Analisis Penerimaan Teknis, Benefit Cost Ratio dan Preferensi Konsumen Terhadap Beberapa Kombinasi Tepung Terigu Dengan MOCAF Pada Produksi Roti Tawar (Studi Kasus Pada PD Galuh Sari,Bogor).

(1)

KOMBINASI TEPUNG TERIGU DENGAN MOCAF PADA

PRODUKSI ROTI TAWAR

(Studi Kasus Pada PD Galuh Sari, Bogor)

Oleh

FIRSTY DILLIANA R

H24097048

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

KOMBINASI TEPUNG TERIGU DENGAN MOCAF PADA

PRODUKSI ROTI TAWAR

(Studi Kasus Pada PD Galuh Sari, Bogor)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Firsty Dilliana Romadhanty

H24097048

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(3)

FIRSTY DILLIANA R. H24097048. Analisis Penerimaan Teknis, Benefit Cost Ratio dan Preferensi Konsumen Terhadap Beberapa Kombinasi Tepung Terigu Dengan MOCAF Pada Produksi Roti Tawar (Studi Kasus Pada PD Galuh

Sari,Bogor). Dibawah bimbingan BUDI PURWANTO.

Di Indonesia penggunaan terigu dalam industri roti cukuplah besar, sedangkan terigu sendiri keberadannya masih impor. Peningkatan kebutuhan akan terigu ini dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, selain itu juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan. Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor meningkat tajam akibat tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan biji-bijian, membuat harga tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Untuk itu perlu dicari bahan lain hasil produksi dalam negeri yang dapat dikombinasikan dengan terigu.

MOCAF (Modified Cassava Flour) adalah produk turunan dari ubi kayu yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi, sehingga hasilnya berbeda dengan tepung gaplek ataupun tepung ubi kayu. Keberadaan tepung MOCAF sebagai alternatif dari tepung terigu, akan bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional dan dapat mengurangi ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan baku impor. Penerimaan produsen terhadap penggunaan MOCAF dapat dianalisis secara teknis dan finansial, sedangkan penerimaan konsumen dapat dianalisis melalui preferensi konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis apakah MOCAF dapat dikombinasikan dengan terigu, (2) menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada roti tawar yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF, (3) menganalisis apakah MOCAF dapat menurunkan biaya produksi roti tawar dan (4) menganalisis respon konsumen terhadap roti tawar yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara teknis, penggunaan tepung MOCAF hingga 30 persen tidak mengalami kesulitan. Dari aspek biaya, penggunaan kombinasi tepung MOCAF untuk membuat roti tawar yang dilakukan pada PD. Galuh Sari belum dapat digunakan karena dapat menaikkan biaya produksi. Semakin tinggi presentase kandungan MOCAF, semakin tinggi pula biaya produksi. Responden tidak dapat membedakan roti bakar dengan kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan dan kekenyalan ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 30 persen.


(4)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara, anak dari pasangan Bapak Rudi K dan Ibu Elly Haryati.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 di SDN Merdeka 5 Bandung. Selanjutnya menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama pada tahun 2003 di SLTPN 6 Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas pada tahun 2006 di SMAN 2 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Diploma 3 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Keahlian Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/Jasa. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan Diploma 3 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama mengikuti pendidikan, penulis cukup aktif dalam berorganisasi. Saat duduk dibangku kuliah Diploma 3 penulis menjadi pengurus dalam acara Tour de Java PPMJ Field Trip sebagai Seksi Konsumsi pada tahun 2008 dan penulis juga pernah mengikuti turnamen basket putri antar Program Keahlian Diploma pada tahun 2008. Selama perkuliahan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB penulis juga ikut sebagai anggota Executive of Management (EXOM) sebagai pengurus dalam Departemen Sosial dan Seni pada tahun 2010. Penulis juga pernah mengikuti turnamen basket putri antar Departemen dan juga menjabat sebagai kordinator tim basket putri pada tahun 2010.


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Penerimaan Teknis, Finansial dan Preferensi Konsumen terhadap Substitusi Sebagian Bahan Baku Roti Tawar dengan Menggunakan MOCAF (Studi Kasus pada PD. Galuh Sari, Bogor) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang peluang pemanfaatan bahan pangan lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan tepung terigu yang merupakan bahan pangan impor. Bahan ini dapat digunakan sebagai campuran untuk selanjutnya akan dianalisis respon atau penerimaan produsen dan konsumen roti tawar.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Oktober 2011


(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Ir. Budi Purwanto, ME. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan dukungan agar dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan baik.

2. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc. selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta selaku DosenPembimbing Akademik. 3. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM

IPB.

4. Kedua Orang Tua tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan, dan motivasi untuk dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.

5. Keluarga tercinta (Teh Erny, Om Imam, Om Edi, Om Aceng, Teh Lita), Adik – adikku tersayang (Jerry, Dylan, Fachry, Wildan, Bungsu) serta Papah Aki dan Mamih tercinta yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat, dan kebahagiaan dalam kehidupan penulis.

6. Sahabat-sahabat tercinta (Nila, Dewi, Irma, Elin, Febry, Eka, Nola, Annisa, Tuti, Ayu, Mirna, Sunengsih, Gita) dan seluruh teman-teman Alih Jenis Manajemen angkatan 7.

7. Teman-teman satu bimbingan (Miftahul Jannah, Ni’mah Wati, Faaizah, Ka Sari dan Mas Rengga) yang selalu memberikan semangat untuk terus berjuang bersama.

8. Bapak Amir dan Ibu Maemunah sebagai pemilik PD. Galuh Sari dan seluruh pekerja pabrik yang telah bersedia membantu kelancaran proses penelitian. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah

membantu penulis selama menyelesaikan studi dan skripsi.


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4 . Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Batasan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangan ... 6

2.2. Diversifikasi Makanan ... 7

2.3. Tepung Terigu ... 8

2.4. Modified Cassava Flour (MOCAF) ... 10

2.5. Penerimaan Teknis ... 11

2.5.1 Proses Produksi ... 11

2.6. Penerimaan Finansial ... 11

2.7. Preferensi Konsumen ... 15

2.8. Penelitian Terdahulu ... 17

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 23

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 23

3.5. Pengumpulan Data ... 24

3.5.1 Aspek Teknis ... 24

3.5.2 Aspek Finansial ... 25

3.5.3 Preferensi Konsumen ... 25

3.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 26

3.6.1 Penerimaan Teknis ... 26

3.6.2 Penerimaan Finansial ... 26


(8)

vii IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 29

4.2. Tujuan Perusahaan ... 29

4.3. Kegiatan Perusahaan ... 29

4.3.1 Kegiatan Produksi ... 29

4.3.2 Kegiatan Pemasaran ... 32

4.4. Karakteristik Responden ... 32

4.4.1 Produsen ... 32

4.4.2 Konsumen Akhir ... 32

4.5. Analisis Teknis dan Finansial ... 34

4.5.1 Penerimaan Teknis ... 34

4.5.2 Analisis Benefit Cost Ratio ... 36

4.6. Preferensi Konsumen ... 39

4.7. Implikasi Manajerial ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 43

2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Grafik Pasar Terigu Atas Dasar Produk Akhir ... 2

2. Kondisi Produk MOCAF antara Juni – Oktober 2008 ... 3

3. Jalur Distribusi yang Dilakukan Oleh Produsen Tepung Terigu Nasional .. 10

4. Diagram Kerangka Pemikiran ... 22

5. Alur Pengambilan Sampel... 24

6. Alur Proses Produksi ... 31


(10)

ix

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Kapasitas Produksi Sepuluh Produsen Terbesar Di Dunia ... 9

2. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Singkong ... 11

3. Perbedaan Sifat Organoleptik MOCAF dengan Tepung Singkong ... 11

4. Tingkat Perbandingan Roti….. ... 25

5. Perbandingan Atribut Roti Bakar ... 26

6. Sebaran Responden Roti Bakar ... 33

7. Waktu dan Tingkat Kesulitan pada Proses Produksi Roti Tawar ... 35

8. Hasil Perhitungan Benefit Cost Ratio Roti Tawar ... 36

9. Analisis Benefit Cost Ratio Pengguna Terigu Segitiga Biru... 38

10. Analisis Benefit Cost Ratio Pengguna Terigu Kunci Biru ... 38

11. Test Statistic terhadap Roti Bakar ... 40

12. Hasil Uji Lanjut terhadap Kelembutan Roti Bakar ... 40

13. Hasil Uji Lanjut terhadap Kekenyalan Roti Bakar ... 41


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuesioner Penelitian Untuk Produsen ... 47

2. Kuesioner Preferensi Konsumen Terhadap Roti Bakar ... 48

3. Perbandingan Tingkat Kesulitan pada Masing-masing Kombinasi MOCAF ... 51

4. Biaya-biaya Yang Digunakan dalam proses Produksi pada Masing-masing Tingkat Kombinasi MOCAF ... 52

5. Uji Realibility dan Validitas ... 53

6. Descriptive Statistics pada Roti Tawar ... 54

7. Uji Kruskal Wallis pada Roti Tawar ... 55

8. Hasil Uji Lanjut ... 56

9. Rincian Biaya pada Roti Tawar ... 57

10. Perhitungan Harga Pokok produksi ... 61

11. Gambar Roti Tawar ... 62


(12)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pangan merupakan segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukan bagi konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman, sehingga komoditas pangan harus mengandung zat gizi yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Undang-undang nomor 7 tentang pangan dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Ketahanan pangan terwujud apabila seluruh penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu contoh untuk mencapai ketahanan pangan pada seluruh rumah tangga yaitu dengan melakukan revitalisasi penganekaragaman pangan. Sehubungan dengan hal tersebut maka pada tahun 2000 dikembangkan budidaya gandum (Welirang dalam Hariyadi, 2003).

Tepung terigu adalah tepung yang berasal dari bulir gandum dan digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kue, mi, dan roti. Di Indonesia penggunaan terigu dalam industri roti yang cukup besar, sedangkan terigu sendiri keberadannya masih impor. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan volume impor tepung terigu selama Januari 2010 sebesar 60.029 ton, naik sebesar 275,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 15.968 ton. Peningkatan kebutuhan akan terigu ini dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, selain itu juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan, terutama pasca krisis ekonomi 1998.

Menurut APTINDO, pengguna tepung terigu nasional terdiri dari 3 (tiga) kategori besar yaitu kategori industri besar&moderen, kategori industri kecil&menengah (UKM) dan rumah tangga (household). Jenis produk akhir yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku adalah mie basah yang menggunakan 32% dari keseluruhan konsumsi tepung terigu nasional, disusul roti


(13)

20 %, mie instant sebesar 20%, biskuit dan makanan ringan 10%, rumah tangga 10% dan mie kering 5%. Untuk lebih memahami pasar terigu atas dasar produk akhir dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Sumber : APTINDO, 2007.

Gambar 1. Grafik Pasar Terigu Atas Dasar Produk Akhir

Sementara itu permintaan yang semakin meningkat ini ternyata tidak diimbangi oleh ketersediaan bahan baku yang memadai. Jenis tepung terigu yang selama ini beredar di pasaran sebagian besar adalah berbahan baku gandum. Padahal, gandum adalah jenis tanaman sub-tropik, yang tidak terlalu sesuai dengan iklim dan kondisi geografis di Indonesia. Meskipun sudah seringkali diupayakan, namun sampai sekarang belum ada upaya budidaya gandum yang bisa berkembang secara ekonomis.

Hal ini membuat ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan baku impor sangat besar. Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor meningkat tajam akibat tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan biji-bijian, membuat harga tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Untuk mengurangi biaya produksi yang meningkat akibat kenaikkan harga terigu, maka perlu dicari bahan lain hasil produksi dalam negeri yang dapat dikombinasikan dengan terigu.1 Upaya pencarian bahan baku lokal untuk melakukan substitusi

1


(14)

tepung terigu dengan bahan baku lokal semakin mendekati kenyataan dengan ditemukannya cara modifikasi tepung ubi kayu menjadi MOCAF (Modified tepung singkong termodifikasi).1

MOCAF adalah produk turunan dari ubi kayu yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi, sehingga hasilnya berbeda dengan tepung gaplek ataupun tepung ubi kayu. MOCAF dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, roti, kue, hingga makanan semi basah. Karena itu, keberadaan tepung MOCAF sebagai alternatif dari tepung terigu, akan bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional. Jenis dan karakteristik yang hampir sama dengan terigu, namun dengan harga yang jauh lebih murah membuat tepung MOCAF menjadi pilihan yang sangat menarik. Berbagai jenis produk olahan tepung terigu yang bisa digantikan oleh tepung MOCAF, juga membuat transisi pengguna kepada tepung MOCAF tidak sulit untuk dilakukan.1

Perkembangan MOCAF di Indonesia khususnya di Trenggalek telah mengalami peningkatan. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah produksi MOCAF antara Juni – Oktober 2008 yang telah mencapai 100 ton per bulan. Berikut ini kondisi produksi MOCAF antara Juni-Oktober 2008.

Sumber : MOCAF Indonesia, 2009.

Gambar 2. Kondisi Produksi MOCAF antara Juni-Oktober 2008


(15)

Namun kendala yang masih muncul di lapangan adalah tingkat substitusi terhadap tepung terigu yang masih rendah. Karena faktor sifat fisikokimia yang masih menjadi ganjalan dalam melakukan substitusi seperti aroma asli bahan baku yang masih muncul, daya kembang yang masih rendah, warna tepung yang berbeda dan lain sebagainya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk yang bermutu optimal.

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah MOCAF dapat dikombinasikan dengan terigu?

2. Apakah terdapat perbedaan pada proses produksi roti tawar yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF?

3. Apakah MOCAF dapat menurunkan biaya produksi roti tawar?

4. Bagaimana respon konsumen terhadap roti tawar yang bahan bakunya menggunakan kombinasi MOCAF?

1.3Tujuan Penelitian

1. Menganalisis apakah MOCAF dapat dikombinasikan dengan terigu.

2. Menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada roti tawar yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF.

3. Menganalisis apakah MOCAF dapat menurunkan biaya produksi roti tawar.

4. Menganalisis respon konsumen terhadap roti tawar yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF.

1.4Manfaat Penelitian

1. Membantu memperkenalkan tepung MOCAF kepada para UKM roti yang

ada di Bogor.

2. Melanjutkan pembuktian penelitian terdahulu tentang peluang pengembangan MOCAF.


(16)

1.5Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis penerimaan teknis yang dilakukan pada kombinasi MOCAF dengan tepung terigu, analisis penerimaan dari segi finansial menggunakan Benefit Cost Ratio dan analisis preferensi konsumen yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan alat kuesioner. Pada penelitian ini dilakukan percobaan penggunaan kombinasi MOCAF sebesar 10 persen, 20 persen, dan 30 persen.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga Negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya cukup jumlahnya, bermutu baik, dan harganya terjangkau. Salah satu komponen pangan adalah karbohidrat yang merupakan sumber utama energi bagi tubuh. Kelompok tanaman yang menghasilkan karbohidrat disebut tanaman pangan. Di Indonesia tanaman pangan yang digunakan oleh masyarakat masih terbatas pada beberapa jenis, yaitu padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Selain sebagai sumber karbohidrat, ada tanaman pangan yang merupakan sumber protein. Jenis tanaman penghasil protein yang masuk ke dalam tanaman pangan, antara lain kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Karena alasannya banyak dikenal dan digunakan sebagai bahan pangan, tanaman tersebut disebut sebagai kelompok tanaman pangan utama. Jadi, istilah tanaman pangan utama muncul lebih karena alasan kultur daripada fungsinya (Purwono dan Purnawati, 2008).

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan dibedakan atas pangan segar dan pangan olahan:

a. Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belu mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.

b. Pangan Olahan Tertentu

Makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.


(18)

c. Pangan Siap Saji

Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

2.2 Diversifikasi Makanan

Sampai saat ini ketergantungan pangan padi masih sangat besar. Dari total kalori yang dikonsumsi oleh masyarakat Imdonesia, hampir 60 persen dicukupi oleh beras (Purwono dan Purwati, 2008). Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi pola ketahanan nasional, karena penurunan produksi padi akibat gagal panen atau sebab lain yang berpengaruh sangat besar terhadap kecukupan pangan nasional oleh karena itu diversifikasi pangan harus dilakukan jika ketahan pangan nasional ini ingin dijaga.

Diversifikasi pangan dapat mendukung stabilitas ketahan pangan sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan. Oleh karena itu akselerasi diversivikasi pangan sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 22 Tahun 2009 harus dapat diwujudkan.

Menurut Herdinsyah (2004) pengertian diversifikasi pangan adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketergantungan pada beras. Diversifikasi pangan sudah lama dilakukan, namun sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Diversifikasi pangan hendaknya tidak hanya meningkatkan produksi berbagai macam bahan pangan saja, namun terpenting adalah merubah struktur bahan pangan yang dikonsumsi. Dengan demikian penganekaragaman pangan bukan saja dimaksud untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras, tetapi juga untuk peningkatan mutu gizi makanan rakyat dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Diversifikasi perlu diarahkan kembali kepada penggunaan bahan pangan likal, sumber karbohidrat nonberas. Sebenarnya banyak bahan pangan lokal yang dimiliki Negara Indonesia, misalnya jagung yang disukai rakyat Madura, gaplek (Jawa bagian selatan), sagu (Ambon), umbi (Irian Jaya), Pisang (Sulawesi Tengah) dan lainnya. Sumber bahan pangan, baik tanaman setahun maupun tanaman tahunan yang melimpah ini sangat potensial dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan. Kendala penganekaragaman ini biasanya muncul dari segi


(19)

psikologis sosial akibatnya adanya kebijakan pemerintah yang memungkinkan beras cukup mudah dan murah untuk diakses oleh masyarakat di berbagai daerah dan strata ekonomi. Nilai gizi, citra rasa, dan nilai sosial beras yang tinggi mengakibatkan masyarakat di beberapa daerah yang semula tidak mengkonsumsi beras menjadi beralih ke beras (Khosman, 2004)

2.3 Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum melalui proses

penggilingan. Kata “terigu” sendiri diserap dari bahasa Portugis “trigo” yang berarti gandum. Definisi tepung terigu sebagai bahan makanan menurut SNI (Standard Nasional Indonesia) adalah tepung yang dibuat dari endosperm biji gandum Triticum aestivum L. (Club wheat) dan/atau Triticum campactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan fortifikan zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat. Boleh juga ditambahkan BTP (bahan tambahan pangan) yang diijinkan sesuai peraturan tentang BTP.

Anonim (2010) membagi tepung terigu menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu:

a. Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, dan donat. Contoh : Terigu Cakra Kembar

b. Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, digunakan sebagai bahan pembuat kue cake. Contoh : Terigu Segitiga Biru

c. Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit gorengan ataupun keripik. Contoh : Terigu Kunci Biru

Dari segi gizi, tepung terigu merupakan bahan makanan pokok yang paling bergizi di antara berbagai makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Tepung terigu mengandung protein yang tertinggi disbanding makanan pokok lainnya sekitar 12 persen serta mengandung lemak sekitar 1 persen dan karbohidrat 86 persen (Herdinsyah, 2004).

Berdasarkan data yang diperoleh dari APTINDO produsen tepung terigu di Indonesia khususnya penggabungan dua pabrik Bogasari Flour Mills yang ada di


(20)

Jakarta dan Surabaya, merupakan produsen yang memiliki kapasitas produksi terbesar di dunia. Daya giling gandum menjadi tepung terigu yang dimiliki oleh dua pabrik milik Bogasari itu sebesar 11.766 mt/hari, jauh di atas kemampuan rata-rata kapasitas produksi 10 (sepuluh) produsen terbesar di dunia sebesar 2.426 mt/hari, seperti Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kapasitas Produksi Sepuluh Produsen Terbesar di Dunia

No. Perusahaan Lokasi / Negara Kapasitas

1. Bogasari Flour Mills Jakarta - Indonesia 7.400 Mt / hari

2. Bogasari Flour Mills Surabaya - Indonesia 4.366 Mt / hari

3. Prima Flour Mills Trincomalee – Sri lanka 2.600 Mt / hari

4. Eastern Pearl Flour Mills Ujung Pandang - Indonesia 2.146 Mt / hari

5. Nabisco Brands, Inc. Toledo, Ohio - USA 1.600 Mt / hari

6. ConAgra Flour Milling Buffalo, New York - USA 1.450 Mt / hari

7. General Mills, Inc. Kansas City, MO - USA 1.300 Mt / hari

8. ADM Milling Corp. Montreal, PQ - Canada 1.200 Mt / hari

9. Sriboga Raturaya FM Semarang - Indonesia 1.100 Mt / hari

10. General Milling Corp. Cebu - Philippines 1.100 Mt / hari

Sumber : APTINDO, 2007.

Jalur distribusi yang dilakukan oleh produsen tepung terigu nasional, baik oleh Bogasari Flour Mills, Eastern Pearl Flour Mills, Sriboga Raturaya dan Panganmas Inti Persada dilakukan melalui 2 (dua) mata rantai jalur distribusi besar yaitu: Pertama, produk tepung terigu yang dihasilkan oleh setiap produsen lokal didistribusikan kepada distributor besar atau langsung diserap oleh industri skala besar dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kedua, tepung terigu masuk dalam gudang-gudang distributor, dan didistribusikan kepada grosir atau Industri Kecil Menengah (IKM). Dari grosir didistribusikan kembali untuk dikonsumsi oleh IKM lainnya, industri rumah tangga atau konsumsi rumah tangga.


(21)

Gambar 3. Jalur Distribusi Yang Dilakukan Oleh Produsen Tepung Terigu Nasional

2.4 Modified Cassava Flour (MOCAF)

MOCAF yang juga dikenal dengan istilah MOCAL merupakan produk tepung dari singkong (Manihot Esculenta Crantz)yang diproses menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organic, terutama asam-asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demkian pula, cita rasa MOCAF menjadi netral karena menutupi citra rasa singkong sampai 70% (Subagio et al., 2008).

Menurut Subagio et al. (2008), komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik organoleptik yang spesifik. Komposisi kimia dan karakteristik organoleptik antara MOCAF dan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Secara organoleptik warna MOCAF yang dihasilkan jauh lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa. Hal ini disebabkan karena kandungan protein MOCAF yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung singkong.

Produsen Lokal

Industri Besar Distributor

Grosir Industri UKM


(22)

Kandungan protein dapat menyebabkan warna coklat tua ketika pengeringan atau pemanasan.

Tabel 2. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong

Sumber : Subagio et al., 2008.

Tabel 3. Perbedaan sifat organoleptik MOCAF dengan tepung singkong

Sumber : Subagio et al., 2008. 2.5 Penerimaan Teknis 2.5.1 Proses Produksi

Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dan daya) yang ada. Secara ekstrem proses produksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses produksi yang terus-menerus (countinous processes) dan proses produksi yang terputus-putus (intermitten processes) ( Assauri, 2004).

Proses produksi adalah pengubahan (transformasi) dari bahan atau komponen menjadi produk lain yang mempunyai nilai lebih tinggi atau dalam prosesnya terjadi penambahan nilai (Yamit, 2001).

2.6 Penerimaan Finansial

Dalam melakukan studi peluang, aspek keuangan merupakan faktor yang menentukan, artinya betapapun aspek-aspek yang lain mendukung namun bila tidak tersedia dana maka suatu proyek akan sia-sia belaka. Aspek keuangan

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13

Kadar protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2

Kadar abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2

Kadar pati (%) 85 - 87 82 - 85

Kadar serat (%) 1.9 - 3.4 1.0 - 4.2

Kadar lemak (%) 0.4 - 0.8 0.4 - 0.8

Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi tidak terdeteksi

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Warna Putih Putih agak kecoklatan

Aroma Netral Kesan singkong


(23)

berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana, sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan begi investor.

Menurut Ibrahim dalam Yohan (2005), beberapa faktor pada analisis finansial yang umum digunakan untuk menguji kelayakan suatu proyek terutama berkisar pada perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan. Untuk dapat menentukan apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak, maka diperlukan teknik-teknik kriteria penilaian investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan.

a. Net Present Value (NPV)

Menurut Sugiono (2009), metode ini membandingkan present value dengan cash in flow yang diperoleh dengan cash out flow yang dikorbankan untuk melaksanakan investasi jangka panjang tersebut berupa initial investment. Penilaian NPV adalah putusan untuk menerima atau menolak usulan suatu investasi yang didasarkan pada kriteria berikut.

a. Usulan investasi dapat diterima jika NPV > 0 b. Usulan investasi dapat ditolak jiks NPV < 0

Metode NPV mengakui konsep dari time value of money. Present value CIF diperoleh dengan cara mendiskontokan CIF tersebut dengan Cost Of Capital-nya.

……….(1) Keterangan :

C : cash out flow (Initial Investment) CIF : cash in flow

K : tingkat suku bunga/diskonto/biaya modal n : periode/umur investasi

Vn : nilai residu pada akhir umur ekonomis b. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Sugiono (2009), Metode ini mencari suatu tingkat bunga yang membuat nilai sekarang (present Value) dari cash in flow akan sama dengan nilai cash out flow atau nilai investasi tersebut sekarang. Dengan metode ini putusan


(24)

untuk menerima atau menolak usulan investasi dapat dilakukan dengan didasarkan pada kriteria berikut.

a. Usulan investasi dapat diterima jika IRR > opportunity cost of capital b. Usulan investasi dapat ditolak jika IRR < opportunity cost of capital

………(2) r = merupakan tingkat bunga (diskonto) yang dicari, yaitu rate of return dari

proyek tersebut yang membuat present value dari CIF sama dengan intial investment.

c. Benefit Cost Ratio (B/C)

Metode ini digunakan untuk menghitung present value (nilai sekarang) dari cash in flow dibagi dengan present value dari cash out flow (Initial investment) (Sugiono, 2009). Rumus untuk menghitung benefit cost ratio adalah:

∑ ………(3) Dengan menggunakan metode ini, kita dapat menyatakan hal-hal berikut.

a. Investasi dapat diterima jika PI > 1 b. Investasi tidak diterima jika PI < 1 d. Payback Periode

Metode ini menganalisis neraca lama suatu investasi yang akan dikembalikan. Untuk itu perlu dihitung cash in flow yang diperoleh pada tiap-tiap tahun proyek tersebut. Metode ini memiliki asumsi bahwa nilai uang akan tetap sama antara suatu periode dan periode berikutnya. Oleh sebab itu, metode ini sama sekali tidak memperhatikan unsur time value of money. Jadi, simpulannya adalah bahwa payback periode digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi (initial investment) yang dihitung dengan membagi investasi semua dengan cash in flow (Sugiono, 209).


(25)

e. Break Event Point (BEP)

Menurut Heizer, et al (2005), analisis titik impas merupakan alat penentu untuk menetapkan kapasitas yang harus dimiliki oleh sebuah fasilitas untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan analisis titik impas (break-even analysis) adalah untuk menemukan sebuah titik, dalam satu dolar dan unit.

Komponen-komponen yang dibutuhkan dalam analisis titik impas adalah sebagai berikut:

1. Biaya Tetap (fixed cost)

Biaya tetap adalah biaya yang ada walaupun tidak ada satu unit pun yang diproduksi. Contohnya adalah penyusutan, pajak, utang, dan pembayaran hipotek.

2. Biaya Variabel (variable cost)

Biaya variabel adalah biaya yang bervariasi sesuai dengan banyaknya unit yang diproduksi. Komponen utama biaya variabel adalah biaya tenaga kerja dan bahan. Walaupun demikian, biaya-biaya lain seperti sebagian biaya listrik dan air yang bervariasi sesuai dengan banyaknya unit yang diproduksi, juga merupakan biaya variabel.

Rumus yang berkaitan dengan titik impas dalam unit dan dolar ditunjukkan di bawah.

1) TR = TC atau Px = F +Vx………....……...(5)

2) ……….…..…(6) 3)

………...…...(7)

Dimana : BEPx = Titik impas dalam unit

BEP$ = Titik impas dalam dolar

P = Harga per unit (setelah semua diskon) x = Jumlah unit yang diproduksi

TR = Pendapatan total = Px

F = Biaya tetap

V = Biaya Variabel TC = Biaya total = F +Vx


(26)

Dari kelima alternatif analisis penerimaan finansial, maka dipilih salah satu metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis benefit cost ratio. Karena dalam perhitungannya, analisis ini memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program atau proyek. Dalam analisis cost – benefit perhitungan manfaat serta biaya ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya mengembangkan bisnisnya. Terkait dengan hal ini, maka nalisis manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi hanya didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan.

2.7 Preferensi Konsumen

Adanya makanan yang lebih beragam untuk tujuan diversifikasi makanan, dapat menimbulkan preferensi bagi konsumen. Terdapatnya pilihan makanan yang lebih beragam dengan kandungan gizi yang berbeda dan memberikan kepuasan yang berbeda-beda juga bagi konsumen.

Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan preferensi konsumen sebagai suatu pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk (barang dan jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Terdapat banyak aksioma yang digunakan untuk menerangkan tingkah laku individu dalam masalah penetapan pilihan. Hubungan preferensi ini biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar yaitu kelengkapan, transivitas, dan kontuinitas. Menurut Kotler dan Amstrong (2003), hubungan preferensi biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, yaitu kelengkapan (completeness), transitivitas (transivity), dan kontinuitas (continuity).

Sifat kelengkapan (completeness) memberikan asumsi bahwa setiap orang selalu dapat menentukan pilihan dengan dua alternatif. Sebagai contoh, jika A dan B merupakan dua kondisi, maka setiap orang harus selalu bisa menentukan salah satu dari tiga hal. Pertama, A lebih disukai daripada B. Kedua, B lebih disukai daripada A. Ketiga, A dan B sama- sama disukai.


(27)

Sifat transivitas (transivity) memberikan asumsi bahwa seseorang yang membandingkan beberapa kondisi yang saling berhubungan akan menunjukkan sikap yang sesuai dan konsisten. Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan bahwa ia lebih menyukai A daripada B dan lebih menyukai B daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C.

Sifat berkelanjutan (continuity) memiliki asumsi dasar yang hampir sama dengan sifat transivitas, bahwa kesesuaian dan konsisensi sikap seseorang akan terjaga pada saat membandingkan dua kondisi pada situasi yang berbeda. Sebagai contoh, jika seseorang mengetakan A lebih disukai daripada B, maka kondisi lain yang serupa dengan A lebih disukai daripada B (Kotler dan Amstrong, 2003).

Menurut Stepherd dan spark dalam Faaizah (2011), preferensi pangan adalah derajat kesukaan terhadap makanan yang akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu faktor intrinsic, faktor ekstrinsik, faktor biologis, faktor fisik dan psikologis, faktor personal, faktor sosial dan ekonomi, faktor pendidikan, serta faktor kultur, agama, dan daerah. Faktor intrinsic merupakan faktor yang bersumber dari dalam produk yang meliputi penampakan, aroma, suhu, tekstur, kualitas, kuantitas, dan cara penyajian pangan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan sosial, iklan produk, dan waktu penyajian.

Produk baru adalah barang, jasa, atau ide yang dianggap baru oleh sejumlah pelanggan potensial. Produk baru mungkin telah ada untuk beberapa waktu, tetapi ketertarikan terletak pada bagaimana konsumen mempelajari produk itu untuk pertama kalinya dan membuat keputusan untuk mengadopsinya. Proses adopsi didefinisikan sebagai proses mental yang harus dilalui seseorang untuk mempelajari sebuah inovasi untuk pertama kalinya sampai adopsi akhir, dan adopsi adalah keputusan seseorang untuk menjadi pengguna tetap sebuah produk (Kotler dan Amstrong, 2008).

Proses adopsi produk dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu kesadaran, minat, evaluasi, mencoba, dan adopsi. Pada mulanya, konsumen harus menyadari produk baru. Kesadaran menumbuhkan minat dan konsumen mencari informasi tentang produk baru. Setelah informasi dikumpulkan, konsumen memasuki tahap evaluasi dan harus mempertimbangkan untuk membeli produk baru. Berikutnya


(28)

dalam tahap mencoba, konsumen mencoba produk dalam skala kecil untuk meningkatkan estimasinya terhadap nilai produk. Jika konsumen puas dengan produk, ia memasuki tahap adopsi, memutuskan untuk menggunakan produk baru dengan skala lebih besar dan teratur.

Sesuai dengan pemikiran Kotler dan Amstrong, dalam proses difusi inovasi terdapat pengaruh karakteristik produk pada tingkat adopsi, yaitu (1) keunggulan relatif, tingkat dimana inovasi tampak mengungguli produk yang ada, (2) kesesuaian, tingkat dimana inovasi memenuhi nilai dan pengalaman konsumen potensial, (3) kompleksitas, tingkat dimana inovasi sulit dipahami atau digunakan, (4) dapat dibagi, tingkat dimana inovasi dapat dicoba pada basisi terbatas, (5) kemampuan komunikasi, tingkat di mana hasil penggunaan inovasi dapat diteliti atau digambarkan orang lain.

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian Rahman (2007) dengan judul Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL (MODIFIED CASSAVA FLOUR) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik kimia dan fisik beberapa sampel tepung tapioka dan MOCAL, mempelajari korelasi antara karakteristik kimia dan fisik sampel tersebut dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, menentukan karakteristik yang paling relevan terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, dan mempelajari karakteristik sampel yang memberikan kerenyahan tertinggi terhadap penyalut pada produk kacang salut. Berdasarkan hasil penelitiannya, menunjukkan karakteristik kimia dan fisik yang berbeda antar sampel tepung tapioka, begitu pula dengan MOCAL. Berdasarkan hasil analisis korelasi, karakteristik yang paling relevan terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin. Sementara itu, karakteristik lainnya seperti kadar air, kadar abu, kadar pati, nilai pH, bentuk dan ukuran pati, kehalusan, derajat putih, swelling power dan kelarutan, serta sifat amilografi tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut berkorelasi negatif dengan rasio amilo dan amilopektin (P<0.05). maka


(29)

dapat disimpulkan bahwa semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin, tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut akan semakin besar. Tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan tertinggi dimilki oleh penyalut yang dihasilkan dari tapioka F, sedangkan yang terendah yaitu pada sampel MOCAL. Oleh karena itu MOCAL tidak cocok untuk digunakan sebagai penyalut pada produk kacang salut.

Panikulata (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Potensi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai substitusi Tepung Terigu Pada Produk Kacang

Telur”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik MOCAF dan terigu sebagai bahan baku pembuatan kulit kacang telur, menentukan tingkat substitusi MOCAF terhadap tepung terigu yang dapat diaplikasikan pada formulasi kacang telur sehingga dapat diterima baik oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitiannya, karakteristik bahan baku yang mempengaruhi tekstur kacang telur ialah kadar protein, lemak, kadar amilosa dan amilopektin. MOCAF memiliki kandungan protein yang sangat rendah bila dibandingkan dengan terigu. Kandungan protein MOCAF sebesar 0.53%, sedangkan terigu sebesar 7.79%. semakin tinggi kandungan protein dalam suatu bahan, akan menyebabkan tekstur produk yang dihasilkan menjadi keras. Oleh karena itu, kacang telur yang disubstitusi dengan MOCAF, akan menghasilkan tekstur yang tidak terlalu keras, dan dapat diterima baik oleh konsumen dengan skor penerimaan minimum sebesar 3.50. semakin tinggi tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu pada formulasi kacang telur, akan menghasilkan tekstur produk yang masir, karena MOCAF memiliki kandungan amilosa yang tinggi dibansingkan dengan kadar lemak yang rendah. Kadar amilosa MOCAF sebesar 34.75% dan kadar lemak sebesar 0.54%. sedangkan terigu memiliki kadar amilosa sebesar 29.78% dengan kadar lemak sebesar 1.03%. Selain itu, tekstur juga dipengaruhi oleh kandungan amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilopektin suatu bahan, akan menyebakan daya kembang menjadi tinggi. MOCAF memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan terigu, yaitu 39.55% dan terigu sebesar 33.74%. Daya kembang MOCAF lebih tinggi daripada terigu. Berdasarkan analisis tekstur secara subjektif, substitusi MOCAF dapat diterima baik oleh konsumen sampai tingkat substitusi 25% dengan perolehan skor


(30)

penerimaan konsumen sebesar 3.56. Hasil analisis tekstur menggunakan Texture Analyser juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu, maka tekstur kacang telur yang dihasilkan akan semakin renyah. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi tinggi tingkat substitusi MOCAF, nilai crispness yang terbaca oleh Texture Analyser akan semakin tinggi. Selain itu juga, semakin tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu pada kacang telur, maka gaya yang terbaca oleh Texture Analyser akan semakin rendah. Semakin rendah gaya yang dibutuhkan, menunjukkan bahwa semakin banyak rongga udara yang terdapat di dalam produk kacang telur. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat substitusi, maka akan menghasilkan tekstur produk yang semakin renyah.

Penelitian Damanik (2010) dengan judul Akseptasi Teknis, Finansial dan Preferensi Konsumen Terhadap Substitusi Sebagian Bahan Baku Roti dan Pizza dengan Menggunakan MOCAF (Studi Kasus Pada UKM Di Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah MOCAF dapat dijadikan sebagai kombinasi bahan baku pada pizza dan roti manis, menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada pizza dan roti manis yang menggunakan bahan baku terigu 100 persen dengan bahan baku kombinasi MOCAF, menganalisis apakah MOCAF mampu menurunkan biaya produksi pizza dan roti manis, dan menganalisis respon konsumen terhadap pizza dan roti manis yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses produksi pizza dan roti manis yang memiliki kandungan MOCAF membutuhkan tambahan waktu 3-5 menit, ini disebabkan karena MOCAF lebih lama mengembang, sehingga mengakibatkan adanya tambahan biaya pada pemakaian gas. Dari segi analisis manfaat biaya, kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu pada pizza adalah layak, karena nilai Benefit Cost nya meningkat dari 1,3283 menjadi 1,3324. Demikian juga terhadap roti manis pada kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu adalah dapat diterima karena nilai Benefit Cost nya meningkat dari 1,7591 menjadi 1,7672. Semakin tinggi persen kandungan MOCAF, semakin mampu menurunkan total biaya produksi. Pada kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu, responden tidak dapat menemukan adanya perbedaan baik dari variabel rasa, aroma, kelembutan, manfaat yang dirasakan, dan warna pada pizza dan roti.


(31)

Faaizah (2011) dengan judul Penerimaan Produsen dan Preferensi Konsumen terhadap Penggunaan MOCAF sebagai Campuran Bahan Baku Mi Basah (Studi Kasus pada CV Taruna di Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis apakah MOCAF dapat dijadikan sebagai kombinasi bahan baku pada mi basah, (2) menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi mi basah berbahan baku 100 persen terigu dengan mi kombinasi MOCAF, (3) menganalisis apakah perubahan biaya produksi mi yang terjadi masih dapat diterima, (4) menganalisis respon konsumen terhadap mi basah yang menggunakan bahan baku kombinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara teknis, penggunaan kombinasi MOCAF hingga 25 persen untuk membuat mi basah tidak mengalami kendala. Dari aspek biaya, penggunaan kombinasi MOCAF pada produksi mi basah saat ini belum dapat digunakan karena dapat meningkatkan biaya produksi. Distributor tidak dapat membedakan mi basah kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan ketika kombinasi MOCAF 20 persen serta atribut warna ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 25 persen. Konsumen tidak dapat membedakan mi basah dengan kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 25 persen.


(32)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi manusia. Disamping itu ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rurnah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Dalam hal ini keaneka-ragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam ketahanan pangan.

Gandum merupakan komoditas strategis untuk menjangkau ketahanan pangan karena gandum dapat mendorong perubahan bentuk pangan dari butiran beras ke bentuk tepung. Dengan begitu, variasi bentuk pangan non-nasi akan lebih banyak dan sistem makannya pun akan lebih mudah diubah. Salah satu jenis makanan yang menggunakan bahan baku tepung terigu adalah roti. Kebanyakan gandum yang digunakan untuk membuat roti adalah di impor dari luar negeri. Padahal, di Indonesia terdapat sumber daya lokal yang dapat digunakan untuk fungsi yang sama yaitu singkong. Bahan ini dapat diolah menjadi tepung singkong modifikasi yang disebut dengan Modified Cassava Flour (MOCAF).

Pada penelitian ini, dianalisis mengenai penerimaan masyarakat terhadap penggunaan MOCAF sebagai bahan baku untuk membuat roti. Analisis dilakukan terhadap produsen dan konsumen roti tawar. Dari analisis produsen, dianalisis mengenai penerimaan aspek teknis melalui praktek dan benefit cost ratio melalui praktek dan simulasi. Sementara, dari sisi konsumen dianalisis mengenai preferensi mereka terhadap produk tersebut. Untuk lebih memahami alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.


(33)

Gambar 4. Diagram Kerangka Pemikiran Ketahanan

MOCAF Terigu

Singkong

Gandum Lokal

Impor

Penerimaan Konsumen

Preferensi Konsumen Penerimaan

Produsen l

Finansial Teknik

Praktek Simulasi

Pangan

Kombinasi

Wawancara &Kuesioner


(34)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PD. Galuh Sari yang beralamat di Jl. Panaragan Kidul No.03 Rt.02/05 Bogor Tengah. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu tiga bulan dimulai dari bulan Mei sampai Juli 2011.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari para responden. Responden di sini mencakup produsen roti tawar (pemilik perusahaan), dan konsumen akhir roti bakar. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, artikel, internet, dan literatur-literatur yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahanw pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Pengumpulan data sekunder ini bertujuan untuk lebih memahami permasalahan yang diteliti lebih dalam.

3.4 Metode Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini mencakup produsen dan konsumen roti tawar yang diolah dan dijual sebagai roti bakar. Produsen adalah satu orang pengusaha roti tawar yang merupakan salah satu produsen yang menjalankan usahanya di wilayah Bogor dengan jumlah pedagang sebagai distributor dan penjual roti bakarnya mencapai ratusan unit usaha(gerobak). Analisis penerimaan produsen dilakukan untuk memperoleh penilaian teknis dan financial dari proses kombinasi sebagian bahan baku roti tawar dengan menggunakan MOCAF. Secara teknis pengusaha roti tawar dapat mengetahui proses produksi dan keberhasilan percobaan yang dilakukan. Secara finansial, diteliti biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi roti.

Sampel berikutnya adalah konsumen akhir roti bakar. Penilaian konsumen digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen. Konsumen akhir yaitu masyarakat yang menyukai roti bakar. Dalam penentuan jumlah responden, jumlah 30 orang sudah mewakili untuk mendekati kurva normal (Umar, 2003). Sebelum melakukan penyebaran kuesioner, peneliti melakukan pengujian atribut-atribut roti tawar kepada 30 responden awal yang hanya digunakan untuk uji validitas dan realibilitas. Hal ini bertujuan agar kuesioner yang akan disebar kepada responden memiliki nilai valid dan reliable yang baik. Metode


(35)

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling berupa Purposive sampling, dengan pertimbangan konsumen akhir (pelajar, mahasiswa, pegawai dan ibu rumah tangga) sudah memiliki pola pikir yang berkembang serta keputusan pembeliannya sudah dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Untuk lebih memahami alur pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan : Angka dalam kurung ( ) adalah rencana jumlah responden. Gambar 5. Alur Pengambilan Sampel

3.5 Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui metode wawancara terstruktur dengan kuesioner dan observasi.

3.5.1 Aspek Teknis

Observasi dilakukan pada saat melakukan percobaan dalam proses produksi. Percobaan dimulai dari penggunaan 90 persen tepung terigu dengan campuran 10 persen tepung MOCAF. Apabila percobaan ini berhasil akan dilanjutkan dengan percobaan menggunakan campuran MOCAF yang lebih banyak (20 persen dan setrusnY). Apabila gagal pada percobaan dengan campuran 10 persen MOCAF maka dilakukan percobaan menggunakan campuran MOCAF 5 persen hingga ditemukan kombinasi ideal.

Kuesioner penilaian terhadap aspek teknis berisi tentang pertanyaan mengenai tingkat kesulitan dan jenis kesulitannya. Kuesioner ini diberikan kepada produsen roti tawar yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kesulitan apa yang dilalui produsen selama proses produksi roti. Penilaian terhadap aspek teknis dapat dilihat pada tingkat kesulitan dan jenis kesulitan yang

Produsen Pengusaha (1)

Teknis Finansial Sampel

Preferensi Konsumen Konsumen

Akhir (30) Konsumen


(36)

ditemui. Perbandingan tingkat kesulitan pada masing-masing kombinasi MOCAF secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.

3.5.2 Aspek Finansial

Metode wawancara langsung digunakan untuk mengetahui aspek finansial untuk meminimalisasi penyimpangan data karena bias persepsi dan faktor-faktor psikologis lainnya. Melalui metode ini diketahui biaya bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan setiap kombinasi roti tawar. Analisis meliputi biaya-biaya yang digunakan dalam proses produksi pada tiap tingkat kombinasi MOCAF pada roti tawar. Biaya-biaya yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya bahan baku, seperti: tepung terigu, MOCAF, air, mentega, gula, pengembang dan pelembut, upah tenaga kerja, gas dan listrik. secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

3.5.3 Preferensi Konsumen

Kuesioner penelitian ini berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai tingkat perbedaan dari segi rasa, aroma, kelembutan, kekenyalan, dan warna. Kuesioner diberikan kepada distributor untuk menilai roti tawar dan konsumen akhir yang menilai roti tawar yang sudah diolah menjadi roti bakar untuk mengetahui preferensi konsumen. Responden akan menilai produk dengan melihat, mencium dan mencicipinya lalu mengisi kuesioner mengenai atribut warna, aroma, kelembutan, kekenyalan, dan rasa. Penilaian yang dilakukan oleh responden yaitu mengenai perbandingan antara produk roti, seperti yang terlihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Perbandingan Roti

No.

Tingkat Perbandingan Tepung

Terigu

MOCAF

1. 100% 0

2. 90% 10%

3. 80% 20%

4. 70% 30%

Responden akan menilai keempat produk tersebut dengan melihat, mencium, dan mencicipinya lalu mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kuesioner penilaian responden dapat dilihat pada Tabel 5.


(37)

Tabel 5. Perbandingan Atribut Roti Bakar

3.6 Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Penerimaan Teknis

Data hasil wawancara langsung diolah dengan menggunakan metode deskriptif untuk memperoleh informasi tentang kesulitan-kesulitan yang ditemukan produsen mulai dari mempersiapkan adonan hingga proses produksi disertai oleh pengisian kuesioner yang telah disiapkan, lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran . Penilaian meliputi tingkat kesulitan dan jenis kesulitan yang ditemui pada proses produksi.

3.6.2 Penerimaan Finansial a. Analisis Benefit Cost Ratio

Analisis finansial menggunakan metode Benefit Cost Ratio (BCR) atau rasio manfaat biaya, bertujuan untuk memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek (Sugiono, 2009).

Dalam penelitian ini Benefit Cost Ratio (BCR) digunakan untuk mengetahui apakah substitusi sebagian bahan baku roti tawar dengan menggunakan MOCAF dapat diterima. Agar substitusi sebagian bahan baku roti

Roti 0 Roti 1 Roti 2 Roti 3

1 Warna ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus 2 Aroma ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus

( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus 3 Kelembutan roti ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus

( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus 4 Kekenyalan roti ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus

( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus 5 Rasa ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus ( ) Sangat lebih bagus

( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Lebih bagus ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Sama (tidak berbeda) ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus ( ) Sangat kurang bagus No Atribut

Roti Pembanding


(38)

bakar dapat diterima, maka nilai Benefit Cost pada roti tawar harus meningkat atau lebih besar dari Benefit Cost roti bakar yang tidak mengandung MOCAF.

Benefit Cost dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

.………(8)

Dalam menentukan manfaat dan biaya suatu proyek harus dilihat secara luas pada manfaat dan biaya sosial dan tidak hanya pada individu saja. Oleh karena menyangkut masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai cara.

Hal yang perlu diperhitungkan dalam menentukan manfaat adalah hanya kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan, sedangkan kenaikan nilai suatu kekayaan karena adanya proyek tidak diperhitungkan.

Perhitungan biaya harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya alternatif dari penggunaan sumber ekonomi. Perhitungan biaya ini harus memasukkan biaya langsung dan biaya tidak langsung.

3.6.3 Penerimaan terhadap Preferensi Konsumen

Untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap berbagai tingkat substitusi bahan baku roti bakar dilakukan wawancara terstruktur dengan menyebar kuesioner terhadap 30 responden. Data yang diperoleh di olah dengan menggunakan metode kruskal wallis. Analisis dengan metode kruskal wallis bertujuan untuk mengetahui tingkat kombinasi MOCAF dengan terigu yang dapat diterima oleh konsumen, dengan menbandingkan setiap atribut pada masing-masing roti (Daniel, 1990).

Uji kruskal wallis mengasumsikan bahwa varian antara k populasi (treatment) adalah sama, tetapi k populasi tersebut berdistribusi kontinu. Untuk uji statistik Kruskal Wallis : (1) semua sampelnya digabung, (2) nilai gabungannya diurutkan dari tendah ke tinggi, dan (3) nilai yang sudah diurutkan diganti dengan tingkat, dimulai dari 1 untuk nilai terkecil (Atmajaya, 2009).

Menurut Wathen (2008) hipotesis alternatif adalah K populasi mempunyai mean yang tidak sama (sedikitnya ada satu mean yang tidak sama dengan yang lainnya).


(39)

Ho : µ1 = µ2 = ………µk H1 : µ2 ≠ µ2 ≠ ………µk

Kriteria pengambilan keputusannya adalah : Ho diterima apabila : H ≤ X2α ; K-1


(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PD. Galuh Sari merupakan perusahaan yang didirikan oleh Bapak Amir dan Istrinya yang bernama Ibu Maemunah pada tahun 2001 yang berlokasi di Jl. Panaragan Kidul No.03 Rt.02/05 Bogor Tengah. Awalnya usaha ini masih tergolong kecil yang bergerak dalam usaha makanan kecil seperti kue pancong dan dorayaki. Namun semenjak tahun 2001, usaha yang ditekuni oleh Pak Amir dan ibu Maemunah semakin berkembang dan juga Pak Amir telah memperkerjakan beberapa karyawan untuk membantu proses produksi.

Dalam menjalankan usahanya banyak kendala yang dialami oleh Pak Amir. Permasalahan yang dialami oleh PD. Galuh Sari adalah pada saat usahanya berada di puncak banyak pesaing yang membuka usaha yang bergerak di bidang yang sama, sehingga menurunkan jumlah permintaan pasar.

4.2 Tujuan Perusahaan

Tujuan awal PD. Galuh Sari adalah untuk mengisi waktu luang Ibu Maemunah.yang seorang ibu rumah tangga, dan juga keinginan Ibu Maemunah untuk menjadi seorang wirausaha. Seiring dengan berkembangnya usaha yang mereka tekuni, akhirnya PD. Galuh Sari bertujuan untuk membuka lapangan pekerjann.

Saat ini PD. Galuh Sari memiliki 18 karyawan tetap, termasuk Pak Amir dan Ibu maemunah. PD. Galuh Sari tidak memiliki struktur organisasi yang formal sehingga struktur organisasi masih tergolong kecil yaitu proses produksi dan penjualannya diawasi langsung oleh Pak Amir dan Ibu Maemunah.

4.3 Kegiatan Perusahaan 4.3.1 Kegiatan Produksi

PD. Galuh Sari merupakan perusahaan yang memproduksi roti tawar yang digunakan untuk roti bakar. PD. Galuh Sari rutin memproduksi rata-rata 12 bal (satu bal sama dengan 25 kg) roti tiap harinya. Untuk menunjang proses produksi dibutuhkan beberapa peralatan penting seperti mesin pengaduk (mixer), timbangan, pemotong, meja pemotong, cetakan (loyang), oven, dan rak pendingin.


(41)

Bahan yang digunakan dalam produksi roti tawar adalah terigu, gula, pengembang, air, mentega, pelembut dan garam. Proses produksi roti tersebut terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama produksi adalah pengadukan seluruh bahan. Selanjutnya adonan ditimbang sesuai dengan berat yang telah ditentukan. Tahap ketiga adonan dimasukkan ke dalam loyang/cetakan yang telah diolesi terlebih dahulu. Tahap selanjutnya adonan yang telah di masukkan ke dalam loyang/cetakan ditutup dan di diamkan agar mengembang. Setelah mengembang adonan dimasukan ke dalam oven untuk proses pemanggangan selama 17 menit. Roti yang sudah matang di keluarkan dari loyang/cetakan, kemudian di simpan dalam wadah dan disusun di rak pendinginan. Setelah roti dingin, tahap terakhir adalah proses pengemasan. Untuk lebih jelasnya proses produksi roti tawar dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.


(42)

Gambar 6. Alur Proses Produksi Proses pencampuran atau pengadukan

semua bahan

Pembagian adonan dan ditimbang

Pencetakan

Fermentasi

Pembakaran

Pendinginan

Pengemasan

Penyimpanan Fermentasi


(43)

4.3.2 Kegiatan Pemasaran

Pemasaran PD. Galuh Sari awalnya dilakukan dengan cara promosi dari mulut ke mulut. Kini PD. Galuh Sari hanya melakukan kegiatan penjualan di pabrik saja dan dengan mengantarkan pesanan kepada pedagang. Selain itu, ada distributor langsung yang rutin membeli roti di perusahaan ini. Kegiatan pemasaran dilakukan di beberapa tempat seperti Leuwiliang, Cilebut, Rangkas bitung, Merdeka, Pasar Anyar, dan lain-lain. Kemgiatan pemasarannya pun tidak hanya dilakukan di Bogor saja, tetapi juga dilakukan hingga Jakarta seperti Manggarai, Senen, Cempaka Putih, Karang Anyar, Mangga dua dan Pademangan. 4.4 Karakteristik Responden

Responden terdiri dari produsen roti tawar dan konsumen akhir. Produsen yang menjadi responden yakni pengusaha roti tawar. Sedangkan konsumen yang menjadi responden terdiri dari 30 orang.

4.4.1 Produsen

Pengusaha roti tawar PD. Galuh Sari bernama Bapak Amir yang berlokasi di Jl. Panaragan Kidul No.03 Rt.02/05 Bogor Tengah. Responden melakukan penilaian terhadap roti tawar secara teknik dan finansial.

4.4.2 Konsumen Akhir

Konsumen akhir terdiri dari 30 orang yaitu 18 orang wanita dan 12 orang pria. Responden melakukan penilaian terhadap roti tawar yang telah diolah lebih lanjut menjadi roti bakar. Sebaran responden roti bakar dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 6.


(44)

Tabel 6. Sebaran Responden Roti Bakar

Setelah pengolahan data konsumen akhir, dapat diketahui bahwa frekuensi responden dalam mengkonsumsi roti bakar 1x seminggu ada 14 orang, 11 orang mengkonsumsi roti bakar 2x seminggu dan 5 orang mengkonsumsi roti bakar 3x seminggu. Sedangkan mengenai waktu mengkonsumsi roti bakar di pagi hari sebanyak 14 orang, siang hari sebanyak 4 orang, sore hari 8 orang dan malam hari sebanyak 4 orang. Diketahui pula bahwa 13,33 persen responden pernah mendengar MOCAF namun 86,67 persennya mengaku belum pernah mendengar

n %

Menyukai roti bakar

Ya 30 100

Tidak 0 0

Frekuensi mengkonsumsi roti bakar dalam satu minggu

1 14 46,67

2 11 36,67

3 5 16,67

4 0 0

5 0 0

Usia (tahun)

16 - 21 14 46,67

22 - 27 10 33,33

28 - 33 1 3,33

>33 5 16,67

Jenis kelamin

Wanita 18 60

Pria 12 40

Waktu mengkonsumsi roti

Pagi 14 46,67

Siang 4 13,33

Sore 8 26,67

Malam 4 13,33

Pernah mendengar MOCAF

Ya 4 13,33

Tidak 26 86,67

Tertarik untuk mengkonsumsi roti bakar yang menggunakan bahan baku kombinasi terigu dengan MOCAF

Ya 12 40

Tidak 18 60

Jumlah responden Identitas Responden


(45)

MOCAF. Sebanyak 12 orang responden ( 40 persen ) tertarik untuk mengkonsumsi roti tawar yang menggunakan bahan baku campuran MOCAF dengan terigu, sedangkan 18 orang responden ( 60 persen ) tidak tertarik untuk mengkonsumsinya.

4.5 Analisis Teknis dan finansial 4.5.1 Penerimaan Teknis

Percobaan dilakukan dengan bantuan 5 pekerja sesuai pembagian kerjanya. Satu pekerja bertanggung jawab dalam proses pengadukan dan pembuatan adonan. Satu pekerja membagi adonan sementara pekerja yang lain mencetak adonan. Secara teknis proses produksi roti tawar tersebut tidak memiliki tingkat dan jenis kesulitan untuk tiap campuran MOCAF. Semua jenis roti yang diproduksi diberi perlakuan sama melalui proses produksi dan waktu yang sama. Perbedaan masing-masing percobaan adalah dalam hal persentase penggunaan jumlah tepung terigu dan MOCAF, secara jelas dapat dilihat pada Tabel 7.


(46)

Tabel 7. Waktu dan Tingkat Kesulitan pada Proses Produksi Roti Tawar

Hasil wawancara yang diperoleh, produsen roti tawar mengaku tertarik untuk menggunakan tepung MOCAF yang belum dijual di pasar tradisional. Produsen kurang sesuai dengan harga MOCAF yang lebih mahal dari harga

Waktu Kesulitan Waktu Kesulitan

1 Pencampuran atau

Pengadukan 15 menit 15 menit

2

Pembagian dan Penimbangan Adonan

20 menit 20 menit Sama, tidak terdapat

kesulitan

3 Pencetakan 10 menit 10 menit

4 Fermentasi 60 menit 60 menit

5 Pembakaran* 17 menit 17 menit

6 Pendinginan 20 menit 20 menit

Waktu Kesulitan Waktu Kesulitan

1 Pencampuran atau

Pengadukan 15 menit 15 menit

2

Pembagian dan Penimbangan Adonan

20 menit Sama, tidak terdapat kesulitan

20 menit Sama, tidak terdapat kesulitan

3 Pencetakan 10 menit 10 menit

4 Fermentasi 60 menit 60 menit

5 Pembakaran* 17 menit 17 menit

6 Pendinginan 20 menit 20 menit

Ket : *) Pembakaran pada suhu 220⁰C Hasil Deskripsi : Kurang lembut dan kenyal. Deskripsi : Agak putih kurang mengemban g, rapuh, kurang lembut dan kurang kenyal. No. Tahapan

Roti Tawar dengan Bahan Baku

80% Terigu dan 20% MOCAF 70% Terigu dan 30% MOCAF

Deskripsi : warnanya putih kecoklat-coklatan, kenyal, lembut, dan empuk. Deskripsi : hampir sama seperti roti pembanding . Tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil

100% Tepung Terigu 90% Tepung Terigu dan 10% MOCAF

Roti Tawar dengan Bahan Baku Tahapan


(47)

tepung terigu yang biasa digunakan, serta kualitas roti yang dihasilkan dengan kombinasi MOCAF tidak sebagus roti dengan 100 persen terigu.

4.5.2 Analisis Benefit Cost Ratio

Penggunaan campuaran MOCAf pada produksi roti tawar menyebabkan perubahan biaya yang dikeluarkan untuk beberapa bahan yang digunakan. Perubahan pada bahan baku tepung terigu dan MOCAf menyebabkan perubahan pada biaya produksi roti tawar. Hasil perhitungan benefit cost pada roti tawar dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8.HasilPerhitunganBenefit Cost Ratio Roti Tawar

Jenis Biaya Terigu 100% MOCAF 0% Terigu 90% MOCAF 10% Terigu 80% MOCAF 20% Terigu 70% MOCAF 30% Bahan Baku:

 Tepung Terigu (1kg=Rp. 6.200)  MOCAF (1kg=Rp. 8.000)  Air  Mentega  Gula  Pengembang  Pelembut  Garam

Rp. 31.000

Rp. 0

Rp. 474 Rp. 3.600 Rp. 2.160 Rp. 3.600 Rp. 1.200 Rp. 100

Rp. 27.900

Rp. 4.000

Rp. 474 Rp. 3.600 Rp. 2.160 Rp. 3.600 Rp. 1.200 Rp. 100

Rp. 24.800

Rp. 8.000

Rp. 474 Rp. 3.600 Rp. 2.160 Rp. 3.600 Rp. 1.200 Rp. 100

Rp. 21.700

Rp. 12.000

Rp. 474 Rp. 3.600 Rp. 2.160 Rp. 3.600 Rp. 1.200 Rp. 100 Upah tenaga kerja Rp. 15.000 Rp. 15.000 Rp. 15.000 Rp. 15.000 Gas + Listrik Rp. 4.575 Rp. 4.575 Rp. 4.575 Rp. 4.575

Total biaya Rp. 61.709 Rp. 62.609 Rp. 63.509 Rp. 64.409

Harga jual roti tawar Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 2.500 Total perolehan =

harga jual perbuah x 30 buah


(48)

Lanjutan Tabel 8. Biaya produksi roti

tawar per buah Rp.2.056,97 Rp.2.086,97 Rp.2.116,97 Rp.2.146,97

Marjin Rp. 443,03 Rp. 413,03 Rp. 383,03 Rp. 353,03

Benefit Cost = Total perolehan / total biaya

1,2154 1,1979 1,1809 1,1644

Kombinasi MOCAF terhadap roti tawar menyebabkan perubahan rincian biaya pada sebagian bahan baku roti tawar. Perubahan biaya terjadi pada bahan baku tepung terigu dan MOCAF, sementara biaya pada bahan baku yang lainnya tidak berubah. Semakin tinggi kandungan MOCAF, maka semakin tinggi pula biaya penggunaan MOCAF dan biaya penggunaan tepung terigu semakin menurun.

Setelah dilakukan perhitungan nilai Benefit Cost Ratio maka dapat diketahui bahwa nilai B/C roti 1 sebesar 1.1979, B/C roti 2 sebesar 1,1809 dan B/C roti 3 sebesar 1,1644. Karena nilai B/C roti 1, roti 2, dan roti 3 lebih kecil dari B/C roti pembanding, maka usaha belum dapat dipilih untuk dijalankan. Sebagai perbandingan, dilakukan simulasi perhitungan biaya produksi dan analisis Benefit Cost Ratio untuk pengguna jenis tepung terigu lain. Terigu yang digunakan untuk simulasi adalah terigu dengan harga yang lebih mahal, seperti terigu Segitiga Biru dan Kunci Biru.

Apabila menggunakan terigu Segitiga Biru dengan harga pasar Rp. 8.750/kg, maka penggunaan kombinasi MOCAF dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan marjin. Berdasarkan analisis Benefit Cost Ratio


(49)

diketahui bahwa penggunaan MOCAF meningkatkan nilai Ratio B/C, sehingga dapat dikatakan bahwa kombinasi MOCAF secara finansial dapat dipilih untuk membuat roti tawar, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Benefit Cost Ratio pengguna terigu Segitiga Biru

Satuan Terigu 100% Terigu 90%, MOCAF 10% Terigu 80%, MOCAF 20% Terigu 70%, MOCAF 30%

Total Biaya Produksi Rp/5kg 74.459 74.084 73.709 73.334

Biaya Produksi Rp/buah 2481,96 2469,46 2456,96 2444,46

Marjin Rp/kg 18,04 30,54 43,04 55,54

Benefit Cost 1,0073 1,0124 1,0175 1,0227

Apabila menggunakan terigu Kunci Biru dengan harga Rp. 8.150/kg, maka penggunaan kombinasi 10 persen MOCAF dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan marjin. Berdasarkan analisis Benefit Cost Ratio diketahui bahwa penggunaan kombinasi MOCAF dan terigu Kunci Biru meningkatkan nilai Benefit Cost, sehingga secara finansial kombinasi MOCAF dapat dipilih untuk membuat roti tawar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Benefit Cost Ratio pengguna terigu Kunci Biru

Satuan Terigu 100% Terigu 90%, MOCAF 10% Terigu 80%, MOCAF 20% Terigu 70%, MOCAF 30%

Total Biaya Produksi Rp/5kg 71.459 71.384 71.309 71.234

Biaya Produksi Rp/buah 2381,97 2379,47 2376,97 2374,47

Marjin Rp/kg 118,03 120,53 123,03 125,53

Benefit Cost 1,0496 1,0507 1,0518 1,0529

Perbandingan biaya produksi roti tawar dengan penggunaan dua jenis terigu digambarkan pada grafik. Untuk lebih jelasnya, perbandingan biaya produksi roti tawar dapat dilihat pada Gambar 7.


(50)

Gambar 7. Perbandingan Biaya Produksi Roti Tawar Per Buah

Setelah dilakukan perhitungan biaya produksi dan analisis B/C ratio diperoleh bahwa apabila menggunakan tepung terigu yang lebih mahal, yaitu tepung terigu Segitiga Biru dan Kunci Biru dan dikombinasikan dengan tepung MOCAF seharga Rp. 8000/kg, maka dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan nilai B/C ratio.

4.6 Preferensi Konsumen

Setelah dilakukan penilaian konsumen terhadap rasa, aroma, kekenyalan, kelembutan dan warna pada tiap jenis roti selanjutnya dianalisis melalui preferensi konsumen. Data yang digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen akhir roti tawar diperoleh dari 30 responden. Setiap responden melakukan penilaian setelah mencicipi tiga jenis roti bakar yaitu roti 1 (bahan baku 90 persen terigu dan 10 persen

MOCAF), roti 2 (bahan baku 80 persen terigu dan 20 persen MOCAF), dan roti 3 (bahan baku 70 persen terigu dan 30 persen MOCAF). Data yang diperoleh dari konsumen akhir diolah dengan metode kruskal Wallis menggunakan bantuan SPSS 16.

Preferensi konsumen dianalisis dengan menggunakan bantuan metode Kruskal Wallis terhadap lima atribut pada roti tawar yaitu warna (Y1), aroma (Y2), kelembutan roti (Y3), kekenyalan roti (Y4), dan rasa (Y5). Berdasarkan

2000,00 2100,00 2200,00 2300,00 2400,00 2500,00 Roti Pembanding Roti 1(Terigu 90%, MOCAF 10%) Roti 2(Terigu 80%, MOCAF 20%)

Roti 3 (Terigu 70%, MOCAF 30%) B ia y a P rod uk si / bu a h (R p) Jenis Roti Segitiga Biru Kunci Biru

Terigu yang digunakan oleh perusahaan


(51)

hasil analisis diketahui bahwa atribut yang mempunyai pengaruh nyata pada roti tawar adalah atribut kelembutan roti dan atribut kekenyalan roti. Atribut kelembutan roti memiliki nilai signifikasi 0, 003 (kurang dari 0,05), sehingga perlu dilakukan uju lanjut. Sedangkan atribut kekenyalan roti memiliki nilai signifikan 0,002 (kurang dari 0,05). Hasil test statistic terhadap roti bakar dapat dilihat pada Tabel 11 (lampiran 7)

Tabel 11. Test Statistic terhadap Roti Bakar

Warna aroma

kelembutan

roti kekenyalan roti Rasa

Chi-Square 3.994 1.032 11.612 12.620 3.219

Df 2 2 2 2 2

Asymp. Sig. .136 .597 .003 .002 .200

Setelah dilakukan uji lanjut terhadap kelembutan roti dengan menggunakan uji t diperoleh bahwa kelembutan roti 3 berbeda nyata dengan kelembutan roti 1, sedangkan kelembutan roti 2 menurut responden memiliki tekstur yang sama dengan roti 1 maupun roti 3. Sedangkan uji lanjut terhadap kekenyalan roti diperoleh bahwa Kekenyalan roti 3 berbeda nyata dengan kekenyalan roti 2 dan roti 1, sedangkan kekenyalan roti 2 tidak berbeda nyata dengan kekenyalan roti 1. (Lihat pada lampiran 8). Hasil uji lanjut terhadap kelembutan roti dapat dilihat pada Tabel 12 dan hasil uji lanjut terhadap kekenyalan roti dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 12. Hasil Uji Lanjut Terhadap Kelembutan Roti Bakar

Roti Superscript N

Mean

Rank Roti 3 Roti 2 Roti 1

kelembutan roti

Roti 3 A 30 34.87

Roti 2 AB 30 45.93 11.067

Roti 1 B 30 55.70 20.833 9.767

Dari hasil uji lanjut, dapat disimpulkan bahwa kelembutan roti 3 berbeda nyata dengan kelembutan roti 1, sedangkan kelembutan roti 2 menurut responden memiliki tekstur yang sama dengan roti 1 maupun roti 3.


(52)

Tabel 13. Hasil Uji Lanjut Terhadap Kekenyalan Roti Bakar

Roti N

Mean

Rank Roti 3 Roti 2 Roti 1

kekenyalan roti

Roti 3 A 30 34.65

Roti 2 Ab 30 45.70 11.050

Roti 1 B 30 56.15 21.500 10.450

Dari hasil uji lanjut, dapat disimpulkan bahwa kekenyalan roti 3 berbeda nyata dengan kekenyalan roti 2 dan roti 1, sedangkan kekenyalan roti 2 tidak berbeda nyata dengan kekenyalan roti 1.

Secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dapat direkapitulasi seperti pada Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Penelitian

No. Analisis Hasil Penelitian

1. Teknis Tidak terdapat kesulitan dalam proses produksi

roti tawar yang menggunakan kombinasi

MOCAF. 2. Finansial (Benefit Cost

Ratio)

 Dalam penelitian ini penggunaan kombinasi MOCAF untuk membuat roti tawar pada PD. Galuh Sari belum dapat digunakan karena dapat menaikkan biaya produksi. Hal ini disebabkan karena harga tepung terigu yang digunakan lebih murah dibandingkan harga MOCAF.

 MOCAF berpotensi menjadi bahan baku

campuran atau pengganti apabila harga terigu yang digunakan lebih tinggi dari harga tepung MOCAF. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan simulasi terhadap dua jenis tepung terigu yang memiliki harga lebih tinggi dibandingkan tepung MOCAF yaitu tepung terigu Segitiga Biru dan tepung terigu Kunci Biru.


(53)

Lanjutan Tabel 14.

3. Preferensi Konsumen  Responden tidak dapat membedakan warna, aroma, dan rasa pada penggunaan kombinasi MOCAF 10 persen dan tepung terigu 90 persen.

 Perbedaan dirasakan ketika kombinasi

MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 30 persen terhadap atribut kelembutan dan kekenyalan.

4.7 Implikasi Manajerial

Secara teknis tidak terdapat kesulitan yang nyata yang dapat mengganggu dalam persiapan dan proses produksi roti tawar, namun roti yang dihasilkan kurang begitu lembut dan kenyal. Ini diakibatkan karena roti tawar yang mengandung MOCAF kurang mengembang., sehingga perusahaan belum dapat menggunakan tepung MOCAF sebagai substitusi tepung terigu. Untuk itu diperlukan modifikasi bahan baku (menemukan komposisi yang sesuai), salah satunya yaitu dengan menambahkan jumlah pengembangnya.

Dalam segi analisis biaya, kombinasi MOCAF 10 persen, 20 persen, dan 30 persen dapat menaikkan total biaya produksi, kandungan MOCAF yang semakin besar memiliki total biaya produksi yang semakin besar pula. MOCAF berpotensi menjadi bahan baku campuran atau pengganti apabila harga tepung terigu dipasaran mengalami peningkatan harga yang tinggi dan perusahaan tidak lagi memproduksi tepung terigu yang murah. Jika perusahaan menggunakan terigu dengan harga yang tinggi, maka akan mengakibatkan penambahan biaya produksi. Sehingga dalam keadaaan ini MOCAF dapat digunakan sebagai bahan campuran atau pengganti karena dapat menurunkan biaya produksi.

Kombinasi MOCAF dengan tepung terigu berhasil pada kombinasi 10 persen MOCAF dan 90 persen terigu. Ini terbukti dari responden yang tidak dapat menemukan perbedaan yang nyata terhadap atribut kelembutan dan kekenyalan, maka produsen roti tawar dapat memproduksi roti pada kombinasi MOCAF 10 persen dan terigu 90 persen.


(1)

 Tepung Terigu  Air

 Mentega  Gula

 Pengembang  Pelembut  Garam

5 kg 3000 ml 300 gram 300 gram 75 gram 25 gram 50 gram

Rp. 31.000 Rp. 1.000 Rp. 5.000 Rp. 3.000 Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 500

Upah tenaga kerja Rp. 15.000

Gas + listrik Rp. 4.575

Total biaya Rp. 61.709

Harga produksi roti tawar per buah adalah Rp. 61.709 / 30 = Rp. 2.056,97 Harga jual roti tawar per buah adalah Rp. 2.500

Marjin = Harga jual – harga produksi = Rp. 2.500 – Rp. 2.056,97 = Rp. 443,03

Benefit Cost untuk 30 buah roti tawar

= 1,2154


(2)

Lanjutan Lampiran 9.

Rincian Biaya untuk Bahan Baku 90% Tepung Terigu dan 10% MOCAF

Jenis Biaya Jumlah Total Harga

Bahan Baku:

 Tepung Terigu  MOCAF  Air  Mentega  Gula

 Pengembang  Pelembut  Garam

4,5 kg 500 gram 3000 ml 300 gram 300 gram 75 gram 25 gram 50 gram

Rp. 27.900 Rp. 4.000 Rp. 5.000 Rp. 3.000 Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 500

Upah tenaga kerja Rp. 15.000

Gas + listrik Rp. 4.575

Total biaya Rp. 62.609

Harga produksi roti tawar per buah adalah Rp. 62.609/ 30 = Rp. 2.086,97 Harga jual roti tawar per buah adalah Rp. 2.500

Marjin = Harga jual – harga produksi = Rp. 2.500 – Rp. 2.086,97 = Rp. 413,03

Benefit Cost untuk 30 buah roti tawar

= 1,1979


(3)

 Tepung Terigu  MOCAF  Air  Mentega  Gula

 Pengembang  Pelembut  Garam

4 kg 1 kg 3000 ml 300 gram 300 gram 75 gram 25 gram 50 gram

Rp. 24.800 Rp. 8.000 Rp. 5.000 Rp. 3.000 Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 500

Upah tenaga kerja Rp. 15.000

Gas + listrik Rp. 4.575

Total biaya Rp. 63.509

Harga produksi roti tawar per buah adalah Rp. 63.509/ 30 = Rp. 2116,97 Harga jual roti tawar per buah adalah Rp. 2.500

Marjin = Harga jual – harga produksi = Rp. 2.500 – Rp. 2.116,97 = Rp. 383,03

Benefit Cost untuk 30 buah roti tawar

= 1,1809


(4)

Lanjutan Lampiran 9.

Rincian Biaya untuk Bahan Baku 70% Tepung Terigu dan 30% MOCAF

Jenis Biaya Jumlah Total Harga

Bahan Baku:

 Tepung Terigu  MOCAF  Air  Mentega  Gula

 Pengembang  Pelembut  Garam

3,5 kg 1,5 kg 3000 ml 300 gram 300 gram 75 gram 25 gra, 50 gram

Rp. 21.700 Rp. 12.000 Rp. 5.000 Rp. 3.000 Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 500

Upah tenaga kerja Rp. 15.000

Gas + listrik Rp. 4.575

Total biaya Rp. 64.409

Harga produksi roti tawar per buah adalah Rp. 64.409 / 30 = Rp. 2.146,97 Harga jual roti tawar per buah adalah Rp. 2.500

Marjin = Harga jual – harga produksi = Rp. 2.500 – Rp. 2.146,97 = Rp. 353,03

Benefit Cost untuk 30 buah roti tawar

= 1,1644


(5)

Jumlah bahan baku yang tersedia xxx

Persediaan akhir bahan baku xxx -

Jumlah bahan baku yang digunakan xxx

Tenaga kerja langsung xxx

Overhead: Sewa xxx

Utilitas xxx

Penyusutan peralatan xxx

Asuransi xxx +

$ xxx

Dikurangi:Overhead yang kurang dibebankan xxx -

Overhead yang dibebankan xxx +

Biaya produksi saat ini $ xxx

Ditambah: Biaya awal barang dalam proses xxx

Jumlah biaya produksi $ xxx

Dikurangi: Biaya akhir barang dalam proses xxx +


(6)

Lampiran 11. Gambar Roti Tawar

Roti tawar 100% tepung terigu

Roti tawar dengan campuran 90% tepung terigu dan 10% MOCAF

Roti tawar dengan campuran 80% tepung terigu dan 20% MOCAF