24
Dampaknya, manajer dalam lingkungan pekerjaan seperti ini akan meminjam penghasilannya di masa mendatang jika pada saat sekarang
penghasilan relatif bernilai tinggi, tetapi penghasilan dimasa mendatang diperkirakan relatif rendah, maka pihak manajer akan melakukan
pemilihan metode akuntansi yang dapat menurunkan discretionary accruals untuk saat sekarang. Pihak manajer dengan efektif akan
menabung penghasilannya saat sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa mendatang. Pola Income Smoothing dilakukan perusahaan dengan
cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai
laba yang relatif stabil.
F. Perataan Laba 1. Definisi Perataan Laba
Praktik perataan laba merupkan tindakan yang dilakukan manajemen dengan menambah atau mengurangi laba utuk mengurangi fluktuasi laba, demi
tercapainya tujuan dan motivasi tertentu.Menurut Linda dan Sovi 2008, perataan laba merupakan suatu bentuk manajemen laba yang mencerminkan
hasil ekonomi, tidak sebagaimana keadaannya, tetapi merupakan penampilan yang diinginkan manajemen, lebih lanjut dikatakan bahwa income smoothing
mengandalkan tidak pada pemalsuan atau penyimpangan, tetapi pada peluang luas yang terdapat dalam alternatif prinsip akuntansi yang berterima umum
25
PABU. Menurut Beidleman 1973 dalam Masodah 2007, meratakan earning yang dilaporkan sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi di
sekitar tingkat earning tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan. Budiasih 2009, mengatakan bahwa perataan laba merupakan tindakan yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan harga saham perusahaan. Perataan laba juga didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada
tingkat laba yang dianggap normal bagi perusahaan, serta sebuah praktik dengan menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk mengurangi fluktuasi laba
bersih selama beberapa periode waktu. Menurut Koch 1981 dalam Suwito dan Herawati 2005, perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang
digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode
akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi. Mc Nichols dan Wilson 1998 dalam Budhijono 2005, menyatakan bahwa usaha manajemen itu dibedakan
menjadi dua, yaitu usaha untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba dan usaha untuk mengurangi fluktuasi laba perataan laba. Berdasarkan
konsep perataan laba, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan cenderung bersifat risk averse, yaitu menghindari risiko yang tinggi sehingga
mereka lebih meminati perusahaan dengan laba yang stabil dibandingkan laba yang fluktuatif.
26
Laba yang stabil mencerminkan keadaan yang lebih pasti dan tidak berisiko tinggi untuk masa depan. Praktik perataan laba oleh manajemen juga
didorong oleh adanya konflik kepentingan antara prinsipal dan agen . Menurut teori keagenan, prinsipal mendelegasikan wewenang untuk mengelola
perusahaan kepada agen. Konteks perilaku oportunis the opportunistic behaviour,
manajer diasumsikan
berusaha untuk
memaksimalkan kemakmuran pribadinya, yang mana kemakmuran tersebut sangat tergantung
pada seberapa besar kinerja yang dicapai terkait dengan bonus tunai the bonus plan, sama halnya dengan agen, prinsipal juga memiliki kepentingan
yaitu menginginkan laba perusahaan selalu stabil agar dana yang telah diinvestasikan di perusahaan tersebut tetap aman safety dan dapat
menghasilkan tingkat return yang diharapkan. Konflik antara prinsipal dan agen diperparah oleh adanya asimetri informasi, yaitu ketika manajer sebagai
agen mempunyai informasi yang lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan pihak eksternal, manajer kemudian menggunakan informasi
yang diketahuinya untuk melakukan tindakan disfunctional behavior Wulandari,
2011.
2. Jenis-jenis Perataan Laba
Menurut Eckel 1981 dalam Mujiono 2010, terdapat dua jenis perataan laba yaitu naturally smooth dan intentionally smooth perataan laba
yang disengaja. Perataan laba yang disengaja terbagi atas artificial smoothing
27
dan real smoothing. Aliran perataan laba yang alami naturally smooth secara sederhana menyatakan bahwa sifat dari proses menghasilkan laba itu sendiri
yang menimbulkan aliran laba yang rata sedangkan artificial smoothing dan real smoothing merupakan aliran perataan yang dibuat oleh manajemen. Real
smoothing adalah perataan laba yang dilakukan melalui transaksi keuangan sesungguhnya dengan mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja
atas kebijakan operasi dan waktunya. Beberapa perusahaan terbukti melakukan perataan laba dengan menggunakan cara diatas, misalnya seorang
manajer memutuskan mengeluarkan sejumlah uang atau dana untuk biaya riset dan pengembangan untuk suatu tahun tertentu. Sedangkan artificial
smoothing atau sering juga disebut sebagai accounting smoothing adalah perataan laba melalui prosedur akuntansi yang ditetapkan untuk memindahkan
biaya dan atau pendapatan dari suatu periode ke periode yang lain.
3. Sasaran Praktik Perataan Laba
Sasaran praktik perataan laba meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi informasi. Usaha tersebut dilakukan dengan memasukkan
informasi yang seharusnya dilaporkan dalam periode masa depan atau tidak melaporkan informasi yang seharusnya dilaporkan pada periode sekarang.
Foster 1986 dalam Silviana 2011, mengklasifikasikan unsur-unsur laporan keuangan yang seringkali menjadi sasaran untuk melakukan perataan laba
income smoothing adalah:
28
a. Unsur Penjualan 1 Pembuatan faktur, misalnya penjualan yang sebenarnya untuk periode
yang akan datang, pembuatan fakturnya dilakukan pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini.
2 Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif. 3 Penurunan downgrading produk, misalnya dengan cara mengklasifikasikan
produk yang belum rusak ke dalam produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya.
b. Unsur Biaya 1 Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian
pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda
kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi. 2 Mencatat biaya dibayar dimuka prepayment sebagai biaya. Misalnya
melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini.
4. Tujuan Perataan Laba
Menurut Januarti 2005, perataan laba merupakan tindakan yang memiliki beragam tujuan yaitu mencapai keuntungan pajak, untuk memberikan
kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen, mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi risiko, sehingga harga sekuritas
29
yang tinggi menarik perhatian pasar untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil untuk menjaga posisi atau kedudukkan mereka dalam perusahaan.
Sedangkan menurut Foster 1986 dalam Suwito dan Herawaty 2005, tujuan praktik perataan laba untuk memberikan informasi yang relevan dalam
melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang, memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko
yang rendah, meningkatkan presepsi pihak eksternal terhadap kemajuan manajemen, meningkatkan kepuasan relasi bisnis dan meningkatkan
kompensasi bagi pihak manajemen.
5. Motivasi Manajemen Melakukan Perataan Laba
Manajemen melakukan praktik perataan laba tidak semata-mata untuk menstabilkan laba tetapi manajemen memiliki motivasi utuk melakukan
praktik perataan laba. Beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba Scott 2000 dalam Lestari 2011, yaitu:
a. Rencana bonus Bonus scheme Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana
bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.
b. Kontrak hutang jangka panjang Debt covenant. Semakin dekat suatu perusahaan terhadap waktu pelanggaran perjanjian
hutang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode
30
akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan
mengalami pelanggaran kontrak hutang. c. Motivasi politik Political motivation
Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya
terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.
d. Motivasi perpajakan Taxation motivation Perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi
laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.
e. Pergantian Chief Executive Officer CEO CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir
biasanya akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang
sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung
untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan. f. Penawaran saham perdana Initial public offering
Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospectus
31
merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial
terkait dengan nilai perusahaan.
6. Kendala yang Menjadi Motivasi Tindakan perataan Laba
Menurut Belkaoui dalam Masodah 2007, manajemen memiliki tugas untuk menghindari kendala-kendala prinsip akuntansi berterima umum
dengan berusaha untuk meratakan angka income sedemikian rupa membawa ekspetasi mereka atas arus kas masa depan, mempertinggi proses prediksi
berdasarkan serial angka-angka rataan yang diobservasi dengan reliabilitas yang nyata. Tiga kendala yang dianggap memotivasi manajer melakukan
perataan laba adalah mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi opsi yang tersedia bagi manajemen. Skema kompensasi manajemen, yang terkait
langsung dengan kinerja perusahaan dan ancaman penggantian manajemen.
7. Teknik Perataan Laba
Teknik Perataan laba dibagi dalam beberapa dimensi yaitu dimensi keterjadian atau pengakuan ,waktu dan klasifikasi.berdasarkan dimensi
tersebut manajer meratakan laba dengan bermacam-macam teknik . Barnea et al, 1976 dalam Rachmawati 2002 membagi perataan laba menjadi 3
dimensi yaitu: a. Perataan melalui keterjadian atau pengakuan suatu peristiwa.
Manajemen dapat menentukan waktu terjadinya transaksi aktual sehingga pengaruh transaksi tersebut terhadap laba yang dilaporkan cenderung rata
32
sepanjang waktu. Misalnya seorang manajer memutuskan pengeluaran sejumlah uang atau dana untuk biaya riset dan pengembangan suatu tahun
tertentu. Selain itu banyak juga perusahaan yang menggunakan kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya
jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir setiap kuarter dan laba kelihatan stabil pada periode tertentu
b. Perataan melalui alokasi waktu Berdasar terjadinya dan diakuinya peristiwa tertentu, manajemen memiliki
media pengendalian tertentu dalam penentuan laba pada periode yang terpengaruh oleh kuantifikasi peristiwa tersebut, misalnya jika penjualan
meningkat, maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada periode tersebut untuk
menstabilkan harga c. Perataan melalui klasifikasi
Angka-angka dalam laporan laba rugi selain laba bersih merupakan obyek dari
perataan laba,
maka manajemen
dapat dengan
mudah mengklasifikasikan elemen-elemen dalam laporan laba rugi sehingga
dapat mengurangi variasi laba setiap periodenya, misalnya jika pendapatan non
operasi sulit
untuk didefinisikan,
maka manajer
dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non
operasi dan hal ini dapat digunakan sewaktu-waktu untuk meratakan laba dengan melihat kondisi pendapatan periode itu. Selain itu, manajemen
33
juga dapat mengelompokkan pos-pos laba tertentu dalam kategori yang berbeda, misalnya antara pos-pos biasa ordinary items dan pos-pos luar
biasa extra ordinary items.
8. Mendeteksi perataan laba
Secara umum terdapat tiga pendekatan yang berkaitan dalam mendeteksi perilaku dan praktik perataan laba. Ketiga pendekatan ini menjadi
alat untuk para peneliti atau analis dalam mendeteksi praktik perataan laba. Albercht dan Richardson 1990, dalam Christian 2011 membagi tiga
pendekatan, yaitu: a. Pendekatan klasik, yaitu melihat atau meneliti praktik perataan laba
dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap hubungan antara pemilihan variabel perata laba dan pengaruhnya pada laba yang akan
dilaporkan. b. Pendekatan variabilitas laba, yaitu menekankan pengamatan dan
penelitian kedalam variabel dari obyek perata laba untuk mendeteksi prilaku manajemen dalam melakukan praktik perataan laba.
c. Pendekatan yang membagi sistem bisnis menjadi dua Core dan Pheriphery yang disebut juga pendekatan dual economy. Pendekatan dual
economy dilakukan dengan membandingkan perubahan laba operasi dan laba normal dengan perubahan-perubahan biaya pada perusahaan-
perusahaan berdasarkan sektor-sektor. Core sector terdiri dari perusahaan yang memiliki produktifitas yang tinggi, laba yang tinggi, penggunaan
34
kapital yang intensif, cenderung melakukan monopoli, dan memiliki serikat atau perkumpulan tenaga kerja yang baik yang termasuk dalam
core sector adalah industri yang mengolah hasil alam. Periphery sector terdiri dari perusahaan kecil, produktifitas yang rendah, intensitas tenaga
kerja yang rendah, laba yang rendah, dan sedikitnya atau rendahnya biaya riset dan pengembangan, yang termasuk dalam periphery sector adalah
industri pertanian dan industri eceran. Di dalam penelitian ini, akan menggunakan pendekatan yang kedua yaitu
pendekatan variabilitas laba,yaitu dalam menentukan ada tidaknya praktik perataan laba pada suatu perusahaan akan digunakan perhitungan dengan
indeks Eckel.
G. Profitabilitas