Kedudukan dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan tindak pidana korupsi

3. Asas diskresi freies ermessen , yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri, asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan asas legalitas tersebut diatas. Jadi penggunaannya tidak terlepas sendiri dari asas-asas yang lainnya. Sehingga, pejabat administrasi negara tidak dapat menolak untuk mengambil keputusan, bila ada seorang war ga masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat administarsi negara. 98

3. Kedudukan dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan tindak pidana korupsi

Pasal 43 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo UU No 30 tahun 2002 menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga Negara yang dibentuk melalui undang-undang dan menjalankan tugas berdasarkan kewenangan yang melekat secara independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Alinea 14 penjelasan umum UU KPK jo Pasal 19 ayat 1 dan 2 UU No 30 tahun 2002 menjelaskan bahwa KPK dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Negara. Apabila dipandang perlu, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, KPK dapat membentuk per wakilan di daerah Provinsi. Sebelum membahas mengenai kewenangan KPK, maka perlu diketahui asas-asas yang terdapat dalam UU Nomor 30 tahun 2002. Menurut Pasal 5 UU No 98 Ibid., hal. 87 Universitas Sumatera Utara 30 tahun 2002, asas-asas yang dimaksud adalah: 99 a. Kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi; b. Keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya; c. Akuntabilitas yaitu ass yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Kepentingan yaitu adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif; e. Proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya, KPK harus senantiasa berpedoman pada asas-asas tersebut. Hal ini dikarenakan asas-asas tersebut menjiwai setiap pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. 99 Indonesia b, Op.Cit., penjelasan pasal 5 Universitas Sumatera Utara Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi adalah: 7. Dijelaskan dalam pasal 6 UU KPK bahwa tugas dari KPK adalah: a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; e. Melakukan monitor terhadap pelanggaran pemerintahan negara. f. KPK bertugas menetapkan status kepemilikan gratifikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat 1 dengan Keputusan Pimpinan KPK Pasal 17 ayat 3 UU KPK; g. Menyerahkan gratifikasi yang menjadi milik negara kepada menteri Keuangan Pasal 17 ayat 6 UU KPK; h. KPK bertugas membentuk panitia seleksi untuk memilih Tim Penasihat KPK Pasal 22 ayat 2 UU KPK; i. KPK bertugas membuat keputusan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan pegawai KPK Pasal 24 ayat 3 UU KPK; j. KPK juga bertugas sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU KPK, yaitu antara lain: k. Menetapkan kebijakan dan tata cara organisasi mengenai Universitas Sumatera Utara pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; l. Mengangkat dan memberhentikan Kepala Bidang, Kepala Sekretariat, Kepala Subbidang, dan pegawai yang bertugas pada KPK; m. Menentukan kriteria penanganan tindak pidana korupsi. Berdasarkan tugas-tugas seperti yang telah disebutkan, maka dapat diketahui bahwa tugas KPK tidak hanya melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, KPK juga bertugas melakukan koordinasi dan supervisi dengan instansi lain huruf a dan b dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan huruf d serta melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan huruf e. Beberapa program yang terkait dengan pencegahan, diantaranya menelaah peraturan yang berpotensi korupsi besar danatau yang menghambat pemberantasan korupsi. 100 Kemudian memberikan perbaikan dan penyempurnaan berbagai aturan, sistem dan prosedur untuk meminimalkan terjadinya korupsi. Juga mengembangkan sistem pencatatan transaksi secara nasional yang memungkinkan dapat dideteksinya transaksi-transasi yang bersifat tidak biasa. 101 Wewenang KPK yang paling utama adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pada dasarnya kewenangan-kewenangan tersebut merujuk pada ketentuan yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain menurut UU No 30 Tahun 2002. Komisi Pemberantasan Korupsi 100 Taufiqurrachman Ruki, Ketua KPK Menjawab 8 Pertanyaan, http:www.beritaindonesia.com, diakses pada tanggal 21 Desember 2010 101 Ibid Universitas Sumatera Utara dalam kerangka kerja Logik Penyidikan 102 1. Penyidikan yang efektif menunjang penegakan hukum di Indonesia dan menjadikan korupsi sebagai kejahatan yang beresiko tinggi dalam sector publik dan sektor pemerintah. Juga dalam hal ini menumbuh kembangkan kesadaran publik atas korupsi sebagai kejahatan yang beresiko tinggi; sasaran yang ingin dicapai dalam penyidikan yaitu: 2. Maksud dan tujuan tersebut adalah menyidik semua tuduhan korupsi secara efektif dengan mempertimbangkan penuntutan. Semua penyidikan akan didasarkan dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku dan berdasarkan integritas moral yang tinggi dari Penyidiknya 3. Berbagai Penyidikan dilaksanakan, dituntaskan atau ditutup secara efektif dan dilimpahkan pada bidang Penuntutan yang ada dan KPK juga harus menumbuhkan keseriusan dalam menuntaskan kasus yang tengah disidik sehingga tidak mengambang dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang ada. 4. Mengembangkan kapasitas intelegensia dan menyelenggarakan pelatihan kepada sleuruh staf penyidik dalam rangka untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia yang ada di KPK disamping 102 Kerangka Kerja Logik – Startegi Konisi Pemberantasan Korupsi: Kerangka kerja logic ini didesain meliputi beberapa asumsi dan indicator, yaitu: Tujuan Goal, Ringkasan Narasi, Indikator Pengukuran, berbagai Asumsi, Maksud dan Tujuan, dan Outputs hasil Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dari Logical Framework – Strategy Investigation; Final Report: The Establishment of the Corruption Erradiction Commision of Indonesia – Annex A; Grant ADB 3381-INO; Departemen Kehakiman dan HAM Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Tahun 2002 Universitas Sumatera Utara juga meningktkan integritas moral bagi seluruh staf dan pimpinan serta pegawai KPK. Pasal 3 UU No 30 tahu 2002 menyatakan bahwa: Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Sebagai suatu lembaga Negara yang bersifat independen, selain keberadaannya diatur dalam undang-undang tersendiri UU No 30 tahun 2002, KPK dalam menjalankan kewajiban, kewenangan 103 1. UU No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan tugasnya terikat pada: 2. UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka KPK terikat pada yaitu KUHAP UU No 8 Tahun 1981 ketentuan KUHP, UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 28 Tahun 1999 serta ketentuan hukum pidana lainnya. Berdasarkan ketentuan ini KPK, tidak hanya terikat pada UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetapi juga dalam pelaksanaan prosedur kewenangannya KPK terikat pada Ketentuan KUHAP yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1981, KUHP, dan Ketentuan Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 yang telah diadakan perubahan dengan UU No 30 Tahun 2002 tentang Peubahan Terhadap UU No 31 Tahun 1999 tentang 103 Indonesia b, Op.Cit., Pasal 1 butir 1 dan 2 Universitas Sumatera Utara Pemberantasan Korupsi serta undang-undang lainnya yang terkait dengan pemberantasan korupsi. Tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bidang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dalam UU No 30 Tahun 2002 adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi Pasal 6 huruf c UU KPK; 2. Berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: 104 a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, danatau; c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- satu milyar rupiah; Ketiga syarat tersebut merupakan syarat yang bersifat alternatif, bukan limitatif ataupun kumulatif. 1. Dalam melaksankan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK berwenang: 105 a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang 104 Ibid,. Pasal 11 105 Indonesia b, Op. Cit Pasal 12 Universitas Sumatera Utara seseorang bepergian ke luar negeri; c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau ter dakwa yang sedang diperiksa; d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya; f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka, atau terdakwa kepada instansi yang terkait; g. Menghentikan sementara suatu transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perijinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang diperiksa; h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti ke luar negeri; i. Meminta bantuan Kepolisian dan Instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, Universitas Sumatera Utara dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. Ad a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan Kewenangan untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan merupakan kewenangan penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Dalam hal ini KPK akan bekerjasama dengan Telkom Perusahaan Telekomunikasi Indonesia untuk menyadap berbagai identitas dan alamat para pelanggan telepon dari si tersangka yang dicurigai melakukan korupsi ataupun berupaya untuk menghilangkan pembicaraan rahasia yang dimilikinya. 106 KPK dalam melakukan kewenangan penyidikannya dapat melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dengan tujuan untuk memperoleh informasi baik dari saksi, ataupun pelapor maupun terdakwa itu sendiri. Pengertian penyadapan menurut UU No 36 Tahun 1999 adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi secara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang. 107 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan penyadapan adalah proses mendengarkan merekam informasi rahasia, 106 Final Report: Establishment of the Corruption Eradiction Commision of Indonesia; Grant ADB 3381-INO-Departemen Kehakiman dan HAM Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Tahun 2002 Data Riset yang diterjemahkan 107 Indonesia e, Undang-Undang tentang Telekomunikasi, UU No. 36 Tahun 1999, Lembaran Negara Nomor 154 Tahun 1999, TLN Nomor., Pasal 40 Universitas Sumatera Utara pembicaraan orang lain dengan sengaja tanpa sepengetahuannya. 108 a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; atau Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan orang lain tanpa sepengetahuannya dan seizin orang yang bersangkutan pada dasarnya merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu dulu penggunaan rekaman sebagai hasil penyadapan tidak dapat digunakan dalam persidangan, karena alat bukti tersebut dianggap didapat secara melawan hukum dan bertentangan dengan due process of law . Hasil penyadapan dan perekaman yang dilakukan oleh KPK dapat dijadikan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 26 jo Pasal 26A UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun ketentuan yang tersebut terdapat pada Pasal 26A UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang bunyinya adalah sebagai berikut: Alat bukti yang sah dalam bentuk petuinjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat 2 KUHAP, khusus untuk tindak pidana korupsi dapat diperoleh dari: b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, 108 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, cet. 2 Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 975 Universitas Sumatera Utara benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, huruf , tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna Kewenangan untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan orang lain yang dimiliki oleh Penyidik KPK merupakan suatu terobosan mengingat sulitnya mencari alat bukti tanpa melakukan penyadapan. Kewenangan ini benar- benar dapat menjadi senjata ampuh bagi Penyelidik dan Penyidik KPK untuk dapat menangkap basah pelaku korupsi. Jika kewenangan ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka akan sangat berarti bagi upaya pemberantasan korupsi. Ad. b. Memerintahkan kepada Instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri Istilah pelarangan seseorang untuk bepergian keluar negeri lebih dikenal dengan istilah “ cekal ”, dimana pihak imigrasi bekerjasama dengan KPK untuk melarang si tersangka koruptor untuk lari keluar negeri. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi KPK dalam menjalankan fungsinya dikarenakan di negara ini, hampir seluruh koruptor yang ada lari keluar negeri dan tidak dapat diproses hukum. Para tersangka biasanya lari ke negara yang tidak mempunyai perjanjian Ekstradisi antara negara Indonesia dan negara tersebut sehingga sulit untuk diproses hukum. Kewenangan ini bukanlah hal yang baru dalam dunia penyidikan karena telah sering dilakukan oleh penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk mencegah terjadinya tersangka atau terdakwa kabur keluar negeri. Namun saat itu proses Universitas Sumatera Utara untuk mencekal seseorang keluar negeri memakan waktu dan butuh birokrasi yang berbelit-belit. Seorang penyidik Kepolisian dan Kejaksaan tidak dapat langsung memerintahkan instansi pemerintahan, dalam hal ini keimigrasian, untuk melarang atau mencekal seseorang berpergian ke luar negeri, malainkan harus melalui Surat Keputusan Jaksa Agung. 109 Yang kemudian surat tersebut disampaikan kepada pejabat keimigrasian untuk dilakukan pencekalan. Kewenangan yang dimiliki oleh Penyidik KPK saat ini tidak lagi harus melalui keputusan Jaksa Agung, karena berdasarkan kewenangan ini penyidik KPK dapat memerintahkan langsung kepada pejabat keimigrasian untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri. Kewenangan yang diberikan tersebut berusaha untuk memangkas prosedur- prosedur yang yang memakan waktu yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini merupakan suatu yang positif bagi dunia penegakan hukum kita. Dengan adanya pemangkasan jalur-jalur birokrasi yang tidak penting dan hanya membuang waktu dan tenaga maka penegakan hukum akan berjalan lebih baik. Bagi upaya pemberantasan korupsi sendiri hal demikian akan mencegah terjadinya pelarian para tersangka atau terdakwa kasus korupsi pergi keluar negeri. 109 Indonesia f, Undang-Undang tentang Keimigrasian, UU No 9 Tahun 1992, LN Republik Indonesia No 33 tahun 1992, TLN No. 3474, pasal 11 ayat 1 huruf c jo ayat 2 Universitas Sumatera Utara Ad. c. Meminta keterangan kepada Bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Dalam pasal 64 Undang- Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Bank Sentral 110 1. Penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perbankan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan terhadap tindak pidana yang menyangkut transaksi lembaga pembiayaan hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia; dinyatakan dalam tugas Penyelidikan dan Penyidikan menyatakan sebagai berikut: 2. Penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh pejabat-pejabat tertentu dari Bank Indonesia; 3. Pejabat-pejabat tertentu dari Bank Indonesia yang ditunjuk untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 ditetapkan berdasarkan Keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia; 4. Pejabat dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 3 adalah penyidik sebagaimana sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat 1 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tugasnya tidak hanya terbatas kepada melakukan tindakan penyidikan saja, tetapi sekaligus juga melakukan penyidikan; 5. Menyimpang dari ketentuan Pasal 7 ayat 2 Kitab Undang-Undang 110 Remy Sjahdeni, Beberapa Pokok Pikiran dan Saran Sehubungan Dengan Amandemen Undang-Undang Bank Indonesia, makalah diskusi untuk Tim Panel Amandemen Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, hal 19 Universitas Sumatera Utara Hukum Acara Pidana, penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 berdiri sendiri dalam melaksanakan tugasnya dan tidak boleh dicampuri atau dipengaruhi oleh pihak kepolisian dan pihak Kejaksaan Republik Indonesia. Apabila mengacu pada pasal ini, maka KPK tidak dapat meminta keterangan dengan melakukan penyidikan langsung ke Bank Indonesia hal ini apabila kasusnya adalah pejabat tinggi negara untuk meminta keterangan mengenai keadaan keuangan tersangka. Penyidikan ini hanya dapat dilakukan apabila BI sendiri telah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap keuangan pejabat negara tersebut. Hal ini selalu dikaitkan dengan “kerahasian bank” yang menyulitkan tim penyidik dari KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan keuangan yang diterima. Akan tetapi apabila kita mengacu kepada Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan dimungkinkan penyidik KPK untuk bukan hanya memeinta keterangan tetapi juga melakukan penyidikan terhadap laporan keuangan yang diduga hasil korupsi. Hal ini dapat diperhatikan dalam pasal 42 dinyatakan bahwa: 111 1. Untuk kepentingan per adilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada Bank; 111 Lihat pasal 42 Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan; Penerbit Sinar Grafika hal 26 Universitas Sumatera Utara 2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung; 3. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus menyebut nama dan jabatan Polisi, Jaksa, atau Hakim, nama tersangka, dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Jadi pada ketentuan tersebut timbul permasalahan, apakah pimpinan KPK dapat sah dan diterima sebagai penyidik, dikarenakan adanya polisi dan jaksa sebagai penyidik dalam KPK. Apabila KPK tidak mempunyai kewenangan dalam penyidikan terhadap perbankan, KPK dalam kasus-kasus seperti ini dibatasi hanya punya kewenangan Supervisi, ini akan kembali pada kewenangan KPK dimana Pasal 8 ayat 1 dinyatakan: Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan kewenangan publik. 112 Dalam melaksakan wewenangnya yang diberikan oleh undang-undang diluar KUHAP, baik kejaksaan maupun KPK menimbulkan beberapa kritik dari berbagai kalangan masyarakat dan akademisi. Wewenang tersebut dianggap Dalam hal ini, KPK tidak dapat melaksanakan kewenangannya dalam penyelidikan dan penyidikan dengan meminta keterangan kepada Bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa, KPK hanya mempunyai kewenangan Supervisi. 112 Indonesia b, Op.Cit,. Pasal 8 ayat 1 Universitas Sumatera Utara menimbulkan tumpang tindih antara lembaga-lembaga yang juga diberikan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan oelh KUHAP. Ad. d. Memerintahkan kepada Bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait Setelah penyidik KPK mendapatkan informasi tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa dari bank atau lembaga keuangan lainnya, yang diindikasikan sangat kuat bahwa rekening milik tersangka atau terdakwa merupakan hasil korupsi, maka Penyidik KPK berwenang untuk memerintahkan pihak bank atau pihak lembaga keuangan untuk memblokir rekening tersebut. Tujuannya adalah agar uang tersebut tidak dilarikan atau dipindahkan lagi, sehingga menjadi sulit untuk ditemukan. Ad.e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasannya untuk memberhentikan tersangka dari jabatannya. Pada umumnya perbuatan korupsi itu sangat berkaitan erat dengan penggunaan sarana kekuasaan jabatan. Biasanya seseorang yang telah dijadikan tersangka atau terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi tidak mau mundur dari jabatannya. Umumnya mereka berargumentasi bahwa kita harus menghormati asas praduga tak bersalah. Dengan diberhentikannya sementara waktu terdakwa atau tersangka dari jabatannya dimaksudkan agar tersangka atau terdakwa dapat berkonsentrasi pada Universitas Sumatera Utara permasalahan yang dihadapi, serta dimaksudkan agar pemeriksaan perkara korupsi dapat berlangsung secara fair dan adil. Ad. f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. Yang dimaksud dengan data kekayaan adalah seluruh informasi tentang keadaan kekayaan tersangka atau terdakwa baik itu berupa benda ber gerak, benda tidak bergerak, benda berwujud maupun benda tidak berwujud. Selain itu Penyidik KPK juga berwenang untuk meminta kepada instansi yang terkait tanpa ada yang ditutup-tutupi. Selain itu penyidik KPK juga berwenang untuk meminta kepada instansi yang terkait untuk memberikan data perpajakan tersangka atau terdakwa tindak pidana korupsi. Dari data perpajakan tersangka atau terdakwa dapat diketahui berapa kekayaannya, serta perkembangan kekayaannya dari tahun ke tahun. Berdasarkan data-data tersebut dapat diketahui berapa besarnya kewajiban pajak yang seharusnya menjadi kewajiban tersangka, berapa yang sudah dibayar dan berapa yang “disembunyikan”. Berapa besar yang “disembunyikan” inilah yang seharusnya masuk ke kas negara, nemun disembunyikan atau digelapkan oleh tersangka atau terdakwa. Dalam penjelasan pasal 12 huruf f, yang dimaksud dengan tersangka atau terdakwa itu adalah baik perorangan maupun korporasi. Universitas Sumatera Utara Ad. g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi, serta kensesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti permulaan yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa. Pengertian sementara tersebut bertujuan untuk menghindari timbulnya kerugian negara lebih lanjut akibat dari suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau akibat dari diberikannya suatu perizinan, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Tujuan ini bermaksud untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, untuk menghindari penghilangan atau penghancuran alat bukti yang diperlukan oleh penyelidik, penyidik serta untuk menghindari kerugian Negara yang lebih besar. Ad. h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. Apabila tersangka sudah melarikan diri ke luar negeri atau barang-barang bukti hasil tindak pidana korupsi berada di luar negeri maka Penyidik KPK diberi kewenangan untuk meminta bantuan Interpol atau penegak hukum negara lain, karena sulit bagi Penyidik KPK untuk melakukan hal tersebut dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Untuk itu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 telah memberikan kekuasaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan kerjasama Universitas Sumatera Utara dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dengan lembaga penegak hukum negara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau berdasarkan perjanjian internasional yang telah diakui oleh pemerintah republik Indonesia. 113 113 Indonesia b, Op.Cit, Pasal 41 Dengan adanya kekuasaan tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan kerjasama tidak hanya untuk melakukan pencarian penangkapan, dan penyitaan saja, tetapi juga untuk melakukan penahanan, penggeledahan, pendeportasian, pemeriksaan dan pemblokiran rekening tersangka atau terdakwa tindak pidana korupsi, dan hal-hal lain yang dipandang perlu guna meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ad. i. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, dalam perkara tindak pidana korupsi yang ditangani. Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah dibentuk tentunya memiliki keterbatasan juga, diantaranya memiliki pegawai yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada jumlah aparat Kepolisian maupun Kejaksaan. Dengan keterbatasan yang dimiliki itulah penyidik KPK diberi kewenangan untuk meminta bantuan kepada Kepolisian atau Instansi lain yang terkait, misalnya dalam melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, Penyidik KPK memerlukan bantuan dari pihak Kepolisian atau Instansi lainnya. Universitas Sumatera Utara B. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik 1. Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Makna umum pemerintahan dalam perspektif Hukum Administrasi Negara tidak dapat dilepaskan dari teori pemisahan kekuasaan negara yang pada awalnya bersumber pada gagasan John Locke 1632-1704 tentang pembatasan kekuasaan negara dalam kelembagaan kekuasaan Legilatif, Eksekutif dan Federatif, yang kemudian berkembang dengan munculnya teori pemisahan kekuasaan negara trias politica oleh Montesquieu 1689-1755 dalam bukunya L’Esprit de lois 1704 dimana kekuasaan negara dalam lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Dapat disimpulkan pikiran-pikiran John Locke mengenai pemisahan kekuasaan negara tersebut telah merubah kekuasaan monarchi absolut pada abad ke tujuh belas menjadi Monarchi Constitutional, kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep pemisahan kekuasaan negara sangat berjasa bagi perkembangan sistem pemerintahan negara hukum selanjutnya. ” Negara Indonesia adalah negara hukum” demikian bunyi Pasal 1 ayat 3 Amandemen ketiga UUD 1945 dan dalam penjelasan naskah asli UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan negara menerangkan negara Indonesia berdasarkan atas hukum Rechtsstaat, tidak berdasarkan kekuasaan belaka Machtsstaat, pemerintahan berasas atas sistem konstitusi. Penggunaan istilah Machsstaat atau “negara berdasarkan kekuasaan” bisa dirasakan kurang pas atau kurang tepat, karena tiap-tiap negara memiliki dan menjalankan pemerintahannya dengan kekuasaan, maka Alfred Veldross dalam “ Albendlandische Rachtsphilosophie” 1963 lebih suka memakai istilah willkurstaat yang berarti Universitas Sumatera Utara negara memerintah menurut kehendaknya sendiri atau tegasnya pemerintahan negara berlaku sewenang-wenang. 114 Terdapat berbagai teori negara hukum yang turut mewarnai corak maupun jalannya pemerintahan negara, maka pemahaman negara hukum memerlukan pendekatan yang tepat dan relevan. Untuk dapat disebut negara hukum harus memiliki dua unsur pokok yaitu: adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan adanya pemisahan kekuasaan dalam negara. 115 Kedua pokok tersebut menurut Stahl perlu ditambah dua unsur pokok lagi, yaitu: setiap tindakan Negara harus berdasarkan undang-undang yang dibuat terlebih dahulu dan adanya Peradilan Administrasi untuk menyelesaikan perselisihan antara penguasa dan rakyat. 116 Tujuan negara hukum menurut ajaran Kant, adalah membentuk dan mempertahankan hukum, negara menjamin kedudukan hukum individu-individu di dalam masyar akat, selain itu setiap warga negara mempunyai kedudukan hukum yang sama dan tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa. 117 Konstitusi negara hukum Indonesia menganut asas rule of law dalam menjalankan sistem pemerintahan negara dengan menjunjung tinggi supremasi hukum yang harus ditaati baik oleh setiap warga negara meupun penguasa, dimana semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali Pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Konstitusi merupakan hukum dasar dalam sistem perundang-undangan dan dalam menjalankan pemerintahan. Kenyataan ini dapat 114 O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, Jakarta: BPK, 1967, hal.23 115 Kusnadi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, edisi revisi, cetakan kelima, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005 hal. 132 116 Ibid 117 Ibid, hal 76 Universitas Sumatera Utara dilihat dari ketentuan UUD 1945 yang menyebutkan “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” Pasal 1 ayat 1 UUD 1945, dan “Presiden Republik Indonesia memgang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar” Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Namun demikian, supremasi hukum yang memegang peran sentral dalam menjalankan pemerintahan tidak selalu akan berjalan seperti yang diharapkan, sebab dalam penyelenggaraan negara bisa terjadi timbulnya pengaruh kekuasaan yang mengakibatkan tidak berfungsinya lembaga-lembaga negara dengan baik, 118 Beberapa pendapat ahli mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, seperti yang disistemisasi oleh Van Wijk berjudul “Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara” tahun 1994. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dikelompokkan sebagai berikut: yaitu terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang bernaung pada hukum atau rule of man by using law dan tindakan Pemerintahan dilakukan secara arbitary atau sewenang-wenang belaka, maka fungsi-fungsi lembaga negara harus berjalan sesuai dengan konstitusi dan ketentuan perundang-undangan. 119 1. Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi: asas kecermatan formal dan asas “fair play”; 2. Asas-asas meterial mengenai formulasi keputusan yang meliputi: a. Asas kepastian hukum 118 Tap MPR No.XIMPR1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN 119 Philipus M. Hadjon, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, pada Himpunan Makalah AAUPB Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994, hal 107. Universitas Sumatera Utara b. Asas kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan c. Asas persamaan; d. Asas kecermatan material; e. Asas keseimbangan Mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Prof Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara” menguraikan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam 13 asas, sebagai berikut : 120 1. Asas kepastian hukum principle of legal security ; 2. Asas keseimbangan priciple of proportionality ; 3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh – principle of equality ; 4. Asas bertindak cermat principle of carefuleness ; 5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pengreh principle of motivation ; 6. Asas jangan mencampur adukkan kewenangan principle of non misuse of competence ; 7. Asas permainan yang layak principle of fair play ; 8. Asas keadilan atau kewajaran principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness; 9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar principle of meeting raised expectation ; 120 Ibid, hal 108 Universitas Sumatera Utara 10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal principle of undoing the consequences of an annuled decisions ; 11. Asas perlindungan atas pandangan hidup cara hidup pribadi principle of protecting the personal way of life ; 12. Asas kebijaksanaan sapience ; 13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum principle of public service Dalam aspek Hukum Administrasi, penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tidak terlepas dari makna wewenang yang dimiliki dan digunakan oleh pemerintah. Prof. Prajudi Admosudirdjo membedakan pengertian antara wewenang competence dan kewenangan authority yang dalam Hukum Admnistrasi Negara dibedakan pengertiannya, walaupun dalam praktek pembedaan itu tidak terlalu dirasakan. “Kewenangan” adalah apa yang disebut “kekuasaan formal” yang berasal dari kekuasaan legislatif diberikan oleh undang- undang, sementara “wewenang” adalah pendelegasian sebagian kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum. 121 Misalnya wewenang menandatanganimenerbitkan surat-surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri, kewenangannya tetap berada di tangan Menteri. Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau kemampuan bertindak yang Menurut Dr.S.F.Marbun, kewenangan berarti kumpulan wewenang- wewenang rechtsbevoegdheiden, sedangkan wewenang competence, becoegdheid hanya mengenai sesuatu onderdil atau bidang tertentu saja. 121 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981 hal 29 Universitas Sumatera Utara diberikan oleh undang-undang untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. 122 a. Kelompok Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat formal sehubungan dengan proses persiapan pembentukkan keputusan. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam kepustakaan Indonesia, secara umum bersumber kepada Hukum Administrasi Negara Belanda. Oleh kerena itu pengelompokkan asas-asas yang terjadi pada umumnya sebagai berikut: b. Kelompok Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat formal sehubungan dengan motivasi terbitnya keputusan, c. Kelompok Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersifat material sehubungan dengan isi keputusuan; Termasuk dalam kelompok pertama a antara lain asas kecermatan; fair play ; dan larangan bertindak sewenang-wenang deteournament de pouvoir . Disebut kelompok asas-asas yang bersifat formal karena sekumpulan asas tersebut acapkali disebut kelompok asas prosedural, karena meliputi sejumlah langkah persiapan dalam pembuatan keputusan. Peranan asas penyalahgunaan wewenang disini adalah agar dalam pembuatan keputusan tidak menyimpang prosedur yang sudah ditentukan. Kelompok kedua b adalah asas motivasi bersifat formal, karena merupakan bagian konsiderans yang menampakkan berbagai alasan yang mendukung diterbitkannya suatu keputusan. 123 122 S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, cetakan kedua revisi, Yogyakarta: UII Press, 2003, hal 123 123 P.M. Hadjon, et.al.,Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal 275 Kelompok ketiga c Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik bersif at material, artinya berhubungan dengan isi atau diktum keputusan. Termasuk dalam kelompok ini adalah asas kepastian Universitas Sumatera Utara hukum, asas persamaan, asas keseimbangan, asas larangan penyalahgunaan wewenang, asas fair play, asas kepercayaan pengharapan, asas larangan bertindak sewenang-wenang.

2. Manfaat Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik