dan tindakan konservasi berlangsung dengan baik.

Deskripsi teoritis tentang upaya membangkitkan stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis di hutan kerangas untuk penerapan konservasi adalah seperti tergambarkan dalam Gambar 1.3.


(45)

18

Gambar 1.3 Membangkitkan stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis menjadi stimulus religius/rela bagi penerapan konservasi hutan kerangas. Konservasi N.gracilis dapat terwujud apabila sinyal dari N.gracilis dapat ditangkap sebagai stimulus manfaat berkelanjutan untuk dapat bertindak positif terhadap konservasi N.gracilis atau hutan kerangas. Topik disertasi ini dipilih berdasarkan pada pengalaman peneliti sejak kecil tinggal di lingkungan kerangas dan meneliti N.gracilis selama lebih 8 tahun. Peneliti meyakini bahwa berbagai sifat atau karakter tumbuhan obat N.gracilis dapat menjadi stimulus bagi masyarakat untuk bersikap konservasi terhadap hutan kerangas.

Enhancing connectivity

Prasyarat: hak untuk mengelola, penegakan hukum Barrier or

Buffer from

Kantong semar (N.gracilis) di hutan kerangas

Intervensi teknologi dan budaya luar

Prasyarat: sinyal dapat ditangkap dan dipahami oleh komponen cognitive dan affective dari setiap individu menjadi stimulus Sinyal yang secara umum termudah untuk terintroduksi dan dipahami komponen cognitive dan affective adalah informasi

manfaat yang berkembang menjadi stimulus manfaat

Perlu dibangkitkan dan ditingkatkan informasi manfaat, bio-ekologi dan implementasinya secara logis dan empiris

diskonektivitas

Stimulus manfaat dan alamiah bagi sikap masyarakat Stimulus manfaat dan alamiah tidak ditangkap oleh masyarakat

Diarahkan/dididik Didampingi/fasilitasi

Prasyarat: kejelasan property right, perundangan atau aturan main

Mendorong pemahaman kembali stimulus religius dan menstimulir kerelaan maupun kebutuhan serta kepentingan untuk bersikap konservasi

SIKAP DAN AKSI KONSERVASI


(1)

RINGKASAN

KISSINGER. Bioprospeksi Hutan Kerangas: Analisis Nepenthes gracilis Korth. sebagai Stimulus Konservasi. Dibimbing oleh ERVIZAL AM. ZUHUD, LATIFAH K. DARUSMAN and ISKANDAR Z. SIREGAR

Hutan kerangas merupakan tipe hutan yang tumbuh pada kondisi tapak yang terbatas, terutama faktor tanahnya ekstrim yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Kerentanan hutan kerangas terhadap gangguan menyebabkan perlunya tindakan konservasi hutan kerangas yang strateginya perlu dirancang dengan baik melalui pemanfaatan nilai-nilai yang terkandung di dalamnyadan berbagai perannya serta tingkat kepentingan hutan kerangas tersebut. Pemeliharaan fungsi keanekaragaman hayati hutan kerangas dan menjaga kelestarian pemanfaatannya melalui bioprospeksi (prospek biodiversitas) merupakan dua faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam upaya konservasi hutan kerangas. N.gracilis merupakan spesies indikator hutan kerangas yang telah dikenal masyarakat dalam penggunaannya sebagai tanaman hias dan tumbuhan obat, Nilai manfaat tersebut dapat digunakan sebagai stimulus konservasi. Oleh karena itu penelitian komprehensif tentang pemanfaatan N.gracilis sebagai stimulus konservasi secara garis besar bertujuan untuk: i) memperoleh data dan informasi bioprospeksi N.gracilis dan hutan kerangas ii) menentukan potensi penggunaan N.gracilis, iii) mengidentifikasikan karakteristik lingkungan hutan kerangas dan N.gracilis iv) menentukan variasi pola sebaran genetika N.gracilis, v) menentukan bioaktivitas N.gracilis, vi) mengidentifikasikan sikap konservasi masyarakat terhadap N.gracilis. Metode penelitian menggunakan kombinasi dari metode survey ekologi dan sosial ekonomi serta pekerjaan laboratorium untuk mendapatkan analisis data genetika, analisis senyawa kimia tanaman dan analisis bioaktivitas N.gracilis.

Secara garis besar, hutan kerangas di lokasi penelitian terdegradasi dan tidak terkelola, karenanya komposisi dan struktur tegakannya berbeda signifikan dibandingkan hutan kerangas di lokasi referensi. N.gracilis merupakan jenis kantong semar yang mampu tumbuh dominan pada hutan kerangas terbuka dengan pH ± 4,12, ketebalan gambut ± 5,6 cm, intensitas cahaya permukaan akar 270-300 lux dan permukaan akarnya senantiasa ditutupi kumpulan vegetasi semai dan pancang. Peran hutan kerangas terhadap lingkungan di antaranya adalah peran sebagai penyangga air, penyangga dampak cuaca yang ekstrim,


(2)

vi

kemampuan menjadi penyimpan dan penyerap karbon, habitat yang kondusif dari berbagai komponen biologi di atas permukaan dan dalam tanah, sumber sumber bahan sandang, pangan, papan dan obat-obatan bagi masyarakat. Jasa ekosistem N.gracilis dapat diterangkan melalui kemampuannya mengatasi keterbatasan dan memberikan sumbangan hara dan air bagi lingkungan sekitar (peran bagi lingkungan fisik-kimia). Simbiosis antara N.gracilis dan organisme lainnya mendeskripsikan peran N.gracilis terhadap lingkungan bio-ekologi hutan kerangas. Pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan pengobatan atau penggunaan lainnya bagi masyarakat merupakan peran N.gracilis bagi lingkungan sosial. Hubungan berbagai jenis Nepenthes terhadap kehidupan budaya masyarakat merupakan gambaran peran terhadap lingkungan sosial budaya masyarakat. Biodiversitas tumbuhan hutan kerangas bermanfaat sebagai bahan pengobatan. 92,31% tumbuhan kerangas (35 jenis dari 39 jenis tumbuhan yang ditemukan) merupakan bahan pengobatan yang dipergunakan masyarakat. Keanekaragaman genetik N.gracilis di dalam dan antar populasi relatif tinggi (He=0,25), yang mengindikasikan strategi reproduksi N.gracilis. Berbagai bagian tanaman N.gracilis berdasarkan hasil uji fitokimia dan toksisitas dapat dipergunakan sebagai bahan pengobatan. Ekstrak metanol akar N.gracilis memiliki toksisitas tertinggi dibandingkan bagian tanaman lainnya. Daya hambat minimum terhadap S.aureus ditunjukkan ektrak methanol N.gracilis dari bagian akar= 62,5 ppm, batang= 125 ppm , daun= 125 ppm, bagian kantong= 2000 ppm, dan cairan kantong= 3000 ppm. Sedangkan daya hambat terhadap bakteri E.coli ditunjukkan ektrak methanol N.gracilis dari bagian akar=15,63 ppm , batang=125 ppm, daun=> 2000 ppm, bagian kantong= 1000 ppm, dan cairan daun= 6000 ppm. Kapasitas antidiabetes ditunjukkan oleh ekstrak methanol akar N.gracilis dengan nilai IC 50 sebesar 0,08264 ppm. Temuan ini menunjukkan bahwa N.gracilis berpotensi sebagai antibakteri dan antidiabetes.

Uraian mengenai keberadaan, karakteristik ekologi dan nilai manfaat N.gracilis di hutan kerangas menjadi dasar penting yang menentukan kedudukan N.gracilis sebagai spesies penting di hutan kerangas. Karakteristik ekologi dan nilai manfaat dari hutan kerangas dan N.gracilis merupakan signal yang seharusnya dapat berkembang menjadi menjadi stimulus alamiah dan stimulus manfaat. Akan tetapi signal dari karakteristik bio-ekologi dan nilai manfaat hutan kerangas dan N.gracilis belum dapat berkembang menjadi stimulus alamiah dan


(3)

manfaat yang kuat untuk bersikap dan rela berperilaku konservasi terhadap hutan kerangas.

Implikasi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hutan kerangas dan fenomena N.gracilis yang hidup di dalamnya merupakan

“Laboratorium Hidup” atau “Laboratorium Alami” bagi manusia untuk bisa belajar

bagaimana alam mampu bertahan dan berkembang dalam keterbatasan. Keberadaan hutan kerangas dan sumber daya di dalamnya semakin langka, sementara itu pengetahuan belum sepenuhnya telah digali dari hutan kerangas. Sehingga hutan kerangas dan sumber daya di dalamnya yang tersisa harus diidentifikasikan dengan benar melalui kegiatan pengukuran inventarisasi agar terbentuk pengelolaan yang lebih baik, termasuk kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini. Sehingga akan dapat memberikan solusi permasalahan konservasi hutan kerangas melalui strategi konservasi hutan kerangas berbasis penerapan bioprospeksi.


(4)

(5)

SUMMARY

KISSINGER. Bioprospecting of Kerangas Forest: Analysis of Nepenthes gracilis Korth. as Conservation Stimuli. Supervised by ERVIZAL AM. ZUHUD, LATIFAH K. DARUSMAN and ISKANDAR Z. SIREGAR

The heath forest or locally known as kerangas forest is a forest type that grows in site with limiting site factors, epecially the extremely unfavourable soil

type for plants. There is an urgent call to conserve the kerangas forest due to it’s

vulnerability and sound strategy needs to be well designed by utilizing its values and various functions and importances. Maintenance of functional biodiversity of kerangas forests and its sustainable utilization through biodiversity prospecting (bioprospecting) approach are two key factors that could be considered in the conservation efforts of kerangas forest. With this regard, Nepenthes gracilis as indicator species is well known for its uses such as ornamental plants, medicinal plants and could be used to stimulate the conservation actions. Therefore, a comprehensive research utilizing N.gracilis as conservation stimuli was conducted with objectives to : i) gain data and information on bio-prospecting N.gracilis and kerangas forest, ii) determine the potentials uses of N.gracilis and kerangas forest, iii) identify the enviromental settings of kerangas forest and N.gracilis d iv) determine the spatial genetic variation of N.gracilis, v) to determine the bio-active compounds of N.gracilis, and vi) identify the conservation attitude of community toward N.gracilis. Research methods used a combination of ecological and socio-economic surveys followoing standard procedures and laboratory works for genetic analysis,phytocehmistry analysis, and bioactivity analysis.

In general, kerangas forests in the research sites are degraded under unmanaged condition. Therefore, composition and structure of the forests were significantly different in comparison to the reference forest sites. In particular, N.gracilis is found in open sites with following characteristics such as pH= ± 4,12, peat thickness= ± 5,6 cm, light intensity above ground= 270-300 lux, and the roots usually covered by seedling and sapling. Ecosystem services of kerangas forest were described by the following benefecial function, such as buffer area for water and buffering extreme weather impact, carbon sink and source, preference habitat for biological components above and below ground, sources of woods, food and medicinal plant. Functional of N.gracilis in relation to environment could be explained by capacity of plant to overcame limited water and nutrient (functional for physic-chemical environment). Existing symbiosis of


(6)

x

N.gracilis and other organisms reflected N.gracilis benefecial for bio-ecological environment of kerangas forest. Utilizing of N.gracilis as a medicine was also benefecial with respects to socio-economical dynamics of human dimension.It was found that plant diversity of kerangas were as sources for medicinal plants. 92,31% of kerangas plants (35 species from 39 species founded) were utilized as raw material for medicies for communities living around kerangas forest area. Genetic diversity of N.gracilis inside population and inter population are relatively high (He=0,25), indicating N.gracilis reproduction strategies. Many part of N.gracilis can be used for medicinal material based on information of phytochemistry and toxicities tests. The methanol extract of N.gracilis roots had highest toxicities (LC 50=151.53 ppm) than other parts of plant. The methanol extract from roots, stems, leaves, pockets and closed pocket liquid of N.gracilis effectively inhibited S.aures at concentration 62,5 ppm, 125 ppm, 125 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm, respectively; while E.coli were inhibited at concentration 15.6 ppm,125 ppm, >2000 ppm, 1000 ppm, 6000 ppm, respectively. The methanol extract of N.gracilis roots inhibited 50% of α glukosidase activity at concentration 0.0826 ppm. It can be concludde that N.gracilis had potential activities as antibacterial and antidiabetic.

Description of the existence, ecological characteristic, beneficial using from N.gracilis in kerangas forest can be used as important basic data for determining N.gracilis as important species in kerangas forest. Ecological characteristics and beneficial values of N.gracilis should become signals which performed the natural and beneficial stimuli, while the signals of bio-ecological and beneficial value of kerangas forest and N.gracilis could not become the strong stimuli (natural and beneficial stimuli) to performed willingness and take conservation action.

The findings of the reserach imply that the existence of kerangas forest

and N.gracilis should become “ a Living Laboratory” or “ a Natural Laboratory” for

human in order to observe the better undestanding of natural mechanisms in the ecosystem towards adaptation to extremely limiting site condition. It appears that the existence of kerangas forests and resources from kerangas forest are becoming rare, while the knowledge of kerangas forest remains. Therefore, remnant kerangas forests should be well identified through sound inventories for better management including research purposes. Its sould become a conservation strategy of kerangas forest based on bioprospecting.