Manfaat Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

hukum, asas persamaan, asas keseimbangan, asas larangan penyalahgunaan wewenang, asas fair play, asas kepercayaan pengharapan, asas larangan bertindak sewenang-wenang.

2. Manfaat Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik memiliki fungsi sebagai pedoman pelaksanaan kewenangan administrasi negara untuk memberikan dan menentukan batas-batas yang harus diperhatikan oleh suatu jabatan secara yuridis. Orientasinya harus kepada peraturan perundang-undangan dan tatanan hukum, karena berdasarkan kedua hal tersebut maka kepatuhan terhadap batas-batas jabatan umum dapat dipaksakan, bukan ber gantung kepada kesadaran atau itikad baik pejabat. 124 Sebagai norma hukum, paling tidak Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik berpengaruh pada tiga bidang, yaitu: 125 a. Penafsiran dan penerapan ketentuan perundang-undangan; b. Pembentukan beleid pemerintah dimana organ pemerintahan diberi kebebasan kebijaksanaan oleh peraturan perundang-undangan atau tidak terdapat ketentuan yang membatasi kebebasan kebijaksanaan yang akan dilakukan itu; c. Pelaksanaan kebijakan Pembagian ketiga bidang tersebut oleh Indroharto diberi nama “tiga aspek penemuan hukum”. Aliran filsafat yang turut mendasari Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik adalah aliran positivisme hukum. Menurut aliran ini, hukum adalah perintah 124 Safri Nugraha, et.al., Op.Cit., hal 71 125 Indroharto, Usaha Memahami Undnag-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991, hal 147 Universitas Sumatera Utara penguasa yang berdaulat dan merupakan kehendak negara. Kebijakan penguasa bersenyawa dengan hukum. John Austin dalam teori Analitical Jurisprudence atau sering disebut dengan teori hukum yang analitis, menyebutkan ada dua bentuk hukum, yaitu positive law Undang-Undang dan positive morality hukum kebiasaan. Logika hukumnya adalah undang-undang dan hukum kebiasaan akan diakui sebagai hukum apabila telah dikukuhkan oleh penguasa yang berwenang. Universitas Sumatera Utara BAB IV ANALISA YURIDIS MENGENAI PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN PENCEKALAN SEHUBUNGAN DENGAN DUGAAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PIMPINAN KPK A. Kronologis Kasus Bibit-Chandra Dalam Kerangka Pencekalan Berawal pada testimoni Antasari Azhar, Polri memanggil empat pimpinan KPK dan empat pejabat KPK. Polisi memanggil petinggi KPK dengan jeratan pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 atas dugaan telah menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 421 KUHP. Dalam kasus ini Polri mendapatkan laporan secara resmi dari Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Laporan itu menyebutkan adanya dugaan pimpinan KPK yang menerima suap dan penyalahgunaan kewenangan sebagai pimpinan KPK dalam menangani kasus PT Masaro Radiokom yang diduga melibatkan Anggoro Widjaja. Dalam pemeriksaan, penyidik lebih banyak menanyakan mengenai dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pimpinan KPK mengenai pencekalan dan pencabutan cekal Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo dan terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Kedua orang tersebut memang dijatuhi cekal oleh KPK. Anggoro diduga melakukan suap kepada anggota Komisi IV DPR. Anggoro telah menjadi tersangka dalam kasus ini. Namun, sebelum cekal itu diberikan, yang bersangkutan lebih dulu kabur ke Singapura. Sementara Djoko Tjandra pernah dicekal karena diduga terkait kasus suap Jaksa Urip Tri Gunawan dan merupakan orang dekat Sjamsul Nursalim. Universitas Sumatera Utara Namun setelah diselidiki lebih mendalam, kasus suap tersebut tidak terbukti. Keputusan pencabutan cekal itu diputuskan berdasarkan rapat pimpinan. Menurut Pasal 7 ayat 1 huruf a KUHAP, disebutkan bahwa penyidik berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. Jadi, jika kita mengacu pada pasal ini, testimoni dari Antasari Azhar yang menyebutkan adanya suatu tindak pidana penyuapan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pimpinan KPK, dapat dijadikan dasar bagi Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tentang masalah tersebut. Kepolisian berpendapat bahwa pimpinan KPK telah menyalahgunakan wewenang dikarenakan telah menerbitkan keputusan cekal pada saat Anggoro Widjaja masih diperiksa dalam status sebagai saksi. POLRI berpendapat bahwa keputusan cekal tersebut terkait dengan isu pemerasan yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK. Yang dimaksud dengan penyelidikan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana KUHAP adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan rumusan Pasal 1 Universitas Sumatera Utara butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah: a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan- tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan; b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik; c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan; d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya. Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya. 126 Dalam kasus ini, pihak Kepolisian telah memenuhi unsur penyidikan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, terkait masalah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Berawal dari laporan pimpinan KPK nonaktif Antasari Azhar di mana penyidikan merujuk pada laporan tertanggal 6 Juni 2009, yang dilaporkan adalah penerimaan suap atau pemerasan terhadap PT Masaro Radiocom terkait pengajuan anggaran SKRT Dephut. Lebih jauh dalam penyidikan, polisi temukan fakta sebagai berikut: Anggoro Widjojo adalah mantan pemegang saham PT Masaro Radiocom yang pada Juli 2008 diduga terlibat pada kasus penyuapan pejabat di Depaptemen Kehutanan dan 126 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, April 2005, hal.380-381 Universitas Sumatera Utara anggota Komisi 4 DPR RI. Atas adanya dugaan tersebut KPK melakukan pencekalan, 22 Agustus 2008. Berdasarkan pencekalan tersebut, Anggoro berupaya menyelesaikan penyelesaian tersebut melalui adiknya Anggodo. Anggodo menyerahkan sejumlah uang melalui Ary Muladi untuk diserahkan kepada para pimpinan KPK. Untuk dapat melakukan penyidikan, paling tidak harus terdapat bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan yang cukup didapat dari polisi berdasarkan keterangan dari Antasari Azhar dan juga Ary Muladi. Maka atas dasar hal tersebut, Polisi dapat melakukan penyidikan tentang dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Keterangan resmi Mabes Polri pada 15 September 2009 mengenai ditetapkannya dua komisioner KPK sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang, menjelaskan bahwa Polisi sangat ingin mendukung penuh pemberantasan korupsi dan KPK untuk memberantas korupsi. Kepolisian berangkat dari rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas ini. Dalam dunia penyidikan dan sistem penegakan hukum, selalu ada bagian-bagian yang mampu dilihat, namun tidak dilihat oleh orang yang lain. Kemudian lebih lanjut dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, pada intinya menyebutkan dalam rangka penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, kalau orang tidak termasuk dalam status terlidik, tersidik, tertuntut, lalu dilakukan pencekalan terhadapnya, maka berarti ada pencekalan yang tidak sesuai dengan prosedur. Pencekalan yang dilakukan terhadap Anggoro dan Joko, sudah menyalahi pasal 21 ayat 5 Undang- Universitas Sumatera Utara Undang a quo. Karena itu sudah disebutkan dalam pasal tersebut bahwa pencekalan harus diputuskan dalam Rapat Pimpinan secara kolektif. Pencekalan yang dilakukan oleh Chandra Hamzah menjadi salah prosedur dan menjadi tindak pidana penyalahgunaan wewenang. Kemudian pencekalan tersebut terhadap Joko Tjandra terkait adanya dugaan kasus Urip Tri Gunawan juga oleh Chandra dan Bibit, itu pun sama bukan putusan kolektif. Lebih lanjut kepolisan menjelaskan bahwa telah terjadi pemerasan pasal 12 e jo. pasal 15 UU a quo bahwa percobaan pegawai negeri yang ingin menguntungkan diri sendiri dengan cara melawan hukum untuk memaksa orang menyerahkan sesuatu. Hal ini berdasarkan pada digeledahnya PT. Masaro oleh KPK terkait kasus Tanjung Apiapi ataupun Air Talang. Sewaktu kasus ini digeledah, KPK kemudian melakukan pencekalan terhadap Anggoro yang tidak ada kaitannya dengan penyidikan. Hal ini melanggar aturan dalam UU KPK yaitu bahwa sesuai pasal 12 dijelaskan dalam rangka penyelidikan, penyidikan, penuntutan, KPK berwenang memerintahkan instansi mencegah keberangkatan ke luar negeri. Jadi berdasarkan perbuatan tersebut, maka muncul perbuatan melawan hukum sesuai pasal 23 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu: Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 220, pasal 231, pasal 421, pasal 442, pasal 429 atau pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 6 enam tahun danatau denda paling sedikit Rp.50.000.000 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp.150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. Dalam penyidikan polisi, Chandra melakukan pencekalan terhadap Anggoro, tetapi dia tidak tahu dalam proses apa dia dicekal. Ada dugaan bahwa Universitas Sumatera Utara dengan dilakukannya cekal ini, terdapat aliran uang. Dalam kesewenangan ini, Chandra menerbitkan cekal terhadap sesorang yang tidak terlibat apapun dalam penyidikan yang dilakukan oleh KPK karena penyidikan yang dilakukan adalah masalah Tanjung Api-api ataupun Air Talang. Dalam keputusan cekal itu dilakukan secara sendiri. Padahal menurut UU KPK, pimpinan KPK dalam membuat keputusan harus secara kolektif untuk kontrol supaya tidak berbuat sewenang-wenang. Chandra mengambil keputusan cekal tersebut sendiri. Begitupun dengan Bibit S Riyanto, dia tidak mengetahui terkait apa mencekal Joko Tjandra. Ini melampaui batas karena tidak memberitahu yang lain sudah cekal Joko Tjandra. Pencabutan cekal juga tidak sesuai prosedur. Bahwa satgas belum melakukan penyelidikan apapun, tapi oleh Chandra diputuskan dicabut cekalnya. Tanpa perlu mengetahui usulan dari satgas jika cekal itu seharusnya dicabut. Dia melanggar pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang seharusnya dilakukan secara kolegial. B. Tinjauan Yuridis Pencekalan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Kerangka Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Pada Pasal 12 ayat 1 huruf b, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang untuk memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian keluar negeri. Universitas Sumatera Utara Setiap pejabat administrasi negara dalam bertindak menjalankan tugastugasnya harus dilandasai wewenang yang sah, yang diberikan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan oleh hukum wet matigheid van bestuur = asas legalitas = le principle de la l’egalite de’l administration. Oleh karena itu, setiap pejabat administrasi negara sebelum menjalankan tugasnya harus terlebih dahulu dilekatkan dengan suatu kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, sumber wewenang pemerintah terdapat dalam peraturan perundangundangan. Demikian juga dikatakan oleh Wade, bahwa pada dasarnya untuk menghindari abuse of power, maka semua kekuasaan harus dibatasi oleh hukum atau peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang terdiri dari beberapa wewenang, yaitu merupakan kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan yang berlandaskan peraturan perundang-undangan. Jadi kewenangan adalah kekuasaan yang mempunyai landasan hukum, agar tidak timbul kesewenang-wenangan. Kewenangan adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik. Hak adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum privat. 127 127 Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981., hal 76 Negara merupakan lembaga hukum publik yang terdiri dari jabatan-jabatan Administrasi Negara, dimana pejabat adminitrasi Negara menjalankan urusan pemerintahan. Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut harus berdasarkan hukum wetmatigheid van bestuur. Oleh karena itu administrasi negara sebelum menjalankan tugasnya harus terlebih Universitas Sumatera Utara dahulu dilekatkan dengan suatu kewenangan yang sah, berdasarkan peraturan perundang-undangan asas legalitas. Dengan demikian, setiap perrbuatan pejabat administrasi negara harus mempunyai landasan hukum. Di dalam kasus ini, KPK yang menjadi perwakilan dari negara dalam hal penanganan tindak pidana korupsi, telah mempunyai landasan hukum untuk melakukan pencekalan terhadap seseorang yang ada hubungannya dengan penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan yang sedang dikerjakan oleh lembaga tersebut. Seperti yang telah dijelaskan diatas, landasan hukum mengenai kewenangan tersebut adalah pasal 12 ayat 1 huruf b, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kewenangan yang dimiliki oleh KPK tersebut diperoleh dari Undang-Undang yang dibuat oleh Parlemen. Dan dengan melalui undang-undang tersebut, tindakan pemerintah dilegitimasikan. Serta melalui undang-undang ini pula diletakkan dengan baik “parameter” dari kewenangan bertindak pemerintah, yang dapat dilakukan dengan menetapkan kriteria-kriteria dari kekuasaan bertindak, antara lain: a. Tujuan dari tindakan pemerintah b. Pertimbangan yang harus diambil dalam melakukan pertanggung jawaban c. Prosedur yang harus dipatuhi sebelum bertindak. Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam hal ini diwakili oleh para pimpinannya, telah memenuhi ketiga kriteria dalam melakukan pencekalan terhadap anggoro. Yang menjadi tujuan dari tindakan tersebut sudah jelas bahwa pencekalan itu dilakukan dalam rangka penanganan tindak pidana korupsi. Dan pertimbangan yang harus diambil dalam melakukan pertanggungjawaban adalah Universitas Sumatera Utara mengacu kepada pasal 12 ayat 1 huruf b Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik.- 31B01VII2008 Tanggal 14 Agustus 2008. Sedangkan prosedur mengenai pencekalan ini telah sesuai dengan presedens yang telah dilakukan oleh pendahulunya, yaitu dengan dibuatnya Surat Nomor R-316401VIII2008 Perihal Pelarangan Bepergian Ke Luar Negeri a.n Aggoro Widjaja dkk, yang ditujukan kepada Direktur Jendral Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal ini juga dipertegas lagi menurut UU No 30 Tahun 2002 penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi Penyidik KPK. Penyidik KPK adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. 128 Penyidik KPK memiliki tugas untuk melakukan tugas penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangannya. Tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangannya adalah: 129 a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; danatau c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 satu milyar rupiah Jadi dalam hal ini, tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak 128 Op.Cit., pasal 45 ayat 1 129 Ibid., pasal 11 Universitas Sumatera Utara pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, merupakan tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK untuk dilakukan penyidikan. Kewenangan yang dimiliki oleh KPK tersebut merupakan kewenangan atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintah yang oleh suatu peraturan perundang-undangan produk hukum legislatif diberikan untuk melaksanakan tugas pemerintahan secara penuh. Dalam pelaksanaan wewenang pemerintah, pejabat administrasi negara dapat mengambil suatu keputusan yang pada dasarnya harus atas permintaan tertulis, baik dari instansi atau orang-perorangan. Dalam membuat keputusan tersebut terikat pada tiga asa hukum, yaitu: 1. Asas yuridikitas rechmatigeheid, yaitu bahwa setiap tindakan pejabat administrasi negara tidak boleh melanggar hukum secara umum harus sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan. Dalam kasus pencekalan ini, tindakan yang dilakukan oleh Chandra sebagai salah satu unsur dari pimpinan KPK terkait masalah pencekalan Anggoro dan Pencekalan yang dilakukan oleh Bibit terhadap Joko S Chandra, tidak melanggar hukum secara umum. Dengan dipenuhinya prosedur dalam melakukan pencekalan, maka hal tersebut sudah sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan. 2. Asas legalitas wetmatigeheid, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya ada pertauran dasar yang melandasinya. Apalagi Indonesia adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah. Universitas Sumatera Utara Asas legalitas maksudnya disini adalah dasar hukum dari setiap tindakan pejabat, dalam hal ini Chandra M Hamzah, selaku salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam melakukan pencekalan terhadap Anggoro Widjaja dan Pencekalan yang dilakukan oleh Bibit terhadap Joko S Chandra. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, bahwa yang menjadi dasar hukum pencekalan tersebut telah ditentukan secara nyata di UU tentang KPK, yaitu pasal 12 ayat 1 huruf b UU a quo. Jadi perbuatan tersebut bukanlah suatu perbuatan yang tanpa dasar hukum. 3. Asas diskresi freies ermessen, yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut diatas. Jadi penggunaannya tidak terlepas sendiri dari asas-asas yang lainnya. Sehingga, pejabat administrasi negara tidak dapat menolak untuk mengambil keputusan, bila ada seorang warga masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat administarsi negara. Asas diskresi dalam kasus ini dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Chandra M Hamzah secara individu. Dalam kasus ini, walaupun Chandra M Hamzah melakukan pencekalan terhadap Anggoro Widjadja dkk maupun pencabutan pencekalan terhadap Djoko Tjandra, perbuatan tersebut tidaklah mengesampingkan kedua asas sebelumnya, yaitu asas yuridikitas dan asas legalitas. Jadi, perbuatan tersebut bukanlah suatu perbuatan penyalahgunaan wewenang. Universitas Sumatera Utara Penyalahgunaan wewenang terjadi jika wewenang yang berasal dari hukum publik digunakan untuk tujuan lain tanpa itikad baik. Dalam hal ini, penyalahgunaan harus dituju pada landasan obyektif diberikannya wewenang tersebut dengan mengemukakan norma hukum yang terkait erat dengan wewenang yang diberikan. Dengan kata lain, penyalahgunaan wewenang muncul jika wewenang dilakukan bertentangan dengan tujuan hukum yang dalam hal ini melindungi kepentingan umum atas pemberian wewenang tersebut. selain itu, penyalahgunaan terjadi karena tiadaya itikad baik dalam melaksanakan wewenang yang ditunjukan secara konkret dalam setiap kejadian dalam pelaksanaan wewenang tersebut. Jadi, penyidikan yang dilakukan oleh POLRI terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Pimpinan KPK, dalam hal ini Chandra M Hamzah, telah menjadi salah sasaran apabila kita melihat hal ini dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara. Mengingat disini bahwa prosedur pencekalan yang dilakukan oleh Chandra M Hamzah dalam melakukan pencekalan terhadap Anggoro Widjaja dan penghentian pencekalan terhadap Djoko Chandra telah dilalui sebagaimana mestinya. Telah dijelaskan diatas bahwa kewenangan tersebut merupakan kewenangan atribusi yang dimiliki oleh KPK dalam rangka menjalankan ketentuan Pasal 12 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi KPK dalam menjalankan fungsinya dikarenakan di negara ini, hampir seluruh koruptor yang ada lari keluar negeri dan tidak dapat diproses hukum. Kewenangan ini bukanlah hal yang baru Universitas Sumatera Utara dalam dunia penyidikan karena telah sering dilakukan oleh penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk mencegah terjadinya tersangka atau terdakwa kabur keluar negeri. Kewenangan yang dimiliki oleh Penyidik KPK saat ini tidak lagi harus melalui keputusan Jaksa Agung, karena berdasarkan kewenangan ini penyidik KPK dapat memerintahkan langsung kepada pejabat keimigrasian untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri. Kewenangan yang diberikan tersebut berusaha untuk memangkas prosedur-prosedur yang yang memakan waktu yang sebenarnya tidak diperlukan. Berdasarkan hal tersebut di atas, jelas bahwa proses penyelidikan adalah proses untuk menentukan, apakah telah terjadi suatu tindak pidana yang artinya pada proses tersebut jelas belum ada pihak yang dikenakan status tersangka. Hal ini berbeda dengan proses penyidikan. Dalam proses penyidikan telah terdapat keyakinan bahwa telah terjadi suatu dan tindak pidana dan proses penyidikan merupakan proses untuk mencari bukti sekaligus tersangka tindak pidana tersebut. Jadi, KPK memang berwenang untuk melakukan pencekalan terhadap seseorang meskipun statusnya masih sebagai saksi. Fakta bahwa Polri menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang berdasarkan keterangan seorang Antasari Azhar justru seharusnya membuat Polri bersikap hati-hati dalam mengambil tindakan, mengingat kesaksian Antasasri Azhar jelas akan diragukan kebenarannya dan objektivitasnya belakangan Antasari menjelaskan bahwa informasi tentang masalah Bibit dan Chandra berupaya dicari tahu keberannya oleh yang bersangkutan, yang pada akhirnya pengakuan Antasari menjelaskan bahwa dirinya tidak yakin Bibit dan Chanda terlibat. Terkecuali Polri memang Universitas Sumatera Utara memiliki bukti bahwa tindakan pemerasan yang diduga dilakukan oleh KPK, memang terjadi. Karena jelas bahwa berdasarkan laporan dari pihak Anggoro Widjaja orang yang memeras adalah orang yang bernama Ary Muladi dan Edi Sumarsono dan keduanya sama sekali tidak memiliki status apapun di KPK. Mengenai masalah penyidikan yang dilakukan oleh Polri terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan ole pimpinan KPK, seharusnya Polri melihat batasan-batasan mengenai penyidikan berdasarkan UU Kepolisian. Pasal 16 ayat 2 UU a quo menyebutkan bahwa tindakan penyelidikan dan penyidikan jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia. Pemakaian pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dinilai terlalu dipaksakan. Sudah dijelaskan bahwa kewenangan pencekalan yang dilakukan oleh merupakan kewenangan yang dimiliki oleh KPK berdasarkan atribusi. Pencekalan tersebut telah memenuhi asas yuridikitas, asas legalitas maupun asas diskresi. Walaupun hanya salah satu unsur pimpinan KPK yang melakukan pencekalan maupun pencabutan pencekalan, tetapi Chandra M Universitas Sumatera Utara Hamzah tidaklah mengesampingkan asas legalitas dan asas yuridikitas sebagaimana merupakan syarat dari dilakukannya diskresi. Selain itu, salah satu Pimpinan KPK yaitu Muhammad Jasin menyatakan pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra telah sah dan sesuai dengan prosedur. 130 Adapun mengenai pengambilan keputusan secara kolektif kolegial hanya diperlukan dalam penetapan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, ujar M Jasin dalam dskusi di Gedung KPK. 131 Penyidikan yang dilakukan oleh POLRI terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pimpinan KPK ini harus juga dikaitkan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, mengingat kedua lembaga tersebut, baik Kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan dua lembaga penegak hukum. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dikelompokkan sebagai berikut: 132 1. Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi: asas kecermatan formal dan asas “fair play” 2. Asas-asas meterial mengenai formulasi keputusan yang meliputi: a. Asas kepastian hukum b. Asas kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan c. Asas persamaan 130 http:infokorupsi.comidkorupsi.php?ac=3370l=bibitchandra- dianggap-melanggar-prosedur , diakses pada tanngal 26 Novemver 2010. 131 http:infokorupsi.comidkorupsi.php?ac=3370l=bibitchandra- dianggap-melanggar-prosedur , diakses pada tanngal 26 Novemver 2010. 132 Philipus M. Hadjon, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, pada Himpunan Makalah AAUPB Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994, hal 107. Universitas Sumatera Utara d. Asas kecermatan material e. Asas keseimbangan Mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Prof Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara” menguraikan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam 13 asas, sebagai berikut: 133 1. Asas kepastian hukum principle of legal security; 2. Asas keseimbangan priciple of proportionality; 3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh – principle of equality; 4. Asas bertindak cermat principle of carefuleness; 5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pengreh principle of motivation; 6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan principle of non misuse of competence; 7. Asas permainan yang layak principle of fair play; 8. Asas keadilan atau kewajaran principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness; 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar principle of meeting raised expectation; 10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal principle of undoing the consequences of an annuled decisions; 133 Ibid, hal 108 Universitas Sumatera Utara 11. Asas perlindungan atas pandangan hidup cara hidup pribadi principle of protecting the personal way of life; 12. Asas kebijaksanaan sapience; 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum principle of public service Asas-asas Umum Pemernitahan Yang Baik dalam kepustakaan Indonesia, secara umum bersumber kepada Hukum Administrasi Negara Belanda. Oleh kerena itu pengelompokkan asas-asas yang terjadi pada umumnya sebagai berikut: a. Kelompok Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat formal sehubungan dengan proses persiapan pembentukkan keputusan. b. Kelompok Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat formal sehubungan dengan motivasi terbitnya keputusan, c. Kelompok Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat material sehubungan dengan isi keputusuan Termasuk dalam kelompok pertama a antara lain asas kecermatan; fair play; dan larangan bertindak sewenang-wenang deteournament de pouvoir. Disebut kelompok asas-asas yang bersifat formal karena sekumpulan asas tersebut acapkalai disebut kelompok asas prosedural, karena meliputi sejumlah langkah persiapan dalam pembuatan keputusan. Peranan asas penyalahgunaan wewenang disini adalah agar dalam pembuatan keputusan tidak menyimpang prosedur yang sudah ditentukan. Kelompok kedua b adalah asas motivasi bersifat formal, karena merupakan bagian konsiderans yang menampakkan berbagai alasan yang Universitas Sumatera Utara mendukung diterbitkannya suatu keputusan. 134 Perbuatan diskresi mengenai pengeluaran surat pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dan kawan-kawan maupun Surat Pengentian Pencekalan terhadap Djoko Chandra yang dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam hal ini dilakukan Chandra M Hamzah sudah secara nyata tidak menyalahi Asas-Asas Umum Pemeruntahan Yang Baik yang telah diuraikan diatas. Sejumlah langkah persiapan dalam pembuatan keputusan tersebut telah dilakukan olehnya. Hal ini dapat dilihat dari surat Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor R-316401VII2008 yang ditujukan kepada Direktur Jendral Imigrasi Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia mengenai pelarangan bepergian ke luar negeri atas nama Anggoro Widjaja dan kawan-kawan. Hal ini berarti telah memenuhi kelompok asas-asas pemerintahan yang baik bersifat formal a. Dalam surat pencekalan tersebut pun telah menampakkan berbagai alasan yang mendukung diterbitkannya suatu keputusan. Adapun yang menjadi alas an diterbitkannya Surat tersebut adalah karena KPK sedang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah Kelompok ketiga c Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat material, artinya berhubungan dengan isi atau diktum keputusan. Termasuk dalam kelompok ini adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas keseimbangan, asas larangan penyalahgunaan wewenang, asas fair play, asas kepercayaanpengharapan, asas larangan bertindak sewenang-wenang. 134 P.H. Madjon, et.al.,Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal 275 Universitas Sumatera Utara tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan seuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, yang diduga dilakukan oleh H.M. Yusuf Erwin Faishal. Guna kepentingan penyidikan, maka KPK meminta Direktur Jendral Imigrasi Departeman Hukum dan HAM untuk melakukan pelarangan keluar negeri untuk Anggoro Widjojo dan kawan-kawan. Jadi pada intinya surat tersebut bertujuan untuk kepentingan penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK. Dengan demikian, tindakan pencekalan tersebut tidak menyalahi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik kelompok kedua b tersebut. Begitu juga dengan kelompok yang ketiga c mengenai dengan isi keputusan. Asas-asas yang terdapat dalam kelompok ini seperti asas kepastian hukum, asas persamaan, asas keseimbangan, asas larangan penyalahgunaan wewenang, asas fair play, asas kepercayaanpengharapan dan asas larangan bertindak sewenang-wenang, telah dipenuhi oleh KPK tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan