Status Tanah Wakaf dalam hal Terjadinya Pembubaran Yayasan

Apabila yayasan dibubarkan, yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. Bila yayasan dibubarkan akibat putusan pengadilan, maka pengadilan dapat menunjuk likuiditor. Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar. Selanjutnya jika hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Dengan dinyatakan pailitnya suatu yayasan, maka seluruh harta kekayaan yayasan akan tercakup dalam harta pailit boedel failliet.

B. Status Tanah Wakaf dalam hal Terjadinya Pembubaran Yayasan

Seringkali dipertanyakan siapa sesungguhnya pemilik yayasan. Bila bertolak dari teori badan hukum tentang kekayaan, maka jelas bahwa kekayaan itu tidak ada pemiliknya. Pendiri jelas bukan pemiliknya, karena ia telah memisahkan kekayaannya untuk menjadi milik badan hukum yayasan dan pengurus bukanlah pemilik karena ia hanya diangkat untuk mengurus organisasi yayasan. Dengan demikian, tinggallah kemungkinan bahwa yayasan adalah milik masyarakat. Bahwa yayasan bukan milik pembina, pengurus, dan atau pengawas terungkap antara lain dari ketentuan pasal 3 dan pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang melarang pemberian bagi organ-organ yayasan tersebut, yakni pembina, pengurus, dan atau pengawas. Pasal 3 ayat 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan: Universitas Sumatera Utara 2 Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, pengurus dan pengawas Pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan: Kekayaan yayasan, baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, pengurus, pengawas, karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Undang-undang Yayasan secara implisit memperlihatkan bahwa yayasan adalah milik masyarakat. Hal ini terlihat dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 68 Undang-undang Yayasan yang berbunyi sebagai berikut: 1 Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar 2 Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Ketentuan di atas memerlihatkan bahwa kekayaan yayasan adalah milik dari “tujuan yayasan” itu sendiri, yakni masyarakat. Selanjutnya, dapat dikemukakan bahwa pengadilan Alkmaar dalam putusannya tanggal 27 November 1980 Nederlandse Jurisprudentie 1981 No. 602 tidak mengabulkan perubahan tujuan yayasan yang dimaksud untuk memberi tunjangan kepada kerabat sedarah ahli waris dari pendiri yayasan. Dengan demikian, Undang-undang yayasan menegaskan bahwa pemilik yayasan adalah masyarakat dan bukan para pendiri Pembina, pengurus, dan atau pengawas. Universitas Sumatera Utara Pengelolaan organisasi nirlaba seperti yayasan, tidaklah sama dengan mengelola bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitasnya. Kinerja finansial return on investment, profit margin, dll dapat dilakukan relatif lebih murah pada perusahaan. Tetapi bagi yayasan, sekalipun kinerja finansial itu penting, tidaklah mudah untuk menentukannya. 74 Sebagaimana telah dijelaskan terlebih dahulu, sumber dana utama yayasan diperoleh dari sumbangan dari pendiri dan donator lainnya yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari yayasan tersebut. Maka, bila sumber penerimaan kas yayasan semata-mata dari donasi atau bantuan menjadikan yayasan tersebut tidak mandiri. Jika suatu saat sumbangan atau bantuan dari para donator tersebut berkurang atau berhenti, maka kegiatan operasional yayasan menjadi terancam. Meskipun yayasan diperbolehkan meminjam dana dari bank, namun injaman tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Ada kemungkinan yayasan akan mengalami kesulitan dalam mengembalikan pinjaman dan bunga, karena kegiatan pokok yayasan belum tentu memberikan cashflow positif. Kalau pinjaman dilakukan untuk menopang kegiatan komersialnya, tentu pinjaman tersebut dapat diperhitungkan dengan prospek atau estimasi pendapatan dari kegiatan komersial. Bila di kemudian hari keputusan pinjaman uang ini menyebabkan yayasan menjadi pailit sehingga pengurus yayasan dianggap melakukan kesalahan, maka konsekuensinya akan ditanggung secara renteng oleh pengurus yayasan, sesuai dengan ketentuan pasal 39 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang berbunyi sebagai berikut: 74 Budi Untung, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum Dan Manajemen, Yogyakarta: Andi, 2002, hal. 134. Universitas Sumatera Utara 1 Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalain pengurus dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 2 Anggota pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab seara tanggung renteng atas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 3 Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan yang menyebabkan kerugian yayasan, masyarakat atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi pengurus yayasan manapun. Kepailitan yayasan dilakukan berdasarkan Undang-undang Kepailitan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Bila yayasan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit atau harta kekayaan tidak cukup untuk melunasi hutangnya, maka yayasan tersebut dapat dibubarkan. Ketentuan ini menjadikan beban pengurus yayasan terasa makin berat. 75 Sejalan dengan diundangkannya Undang-undang yayasan, banyak muncul kritik terhadap undang-undang ini. Secara umum, timbul dua kritik besar terhadap Undang-undang yayasan dari perspektif gerakan filantropi 76 75 Ibid, hal. 136 . Kritik tersebut adalah: 76 Filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya Universitas Sumatera Utara 1. Undang-undang yayasan mengedepankan sifat kontrol dan intervensi Kentalnya sifat mengontrol dan intervensi dari undang-undang yayasan ini mengemuka dalam beberapa hal, yang dapat dicontohkan di sini yaitu dalam pengaturan mengenai pendirian yayasan dan struktur internal organisasi. Dalam pendirian yayasan, tidak adanya kemudahan dalam hal proses pendirian sebuah yayasan merupakan salah satu bukti indikator bahwa undang-undang ini kental semangat kontrolnya. Proses pendirian sebuah lembaga filantropi seharusnya dibuat semudah mungkin sehingga akan mengakomodasi secara maksimal keinginan dan harapan dari setiap orang. Hal inilah yang tidak terlihat dalam undang-undang yayasan. Permasalahan utama pada proses pendirian yayasan ini adalah adanya proses pengesahan dari menteri kehakiman dan HAM pasal 11 Undang- undang Yayasan. Proses pengesahan ini secara intervensif, juga jelas menghambat lahirnya inisiatif-inisiatif masyarakat dalam pendirian yayasan-yayasan sehingga aspek-aspek mudah, cepat dan biaya ringan tadi tidak dapat tercapai. 77 Pendirian yayasan seharusnya dapat dibuat dengan mekanisme yang lebih efektif, yaitu pendaftaran. Proses pendaftaran cukup dengan akta notaris, bukannya proses pengesahan, seperti dilaksanakan di Belanda dan untuk organisasi non profit di beberapa Negara civil law lainnya Bolivia, Brazil, diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal . Seorang ini biasanya seorang kaya raya yang sering menyumbang kaum miskin. 77 Eryanto Nugroho, Undang-undang Yayasan Mempersempit Ruang Gerak Berorganisasi, Jakarta: Koalisi Ornop Untuk RUU Yayasan, 2003, hal. 186. Universitas Sumatera Utara dan Italia 78 , contoh konkrit dan paling dekat dengan konteks hukum Indonesia adalah Wet op Stichtingen Undang-undang Yayasan Negara Belanda. Di dalam Wet op Stichtingen Stb. 327 tanggal 31 Mei 1986 masalah pendaftaran dapat dilihat pada pasal 7 Undang-undang Yayasan yang berbunyi: 79 Berdasarkan pasal 7 Undang-undang Yayasan tersebut dapat dilihat bahwa menurut Wet op Stishtingen, dalam melahirkan badan hukum yayasan di Belanda tidak diperlukan adanya pengesahan dari menteri kehakiman melainkan cukup hanya dengan mendaftarkan pada suatu register terpusat yang disediakan “Pengurus berkewajiban, agar yayasan beserta nama, depan dan tempat tinggal dari pendiri atau pendiri-pendiri dan nama, nama depan dan tempat tinggal pengurus didaftarkan di dalam daftar pusta umum yang disediakan dan lagi pula pengurus harus mengusahakan agar salinan akta pendirian itu diumumkan pula. Selama pendaftaran dan pengumuman yang pertama belum dilaksanakan, adalah di samping yayasan, para pengurus untuk perbuatannya yang dilakukan atas nama yayasan bertanggung jawab tanggung menanggung”. 80 Dibandingkan dengan yayasan di Belanda yang hanya perlu mendaftarkan diri di sebuah register terpusat di Kamer Van koopehendel en Fabrieken, yayasan di Indonesia harus mendapatkan pengesahan dari seorang menteri untuk kemudian diumumkan. Pengaturan yang seperti ini jelas akan mendorong inisiatif-inisiatif masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial yang pasti juga akan berdampak positif bagi perkembangan gerakan filantropi. 78 The International Center for Non Profit Law, Handbook on Good Practices for Law Relating to Non Goernmental Organization Discussion Draft, World Bank, 1997, hal. 26. 79 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 1986, hal. 117. 80 Registrasi dilakukan pada register umum di Kamar Dagang dan Pabrik Kamer van Koophandel en Farieken. Lihat Chatamarrasjid, Op. cit, hal. 50. Universitas Sumatera Utara kehakiman terlebih dahulu untuk diakui sebagai badan hukum yayasan. Belum lagi jika dilihat dalam Undang-undang Yayasan ada embel-embel “dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait” dalam proses pendirian sebuah yayasan. Pada struktur internal organisasi, undang-undang yayasan mengatur secara rigid kaku dan detail tentang internal organisasi sebuah yayasan. Undang- undang yayasan telah mengatur mulai dari struktur baku organ-organ yayasan Pembina, pengurus, pengawas, pengangkatan, pemberhentian, penggantian organ yayasan, hingga kuorum rapat. Pengaturan tentang internal governance dalam undang-undang yayasan ini nampaknya kurang didasari oleh kesadaran akan keberagaman jenis yayasan yang ada di Indonesia sehingga melahirkan pengaturan yang berlebihan seperti itu. Penyeragaman itu sebenarnya tidak perlu. Seharusnya undang-undang yayasan hanya mengatur hal-hal yang pokok saja mengenai internal organisasi ini. Dengan demikian, untuk pengaturan detail lebih lanjutnya diserahkan pada masing-masing organisasi yang akna dituangkan dalam anggaran dasar organisasi tersebut. 2. Undang-undang Yayasan cenderung menghambat, tidak memberikan fasilitas insentif Tidak ada insentif bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas kedermawanannya. Klausul pelarangan untuk memberikan gaji bagi pengurus yayasan dan sama sekali tidak diaturnya fasilitas pajak bagi yayasan mencerminkan bahwa pembuatan undang-undang yayasan ini Universitas Sumatera Utara tidak disertai niat untuk mendorong semangat aktivitas filantropi di Indonesia. Tidak diperbolehkannya yayasan untuk menggaji pengurusnya banyak dipandang sebagai pengaturan yang tidak masuk akal. Berbeda dengan pendirian yayasan, adalah wajar bagi pengurus yang menjalankan roda kegiatan yayasan untuk mendapatkan honor ataupun gaji tetap. Sementara jika berbicara tentang kebijakan pajak di sektor filantropi ini, ada dua mekanisme yang biasa diterapkan dalam hal ini. Yang pertama ialah pengecualian pajak bagi lembaga tax exemption dan yang kedua adalah pengurangan pajak bagi donator tax deduction. Dalam hal Undang-undang yayasan menyatakan bahwa pengaturan pajak tidak dimasukkan di sini dengan alasan akan dimuat dalam undang-undang pajak, tidaklah dapat diterima. Adalah benar bahwa pengaturan detail mengenai mekanisme perpajakannya akan diatur dalam undang-undang pajak, namun prinsip-prinsip fasilitas seperti tax exemption dan tax deduction sebenarnya bisa dicantumkan dalam Undang-undang yayasan. 81 81 Eryanto Nugroho, Op. cit, hal. 186. Dalam hal yayasan tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat 1 Undang-undang Yayasan berikut penjelasannya. Yayasan tersebut dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan, yakni pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan yayasan. Universitas Sumatera Utara Kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf oleh Undang-undang Yayasan secara tegas ditentukan dalam pasal 26 ayat 3 bahwa kekayaan tersebut diatur berdasarkan ketentuan perwakafan. Ini sekaligus harus dijelaskan bahwa kekayaan yang berasal dari wakaf tidak dimasukkan dalam harta pailit, jika ketentuan perwakafan diberlakukan. 82 Mengapa demikian? Karena harta wakaf merupakan benda di luar perdagangan res extra commercium yang tidak dapat dijadikan objek jaminan dan oleh karna itu tidak dapat disita dan dieksekusi. 83 82 Ignaius Ridwan Widhyadharma, Badan Hukum Yayasan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2001, hal. 38. 83 Fred B. G. Tumbuan, Kedudukan Hukum Yayasan dan Tugas Serta Tanggung Jawab Organ Yayasan, Lokakarya Sosialisasi Undang-undang Yayasan, diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Perseroan dan Kenotariatan PPHN, Jakarta, 14 Agustus 2001, hal. 11. Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dalam pasal 68 ayat 1 undang-undang yayasan, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan tujuan yayasan tersebut pasal 68 ayat 2 Undang-undang Yayasan. Dengan demikian, yayasan yang bubar dan masih memiliki sisa kekayaan, sisa kekayaannya tidak kembali kepada pendiri atau donator atau pembina atau pengurus atau pengawas, melainkan diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang bubar atau setidaknya kepada negara dengan penggunaan sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan tersebut. Jelas bahwa pendiri atau donator tidak dapat menerima kembali apa yang telah dipisahkan dan diserahkan dari sebagian hartanya kepada yayasan, dan organ yayasan tidak menerima sedikitpun bagian sisa dari kekayaan yayasan. Artinya kekayaan yayasan murni ditujukan untuk kegiatan yayasan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka apabila suatu yayasan berdiri di atas tanah yang berasal dari wakaf, maka tanah wakaf tersebut merupakan bagian dari harta kekayaan yayasan. Oleh karena itu, apabila terjadi pembubaran yayasan, maka tanah wakaf tempat yayasan berdiri tidak akan beralih kepada pihak manapun, termasuk dalam hal ini adalah kepada pendiri atau donator atau pembina atau pengurus atau pengawas, bahkan kepada waqif yang mewakafkan, tetapi tanah wakaf akan diserahkan kepada yayasan lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan yang telah dibubarkan. Hal ini mengingat agar peruntukan tanah wakaf yang tidak berubah, yakni sesuai dengan yang dimaksudkan oleh pewakif pihak yang mewakafkan. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

7 121 117

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 60 257

Konsekuensi Hukum Yayasan Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 29 152

ANALISIS TERHADAP SERTIFIKAT TANAH YAYASAN AL-KAUTSAR PHARMINDO DALAM ASPEK TANAH WAKAF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004.

0 0 1

undang undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas uu nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan

0 0 22

PELAKSANAAN PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR YAYASAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN DI KOTA PADANG (KHUSUS YAYASAN DIBIDANG PENDIDIKAN

0 0 20

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 11

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 39