BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang ini telah muncul berbagai macam jenis penyakit, hingga memunculkan kesadaran dalam masyarakat akan pentingnya aspek
kesehatan. Perbedaan status dan golongan tidak membuat masyarakat berbeda dalam menanggapi betapa pentingnya kesehatan karena penyakit datang tanpa
memandang suku, golongan maupun status dalam masyarakat, apalagi saat ini banyak penyakit yang sudah menelan korban jiwa. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Walcott 2004 mengungkapkan bahwa, dahulu masyarakat banyak yang memilih jalur pengobatan tradisional karena dianggap lebih murah
dan mudah ditemukan di berbagai tempat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Hal ini disebabkan jasa pelayanan kesehatan belum
banyak tersedia di sana, namun seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat semakin peduli dengan perkembangan jasa pelayanan kesehatan, karena saat ini
sudah banyak disosialisasikan mengenai pentingnya menjaga kesehatan, selain itu juga sudah muncul kepercayaan dari masyarakat itu sendiri pada pelayanan jasa
kesehatan secara medis. Perawat dalam pelayanan jasa kesehatan di rumah sakit merupakan salah
satu paramedis yang memiliki tugas dan kewajiban untuk melayani pasien dengan baik
.
Tenaga keperawatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan harus senantiasa memberikan pelayanannya secara kontinyu dan konsisten selama 24
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
jam. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh pasien atau keluarganya, di samping itu, mereka juga harus memfokuskan pelayanannya
pada keberlangsungan kegiatan pelayanan itu sendiri http:www.pdpersi.co.id. Perawat mempunyai peranan penting karena berhubungan dengan pasien secara
langsung, sehingga dapat dikatakan bahwa perawat merupakan perantara antara dokter dan pasien.
Proses keperawatan merupakan wahana kerjasama antara perawat dengan pasien. Umumnya pada tahap awal, perawat berperan lebih besar daripada pasien,
tetapi pada proses selanjutnya diharapkan peran pasien lebih besar daripada peran perawat sehingga dalam diri pasien tumbuh kemandirian supaya bisa memenuhi
kebutuhannya atau mengatasi permasalahannya. Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien merupakan bentuk pelayanan
profesional yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan pasien
secara komprehensif dan berkesinambungan sampai pasien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan http:www.pdpersi.co.id.
Perawat dalam tugasnya dihadapkan pada berbagai macam situasi dan keadaan dalam masyarakat. Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan
yang berat pada sebagian besar masyarakat, misalnya masyarakat yang mengalami krisis ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserang berbagai penyakit infeksi tapi juga dapat mengalami gangguan kesehatan mental yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas serta kualitas
hidup mereka. Seperti gangguan fisik, maka gangguan jiwa juga terdiri dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berbagai macam dengan penyebab, gejala, dan pengobatan yang berbeda. Gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, gangguan perasaan atau gangguan
tingkah laku sehingga dapat menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari fungsi sosial dan fungsi pekerjaan dari orang tersebut Heerdjan,
1987. Masyarakat yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan pelayanan jasa kesehatan di rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa adalah salah satu bentuk rumah
sakit yang memberikan pelayanan khusus terhadap pasien yang menderita gangguan jiwa.
Perawat di rumah sakit jiwa, berhubungan langsung dengan pasien yang menderita gangguan jiwa. Keperawatan jiwa merupakan area khusus dalam
praktek keperawatan dengan menggunakan ilmu perilaku manusia sesuai dengan kiat keperawatan yang berfokus pada upaya pencapaian dan tujuan terapiutik
dalam meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat Rasmun, 2001. Kelancaran hubungan pelayanan di rumah sakit berpusat pada perawat sebagai bagian yang
aktif dan keberhasilan seorang perawat ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama Gunarsa,
1995. Menjadi perawat di rumah sakit jiwa membutuhkan keahlian khusus karena
tidak hanya merawat pasien secara fisik melainkan juga kondisi mental pasien yang tidak dapat dilihat secara langsung gejalanya seperti pada pasien penderita
fisik pada umumnya. Pasien yang mengalami gangguan mental memperlihatkan gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai penyebab. Keadaan pasien yang
tidak menentu kondisi mentalnya seperti pasien yang mungkin tiba-tiba PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengamuk, saling berkelahi antar pasien, pasien yang mencoba bunuh diri atau hal-hal lain yang sifatnya membahayakan bagi perawat tersebut atau bahkan bagi
pasien itu sendiri dapat menimbulkan rasa cemas pada perawat ketika menghadapi pasien.
Peneliti tidak menemukan penelitian yang mengungkapkan adanya kecemasan yang dialami oleh perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa, namun
peneliti menemukan penelitian tentang perawat yang bekerja di rumah sakit umum. Suatu survey yang dilakukan pada para perawat oleh NIOSH atau The
National Institute for Occupational Safety and Health Usman, 2005
menyebutkan bahwa banyak perawat yang mengalami stres pada saat melakukan pekerjaannya. Hal ini diakibatkan selain karena beban kerja yang berlebihan juga
karena harus menghadapi pasien dengan karakteristik yang bermacam-macam. Stres adalah respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa
disebut stressor yang mengancam individu dan mengurangi kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk stressor Santrock, 2002. Kecemasan itu
merupakan suatu bentuk stres dari suatu kondisi yang tidak pasti. Jika perawat umum mengalami stres karena beban kerja yang berlebihan dan harus menghadapi
karakteristik pasien yang bermacam, maka perawat di rumah sakit jiwa masih ditambah menghadapi pasien dengan kondisi mental yang tidak stabil dan tidak
dapat diprediksi tindakannya, sehingga perawat di rumah sakit jiwa mungkin saja menjadi lebih cemas daripada perawat di rumah sakit umum.
Rasa cemas merupakan salah satu gangguan psikologis yang dialami oleh individu. Kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika manusia berpikir
tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi, timbul karena berbagai alasan dan situasi, kecemasan menimbulkan rasa yang tidak enak sehingga
membuat seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan berbuat sesuatu Priest, 1991. Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rasa takut dan
khawatir yang berlebihan, hal ini membuat mereka sulit untuk konsentrasi pada suatu pokok pemikiran Bootzin, Lotfus Zojne, 1983. Situasi-situasi tersebut di
atas yang akhirnya akan membuat individu dalam hal ini perawat akan merasa cemas dan selalu ragu-ragu untuk melakukan sesuatu serta kesulitan untuk
memusatkan perhatian pada pekerjaannya. Perawat di rumah sakit terdiri dari perawat pria dan wanita. Masyarakat
biasanya cenderung membedakan pria dan wanita dari segi perbedaan secara jasmani saja, padahal perbedaan itu juga terdapat pada aspek yang lainnya yaitu
pada aspek kejiwaan, sifat-sifatnya, cara berpikir, bentuk tubuh, suara dan gaya, perasaannya, bakat-bakat dan sebagainya Gilarso, 2003. Perbedaan jenis
kelamin didapat dari 2 faktor, yaitu: biologis dan lingkungan sosial. Kedua hal tersebut kemudian memunculkan perkembangan peran seks yang menggolongkan
pria dan wanita. Penggolongan peran seks seperti ini akan berpengaruh pada perilaku yang cenderung mereka sesuaikan dengan jenis kelaminnya. Adanya
perbedaan perilaku yang muncul ini maka berbeda pula antara pria dan wanita dalam mempresepsi, memandang dan berpola pikir terhadap stimulus yang
diterimanya, dengan demikian berbeda pula dalam menanggapi dan merespon segala tekanan yang dihadapi.
Perilaku pria dan wanita akan menjadi lebih kuat ketika mereka sudah menikah. Pria dan wanita yang menikah mempunyai peran gender yang berbeda.
Wanita yang sudah menikah akan memiliki peran sebagai seorang istri yang mempunyai tugas untuk mengurusi kebutuhan rumah tangga serta merawat anak-
anaknya. Pria juga memiliki peran sebagai seorang kepala keluarga yang mempunyai tugas untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarganya. Ketika
wanita ingin menyalurkan bakat dan potensinya serta menjadi partner sejajar pria, kaum wanita memerlukan kemampuan untuk mengatasi hambatan fisik maupun
psikologis yang ditimbulkan oleh aspek peran gendernya, dalam arti wanita lebih dituntut untuk mengatasi urusan keluarga dan hal-hal lain yang menyangkut
keluarganya dibanding pria Anoraga, 1992. Secara hukum maupun peraturan dalam dunia kerja tidak ada yang
menempatkan pria dan wanita pada status yang berbeda Kristanto dan Kurniawati, 2005. Begitu pula di rumah sakit jiwa, perawat pria dan wanita
secara garis besar memiliki tugas dan kewajiban yang sama tanpa ada pembedaan yang berarti. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada salah satu
karyawan di RSJD. Dr. Soedjarwadi Klaten pada tanggal 9 September 2006, menyebutkan bahwa di rumah sakit tersebut perawat yang biasanya merawat
pasien dengan kondisi kejiwaan yang tingkat ketidakstabilannya sangat tinggi adalah perawat-perawat yang sudah senior atau yang dianggap kuat dan mampu
menghadapi kondisi pasien tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian kerja di rumah sakit tersebut lebih pada senioritas bukan pada perbedaan jenis kelamin.
Akibat peran gender yang dimiliki wanita yang juga bertugas untuk mengurusi rumah tangga dan merawat anak-anaknya dapat saja membuat perawat
wanita menjadi kurang siap dibandingkan perawat pria ketika menghadapi pasien. Hal ini disebabkan karena perawat wanita masih harus membagi waktu dan
tenaganya sehingga ia menjadi tidak fokus dengan pekerjaannya. Perbedaan peran gender dan kondisi fisik yang dimiliki pria dan wanita kemungkinan membuat
tingkat kecemasan mereka berbeda ketika menghadapi pasien. Wanita mungkin menjadi lebih cemas ketika menghadapi pasien di rumah sakit jiwa.
Melihat uraian di atas, maka peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan tingkat kecemasan perawat pria dan wanita menikah menghadapi pasien antara di
rumah sakit jiwa
B. Rumusan Masalah