Asimetri Informasi Manajemen Laba

17 termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Manurung 2012 dalam Wulandari 2013 menyatakan manajer perusahaan seharusnya bertindak demi kepentingan pemegang saham tetapi dalam kenyataannya sebagian manajer lebih melakukan tindakan-tindakan untuk kepentingan diri sendiri. Hanaa M. Salno 2000 dalam Marlina 2001 menyatakan pertentangan kepentingan yang dapat terjadi antara pihak-pihak manajemen agen dengan pihak pemegang saham, kreditor dan pemerintah prinsipal, salah satunya, pemegang saham menginginkan tercapainya tingkat profitabilitas yang meningkat, sedangkan agen berusaha untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologis melalui kontrak kompensasi.

D. Asimetri Informasi

Asimetri informasi merupakan ketimpangan informasi antara manajer dan pemegang saham, dimana manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa depan dibandingkan pemegang saham tersebut. Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingan pelaksanaan manajemen tersebut. Menurut Scott 2000 dalam Wisnumurti 2010, terdapat dua macam asimetri informasi yaitu adverse selection, yaitu dimana kondisi para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek 18 perusahaan dibandingkan investor pihak luar dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham dan moral hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham dengan melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Kedua masalah ini muncul akibat pemisahan kepemilikan dan hak kontrol terhadap pengelolaan korporasi. Terjadinya adverse selection dan moral hazard dapat menimbulkan implikasi yang serius terhadap kinerja dan sustainbilitas perusahaan. Dua masalah tersebut dapat mendorong manajer untuk melakukan tindakan yang tidak etis, selain itu manajer juga dapat membiaskan atau mendistorsi informasi tentang peluang investasi dan prospek perusahaan.

E. Manajemen Laba

Menurut prespektif teori akuntansi manajemen laba merupakan pilihan yang dilakukan oleh manajer terhadap kebijakan-kebijakan yang diperkenankan sehingga dapat mencapai tujuan spesifiknya. Secara konseptual ada dua motif utama manajer mendorong melakukan manajemen laba. Pertama motif oportunistik untuk memaksimumkan bonus mereka dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak hutang dan political cost. Kedua, motif antisipasi manajer 19 dalam menghadapi kontrak yang efisien misalnya dalam kontrak kompensasi eksekutif dan kontrak hutang. Scott 2000 dalam Kusuma dan Wigiya 2003 menyatakan dalam manajemen laba, manajemen dapat mengambil kebijakan menaikkan atau menurunkan laba sesuai dengan kepentingannya. Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Asimetri informasi timbul dalam hubungan keagenan, dimana manajer memiliki informasi internal perusahaan yang lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut lebih cepat dibandingkan pihak eksternal. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi laporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kepentingannya. Menurut Skousen dan Stice 2004 dalam Wulandari 2013, alasan yang mendorong manajer perusahaan melakukan manajemen laba adalah sebagai berikut: a. Memenuhi Target Internal Target laba internal merupakan alat penting dalam memotivasi para manajer untuk meningkatkan usaha penjualan, pengendalian biaya, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Perhitungan bonus internal berdasarkan laba turut mendorong munculnya manajemen laba, misalnya, 20 seorang manajer yang menjadi subjek rencana bonus atas dasar laba cenderung untuk menaikkan laba jika mereka sudah berada dalam posisi mendekati batasan bonus dan akan menurunkan laba jika laba yang akan dilaporkan berada diatas batas bonus maksimal. Kecenderungan ini pada dasarnya menunjukkan bahwa para manajer memiliki tendensi untuk menunda pengakuan laba di periode yang baik untuk berjaga-jaga apabila hasil operasi periode berikutnya tidak begitu memuaskan. b. Memenuhi Harapan Eksternal Stakeholders eksternal memiliki kepentingan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Para pegawai dan pelanggan menginginkan perusahaan tetap berjalan dengan baik sehingga dapat bertahan dalam jangka panjang dan melaksanakan kewajiban pensiun dan garansinya. Para pemasok menginginkan jaminan atas pembayaran dan perusahaan akan tetap menjadi pembeli yang dapat diandalkan selama bertahun-tahun ke depan. Bagi pihak yang berkepentingan, adanya tanda dari kelemahan keuangan, seperti pelaporan rugi, benar-benar merupakan suatu berita buruk terutama bagi analis keuangan. Pihak analis akan merekomendasikan untuk menjual atau membeli saham perusahaan berdasarkan estimasi atas laba perusahaan. Pelaporan laba yang lebih kecil dibandingkan laba yang diestimasi oleh analis akan menyebabkan turunnya harga saham. Oleh karena itu, perusahaan memiliki intensif untuk melakukan manajemen laba guna menjamin agar angka yang dilaporkan paling sedikit sama dengan laba yang 21 diperkirakan oleh para analis. Kemampuan perusahaan yang luar biasa untuk secara konsisten memenuhi target laba seperti yang diperkirakan oleh pihak- pihak yang berkepentingan tidak mungkin terjadi jika perusahaan tidak melakukan paling tidak satu jenis manajemen laba. c. Mengurangi gejolak laba Menurut pandangan tradisional laporan keuangan yang bergejolak memiliki resiko yang tinggi, sehingga premium saham dan harga saham terdiskon. Beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan perataan laba yaitu tindakan meratakan laba dapat dilakukan sepanjang manajemen mencapai peramalan analis. Laba yang grafiknya meningkat dianggap penting oleh pasar saham. Apabila tidakan perataan laba berhasil memandu peramalan analis agar sesuai dengan harapan labanya, maka bentuk manajemen laba ini bisa dikatakan berhasil. Motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan perusahaan dengan kreditor, investor dan karyawan.

1. Pola manajemen laba

Menurut Scoot 2000 dalam Lako 2011, merangkum pola manajemen laba menjadi empat kegiatan yaitu: a. Pola taking a bath Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah, bahkan rugi atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan 22 dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya. Taking a bath terjadi selama periode adanya tekanan organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru. Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibat dari pola ini, laba pada periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya. b. Pola Income Minimization Income minimization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba sesungguhnya. Income minimization biasanya dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan. Pola ini mirip dengan taking a bath tetapi lebih halus. Income minimization ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Pola Income Maximization 23 Maksimisasi laba income maximization adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari dari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain. Pola income maximization dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan laba bersih yang meningkat untuk tujuan bonus yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. d. Pola Income Smoothing Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relatif konsisten dari periode ke periode. Pihak manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak berisiko tinggi. Sebagai contoh, ketika penghasilan saat sekarang relatif rendah, tetapi penghasilan di masa mendatang diperkirakan relatif tinggi, maka pihak manajer akan melakukan pemilihan metode akuntansi yang dapat meningkatkan discretionary accruals pada saat sekarang. 24 Dampaknya, manajer dalam lingkungan pekerjaan seperti ini akan meminjam penghasilannya di masa mendatang jika pada saat sekarang penghasilan relatif bernilai tinggi, tetapi penghasilan dimasa mendatang diperkirakan relatif rendah, maka pihak manajer akan melakukan pemilihan metode akuntansi yang dapat menurunkan discretionary accruals untuk saat sekarang. Pihak manajer dengan efektif akan menabung penghasilannya saat sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa mendatang. Pola Income Smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

F. Perataan Laba 1. Definisi Perataan Laba

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, dan Ukuran PerusahaanTerhadap Perataan Laba ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI)

0 11 24

PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, FINANCIAL Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, Kepemilikan Institusional, Dan Jenis Industri Terhadap Praktik Perataan Laba(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

0 3 18

ANALISIS PERATAAN LABA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR ANEKA INDUSTRI (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Aneka Industri yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia).

0 0 18

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage terhadap Perataan Laba pada Sektor Industri Perbankan

0 0 15

Pengaruh likuiditas, leverage, dan ukuran perusahaan terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di bei - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, FINANCIAL LEVERAGE DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2

0 0 9

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, FINANCIAL LEVERAGE DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2012 - 2016) - repository perpustakaan

0 0 5

PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE, DAN LIKUIDITAS TERHADAP DIVIDEN PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BEI

1 3 17

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi Yang Terdaftar di BEI tahun 2015 - 2017 - UMBY repository

0 0 29

PENGARUH FAKTOR PROFITABILITAS, LEVERAGE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi dan Sektor Aneka Industri yang Terdaftar di BEI) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syar

0 1 120