Faktor Penghambat Toilet Training Kriteria Anak yang Telah Siap untuk Diajarkan Toilet Training

ini dilakukan selama 2 minggu sampai 2 bulan. Semakin lama pelatihan berlangsung, upaya 3 dan 4 dapat dikurangi Schmitt, 1991. Toilet training merupakan suatu peralihan atau perubahan dari penggunaan popok menjadi penggunaan toilet pada seorang anak. Di antara kedua fase ini, ada sebuah cara alternatif yang bisa digunakan untuk memudahkan proses toilet training, yaitu penggunaan toilet mini. Toilet mini adalah peralatan yang disiapkan untuk tempat menampung BAB atau BAK anak dan bersifat portabel bisa dipindahkan. Prinsip penggunaan toilet mini pada toilet training adalah untuk memperpendek jarak yang harus ditempuh seorang anak untuk melakukan BAB atau BAK Gilbert, 2003.

2.1.7. Faktor Penghambat Toilet Training

Menurut Government of South Australia 1999, faktor yang menghambat pelatihan toilet adalah sebagai berikut: 1. Upaya toilet training dilakukan terlalu dini. 2. Orangtua telah menetapkan standar waktu pelaksanaan tanpa memperhatikan perkembangan anak. 3. Tekanan dari lingkungan atau orang lain untuk memaksakan pelatihan. 4. Orangtua atau pengasuh berpendapat bahwa anak harus mengalami toilet training sesegera mungkin untuk membuktikan keberhasilan pendidikan dan menunjukkan keunggulan si anak. 5. Perselisihan antara anak dan orangtua dalam menjalani toilet training. 6. Memberikan hukuman pada anak yang gagal dalam menyelesaikan proses BAB atau BAK di toilet dengan baik. 7. Adanya faktor stres pada kehidupan anak. 8. Adanya gangguan fisik atau organik pada anak, misalnya kerusakan sistem kemih ataupun sistem pencernaan sehingga menyebabkan gangguan fisiologis berkemih dan defekasi. Hal ini tampak apabila anak terlalu sering BAB atau BAK, BAB atau BAK mengandung darah, ataupun nyeri saat berkemih atau defekasi. Universitas Sumatera Utara Sedangkan menurut DeBord 1997, penghambat dalam toilet training adalah sebagai berikut: 1. Memaksakan anak untuk duduk di toilet. 2. Bereaksi terlalu keras terhadap kesalahan anak. 3. Menggunakan obat-obatan untuk mempercepat BAB atau BAK.

2.1.8. Kriteria Anak yang Telah Siap untuk Diajarkan Toilet Training

Toilet training tidak boleh dilakukan sebelum anak siap. Kesiapan anak itu sendiri tergantung pada konsep dan kemampuan yang diajarkan sejak anak berusia 12 bulan. Salah satu stimulus yang sangat membantu adalah membacakan buku tentang usaha BAK atau BAB mandiri kepada anak. Toilet training dapat dimulai saat usia anak berkisar antara 18 sampai 30 bulan. Sebagian besar anak mulai toilet training pada usia 24 bulan, sebagian kecil pada 18 bulan. Pada usia 3 tahun, anak akan mampu belajar untuk toilet training sendiri tanpa bantuan. Beberapa tahapan perkembangan kemampuan dan perubahan fisiologis anak dibutuhkan untuk toilet training. Hal tersebut antara lain Gilbert, 2003: 1. Anak telah mampu menyadari bahwa pakaian atau popok yang digunakannya kotor atau basah. Hal ini mulai terjadi pada usia 15 bulan. 2. Anak telah mampu membedakan BAB dengan BAK, serta mampu memberitahukan kepada pengasuh bila mengalami urgensi BAB atau BAK. Hal ini mulai terjadi pada usia 18-24 bulan. 3. Anak mampu memberitahu terlebih dahulu jika ia ingin BAB atau BAK dalam interval waktu yang cukup untuk pengasuh mengantarkannya ke toilet. 4. Anak mampu melakukan kontrol terhadap kandung kemih dan mampu menahan keinginan BAB atau BAK selama beberapa saat. Berikut adalah tanda-tanda anak yang sudah siap diajarkan toilet training: 1. Anak telah diajarkan dan mengerti makna kata-kata “pipis” atau ”kencing” BAK, “eek” atau ”beol” BAB, “bersih”,”jorok”, “basah”, “kering”, dan “kamar mandi atau toilet” Schmit, 1991. 2. Anak telah mengerti kegunaan toilet. Hal ini diajarkan dengan memberikan peragaan atau contoh kepada anak Schmit, 1991. Universitas Sumatera Utara 3. Anak cenderung memilih dan menyukai popok yang bersih dan kering. Hal ini diajarkan dengan menstimulasi anak dengan mengganti popok jika sudah basah atau kotor Schmit, 1991. 4. Anak menyukai perubahan atau pelajaran perkembangan kemampuan. Hal ini diajarkan dengan mengubah metode mengganti popok dari aktif menjadi pasif menunggu anak sadar dan datang untuk diganti popoknya Schmit, 1991. 5. Anak mengerti hubungan antara kebersihan dan kekeringan pada popok dengan penggunaan toilet Schmit, 1991. 6. Anak mengetahui perasaan ingin atau urgensi BAK atau BAB. Hal ini ditandai dengan berjongkok, memegang alat kelaminnya, meloncat-loncat panik, atau memberitahu kepada seseorang yang bisa membantunya Gilbert, 2003. 7. Anak dapat menahan dan menunda urgensi BAK atau BAB untuk sementara waktu Gilbert, 2003. 8. Anak bersifat optimis dan ingin mandiri, hal ini dapat dilihat dari sikap dan kecenderungan untuk berkata “aku bisa” Gilbert, 2003. 9. Anak telah memiliki waktu atau jadwal BAB atau BAK yang teratur Gilbert, 2003. 10. Anak telah mengerti kata-kata dan mampu mengerjakan instruksi sederhana Gilbert, 2003. 11. Anak mampu berjalan dan duduk di atas toilet Ferrer-Chancy, 2000. 12. Anak mampu membedakan BAB dengan BAK Ferrer-Chancy, 2000.

2.1.9. Aspek Psikologis Toilet Training