I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan
ragam. Dari sakala usaha, ada yang berskala besar, ada yang berskala menengah serta ada yang berskala kecilSaid dan lutan, 2001.
Potensi sumberdaya perikanan laut indonesia, baik penangkapan capture maupun budi daya culture sangat besar. Potensi perikanan budidaya sangat
prospektif untuk di kembangkan. Ini karena kegiatan perikanan tangkap tidak dapat di ekspansi lagi, mengingat stok sumberdaya perikanan tangkap telah
dieksploitasi secara optimum full fishing, bahkan berlebihan over fishing. Budi daya perairan atau akuakultur aquaculture menjadi tulang punggung
produksi perikanan nasional di masa depan, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negri maupun untuk eskpor. Jumlah penduduk Indonesia yang
besar merupakan potensi pasar bagi produksi budi daya perairan. Di samping itu, biota – biota akuatik yang dibudidayakan merupakan komoditas yang bernilai jual
tinggi di pasar internasional, sehingga tidak sulit menembus pasar ekspor. Sumber daya sektor perikanan saat ini memberikan kontribusi penting bagi
perekonomian nasional antara lain, 1 Produk perikanan merupakan pemasok utama protein hewani bagi 200 juta lebih penduduk Indonesia, 2 Sub sektor
perikanan menyerap lapangan pekerjaan bagi sekitar 4,4 juta masyarakat nelayan petani ikan, 3 Penghasil devisa bagi perekonomian Indonesia Dahuri, 2004.
Kepiting bakau scylla serrata sangat digemari konsumen lokal maupun luar negeri dan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ekspor kepiting meningkat
rata-rata 14,06. Komoditas ini mempunyai kandungan nilai gizi tinggi, protein dan lemak, bahkan pada telur kepiting kandungan proteinnya sangat tinggi, yaitu
sebesar 88,55. Dengan nilai komposisi demikian, komoditas ini sangat digemari konsumen luar negeri dan menjadi salah satu makanan paling bergengsi di
kalangan mereka. Amerika Serikat merupakan negara penyerap hampir 55 produksi kepiting dunia, sedang permintaan lainnya datang dari negara-negara di
kawasan Eropa, Australia, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan. Permintaan ekspor kepiting bakau terus meningkat dan telah menjadikan
komoditas ini
sebagai salah
satu andalan
ekspor non
migas Ditjen Perikanan, 2000.
Produksi kepiting cenderung meningkat seiring dengan kenaikan permintaan. Peluang pasar yang cukup besar dan harga yang tinggi menyebabkan bisnis
kepiting ini mulai berkembang di beberapa tempat seperti Medan, Riau, Cilacap, Surabaya, Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan data statistik perikanan
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006. Namun kebutuhan ekspor kepiting bakau selama ini masih mengandalkan hasil
penangkapan di muara sungai kawasan bakau yang apabila eksploitasi kepiting bakau ini semakin intensif dan tidak terkendali akan mengancam kelestarian
sumber daya tersebut. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik maupun kebutuhan ekspor yang terus meningkat diperlukan upaya
alternatif melalui usaha budidaya.
Menurut Rusmiyati 2011, di Indonesia, sepanjang pantainya yang potesial sebagai lahan tambak adalah sekitar 1,2 juta Ha. Yang digunakan sebagai tambak
udang baru 300.000 Ha. Sisanya masih tidur, artinya peluang membangunkan potensi tambak tidur tersebut untuk budidaya kepiting masih terbuka lebar.
Kepiting dapat ditemukan disepanjang pantai di Indonesia. Ketersediaan berbagai jenis biota laut seperti kepiting, ikan, udang, kerang dan
berbagai jenis lainnya terdapat pada ekosistem hutan tropik yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara serta di pengaruhi oleh pasang surut dengan variasi
lingkungan yang besar dari hutan mangrove. Kawasan hutan mangrove ekosistem yang sangat produktif dan berpotensi tinggi untuk di manfaatkan. Kawasan hutan
mangrove bukan sekedar penghasil sumberdaya hutan, tetapi juga sangat berperan dalam menunjang sumberdaya perikanan Kordi, 2011.
Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya dengan keragaman hayati sudah saatnya mengembangkan potensi tersebut. Pertanian monokultur yang secara
sistematis telah menghancurkan kekayaan alam Indonesia, perlu dihempang perjalanannya. Kekayaan alam Indonesia perlu tetap di pertahankan, dengan
mengembangkan pola tani yang sesuai dengan kondisi lokal setiap daerah Sabirin, dkk, 2010.
Gustiano 2010 menyatakan bahwa ikan nila merupakan salah satu ikan ekonomis penting di dunia karena cara budidayanya yang mudah, rasanya yang
digemari dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Dewasa ini, ikan nila dipelihara secara komersial di berbagai belahan dunia, baik di kolam
atau katung jaring apung KJA di air payau maupun air tawar serta perairan
pantai. Cara pembesaran ikan nila juga dapat dilakukan dengan teknik tunggal kelamin, campur kelamin, tunggal jenis, campur jenis polikultur dan terpadu.
Polikultur adalah sebuah cara budidaya yang biasa dipakai untuk membawa kesejahteraan jika dilakukan dengan benar ataupun membawa kehancuran jika
dipakai dengan salah. Terwujudnya konsep pertanian polikultur sebagai usaha manusia melakukan
pemadatan areal tanah dengan maksud memperbaiki ekologi lingkungan alam, dan secara simultan meningkatkan produktifitas lahan yang dapat diukur dari
pendapatan ekonomi ini pada akhirnya akan menghadirkan petani yang mandiri soekirman, dkk, 2007.
Kabupaten Deli Serdang secara geografis merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat yang termasuk dalam wilayah
pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara. Dari sebagian besar garis pesisir pantai Sumatera merupakan hutan mangrove. Kecamatan Hamparan Perak
memiliki sejumlah lahan pesisir yang potensial dijadikan lahan tambak namun belum termanfaatkan secara optimal, dimana berdasarkan data statistik BPS
2009 Kecamatan Hamparan Perak merupakan daerah dengan luas tambak terbesar pada Kabupaten Deli Serdang dan berdasarkan data Penyuluh Perikanan
Lapangan Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Deli serdang 2010 terdapat 45 ha lahan tambak produktif dan lebih dari 150 ha lahan tambak saat ini masih
terbengkalai. Selain itu mengacu pada data Ditjen Perikanan selama periode 2010- 2011 dalam kompas 2011, tingginya permintaan dan peningkatan angka
permintaan ekspor kepiting setiap tahunnya sebesar 10-20, maka dari itu peneliti merasa perlu diadakan penelitian tentang analisis usaha mengenai tambak
kepiting pada daerah Hamparan Perak khususnya pada sistem polikultur kepiting- ikan nila untuk melihat prospek cerah dari usaha tersebut sehingga dapat menjadi
bahan informasi baik bagi petani tambak, instansi terkait maupun lembaga yang mendukung usaha ekonomi kerakyatan sehingga usaha ekonomi ini berkembang
lebih pesat lagi.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pernyataan yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pengelolaan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan
nila di daerah penelitian? 2.
Bagaimana tingkat pendapatan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan nila di daerah penelitian?
3. Bagaimana kelayakan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan nila di
daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan usaha tambak pola polikultur
kepiting-ikan nila di daerah penelitian. 2.
Untuk menganalisis tingkat pendapatan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan nila di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui kelayakan usaha tambak pola polikultur kepiting-ikan
nila di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak - pihak yang mengusahakan
tambak pola polikultur kepiting-ikan nila dalam mengembangkan usahanya. 2.
Sebagai bahan untuk melengkapi skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian USU Medan.
3. Sebagai landasan atau informasi untuk penelitian yang serupa di daerah lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA