Proses Penyidikan oleh KPK

q. Tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; dan r. Melalaikan kewajiban tanda tangan pemeriksa, terperiksa danatau orang yang menyelesaikan jalannya pemeriksaan.

5. Proses Penyidikan oleh KPK

Istilah “penyidikan” memiliki persamaan arti dengan “pengusutan”, yang merupakan terjemahan dari istilah Belanda “osporing” atau yang dalam bahasa Inggrisnya “ Investigation” . Istilah penyidikan pertama-tama digunakan sebagai istilah yuridis dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. 50 Secara konkrit penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang: Kini dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP telah tercipta persamaan persepsi diantara para Sarjana Hukum tentang pengertian penyidikan. 51 a. Tindak pidana yang telah dilakukan; b. Kapan tindak pidana itu dilakukan; c. Dimana tindak pidana itu dilakukan; d. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan e. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan f. Mengapa tindak pidana itu dilakukan; dan g. Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu 50 Djoko Prakoso, POLRI Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, cet. 1, Jakarta: Bina AKsara, 1 987, hal. 5 51 Ibid, hal 7 Universitas Sumatera Utara Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yang mengatur tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi tidak terdapat definisi secara tersendiri tentang pengertian penyidikan. Hal tersebut dikarenakan pandangan pembentuk undang- undang yang menganggap bahwa definisi penyidikan yang diberikan KUHAP dirasakan sudah cukup, sehingga pengertian penyidikan menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 adalah sama dengan pengertian penyidikan yang ada didalam KUHAP. Dengan demikian, UU Nomor 30 Tahun 2002 mengambil alih pengertian tentang penyidikan yang ada di dalam KUHAP untuk menjadi pengertan menurut UU No. 30 Tahun 2002. Tidak hanya masalah pengertian penyidikan saja yang diambil alih oleh UU No. 30 Tahun 2002. Berbagai masalah tentang proses penyidikan yang diatur didalam UU No. 8 Tahun 1981 juga banyak yang diambil oelh UU No 30 Tahun 2002. Pengambilalihan tersebut tidak dengan menulis ulang isi pasal-pasal itu dalam UU Nomor 30 Tahun 2002, melainkan pengaturan tersebut dimasukkan ke dalam satu pasal sebagai pasal yang menjembatani. Pasal itu adalah pasal 39 ayat 1 Undang-Undang No 30 Tahun 2002. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan bedasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undnag-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. 52 Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 merupakan pasal penting yang menjembatani hubungan antara Undang-Undang No 30 tahun 2002 52 Op.Cit., pasal 39 ayat 1 Universitas Sumatera Utara dengan KUHAP dan Undang-undang lain yang mengatur tentang hukum acara pidana dalam hal tindak pidana korupsi. Ketentuan pasal tersebut perlu diperhatikan karena banyak ketentuan hukum acara tentang proses penyidikan tindak pidana korupsi yang tersebar dalam berbagai undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Dengan adanya pasal tersebut, maka ketentuan tentang proses penyidikan yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan lain dapat dipergunakan juga sebagai hukum acara bagi proses penyidikan tindak pidana korupsi, sepanjang tidak bertentangan dengan UU Nomor 30 Tahun 2002. Tindakan penyidikan ini dalam prakteknya dilakukan oleh seorang yang disebut penyidik. Menurut KUHAP yang disebut penyidik adalah “pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu untuk melakukan penyidikan” . 53 Sedangkan menurut UU No 30 Tahun 2002 penyidikan tindak 53 pidana korupsi dilakukan oleh penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi Penyidik KPK. Penyidik KPK adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. 54 Sebelum penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi melakukanpenyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi, terlebih dahulu penyidik harus mengetahui mengenai terjadinya tindak pidana korupsi tersebut. Pengetahuan tentang telah terjadinya tindak pidana korupsi dapat diketahui dari proses penyelidikan. Penyelidikan tersebut dilakukan oleh penyelidik pada Komisi Penyidik KPK memiliki tugas untuk melakukan tugas penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangannya. 53 Op.Cit ., pasal 1 butir 1 54 Op.Cit., pasal 45 ayat 1 Universitas Sumatera Utara Pemberantasan Korupsi penyelidik KPK. Penyelidik KPK adalah penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyelidik KPK bertugas untuk melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi . 55 Dalam setiap penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik KPK harus berdasarkan perintah Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik KPK tersebut adalah untuk dan atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi . 56 Menurut UU Nomor 30 tahun 2002 yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah: Setelah penyelidik KPK mndapat kepastian berdasarkan bukti permulaan yang cukup, bahwa suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana benar-benar merupakan suatu tindak pidana korupsi, kemudian penyelidik melaporkan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi kemudian akan nebebtukan apakah terhadap tindak pidana itu dapat atau tidak dapat dilakukan penyidikan. Jika menurut pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa berdasarkan pemeriksaan pendahuluan tersebut tidak terdapat bukti permulaan yang cukupmaka Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan penyelidikan. Namun bila Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa telah terdapat bukti permulaan yang cukup, maka selanjutnya Komisi Pemberantasan Korupsi akan memerintahkan agar tindak pidana korupsi tersebut diteruskan ke tahap penyidikan. 57 55 Ibid, Pasal 44 56 Ibid, Pasal 39 57 Ibid, Pasal 44 ayat 2 Universitas Sumatera Utara “Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun secara elektronik atau optik.” Berdasarkan ketentuan tersebut maka agar penyelidikan tindak pidana korupsi dapat ditingkatkan menjadi penyidikan maka harus diperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu berupa sekurang-kurangnya 2 alat bukti. Mengenai apa yang dimaksud dengan alat bukti yang sah diatur dalam KUHAP pasal 184 ayat 1 yang berbunyi: 58 a. Keterangan saksi; Alat bukti yang sah adalah: b. Keterangan ahli; c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Selain dapat diperoleh dari alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP tersebut, alat bukti juga dapat diperoleh dari informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan, baik secara biasa maupun secara elektronik atau optik. Yang dimaksud dengan informasi atau data yang disimpan secara elektronik nisaknya adalah data yang disimpan dalam mikro film, Compact Disk Read Only Memory CD ROM atau Write Once Read Many WORM. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi atau data yang tersimpan pada alat optik adalah data penghubung elektronik electronic interchange, surat 58 Op.Cit. pasal 184 ayat 1 Universitas Sumatera Utara elektronik e- mail , telegram, teleks, dan faksimili . 59 Tindak pidana korupsi yang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dilimpahkan kepada Kepolisian atau Kejaksaan wajib dilaporkan perkembangannya kepada KPK. Hal ini sesuai dengan tugas supervisi yang diemban KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan adanya kewajiban untuk melaporkan perkembangan kasus tindak pidana korupsi yang dilimpahkan oleh KPK kepada Kepolisian atau Kejaksaan maka akan terhindar segala upaya pemeti-esan dalam penyidikan tindak pidana korupsi tersebut. Dalam hal tindak pidana korupsi terjadi dan KPK belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh Kepolisian atau Kejaksaan, Kepolisia atau Kejaksaan tersebut wajib memberitahukan tentang penyidikan yang dilakukannya kepada KPK paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan. Dalam hal tersebut diatas maka penyidikan yang dilakukan leh Kepolisian atau Kejaksaan tersebut wajib dilakukan koordinasi secara terus-menerus dengan KPK. Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bahwa penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan, selanjutnya Komisi Pemberantasan Korupsi menentukan apakah penyidikan akan dilakukan sendiri oleh KPK atau diserahkan kepada Kejaksaan atau Kepolisian. Hal tersebut dikarenakan tidak semestinya kasus korupsi menjadi kewenangan KPK. Jika tidak memenuhi persyaratan maka tindak pidana korupsi tersebut diserahkan kepada Kejaksaan atau Kepolisian. 60 59 Undang -Undang tentang Perubahan Atas UU No, 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 2 0 Tahun 2001, LN No.134, TLN No. 4150, penjelasan pasal 26 A huruf a. 60 Ibid, Pasal 50 ayat 1 dan 2 Universitas Sumatera Utara Dalam hal KPK udah mulai melakukan penyidikan maka Kepolisian tidak berwenang langi untuk melakukan penyidikan. Dalam hal penyidikan dilakukan bersamaan oleh Kepolisian danatau Kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan tersebut segera dihentikan. 61 Dalam hal penyidik KPK telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang dipandang sebagai tindak pidana korupsi, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi penuntut KPK. Ketentuan tersebut diatas adalah untuk menghindari terjadinya overlapping serta kesemrawutan dalam penyidikan tindak pidana korupsi. Dengan adanya ketentuan diatas diharapkan tidak terjadi kebingungan di dalam masyarakat tentang kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh institusi KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Karena sebelum adana KPK, masyarakat bingung tentang institusi yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Dimana saat itu terjadi dualisme kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan. 62 61 Ibid, pasal 50 ayat 3 dan 4 62 Hal ini berdasarkan ketentuan KUHAP pasal 109 ayat 1 jo UU No. 30 tahun 2002 pasal 39 ayat 1 Pemberitahuan tersebut dilakukan agar penuntut KPK dapat mengikuti perkembangan penyidikan dari kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik KPK. Pemberitahuan tersebut dilakukan dalam rangka upaya pengawasan dari penuntu KPK terhadap penyidik KPK agar kasus tindak pidana korupsi tersebut disidik secara penuh tanggung jawab oleh penyidik KPK. Hal tersebut harus dilakukan penyidik KPK walaupun penyidik KPK tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan atas tindak pidana korupsi Universitas Sumatera Utara yang ditanganinya. 63 a. Interview Karena tidak adanya kewenangan penyidik KPK untuk menghentikan penyidikan yang dilakukannya tidak menghapuskan kewajibannya untuk memberitahukan penuntut KPK tentang penyidikan atas tindak pidana korupsi yang disidiknya. Di dalam melakukan tugas penyidikannya, penyidik KPK dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku dan orang-orang terkait dengan tindak pidana korupsi. Pemeriksaan tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan guna membuat terang suatu tindak pidana korupsi yang terjadi. Dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap tersangka pelaku dan orang-orang yang terkait dengan tindak pidana korupsi juga dapat membuat terang tentang siapa saja yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi tersebut dan apa perannya masing-masing dalam tindak pidana korupsi tersebut. Hasil pemeriksaan yang dilakukan tersebut kemudian akan dimasukkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Berita Acara Pemeriksaan inilah yang kemudian akan menjadi pegangan dalam proses selanjutnya. Dalam melakukan pemeriksaan biasanya digunakan metode: b. Interogasi c. Konfrontasi Dalam pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana korupsi perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : 63 Penyidik KPK tidak lagi berwenang untuk melakukan pen ghentian penyidikan dalam tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan UU No. 30 Tahun 2002 pasal 40. Universitas Sumatera Utara a. Penyidik memberitahukan kepada tersangka tentang hak-haknya, terutama haknya untuk mendapatkan bantuan hukum; 64 b. Memberitahukan kepada saksi atau orang lain yang terkait untuk tidak menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang dapat memberi kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor . 65 c. Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan. Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemuka n yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya. Penyidik menanyakan kepada tersangka apakah memiliki saksi atau ahli yang menguntungkan yang akan diajukan olehnya. Bilamana ada maka hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan, kemudian penyidik KPK memanggil dan memeriksa saksi tersebut. 66 d. Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. 67 e. Penyidik KPK mengusahakan untuk mengetahui peranan tersangka dalam tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa apakah sebagai dader, mede dader, mede pleger, uitlokker, atau peran lainnya. f. Setelah memperoleh keterangan penyidik mencatat keterangan tersebut ke dalam berita acara yang kemudian ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberikan keterangan tersebut setelah mereka menyetujui isinya. 64 Op.Cit., pasal 54 65 Undang-Undang Pemberantasan Tin dak Pidana Korupsi. UU No. 31 Tahun 1999. LN No. 140 tahun 1999, TLN No 3874, Pasal 31 ayat 2. 66 Op.Cit,. pasal 116 67 Ibid, pasal 117 ayat 1 Universitas Sumatera Utara Dalam hal tersangka atau saksi tidak tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya. g. Agar diperoleh keter angan, petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti yang kuat, maka hasil pemeriksaan tersangka atau saksi yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan baik secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dievaluasi guna mengembangkan dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya atau untuk membuat simpulan dari hasil penyidikan yang telah dilakukan. Dari hasil evaluasi tersebut penyidik KPK dapat menyusun resume untuk pemberkasan dan penyerahan berkas perkara.

6. Penghentian Penyidikan