dalam tahap mencoba, konsumen mencoba produk dalam skala kecil untuk meningkatkan estimasinya terhadap nilai produk. Jika konsumen puas dengan
produk, ia memasuki tahap adopsi, memutuskan untuk menggunakan produk baru dengan skala lebih besar dan teratur.
Sesuai dengan pemikiran Kotler dan Amstrong, dalam proses difusi inovasi terdapat pengaruh karakteristik produk pada tingkat adopsi, yaitu 1
keunggulan relatif, tingkat dimana inovasi tampak mengungguli produk yang ada, 2 kesesuaian, tingkat dimana inovasi memenuhi nilai dan pengalaman konsumen
potensial, 3 kompleksitas, tingkat dimana inovasi sulit dipahami atau digunakan, 4 dapat dibagi, tingkat dimana inovasi dapat dicoba pada basisi terbatas, 5
kemampuan komunikasi, tingkat di mana hasil penggunaan inovasi dapat diteliti atau digambarkan orang lain.
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian Rahman 2007 dengan judul Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL MODIFIED CASSAVA FLOUR
Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik kimia dan fisik beberapa sampel tepung tapioka dan
MOCAL, mempelajari korelasi antara karakteristik kimia dan fisik sampel tersebut dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada
produk kacang salut, menentukan karakteristik yang paling relevan terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, dan mempelajari karakteristik
sampel yang memberikan kerenyahan tertinggi terhadap penyalut pada produk kacang salut. Berdasarkan hasil penelitiannya, menunjukkan karakteristik kimia
dan fisik yang berbeda antar sampel tepung tapioka, begitu pula dengan MOCAL. Berdasarkan hasil analisis korelasi, karakteristik yang paling relevan terhadap
tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin. Sementara itu, karakteristik lainnya seperti kadar
air, kadar abu, kadar pati, nilai pH, bentuk dan ukuran pati, kehalusan, derajat putih, swelling power dan kelarutan, serta sifat amilografi tidak terlalu
berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan
penyalut berkorelasi negatif dengan rasio amilo dan amilopektin P0.05. maka
dapat disimpulkan bahwa semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin, tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut akan semakin besar. Tingkat
pengembangan papatan dan kerenyahan tertinggi dimilki oleh penyalut yang dihasilkan dari tapioka F, sedangkan yang terendah yaitu pada sampel MOCAL.
Oleh karena itu MOCAL tidak cocok untuk digunakan sebagai penyalut pada produk kacang salut.
Panikulata 2008 dalam penelitiannya yang berjudul “Potensi Modified Cassava Flour
MOCAF sebagai substitusi Tepung Terigu Pada Produk Kacang Telur”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik MOCAF dan
terigu sebagai bahan baku pembuatan kulit kacang telur, menentukan tingkat substitusi MOCAF terhadap tepung terigu yang dapat diaplikasikan pada
formulasi kacang telur sehingga dapat diterima baik oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitiannya, karakteristik bahan baku yang mempengaruhi tekstur kacang
telur ialah kadar protein, lemak, kadar amilosa dan amilopektin. MOCAF memiliki kandungan protein yang sangat rendah bila dibandingkan dengan terigu.
Kandungan protein MOCAF sebesar 0.53, sedangkan terigu sebesar 7.79. semakin tinggi kandungan protein dalam suatu bahan, akan menyebabkan tekstur
produk yang dihasilkan menjadi keras. Oleh karena itu, kacang telur yang disubstitusi dengan MOCAF, akan menghasilkan tekstur yang tidak terlalu keras,
dan dapat diterima baik oleh konsumen dengan skor penerimaan minimum sebesar 3.50. semakin tinggi tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu
pada formulasi kacang telur, akan menghasilkan tekstur produk yang masir, karena MOCAF memiliki kandungan amilosa yang tinggi dibansingkan dengan
kadar lemak yang rendah. Kadar amilosa MOCAF sebesar 34.75 dan kadar lemak sebesar 0.54. sedangkan terigu memiliki kadar amilosa sebesar 29.78
dengan kadar lemak sebesar 1.03. Selain itu, tekstur juga dipengaruhi oleh kandungan amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilopektin suatu bahan, akan
menyebakan daya kembang menjadi tinggi. MOCAF memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan terigu, yaitu 39.55 dan
terigu sebesar 33.74. Daya kembang MOCAF lebih tinggi daripada terigu. Berdasarkan analisis tekstur secara subjektif, substitusi MOCAF dapat diterima
baik oleh konsumen sampai tingkat substitusi 25 dengan perolehan skor
penerimaan konsumen sebesar 3.56. Hasil analisis tekstur menggunakan Texture Analyser
juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu, maka tekstur kacang telur yang dihasilkan akan semakin renyah.
Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi tinggi tingkat substitusi MOCAF, nilai crispness
yang terbaca oleh Texture Analyser akan semakin tinggi. Selain itu juga, semakin tinggi tingkat substitusi MOCAF terhadap terigu pada kacang telur, maka
gaya yang terbaca oleh Texture Analyser akan semakin rendah. Semakin rendah gaya yang dibutuhkan, menunjukkan bahwa semakin banyak rongga udara yang
terdapat di dalam produk kacang telur. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat substitusi, maka akan menghasilkan tekstur produk yang semakin renyah.
Penelitian Damanik 2010 dengan judul Akseptasi Teknis, Finansial dan Preferensi Konsumen Terhadap Substitusi Sebagian Bahan Baku Roti dan Pizza
dengan Menggunakan MOCAF Studi Kasus Pada UKM Di Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah MOCAF dapat dijadikan sebagai kombinasi
bahan baku pada pizza dan roti manis, menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi pada pizza dan roti manis yang menggunakan bahan baku terigu
100 persen dengan bahan baku kombinasi MOCAF, menganalisis apakah MOCAF mampu menurunkan biaya produksi pizza dan roti manis, dan
menganalisis respon konsumen terhadap pizza dan roti manis yang menggunakan bahan baku kombinasi MOCAF. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
proses produksi pizza dan roti manis yang memiliki kandungan MOCAF membutuhkan tambahan waktu 3-5 menit, ini disebabkan karena MOCAF lebih
lama mengembang, sehingga mengakibatkan adanya tambahan biaya pada pemakaian gas. Dari segi analisis manfaat biaya, kombinasi 20 persen MOCAF
dan 80 persen terigu pada pizza adalah layak, karena nilai Benefit Cost nya meningkat dari 1,3283 menjadi 1,3324. Demikian juga terhadap roti manis pada
kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu adalah dapat diterima karena nilai Benefit Cost nya meningkat dari 1,7591 menjadi 1,7672. Semakin tinggi
persen kandungan MOCAF, semakin mampu menurunkan total biaya produksi. Pada kombinasi 20 persen MOCAF dan 80 persen terigu, responden tidak dapat
menemukan adanya perbedaan baik dari variabel rasa, aroma, kelembutan, manfaat yang dirasakan, dan warna pada pizza dan roti.
Faaizah 2011 dengan judul Penerimaan Produsen dan Preferensi Konsumen terhadap Penggunaan MOCAF sebagai Campuran Bahan Baku Mi
Basah Studi Kasus pada CV Taruna di Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk 1 menganalisis apakah MOCAF dapat dijadikan sebagai kombinasi bahan baku
pada mi basah, 2 menganalisis apakah terdapat perbedaan proses produksi mi basah berbahan baku 100 persen terigu dengan mi kombinasi MOCAF, 3
menganalisis apakah perubahan biaya produksi mi yang terjadi masih dapat diterima, 4 menganalisis respon konsumen terhadap mi basah yang
menggunakan bahan baku kombinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara teknis, penggunaan kombinasi MOCAF hingga 25 persen untuk membuat
mi basah tidak mengalami kendala. Dari aspek biaya, penggunaan kombinasi MOCAF pada produksi mi basah saat ini belum dapat digunakan karena dapat
meningkatkan biaya produksi. Distributor tidak dapat membedakan mi basah kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan ketika kombinasi MOCAF 20
persen serta atribut warna ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 25 persen. Konsumen tidak dapat membedakan mi basah dengan
kombinasi MOCAF, kecuali atribut kelembutan ketika kombinasi MOCAF 20 persen dan kombinasi MOCAF 25 persen.
III. METODE PENELITIAN