1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru-guru di Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan terkait dengan penghentian sementara Kurikulum 2013. Kurikulum 2013
dinilai tidak sempurna karena dalam penerapan Kurikulum 2013 terlalu terburu-buru sehingga memicu terjadinya permasalahan di lapangan maka
perlu dilakukan penghentian sementara. Belum tersedianya buku Kurikulum 2013 membuat sejumlah guru menempuh berbagai cara demi
kelangsungan kegiatan belajar mengajar siswanya. Selain itu, di beberapa daerah di Indonesia masih terdapat guru yang belum sarjana namun tetap
mengajar di sekolah-sekolah, serta banyak pula guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu atau kompetensi profesional yang mereka
miliki. Menurut Pemerhati Pendidikan, Abduh Zen, kondisi guru di
Indonesia sedang tidak baik Ferri, 2014. Berdasarkan hasil Uji Kompetensi Awal UKA dan Uji Kompetensi Guru UKG yang sudah
dilaksanakan para guru mendapatkan hasil di bawah rata-rata. Guna mengubah kondisi ini, pemerintah perlu melakukan pelatihan yang benar-
benar efektif untuk menghadapi situasi-situasi tidak terduga, seperti penghentian sementara kurikulum 2013. Abduh Zen mengungkapkan,
masalah lain yang dihadapi para guru Indonesia yakni soal motivasi yang tidak benar-benar menyentuh ke dalam diri mereka. Guru-guru perlu diberi
motivasi kembali sehingga mereka menyempurnakan profesinya. Para guru dapat melakukan pertemuan dengan sesama guru yang mata
pelajarannya sama guna mencari solusi untuk mengatasi perpindahan kurikulum 2013 ke KTSP. Melalui pertemuan yang diselenggarakan, guru-
guru dapat saling mengemukakan pendapat, mengemukakan nasihat, bertukar informasi, dan memberikan saran, maka dari kegiatan tersebut
guru akan mendapatkan efikasi kolektif. Menurut A. Bandura 1997: 79-115, efikasi kolektif adalah
keyakinan orang-orang bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu. Efikasi kolektif tersebut terbentuk
dari empat sumber utama, diantaranya adalah: 1 Experience mastery atau pengalaman masteri, 2 Experience impersonation atau pengalaman
peniruan, 3 Social persuasion atau persuasi sosial, dan 4 Affective conditions atau kondisi afektif. Pengalaman masteri mengacu kepada
pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang dialami oleh anggota kelompok. Pengalaman keberhasilan akan membangun kepercayaan
efikasi kolektif yang kuat sedangkan kegagalan akan melemahkan kepercayaan efikasi kolektif anggota kelompok. Selain itu, pengalaman
peniruan bukan terbentuk melalui pengalaman pribadi seseorang untuk membangun efikasi kolektif tetapi tergantung pada pengalaman yang
disampaikan oleh kelompok lain. Persuasi sosial mengacu pada
keterampilan yang diperoleh oleh seseorang ketika menghadiri berbagai pelatihan internal dan eksternal organisasi. Kondisi afektif organisasi
merujuk kepada cara-cara organisasi menginterpretasikan tantangan- tantangan yang dihadapi dan dapat mengatasi tantangan tersebut. Dengan
kata lain, efikasi kolektif guru yaitu keyakinan yang dimiliki pada guru mengenai kelompok mereka untuk mencapai hasil tertentu. Sementara
Goddard 2000: 467 mendefinisikan efikasi kolektif guru sebagai konstruk yang mengukur kepercayaan guru tentang kemampuan dan usaha
kolektif sekelompok guru atau sekolah untuk mempengaruhi pencapaian murid. Definisi ini mengacu pada kepercayaan bahwa usaha guru dalam
organisasi akan berdampak positif terhadap pencapaian murid. Kepercayaan efikasi kolektif berperan selaku mediator yang
menyelaraskan kepercayaan bersama di kalangan guru-guru sekolah menengah. Berdasarkan fungsi tersebut maka kepercayaan efikasi dilihat
sebagai konstruk utama yang mendominasi teori kognitif sosial. Konstruk efikasi yang bersifat multi dimensi memungkinkannya dipengaruhi oleh
berbagai faktor Bandura, 1997: 7. Multi dimensi tersebut ada dua macam, yaitu analisis terhadap tugas guru dan assessment atau penilaian
terhadap kompetensi guru. Berdasarkan multi dimensi tersebut, di fokuskan menjadi dimensi efisiensi pengajaran dan dimensi analisis tugas
pengajaran. Guru-guru yang telah menghadiri Program Pengembangan
Profesionalitas Guru PPPG seharusnya mempunyai sikap yang positif ke
arah pembentukan efikasi kolektif yang mantap memperbaiki tahap kemahiran dalam pengurusan pengajaran dan pembelajaran. Goddard
2000: 469 berpendapat kepercayaan efikasi merupakan konstruk yang penting terhadap perilaku individu dan organisasi ke arah membentuk
perubahan. Setiap orang mengumpulkan pengetahuan, efisiensi dan sumber, saling mendukung, membentuk koalisi dan kerja bersama untuk
menyelesaikan masalah dan memperbaiki kehidupan mereka. Berdasarkan Ketentuan Umum Permendikbud Nomor 92010 Pasal
1 angka 2 Pendidikan Profesi Guru PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai
kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional. Menurut Pasal
3 ayat 1 Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 Program Pendidikan Profesi Guru PPG diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan oleh menteri. Tujuan dari PPG adalah untuk menghasilkan guru
profesional yang
memiliki kompetensi
dalam merencanakan,
melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan
mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan.
Program-program pengembangan profesionalitas yang berpengaruh kepada efikasi kolektif guru dapat berupa mengikuti lokakarya atau
kegiatan kelompokmusyawarah kerja guru atau in house training IHT; mengikuti seminar, kolokium, diskusi panel, atau bentuk pertemuan ilmiah
lainnya; danatau mengikuti kegiatan kolektif guru atas dasar penugasan baik oleh kepala sekolah atau institusi yang lain, maupun atas kehendak
sendiri guru yang bersangkutan Nanang, 2013: 204. Dalam mewujudkan visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan
Indonesia cerdas dan kompetitif, diperlukan ketersediaan tenaga guru yang profesional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Guru profesional merupakan tuntutan untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing di forum
lokal, nasional, maupun internasional. Guru Profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukkan kemampuannya yang
ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi substansi atau bidang studi sesuai bidang ilmunya.
Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka
miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya Sanusi, 1991: 19. Pengembangan profesionalitas guru merupakan tuntutan yang perlu
dilakukan terus-menerus, baik oleh guru sendiri maupun pihak lain yang
terkait. Perkembangan teknologi, perubahan pola pikir, perubahan peraturan pemerintah, perubahan budaya dan kebiasaan, semuanya dapat
mengakibatkan lingkungan yang dihadapi oleh guru tidak lagi sama seperti dulu.
Adanya Undang-Undang No. 202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 142005 tentang Guru dan Dosen,
Peraturan Pemerintah No.192005 tentang Standar Nasional Pendidikan, merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan serta
menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional. Fakta di lapangan menunjukkan adanya berbagai masalah yang berhubungan dengan kondisi
guru. Masalah-masalah tersebut diantaranya berhubungan dengan guru termasuk yang telah memperoleh sertifikat pendidik yang belum
menunjukkan profesionalitas kerja dalam menjalankan tugas utamanya seperti mengajar di dalam kelas tanpa memperhatikan perkembangan
pribadi dari setiap murid. Kemampuan dan penguasaan guru terhadap materi mata pelajaran yang diajarkan, masih belum memuaskan. Selain itu,
pendidikan dan pelatihan kompetensi guru setiap tahunnya sangat terbatas, dan belum bisa melayani semua guru.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan Undang- undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab IV
Pasal 10 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan sertifikasi sejak
tahun 2006 termasuk salah satu pemicu perubahan perilaku guru. Dengan sistem portofolio, guru termotivasi mengikuti berbagai pelatihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Selain pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, berbagai pihak lain seperti organisasi profesi, lembaga
pelatihan, dan
Lembaga Swadaya
Masyarakat LSM
juga menyelengarakan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan
profesionalitas guru tersebut. Pemberian pembekalan mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas mengajar guru, mulai dari penguasaan bahan
ajarmateri pelajaran, pemanfaatan metode pembelajaran, sampai dengan bimbingan membuat Penelitian Tindakan Kelas PTK juga dilakukan oleh
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru PLPG. Sebutan kegiatan pengembangan profesi guru saat ini yaitu
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan PKB menggunakan peraturan baru
yang sudah
ditetapkan oleh
Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Macam-macam pengembangan profesi guru antara
lain pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru. Sedangkan publikasi ilmiah
di kelompokkan menjadi 3 tiga kegiatan yaitu presentasi forum ilmiah, publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan
formal, dan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan atau buku pedoman guru. Kegiatan PKB yang berupa karya inovatif yaitu
menemukan teknologi tepat guna karya sains atau teknologi, menemukan atau menciptakan karya seni, membuat atau memodifikasi alat
pelajaranperagapraktikum, dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya.
Berdasarkan dari referensi jurnal yang ditemui dengan judul, yaitu hubungan
antara frekuensi
menghadiri program
pengembangan profesionalisme guru menurut bidang kurikulum dengan efikasi kolektif
guru sekolah menengah di Malaysia, didapatkan kesimpulan bahwa penulis jurnal menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan strategi
dasar kuesioner Madzlan, 2008. Dalam jurnal tersebut terdapat sampel penelitian 300 guru dari 5 sekolah menengah dari populasi 582 guru.
Karakteristik populasinya adalah semua guru-guru terlatih, kecuali guru konseling, kepala sekolah, tata usaha, dan karyawan sekolah lainnya.
Menggunakan desain
sampling bertujuan
purposive sampling
dikarenakan terdapat sekolah yang berakreditasi rendah, selain itu fasilitas pengajaran dan pembelajaran di sekolah masih minimal. Batasan masalah
pada jurnal tersebut, yaitu faktor-faktor yang terdapat nilai efikasi untuk memartabatkan profesi guru hanya pada guru yang mempunyai jabatan
dan pengalaman guru yang telah mengajar mulai dari 3 - 23 tahun.
Hasil analisis data pada efikasi kolektif guru menunjukkan keseragaman antara dimensi efisiensi pengajaran dengan analisis tugas pengajaran.
Berdasarkan pada uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam dunia pendidikan dengan mengambil judul
“Hubungan Pengembangan Profesionalitas Guru Dengan Efikasi Kolektif Guru D
i Kabupaten Klaten”. Hal ini dikarenakan belum
pernah adanya dilakukan penelitian khusus efikasi kolektif guru di Indonesia. Selain itu penulis tertarik dengan permasalahan pendidikan
yang terjadi saat ini di Indonesia yaitu profesionalitas guru yang rupanya sedang diragukan kembali setelah beberapa upaya pengembangan telah
dilakukan oleh pemerintah.
B. Rumusan Masalah