Tabel 6.4 Pemanfaatan tumbuhan di lokasi penelitian utama lanjutan
Jenis tumbuhan Bahan
pengobatan Pangan
Nilai jual langsung
Religius Penggunaan lain
Keterangan
Jangang √
Tali untuk kerajinan
Tidak digunakan lagi utk kerajinan
Jejambuan √
Masih berlangsung Kantong semar
√ √
Masih berlangsung Kapurnaga
√ sebelumnya pernah
punya nilai jual kayu Karamunting kodok
√ √ buah
Pangan dari buah Karamunting buah
√ √ buah
Pangan dari buah Kelalakai
√ √ sayuran
Pangan sayuran Kerinyu
√ Jarang digunakan
Merapat √ kayu
nilai jual langsung kayu Nipa
√ sebelumnya pernah
punya nilai jual kayu Palawan
√ √
Pertahanan penangkal dari kekuatan jahat
Pulantan √
Jarang digunakan Rambuhatap
√ √ daun
Penjualan masih berlangsung
Suling naga √
Masih berlangsung
Berdasarkan hasil yang tertera pada Tabel 6.4 terdapat 21 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat di lokasi penelitian utama untuk berbagai
kepentingan. 18 jenis tumbuhan digunakan sebagai bahan pengobatan, 4 jenis yang sampai sekarang masih merupakan sumber kayu bangunan, 4 jenis
sebagai sumber pangan, 1 jenis bernilai religius, 3 jenis sebagai sumber kayu bakar dan 1 jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias.
Jenis alaban V.pubescens, alang-alang I.cylindrica, galam M.cajuputi, karamunting
kodok Melastoma
malabathricum ,
karamunting buah
Rhodomyrtus tomentosa merupakan jenis tumbuhan yang paling banyak dikenal masyarakat sebagai bahan pengobatan. Jenis merapat C.rotundatus
akasia A.mangium dan galam M.cajuputi merupakan tumbuhan yang tegakan berdirinya masih diproduksi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan kayu
bangunan. Pemenuhan kebutuhan kayu bangunan, selain dipenuhi dari tegakan berdiri juga didapatkan dari sisa log yang tertimbun dalam tanah jenis merapat,
dan belangeran. Sebelum tegakan hutan di areal ini rusak, jenis pohon lain
sebagai penghasil kayu bangunan adalah nipa C.arborescens, kapurnaga C.lowii, jejambuan Syzygium sp., bati-bati A.minutiflora dan palawan
T.obovata. Pemenuhan kayu bakar yang dominan masih dimanfaatkan adalah jenis galam M.cajuputi. Penggunaan pohon sebagai sumber kayu bangunan
maupun kayu bakar mengarah kepada pemenuhan kebutuhan sendiri. Penggunaan sebagai sumber pangan yang masih tetap bertahan hingga
sekarang adalah kelakai S.palustris sebagai panganan dalam bentuk sayuran. Penggunaan tumbuhan hias masih insidentil dan relatif jarang dilakukan oleh
masyarakat setempat. Penggunaan tumbuhan untuk kepentingan religius dan kerajinan relatif sudah ditinggalkan.
Daun rambuhatap B.frutescens dan buah galam M.cajuputi merupakan jenis tumbuhan yang sampai sekarang memberikan manfaat ekonomi langsung
bagi masyarakat. Nilai jual yang relatif murah dari bahan kering dari buah galam sebesar Rp 6000kg dan daun kering jenis rambuhatap sebesar Rp 2500kg
hasil wawancara, 2012. Pengerjaan mengumpulkan kedua jenis tumbuhan ini merupakan mata pencaharian tambahan di luar pekerjaan utama sebagai petani.
Pemungutan daun rambuhatap B.frustescens dan buah galam M.cajuputi merupakan hasil permintaan pasar yang berasal dari industri jamu di luar
Kalimantan. Perbandingan diperlukan untuk memperluas pengetahuan tentang
pemanfaatan biodiversitas hutan kerangas. Pemanfaatan tumbuhan dari hutan kerangas untuk berbagai kepentingan dari semua lokasi penelitian ditunjukkan
dalam Tabel 6.5. Tabel 6.5 Pemanfaatan biodiversitas tumbuhan selain N.gracilis di lokasi
penelitian referensi
Jenis tumbuhan Bahan
pengobatan Pangan
Nilai jual langsung
Religius Penggunaan
lain Keterangan
Agathis √
√ kayu kayu tidak diproduksi
Akasia √ kayu
kayu masih diproduksi Alaban
√ √ kayu
bakararang Alang-alang
√ Alau
√ √ kayu
kayu jarang diproduksi Anggrek
√ √ tumbuhan
hias tan.hias sifatnya
insidentil 2 jenis Bakah kuning
√ Belangiran
√ √ kayu
√ pewarna kayu masih diproduksi
Tabel 6.5 Pemanfaatan biodiversitas tumbuhan selain N.gracilis di lokasi penelitian referensi lanjutan
Jenis tumbuhan Bahan
obat Pangan
Nilai jual langsung
Religius Penggunaan
lain Keterangan
Bungur √
√ kayu bakar Galam
√ √ kayu
√ kayu bakar, turus
kayu masih diproduksi Gelagah
√ Gumisi
√ kayu bakar Jangang
√ √ tali utk
kerajinan Jejambuan
√ √ kayu
√ kayu bakar kayu jarang diproduksi Kapurnaga
√ √ kayu
kayu jarang diproduksi Karamunting kodok
√ √ buah
Karamunting buah √
√ buah Kariwaya
√ √
hunian orang ghaib Kelalakai
√ √ sayur
sayuran Kerinyu
√ Ketapi hutan
√ √ buah √ kayu
kayu jarang diproduksi Kujajing
√ √ buah √ kayu
kayu jarang diproduksi Mahang
√ √ kayu bakar
Manggis hutan √
√ buah √ kayu kayu jarang diproduksi
Mengkudu hutan √
Merapat tumih √ kayu
Mesisin √
IratGerunggang √
√ kayu kayu masih diproduksi
Palawan √
√ kayu √
Pulantan √
√ kerajinan dan tutup
botol pengunaan kayu
sudah jarang dilakukan Rukam
√ √ buah
Simpur √
√ kayu Suling naga
√ Uwar
√ √ buah √ kayu
√ pewarna kayu jarang diproduksi Mali-mali
√ √ kayu
√ kayu bakar
Terdapat 35 jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dari hutan kerangas di lokasi referensi penelitian. 32 jenis di antaranya berpotensi sebagai tumbuhan
obat, 8 jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai sumber pangan 7 jenis tumbuhan penghasil buah dan 1 jenis sebagai sumber sayuran, 16 jenis tumbuhan sebagai
sumber kayu bangunan, 7 jenis sebagai kayu energi kayu bakararang, 2 jenis sebagai bahan pewarna, 2 jenis dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan, 2 jenis
untuk kepentingan religius dan 2 jenis sebagai tumbuhan hias. Penguasaan pengetahuan pengobatan yang berasal dari sebagian besar
tumbuhan hutan kerangas terbatas pada sebagian kecil anggota masyarakat. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang dikenal masyarakat secara luas sebagai
bahan pengobatan. Jenis-jenis tumbuhan yang umum dikenal masyarakat secara luas di antaranya adalah jenis alaban V.pubescens, alang-alang
I.cylindrica, bakah kuning A.plava, galam M.cajuputi, karamunting kodok M. malabathricum
, karamunting buah R.tomentosa, kelakai S.palustris, mesisin F.delteodea, palawan T.obovata, dan jejambuan Syzygium sp..
Pemanfaatan hutan kerangas sebagai penghasil kayu sampai saat ini lebih banyak dilakukan di lokasi referensi. Terdapat 4 jenis kayu yang masih dipanen
yaitu merapat, galam, belangiran dan irat. Pemanenan rambuhatap dan buah galam tidak dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan kerangas dari lokasi
referensi. Secara keseluruhan, belum terbentuk pasar untuk penjualan jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pengobatan di lokasi penelitian
referensi. Berdasarkan hasil pengamatan, pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan
di hutan kerangas oleh masyarakat lebih mengarah kepada pemanfaatan kayu yang memiliki nilai manfaat ekonomi langsung. Pemanfaatan tumbuhan lainnya
baik sebagai bahan obat, pangan, pewarna lebih menjadi hal yang sifatnya minor dan hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Penguasaan pengetahuan
tentang manfaat tumbuhan dari hutan kerangas untuk kebutuhan selain kayu relatif terbatas pada orang-orang tertentu dengan kaderisasi keilmuwan yang
kurang berjalan dengan baik. Lemahnya kaderisasi keilmuwan diindikasikan dengan relatif sedikitnya penduduk usia muda yang memahami penggunaan
bahan tumbuhan dari hutan kerangas sebagai bahan pengobatan atau keperluan lainnya.
Temuan ini menjadi tantangan yang harus disikapi agar potensi biodiversitas tumbuhan hutan kerangas sebagai bahan obat dapat terus
dipertahankan dan dipergunakan secara berkelanjutan. Potensi tumbuhan obat dari hutan kerangas yang vegetasinya yang tumbuh pada habitat terbatas
kesuburannya sangat mendukung peran hutan kerangas sebagai sumber bahan obat penting. Sosialisasi diperlukan agar diskonektivitas keilmuwan tentang
penggunaan tumbuhan untuk obat tetap terpelihara dan dipertahankan untuk kegiatan konservasi berbasis pemanfaatan berkelanjutan dan mendukung
program kesehatan mandiri di dalam dan sekitar kawasan hutan kerangas.
D. Simpulan
Hutan kerangas yang menjadi lokasi penelitian sangat potensial menjadi sumber plasma nutfah untuk obat. Ditemukan 92,31 jenis tumbuhan jenis
tumbuhan 35 jenis dari 39 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber bahan obat. Potensi tumbuhan obat dari hutan kerangas yang vegetasinya
tumbuh pada habitat terbatas sangat mendukung peran hutan kerangas sebagai sumber pengobatan. Selain itu, hutan kerangas masih digunakan masyarakat
sebagai sumber kayu bangunan, sumber pangan buah dan sayuran, sumber kayu energi, sumber bahan untuk kerajinan, sumber pewarna, tumbuhan hias
dan tumbuhan dengan nilai religius. Secara khusus pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan pengobatan lebih banyak dikuasai oleh masyarakat yang berada
di lokasi penelitian referensi. Nilai sosial dan nilai religius juga lebih teridentifikasikan oleh masyarakat yang berada di lokasi penelitian referensi
dibandingkan lokasi penelitian utama. Penguasaan pengetahuan tentang manfaat tumbuhan dari hutan kerangas untuk kebutuhan selain kayu relatif
terbatas dengan kaderisasi keilmuwan yang kurang berjalan dengan baik. Sosialisasi dan dokumentasi penelitian tentang manfaat tumbuhan hutan
kerangas perlu dilakukan agar kearifan pengetahuan lokal tentang tumbuhan dapat terus terjaga dan berlangsung antar generasi. Pembuktian melalui
mekanisme penelitian modern dapat dilakukan untuk memperkuat pengetahuan tradisional masyarakat yang berkaitan dengan penggunaan tumbuhan hutan
kerangas.
7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS
A. Pendahuluan
Nepenthes atau kantong semar merupakan salah jenis tumbuhan bawah yang mampu beradaptasi dan tumbuh dominan di habitat hutan kerangas.
Kemampuannya mendapatkan pasokan hara dari luar tanah dengan cara memerangkap organisme di dalam kantongnya dan selanjutnya diproses menjadi
nutrisi hara yang dapat dipergunakannya, merupakan mekanisme adaptasi yang dimiliki tumbuhan ini sehingga mampu tumbuh dominan di lahan kerangas yang
relatif kurang subur. Jenis Nepenthes yang paling banyak ditemukan di berbagai tipe hutan kerangas adalah Nepenthes gracilis Riswan 1985; Kissinger 2002.
Sebaran tumbuh jenis N.gracilis secara geografis cukup luas dan terdapat baik di Kalimantan, Sumatera, Malaysia dan Sulawesi. Jenis ini tumbuh di lahan
terbuka, semak, belukar dan di bawah kanopi hutan kerangas yang rendah. N.gracilis
umumnya tumbuh pada ketinggian di bawah 100 m dpl dan jarang ditemukan pada ketinggian di atas 1200 m dpl Adam et al. 1992.
Praktek konservasi terhadap suatu spesies memerlukan pengetahuan keragaman genetika agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, karena
sasaran utama dari konservasi adalah perlindungan dan pengawetan terhadap spektrum umum dari keragaman genetika dan juga potensi evolusinya. Studi
genetika digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dalam pengambilan keputusan permasalahan konservasi, karena dengan studi
genetika, informasi tentang keragaman antar individu di dalam dan antar populasi, terutama pada spesies-spesies yang menjadi prioritas konservasi akan
dapat diketahui. Penelitian ini berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman genetika N.gracilis di hutan kerangas menggunakan penanda
Random Amplified Polymorphic DNA RAPD.
B. Metode Penelitian 1 Objek dan Lokasi Penelitian
Objek penelitian adalah tumbuhan N.gracilis yang terdapat dalam kawasan hutan kerangas. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Fakultas
Kehutanan IPB. Lokasi pengambilan sampel tumbuhan kantong semar berlokasi di hutan kerangas Desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan. Sebagai lokasi referensi bertempat di hutan kerangas di
Arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya, Pasir putih-Lenggana Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, dan Tanjung-Muara Kelanis Kalimantan
Selatan-Kalimantan Tengah.
2 Prosedur Pengumpulan Data
Hutan lindung Desa Guntung Ujung mewakili kondisi hutan terdegradasi. Hutan kerangas di Arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya mewakili hutan
kerangas yang relatif belum terganggu, penutupan tajuk penuh oldgrowth. Hutan Kerangas di Tanjung-Muara Kelanis mewakili hutan kerangas terbuka dan
hutan sekunder terganggu. Hutan kerangas di Pasir putih-Lenggana Kabupaten Kabupaten Kotawaringin Timur mewakili hutan kerangas terdegradasi.
Pada setiap lokasi di buat beberapa titik pengamatan dengan banyaknya titik pengamatan adalah 4 titik total titik pengamatan adalah 16 titik.
Penempatan titik pengamatan dilakukan secara purposive. Pada tiap titik pengamatan di ambil 5 sampel daun dari individu yang berbeda dengan jarak
antar titik pengambilan sampel berkisar 5-10 meter. Total sampel yang digunakan adalah 50. Gambaran teknik pengambilan sampel individu kantong
semar untuk analisis genetika tertera pada Gambar 7.1.
Gambar 7.1 Pengambilan sampel individu N.gracilis untuk analisis genetika metode menurut Szmidt 2011
3 Analisis Genetika 3.1. Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis genetika dengan penanda PCR-RAPD terbagi dalam beberapa tahapan pekerjaan yaitu: ekstraksi DNA, uji
kualitas dan kuantitas DNA, visualisasi DNA dan analisis data. Tabel 7.1. menyajikan beberapa peralatan dan bahan yang digunakan dalam PCR-RAPD.
1 2
3 5
4 5-10 m
Tabel 7.1 Bahan dan alat teknik PCR-RAPD
Analisis Tahapan Pekerjaan
Ekstraksi PCR
Visualisasi DNA Analisis
Data
RAPD Alat:
sarung tangan karet, gunting, tube
1.5 ml, spidol permanen, mortar,
pestel, mikropipet, tips
, rak tube, vortex
, mesin sentrifugasi,
waterbath , freezer,
desikator. Bahan:
buffer ekstrak, PVP 2,
chloroform IAA,
isopropanol dingin, NaCl, etanol 95,
buffer TE.
Alat: tube 0,2 ml,
spidol permanen, alat tulis, mikro
pipet, tips, mesin sentrifugasi,
mesin PCR PTC- 100.
Bahan:
DNA, aquabidest
, H
2
O, primer RAPD,
Taq polymerase.
Alat: mikropipet,
tips , mesin
sentrifugasi, bak elektroforesis,
cetakan agar, erlenmeyer
, sarung tangan,
UVtransilluminator ,
alat foto DNA. Bahan:
agarose, buffer TAE 1x,
TBE 1x, blue juice 10x, DNA marker,
EtBr,
Alat: komputer,
softwere POPGENE
versi 1.31, , dan
Microsoft excel
3.2. Analisis RAPD
Analisis DNA pada daun kantong semar dilakukan dengan menggunakan metode RAPD. Secara umum metode RAPD terdiri dari dua tahapan, yaitu
Ekstraksi DNA dan analisis RAPD. Ekstraksi DNA
Ekstraksi menggunakan metode CTAB Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide
yang telah dimodifikasi. Sampel daun pada bagian pangkal, tengah dan ujung daun digerus di dalam pestel yang bersih. Hasil gerusan selanjutnya
dipindahkan ke dalam tube 2 mL, lalu ditambahkan 500-700 µl larutan buffer ekstrak campuran Tris-HCl, EDTA, NaCl, CTAB, dan Air dan 100 µl PVP 2.
Selanjutnya dilakukan proses inkubasi di dalam waterbath selama 45-60 menit pada suhu 65
o
C, kemudian dinginkan ± 15 menit. Untuk mengikat DNA ditambahkan kloroform 500 µl dan fenol 10 µl, selanjutnya campuran tersebut
disentrifugasi agar menjadi homogeny pafa kecepatan 10.000 rpm selama lima menit. Ambil fase air menggunakan pipet mikro dan pindahkan ke dalam tube
baru, fase air ini yang digunakan, sedangkan fase organik disimpan dalam freezer. Selanjutnya ditambahkan isopropanol dingin 500 µl dan NaCl 300 µl, lalu
disimpan dalam freezer selama 45-60 menit untuk mendapatkan pelet DNA. Kegiatan selanjutnya adalah proses pencucian DNA dengan menambahkan
etanol 100 sebanyak 300 µl, lalu disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama lima menit. Pelet DNA disimpan di dalam desikator selama ± 15 menit
dan setelah itu ditambahkan larutan buffer TE 20 mikroliter, lalu divortek, dan selanjutnya disentrifugasi kembali.
Visualisasi DNA dilakukan dengan metode elektroforesis. Gel agarose yang dipakai adalah 1 dengan larutan Buffer TAE. Mencampur pelet DNA 3 µl
dan blue juice 2 µl. Running elektroforesis dilakukan dengan memasukan campuran DNA dan blue juice menggunakan pipet mikro ke dalam sumur gel
agarose. Setelah proses running, lalu dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan Ethidium Bromida EtBr Campuran EtBr 10 µl dan aquades 190
ml selama 15 menit. Kemudian dilakukan pemotretan dengan menggunakan deteksi UV transilluminator.
Random Amplified Polymerase DNA RAPD
Reaksi PCR RAPD dilakukan dengan menggunakan 15 µl volume larutan yang terdiri dari H
2
0 nucleus free water 2,5 µl, primer masing-masing 1,5 µl, Go Taq Green Master Mix Kit
Promega 7,5 µl, dan 2 µl cetakan DNA. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PTC-100 Progammable Thermal
Cycler MJ Research, Massachussetts, USA. Proses RAPD akan dilakukan
dengan menggunakan lima primer. Pengaturan suhu pada mesin PTC-100 untuk reaksi RAPD adalah: i pra-denaturasi pada suhu 95
C selama 3 menit, ii denaturasi pada suhu 95
C selama 1 menit, iii annealing pada suhu 35 C
selama 2 menit dan 72 C selama 2 menit iv ekstensi pada suhu 72
C selama 10 menit. Proses ini dilakukan atau diulang sebanyak 35 siklus.
Hasil PCR kemudian dielektroforesis dengan gel agarose 2 dalam larutan Buffer TAE 1 x dan distaining dengan Ethidium Bromida EtBr. Hasilnya
kemudian difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Hasil interpretasi foto kemudian dianalisis dengan menggunakan software
POPGENE 32 Versi 1.32 Yeh et al. 2000 dan Ntsys 2.0 Rohlf 1998. Prosedur teknik PCR-RAPD ditampilkan pada Gambar 7.2.
Gambar 7.2 Bagan prosedur teknik penanda molekular RAPD C. Hasil dan Pembahasan
1 Karakterisasi Penanda RAPD
Sebanyak 5 primer digunakan dalam analisis RAPD. Deskripsi yang dihasilkan dari penanda RAPD yang digunakan untuk menduga keragaman
genetika N.gracilis di hutan kerangas sperti ditunjukkan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Deskripsi berbagai penanda RAPD yang digunakan
Nama Primer
Susunan basa Pita
monomorf Pita
polimorf total
amplifikasi pita
polimorfisme total
sampel Keberhasilan
amplifikasi OPP-
09 5-GTGGTCCGCA-3
1 41
42 97,62
80 52,5
OPP- 15
5-GGAAGCCAAC-3 24
24 100
80 30
OPP- 19
5-GGGAAGGACA-3 5
24 29
82,76 80
36,25 OPBH-
16 5-CTGCGGGTTC-3
17 17
100 80
21,25 OPBH-
20 5-CACCGACATC-3
1 40
41 95,24
80 51,25
OPP-09 dan OPBH-20 merupakan primer yang paling tinggi keberhasilan amplifikasinya dengan nilai 52,5 dan 51,25, sedangkan band
Pemotretan hasil amplifikasi
Interpretasi dan analisis data Elektroforesis agar
PCR seleksi primer
Pewarnaan EtBr staining Elektroforesis agar 1
Pewarnaan EtBr staining Sampel daun kantong
semar Ekstraksi DNA
Tidak
polimorfismenya adalah 97,62 dan 95,24. Gambaran karakterisasi penanda RAPD dapat dilihat pada gambar 7.3.
OPP-09 OPP-15
OPP-19
OPBH-20 OPBH-16 Gambar 7.3 Pita DNA dari penanda RAPD pada N.gracilis
Kisaran pasangan basa untuk ke lima primer adalah dari 150 bp – 1400 bp.
Ukuran pasangan basa ini berada dalam kisaran hasil yang penelitian yang menggunakan kelima primer tersebut dengan teknik RAPD, yakni dengan
kisaran 150 – 2800 bp untuk mengkarakterisasi keragaman genetik N.khasiana
Bhau et al. 2009. Band monomorfik dalam analisis RAPD menggunakan lima primer ini relatif sedi
kit ditemukan. Persentase pita polimorfik adalah ≥ 82,76 . Pita DNA yang berada pada posisi paling atas dan jauh dari sumur merupakan
golongan DNA dengan berat molekul ringan, sehingga jumlah pasangan basanya relatif rendah. RAPD dikenal sebagai teknik penanda genetika yang dapat
menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak
.
Beberapa penelitian genetika menggunakan penanda RAPD menemukan besarnya pita polimorfisme
yang dihasilkan Karsinah et al. 2002; Poerba dan Martanti, 2008; Bhau et al. 2009; Anuniwat et al. 2009.
2 Keragaman Genetika N.gracilis di Hutan Kerangas
Berdasarkan hasil pengolahan data,deskripsi keragaman genetika N.gracilis
di hutan kerangas tertera pada Tabel 7.3.
100 bp 500 bp
1500 bp
100 bp 500 bp
1500 bp