5. Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti ikut pemilihan umum, mengajukan petisi, bertatap muka dan menulis
surat dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan, demonstrasi, mogok, kudeta dan revolusi.
Dinegara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat akan lebih baik. Dalam alam pikiran ini, tingginya tingkat
partisipasi menunjukkan bahwa masyarakat mengikuti dan memehami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat
partisipasi politik juga menunjukkan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki kesalahan yang tinggi. Jika sebaliknya rendahnya partisipasi politik disuatu negara
dinaggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga terhadap masalah politik, selain itu rendahnya politik juga menunjukkan lemahnya
legitimasi dari rezim yang berkuasa.
1.5.4. Teori Perilaku Pemilih
Pemilih diartikan sebagai pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian
memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah
kelompok masyaakat yang merasa diwakili oleh suatu ideology tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik dan seorang
pimpinan. Menurut Brenan dan Lomasky serta Fiorina menyatakan bahwa keputusan
pemilih selama pemilihan umum adlah perilaku “ekspansife” perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberiakn dukungan kepada tim
sepakbola. Menurut mereka, perilaku pemilih sangat sipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi.
31
31
Firmanzah. 2007, Marketing politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 105
Universitas Sumatera Utara
Keputusan untuk memberikan dukungan suara dan tidak memberikan suara terjadi pabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang tinggi kepada calon pemimpin.
Begitu pula peliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalu mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal dan tidak
konmsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai
politik atau kontestan. Masing-masing membawa ideology yang saling berinteraksi. Selam periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan
pengelompokan antara ideologi yang dibawa kontestan. Him Melwit mengatakan bahwa perilaku pemilih merupakan pengambilan
keputusan yang bersifat instan, tergantung pada situasi social politik tertentu, tidak berbeda dengan keputusan lain.
32
32
Muhammad Afsar, 1996, Beberapa Pendekatan dalam Memahami Perilaku Pemilih. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama hal 52
Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan empat pendekatan yaitu : 1. Pendekatan sosiologis
Pendekatan ini didasarkan pada ikatan pemilih dari segi ethnic, ras, agama, keluarga dan pertemanan yang dialami oleh agen pemilih secara historis.
2. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini menekankan pada dua kelompok aspek psikologis sebagai
kajian utama yaitu ikatan emosional pada partai politik dan citra kandidat. 3. Pendekatan Rasional
Pada pendekatan rasional, perilaku politik dapat terjadi kapan saja dan dapat berubah dengan rasionalnya dalam menentukan pilihan pada saat pemilu.
Universitas Sumatera Utara
I.5.5. Pemilihan Kepala Daerah