Penyidikan Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

dengan pasti apakah perbuatannya itu dilakukan secara sadar atau tidak, dan apakah ia paham akibat dari perbuatan yang akan dilakukannya. Hal ini diatur dalam pasal 44 KUHP. Dalam hal penghentian penyidikan dengan alasan hukum ini tidak dapat melakukan penyidikan ulang. Kecuali ternyata terdapat bukti yang kuat ternyata keadaan tersebut rekayasa pelaku. B. Penyidikan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia Dan Peraturan Pelaksananya

1. Penyidikan Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia Pengertian penyidikan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ini kurang lebih sama dengan pengertian penyidikan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Pada pasal 1 butir ke-10 menyebutkan: 73 Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan Sedangkan Pasal 1 Butir ke-13 menyebutkan: 74 Jadi pada dasarnya, pengertian penyidikan yang ada pada UU Kepolisian dan KUHAP itu sama. Dalam kegiatan penyidikan yang dilakukan “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” 73 Undang-Undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU Nomor 2 Tahun 2002, Lembaran Negara RI Nomor 2 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4168, Pasal 1 Butir 10 74 Ibid,. Pasal 1 Butir 13 Universitas Sumatera Utara oleh Penyidik, didalam UU Kepolisian diberi suatu batasan-batasan. Pasal 16 ayat 2 UU a quo menyebutkan bahwa tindakan penyelidikan dan penyidikan jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia. 2. Tugas dan Kewenangan Penyidik POLRI Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia dan Peraturan Pelaksananya Pengaturan mengenai tugas dan wewenang penyidik menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 ini memang tersebar didalam pasal-pasalnya. Penulis dalam hal ini mencoba merinci apa saja yang menjadi tugas dan wewenang Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia ini. Mengenai tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat pada pasal 13 UU a quo, yaitu: 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2. Menegakkan hukum; dan 3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Universitas Sumatera Utara Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. 75 Kelima, Menyelenggar akan indentifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan kepolisian. Tugas Penyidik POLRI yang tercantum di dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan antara lain adalah: Pertama, membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan Pasal 14 huruf c, Kedua , Turut serta dalam pembinaan hukum nasional Pasal 14 huruf d, Ketiga , Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umun Pasal 14 huruf e, Keempat , Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya Pasal 14 huruf g, 75 Ibid., Penjelasan Pasal 14 Universitas Sumatera Utara Pasal 14 huruf h. Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Kemudian, mengenai kewenangan Penyidik POLRI yang berkaitan dengan proses penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ini antara lain adalah: Pertama, Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan Pasal 15 ayat 1 huruf f; Kedua , Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian Pasal 15 ayat 1 huruf g; Ketiga, Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; Pasal 15 ayat 1 huruf h; Keempat, Mencari keterangan dan barang bukti Pasal 15 ayat 1 huruf i; Kelima, Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Sosial Pasal 15 ayat 1 huruf j; Keenam , Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu Pasal 15 ayat 1 huruf m; Ketujuh , Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan Universitas Sumatera Utara penyitaan; Pasal 16 ayat 1 huruf a; Kedelapan, Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan Pasal 16 ayat 1 huruf b; Kesembilan, Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan Pasal 16 ayat 1 huruf c; Kesepuluh, Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri Pasal 16 ayat 1 huruf d; Kesebelas , Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat Pasal 16 ayat 1 huruf e; Keduabelas, Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi Pasal 16 ayat 1 huruf f; Ketigabelas, Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; Pasal 16 ayat 1 huruf g; Keempatbelas, Mengadakan penghentian penyidikan Pasal 16 ayat 1 huruf h; Kelimabelas, Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum Pasal 16 ayat 1 huruf i; Keenambelas , Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Pasal 16 ayat 1 huruf l. 3. Pencekalan Pencegahan – Penangkalan Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian Cekal adalah berasal dari singkatan cegah-tangkal berasal dari kata pencegahan dan penangkalan yang memberikan mewajibkan pada pejabat Universitas Sumatera Utara keimigrasian yang bertugas pada tempat-temat Pemeriksaan Imigrasi guna melakukan penolakan bersifat sementara terhadap Warga Negara Indonesia yang terkena pencegahan untuk ke luar atau penolakan terhadap Warga Negara Asing, khusus bagi Warga negara Indonesia dengan wewenang dan tanggung jawab penangkalan dilakukan sebuah tim yang dipimpin Menteri bidang kehakiman dengan anggota yang terdiri dari unsur Mabes TNI, Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri serta mengikutkan Badan-badan bidang intelijen bagi yang terkena penangkalan untuk masuk ke dalam wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. 76 Walaupun pengertian cekal ini pernah pula dipergunakan dalam artian lain yaitu pelarangan tampil bicara di sebuah seminar atau diskusi bagi orang tertentu atau sebuah pertunjukan yang mempunyai pengertian berbeda dengan pengertian dalam Keimigrasian. 77 tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu” Adapun definisi dari pencegahan dan penangkalan menurut Pasal 1 angka 12 dan angka 13 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian adalah sebagai berikut: “Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang orang 78 tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu” “Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang- orang 79 76 http:id.wikipedia.orgwikiCekal , diakses pada tanggal 5 Desember 2010 77 http:id.wikipedia.orgwikiCekal , diakses pada tanggal 5 Desember 2010 78 Undang-Undang Tentang Keimigrasian, UU Nomor 9 Tahun 1992, Lembaran Negara RI Nomor 33 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474, Pasal 1 Butir 12 79 Undang-Undang Tentang Keimigrasian, UU Nomor 9 Tahun 1992, Lembaran Negara RI Nomor 33 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474, Pasal 1 Butir 13 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, pencegahan dilakukan dengan alasan dibawah ini: 80 a. Bersangkutan dengan urusan yang bersifat keimigrasian; b. Bersangkutan dengan urusan piutang negara; c. Bersangkutan dengan urusan perkara pidana; d. Bersangkutan dengan pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara. Dengan ketentuan Keputusan Pencegahan harus disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya tujuh hari terhitung sejak tanggal penetapan Pencegahan. Selanjutnya, untuk pencegahan yang dilakukan Jaksa Agung terhadap orang-orang karena keterlibatannya dalam perkara pidana, tidak diatur secara jelas lama pencegahannya, lain halnya untuk pencegahan karena alasan pemeliharaan dan penegakan keamanan yang masa pencegahannya diatur enam bulan dan bisa diperpanjang untuk paling lama enam bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan tidak lebih dari dua tahun. 81 Sedangkan alasan-alasan untuk penangkalan dibedakan sebagai berikut: 82 1. Bagi warga Negara asing WNA, yaitu: a. Diduga terlibat sindikat kejahatan internasional; b. Bersikap bermusuhan dan mencemarkan nama baik Pemerintah Indonesia; 80 http:id.wikipedia.orgwikiCekal , diakses pada tanggal 5 Desember 2010 81 http:id.wikipedia.orgwikiCekal , diakses pada tanggal 5 Desember 2010 82 http:id.wikipedia.orgwikiCekal , diakses pada tanggal 5 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara c. Diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama, dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia; d. Atas permintaan negara, yang bersangkutan berupaya menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum Indonesia; e. Pernah diusir dari wilayah Indonesia; f. Alasan-alasan yang berkaitan dengan keimigrasian; 2. Bagi warga Negara Indonesia WNI, yaitu: a. Telah lama meninggalkan Indonesia atau telah menjadi penduduk negara lain dan melakukan tindakan atau sikap bermusuhan dengan Pemerintah Indonesia; b. Apabila masuk ke Indonesia dapat mengganggu jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan bangsa, atau dapat mengganggu stabilitas nasional; c. Adanya ancaman keselamatan diri atau keluarganya. Untuk penangkalan terhadap warga negara asing dilakukan karena berbagai alasan dari adanya dugaan mereka terlibat dalam sindikat kejahatan internasional serta alasan lain sedangkan warga negara Indonesia dapat pula ditangkal. Namun kewewenangan dan tanggung jawab penangkalan terhadap warganegara Indonesia harus dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin Menteri bidang Kehakiman dengan anggota yang terdiri dari unsur Mabes Universitas Sumatera Utara ABRI, Kejaksaan Agung, Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri dan Badan-badan bidang Intelijen. 83 4. Kewenangan dan Tata Cara Pencegahan dan Penangkalan Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian Kewenangan mengenai pencegahan diatur dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, yang menyatakan bahwa: 84 1. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian; “Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh: 2. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara; 3. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 4. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, 83 http:id.wikipedia.orgwikiCekal , diakses pada tanggal 5 Desember 2010 84 Undang-Undang Tentang Keimigrasian, UU Nomor 9 Tahun 1992, Lembaran Negara RI Nomor 33 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474, Pasal 11 Ayat 1 Universitas Sumatera Utara sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1988.” Adapun mengenai pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya. 85 Selanjutnya, tata cara atau mekanisme melakukan pencegahan diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, yaitu sebagai berikut: 86 1. Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis. 2. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memuat sekurang-kurangnya: a. identitas orang yang terkena pencegahan; b. alasan pencegahan; dan c. jangka waktu pencegahan. 3. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal penetapan. Sedangkan pengaturan kewenangan mengenai penangkalan dimuat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, dibagi menjadi 2 dua yaitu sebagai berikut: 85 Undang-Undang Tentang Keimigrasian, UU Nomor 9 Tahun 1992, Lembaran Negara RI Nomor 33 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474, Pasal 11 Ayat 2 86 Undang-Undang Tentang Keimigrasian, UU Nomor 9 Tahun 1992, Lembaran Negara RI Nomor 33 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474, Pasal 12 Ayat 1, Ayat 2, dan Ayat 3. Universitas Sumatera Utara

1. Wewenang dan tanggung jawah penangkalan terhadap orang