Kedisiplinan Kerja di Sekolah Sarana dan prasarana

58. Cenderung menganggap tidak perlu melakukan alih tangan kasus karena kurang memahami kehiatan pendukung tersebut. 59. Hanya menggunakan instrument non tes untuk mengidentifikasi masalah siswa. 60. Tidak membuat program BK, karena layanan yang diberikan bersifat insidental. 61. DCM, IKMS, Sosiometri tidak digunakan untuk mengidentifikasi masalah siswa, karena sulitnya waktu bertemu secara klasikal dengan siswa. 62. Cenderung tidak memperbaharui program BK tiap tahunnya karena kebutuhan siswa dianggap sama. 63. Sulit mengkolaborasikan materi bimbingan dengan media bimbingan karena merepotkan. 64. Setiap ada siswa yang bermasalah langsung dimarahi dan diberi sanksi. 65. Belum memiliki karya penelitian dalam bidang bimbingan dan konseling. 66. Tidak tertarik untuk menjadikan salah satu layanan yang saya berikan untuk menjadi bahan penelitian.

G. Kedisiplinan Kerja di Sekolah

67. Sering terlambat datang ke tempat bekerja. 68. Cenderung untuk tidak hadir di sekolah jika tidak ada jam BK. 69. Sulit datang tepat waktu jika akan memberikan layanan baik dalam jam maupun di luar jam BK. 70. Sering meninggalkan sekolah ketika jam sekolah belum usai karena tidak ada kasus yang ditangani. 71. Sering membatalkan pertemuan konseling dengan siswa karena alasan pribadi. 72. Sering meninggalkan jam BK di kelas karena tidak ada yang perlu disampaikan kepada siswa. 73. Barang-barang yang ada di ruangan BK tidak diinventarasisasikan dengan baik. 74. Peralatan yang ada di ruangan BK dalam kondisi kotor dan berdebu. 75. Kurang mengamalkan kode etik di lapangan karena kurang memahaminya. 76. Cenderung memaksa siswa untuk mengkonsultasikan masalahnya. 77. Kurang mengamalkan asas-asas BK terutama asas kerahasian karena kebiasaan menceritakan masalah dan identitas konseli kepada orang lain.

H. Sarana dan prasarana

78. Tidak adanya fasilitas internet di sekolah yang mempermudah untuk mengakses informasi terbaru terkait dengan materi layanan pada siswa. 79. Setiap guru BK tidak memiliki ruang sendiri yang disekat oleh bilik, sehingga membuat siswa tidak nyaman melakukan proses konseling. 80. Ruangan BK belum memenuhi standar kenyamanan untuk melakukan proses konseling. 81. Kesulitan jika akan mengadakan kegiatan binbingan dan konseling kelompok karena tidak memiliki ruangan khusus untuk kegiatan tersebut. 82. Ruang BK juga berfungsi sebagai tempat mengobrol guru mapel lain, sehingga siswa segan untuk datang ke ruang BK. 83. Program BK yang sudah disusun tidak didokumentasikan dalam buku khu sus. 84. Hasil dari kasus yang ditangani, tidak dicatat seluruhnya dalam buku kasus. 85. Tidak memiliki jurnal harian kegiatan yang guru BK lakukan. 86. Selalu meminjam instrument non-tes dari sekolah lain. 87. Tidak pernah menyusun data siswa dalam kartu pribadi. 88. DCM adalah satu-satunya instrument yang digunakan untuk need assessment siswa. 89. Kesulitan jika hendak mencari data pribadi siswa karena tidak memiliki kartu pribadi siswa. 90. Koordinator BK dan rekan guru BK tidak pernah menyusun rencana anggaran di awal tahun ajaran baru. 91. Sering kesulitan ketika akan melaksanakan kegiatan pendukung karena tidak memiliki anggaran dana yang mencukupi. 92. Banyak peralatan bimbingan dan konseling yang ada di ruangan dalam keadaan rusak karena tidak memiliki biaya perawatan yang memadai.

I. Kepala Sekolah

93. Kepala sekolah tidak menyediakan waktu bimbingan selain pada jam pelajaran. 94. Kepala sekolah tidak memberikan ijin melaksanakan layanan konseling individual di dalam jam pelajaran. 95. Tidak memiliki jam BK membuat guru BK kesulitan mengadakan pertemuan klasikal dengan siswa. 96. Kepala sekolah tidak mengijinkan untuk mengadakan kegiatan bimbingan di luar jam pelajaran. 97. Kepala sekolah kurang memahami manfaat pelayanan BK bagi siswa. 98. Kepala sekolah jarang melakukan pengawasan terhadap pelayanan bimbingan dan konseling secara berkala. 99. Kepala sekolah tidak pernah melakukan tindak lanjut setelah melakukan supervise. 100. Kepala sekolah kurang mendukung guru BK untuk bisa meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya. 101. Setelah melakukan supervise, kepala sekolah tidak pernah menyusun laporan hasil pelaksanaan supervise. 102. Kepala sekolah tidak menyediakan ruangan BK sebagai tempat melayani bimbingan dan konseling bagi siswa. 103. Kepala sekolah kurang memberikan fasilitas yang memadai di ruang BK. 104. Ruangan BK dijadikan satu dengan ruang kesehatan siswa.

J. Sertifikasi