3. Anak cenderung memilih dan menyukai popok yang bersih dan kering. Hal ini
diajarkan dengan menstimulasi anak dengan mengganti popok jika sudah basah atau kotor Schmit, 1991.
4. Anak menyukai perubahan atau pelajaran perkembangan kemampuan. Hal ini
diajarkan dengan mengubah metode mengganti popok dari aktif menjadi pasif menunggu anak sadar dan datang untuk diganti popoknya Schmit, 1991.
5. Anak mengerti hubungan antara kebersihan dan kekeringan pada popok
dengan penggunaan toilet Schmit, 1991. 6.
Anak mengetahui perasaan ingin atau urgensi BAK atau BAB. Hal ini ditandai dengan berjongkok, memegang alat kelaminnya, meloncat-loncat panik, atau
memberitahu kepada seseorang yang bisa membantunya Gilbert, 2003. 7.
Anak dapat menahan dan menunda urgensi BAK atau BAB untuk sementara waktu Gilbert, 2003.
8. Anak bersifat optimis dan ingin mandiri, hal ini dapat dilihat dari sikap dan
kecenderungan untuk berkata “aku bisa” Gilbert, 2003. 9.
Anak telah memiliki waktu atau jadwal BAB atau BAK yang teratur Gilbert, 2003.
10. Anak telah mengerti kata-kata dan mampu mengerjakan instruksi sederhana
Gilbert, 2003. 11.
Anak mampu berjalan dan duduk di atas toilet Ferrer-Chancy, 2000. 12.
Anak mampu membedakan BAB dengan BAK Ferrer-Chancy, 2000.
2.1.9. Aspek Psikologis Toilet Training
Menurut Freud 1923 dalam Papalia 2003, toilet training dilakukan pada masa anal perkembangan psikologis anak. Banyak psikolog terkemuka yang
berpendapat bahwa fase anal merupakan salah satu fase penting perkembangan psikologis seseorang. Dalam fase ini anak pertama kali dihadapkan pada kondisi
dimana keadaan fisiologis dan biologis tubuhnya harus disesuaikan dengan faktor lingkungan dan sosial. Fase ini merupakan fase yang tepat untuk mengajarkan
anak untuk menahan kebutuhan biologis misalnya BAB atau BAK. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
penting untuk menyesuaikan perkembangannya dengan faktor lingkungan, yaitu menjaga kebersihan dan faktor sosial, yaitu ajaran orangtua atau pengasuh.
Usia 18 bulan sampai 3 tahun merupakan saat di mana anak mengalami konflik autonomy versus shame and doubt, yaitu mulai mengetahui tentang
kapabilitas dirinya dan membentuk zona pribadi miliknya. Mereka ingin memilih apa yang dilakukan dan didapatkan sendiri. Konflik akan terselesaikan jika
orangtua mampu memberikan arahan yang baik dan pilihan-pilihan bijak. Freud 1923 dalam Papalia 2003 mengidentifikasikan toilet training sebagai salah
satu momen yang menentukan kesehatan psikologis seseorang pada fase perkembangan ini. Perilaku orangtua saat pelatihan mempengaruhi aspek ini.
Seorang anak berusia dua tahun, seharusnya sudah mampu menjalani toilet training, makan dengan menggunakan sendok dan merapikan mainannya setelah
bermain. Peran orangtua dalam pelatihan hanya mengontrol dan memberikan dukungan saja. Hal ini akan mengembangkan kemampuan toleransi diri dan
pengertian. Menurut Erikson 1992 dalam Berk 1998, orangtua yang terlalu ikut campur dalam perkembangan kemampuan anaknya akan membuat anak
kehilangan beberapa momen yang menentukan aspek-aspek hidupnya. Anak bisa berkembang menjadi pribadi yang penakut dan pemalu, tidak mampu menentukan
pilihan, merasa tertekan, dan tidak mampu mengendalikan diri.
2.1.10. Permasalahan pada Kegagalan Toilet Training