Kesadaran anak seperti kutipan di atas, dapat pula ditemukan dalam kutipan cerpen Sorga Dibumi. Bahwa seorang anak telah memahami kondisi orangtua dan
zamannya lalu ia tergerak untuk terjun dalam gerakan revolusi. Selain itu, pemahaman ini akan dapat menghindarkan anak dari pergaulan dengan gaya hidup
Amerika seperti dalam kutipan cerpen Jang Kesepian. Dengan demikian, bait berikut menjadikan puisi tersebut memperoleh nuansa revolusioner yang khas dalam tradisi
Lekra seperti terdapat dalam kutipan Upacara Pemakaman: kembangkan dada serta dunia
bakarlah api menyala-nyala aku bangkit merampasmu
kemenangan di tanganmu esok menang
esok menang
C. Partai dan Cita-cita Sosialis
Meski Lekra adalah kerja kebudayaan, namun afiliasinya dengan PKI membuka ruang lebar untuk ditafsirkan sebagai pekerja partai. Tugas sastrawan Lekra
adalah memproduksi karya sastra yang senada dengan realisme sosial dengan panduan kombinasi 1-5-1. Lebih lanjut, Sugiarti menambahkan bahwa yang bisa mengantarkan
bangsa Indonesia menuju kejayaan adalah sosialisme yang didasarkan pada Manipol. Pernyataan Sugiarti ini senada dengan ADART PKI,
Tujuan PKI dalam tingkat sekarang ialah mencapai sistem Demokrasi Rakyat di Indonesia, sedangkan tujuannya yang lebih lanjut ialah mewujudkan
Sosialisme dan kemudian Komunisme di Indonesia. Sistem Demokrasi Rakyat ialah sistem pemerintahan Gotong-Royong dari Rakyat, oleh Rakyat, dan
untuk Rakyat, sedangkan Sosialisme ialah sistem masyarakat tanpa pengisapan
atas manusia oleh manusia dan Komunisme ialah sistem masyarakat adil dan makmur sebagai tingkatan yang lebih tinggi dan kelanjutan daripada
Sosialisme.
39
Pada masa awal kebangkitan kedua PKI, suhu politik di Indonesia memanas. Kondisi politik inilah yang menghasilkan prinsip politik sebagai panglima.
Pertarungan politik dengan retorika saling menggayang sudah menjadi hiasan sehari- hari di media massa. Pada pemilu pertama di Indonesia tahun 1955, pertarungan
politik diikuti oleh 29 partai. Setelah pemilu dilaksanakan, keluarlah para pemenangnya. Yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI. Empat partai ini yang menduduki
posisi paling atas, meksi tak ada partai yang menang secara dominan. Dengan demikian, keterwakilan dalam parlemen menjadi variatif.
Yang lebih menarik daripada pemilu saat itu adalah bukan saja soal siapa pemenangnya, melainkan merupakan upaya mewujudkan cita-cita partai. Dengan
adanya wacana yang demikian, maka gerak partai tak hanya terlihat ketika menjelang pemilu. Partai-partai berebut simpati rakyat dengan beragam agenda. Demikian pula
dengan PKI. PKI sebagai partai yang menduduki nomor empat, melakukan berbagai strategi untuk menarik simpati masyarakat.
Untuk lebih dekat dengan rakyat, PKI memilih jalan kebudayaan. Jalan inilah yang diyakini mampu meningkatkan perolehan suara dalam pemilu. Kebudayaan yang
dimaksud adalah yang berkepribadian nasional, mengabdi buruh, tani dan prajurit, serta menyelesaikan revolusi nasional-demokratis dalam menuju ke sosialisme.
40
39
Dikutip dari http:www.marxists.orgindonesiaindonesKongresPKIke7KonstitusiPKI.htm
40
Lihat pidato Aidit 1964, hlm 16.
Dalam pidatonya, Aidit menjelaskan tentang peranan kebudayaan dalam politik serta peranan politik dalam kemajuan kebudayaan. Keduanya saling terikat.
Lihat dalam kutipan berikut. ―bahwa pekerdjaan politik adalah otaknja partai, sedang sastra dan seni adalah
hatinja partai. Orang komunis adalah manusia jang mempunjai otak dan hati jang terbaik. Oleh karenanja kaum komunis tidak menarik garis pemisah
antara kerdja politik dengan kerdja kebudajaan. Kedua-duanja menjadi bagian dari kehangatan revolusioner sekarang maupun dima
sa jang akan datang.‖
41
Kerja budaya di atas menjadi sarana politik untuk mewujudkan cita-cita partai tentang negara sosialis. Cara yang ditawarkan oleh Aidit adalah dengan mendidik
rakyat untuk mencintai massa pekerja dan sekaligus membenci kaum imperialis, tuan tanah dan reaksioner.
Humanisme kita harus mendidik Rakjat tidak hanja untuk mentjintai, tetapi djuga sekaligus untuk membentji, jaitu mentjintai sesama massa Rakjat dan
sebaliknja membentji kaum imperialis, kaum tuantanah dan kaum reaksioner lainnja, mentjintai perdjuangan revolusioner untuk merampungkan tugas-tugas
perdjuangan menudju ke-Sosialisme dan sekaligus membentji kontra- revolusioner jang menghalang-halangi terlaksananja tugas tersebut serta
berkehendak memepertahankan sistim penghisapan imperialis dan feodal yang ada.
42
Berbeda dengan Sugiarti, cara ini diterjemahkan sebagai pendidikan anak usia dini. Sejak kecil, anak mesti diajarkan untuk mencintai massa pekerja. Sebab itulah,
Sugiarti kerap menempatkan tokoh anak dalam karya-karyanya. Lebih jauh lagi, negara sosialis yang dicita-citakan oleh PKI ditafsirkan oleh Sugiarti sebagai surga.
Dalam terminologi agama, surga adalah tujuan akhir dari pengabdian pemeluk suatu
41
D.N. Aidit. 1964. Hlm 67.
42
Ibid. Hlm 17.
agama. Maka diartikan bahwa bagi anggota PKI, negara sosialis adalah tujuan akhir mereka sebagaimana termaktub dalam ADART mereka.
Tak mengherankan jika kemudian Sugiarti menampilkan karya berjudul Sorga Dibumi. Hal menarik dari karya ini adalah penggambaran tentang surga. Tokoh anak
dalam cerpen ini mengimajinasikan surga selayaknya doktrin agama, tetapi gambaran surga itu berkebalikan ketika ia telah dewasa. Negara sosialis adalah surga yang
dimaksud. Oleh sebab itu, tokoh anak yang telah dewasa itu bekerja dan berjuang untuk terwujudnya surga di bumi.
Sekarang, saya tidak hanya berdoa saja, tetapi saya dan semua anak kecil yang dulu berdoa di sudut-sudut gelap di tempat tidurnya karena takut azab neraka,
berbuat. Berbuat, berjuang, untuk terciptanya sorga. Sorga Dibumi
Cara lain yang ditawarkan olah Aidit dalam rangka mewujudkan ―surga‖
adalah dengan menuliskan sejarah perjuangan rakyat Indonesia. Misalnya tentang pemberontakan 1926, tanah pembuangan Digul, pemberontakan
―Zeven Provincien‖, Revolusi Agustus 1945, pembasmian PRRI-Permesta, Penghancuran DI-TII,
pembebasan Irian Barat dan berbagai tema lainnya yang mampu membangkitkan perjuangan revolusi. Aidit berharap agar,
Penulisan sedjarah perdjuangan jang memaparkan tradisi
2
revolusioner Rakjat Indonesia harus tjepat disusun dan dipublikasikan setjara luas untuk lebih
membangkitkan kebanggaan nasional dan meningkatkan perdjuangan revolusioner Rakjat Indonesia.
Harapan Aidit ini direspon oleh sejumlah sastrawan dengan menerbitkan Api 26. Dalam buku tersebut, Sugiarti menyumbangkan cerpen berjudul Soekaesih.
Cerpen ini memuat kisah paling pilu di antara cerpen-cerpen Sugiarti yang lainnya.
Adalah sebait tentang Haji Hasan yang menjadi korban pembunuhan. Darahnya belum juga kering, lalu disusul dengan darah Saerun dan Usin. Lebih keji lagi tentang
kekejaman Kolonial Belanda dalam memperlakukan tahanan mereka, yaitu Soekaesih. Ia perempuan yang sangat gigih berjuang di bawah naungan PKI. Ia menjadi prajurit
di barisan depan. Meski mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, Soekaesih tetap pada pendiriannya. Ia pun berpindah-pindah penjara dengan penyiksaan yang
berbeda-beda. Namun inilah katanya, Sukaesih dipindahkan ke tempat yang lebih baik. Beberapa lamanya vonis pun
jatuhlah. Soekaesih dipindahkan ke penjara Glodok. Satu setengah tahun Soekaesih makan hati berulam jantung di sana:
―Aku mesti berlawan, mesti berlawan.
‖ Hatinya menggelegak, tetapi badannya semakin habis. Soekaesih Meski perjuangan Soekaesih dan para sahabat gagal dalam pemberontakan
1926, namun yang ingin disampaikan adalah seperti amanat Aidit, untuk menumbuhkan semangat dan kebanggaan terhadap Indonesia, bahwa mereka
memiliki pahlawan yang patut dicatat. Untuk itu, Sugiarti menulis, Ia dan banyak lagi Soekaesih-Soekaesih tidak hanya mempunyai hari
kemarinnya yang gilang-gemilang, ia mempunyai hari sekarangnya yang tidak bercacat, dan ia menjanjikan hari-hari esoknya. Soekaesih-Soekaesih ini dapat
bangga kepada seluruh hidupnya, kemarin, sekarang dan esok, dan seluruh Rakyat Indonesia wajib bangga kepada wanita-wanita begini.
Sejarah tidak akan melupakan perintis-perintis kemerdekaan ini dan kemerdekaan berterimakasih kepada mereka. Soekaesih
Dua cerpen Sugiarti di atas merupakan contoh dalam upaya partai mengambil simpati rakyat agar bergabung dan berjuang bersama PKI. Upaya lain yang dilakukan
oleh PKI adalah dengan menguatkan kader-kadernya. Sebab partai tanpa kader
merupakan bangunan tanpa penyangga. Kader merupakan hal penting dalam sebuah partai. Penguatan kader dapat dibaca dalam cerpen Sugiarti berjudul Orang Kedua.
Cerpen Orang Kedua memberikan kesempatan kepada kader untuk memimpin partai di tingkat cabang. Bahwa perlu memberikan pengalaman kepada kader yang
memang telah dianggap mampu. Selain cerpen ini, penguatan kader partai juga bisa dilihat dari Belajar. Cerpen ini menyampaikan pesan tentang pentingnya saling
memberikan informasi dan pengetahuan. Selain itu, juga untuk memberikan contoh perjuangan kaum komunis di negara lain, seperti Soviet, yang telah berhasil
menerapkan sistem sosialis pada masa itu. Apa yang tergambar dalam cerpen-cerpen di atas merupakan upaya Sugiarti
dalam berperan menarik simpati masyarakat dan menguatkan kader di dalam partai. Dari seluruh upaya tersebut, tujuan terbesarnya adalah menjadikan Indonesia sebagai
negara sosialis. Tujuan sebagai negara sosialis ini memiliki paralelitas dengan karya-karya
sastrawan Lekra lainnya. Salah satunya dalam Danau Tigi Merah Darah karya Abdul Kohar Ibrahim.
43
Cerpen ini berbicara tentang perjuangan merebut Irian Barat. Menolak segala bentuk penjajahan, sebab akan menjadi sumber penderitaan rakyat.
Pesan yang sama juga disampaikan oleh Nooe Djaman dalam cerpen Ida dan Baju Prajurit.
44
“Ida, aku bersumpah akan terus menghancurkan penjajah dari bumi kita ini...‖ begitu kata tokoh Harun kepada Ida.
43
Laporan dari Bawah. Hlm. 16 – 18.
44
Ibid. Hlm. 225.
Menciptakan masyarakat sosialis tidak hanya dengan tindakan melawan penjajahan dari luar, tetapi juga dari dalam untuk melawan kaum-kaum penindas dan
pengisap rakyat. Sukarno mengatakan, Oleh karena itu, kami menamakan Revolusi kami suatu Revolusi sosialis,
karena kami tidak ingin mempunyai suatu sistim kapitalis di Indonesia. Tidak, kami mengingini suatu sistim sosialis di Indonesia, suatu sistim tanpa
penindasan manusia oleh manusia. Dan ia adalah juga suatu Revolusi kebudayaan, karena kami ingin membangun suatu kebudajaan Indonesia tanpa
sesuatu tjorak imperialis atau kapitalis atau arsitokratis didalamnja. Saja ulangi lagi, ia adalah suatu Revolusi multi-kompleks, suatu Revolusi banjak muka.
45
Sesuai dengan definisi sosialis di atas, lahir pula cerpen-cerpen yang merepresentasikannya. Selain cerpen-cerpen yang menghujat pada antikolonialisme,
antiimperialisme, usaha kelas tertindas untuk menghapuskan pengisapan bisa juga muncul dalam cerpen yang bertema pertentangan kelas.
Indikasi adanya harapan yang akan tercapai dari berbagai perjuangan seperti yang digambarkan dalam cerpen-cerpen di atas adalah kemenangan-kemenangan yang
diraih kaum tani, buruh, dan kaum tertindas lainnya. Dengan demikian, cita-cita partai juga hampir tercapai.
Dari segi cita-cita mencapai masyarakat sosialis, harapan-harapan tersebut adalah representasi utopia masyarakat sosialis di dalam karya sastra. Dengan
demikian, secara implisit, cerpen-cerpen dalam antologi ini adalah sastra yang berperan dalam rangka membangun harapan akan tercapainya masyarakat sosialis
Indonesia. Beberapa kutipan yang dapat menunjukkan arah sosialis dan memiliki
45
Lihat dalam pidato berjudul Fadjar Kemenangan Menjingsing tahun 1962, hlm. 5.
hubungan paralelitas dengan karya Sugiarti Siswadi dapat ditunjukkan dalam kutipan- kutipan berikut.
Sering Saman mendengar kata sosialisme, dalam pendengaran pidato-pidato Presiden atau lain-lain pimpinan, maupun dalam surat kabar, tetapi tak pernah
ia memikirkan bagaimana mewujudkan bersama-sama dengan semua teman- temannya. Ia kini ingin mengerti banyak, ingin mendapat jawaban beribu
pertanyaan yang timbul tenggelam dalam pikirannya. Saman kini mengetahui dimana ia berdiri dan dengan girang bersama jutaan
teman ia berdiri meneruskan langkah yang tak pernah patah, dengan penuh harapan. Kemana Arah karya S. Djin.
46
Kutipan di atas merupakan pemahaman tokoh Saman terhadap pergolakan politik pada revolusi. Melalui propaganda partai, ia telah memahami arah perjuangan
bangsa indonesia dan ia telah meyakininya sebagai kebenaran karena ia tak hanya sendirian, ia berada dibarisan orang-orang banyak. Cerpen ini merupakan
pembelajaran bagi kader sebagaimana ditunjukkan Sugiarti dalam cerpen Belajar dan Orang Kedua.
Kader yang dimaksud adalah kader-kader dari PKI. PKI dianggap sebagai partai yang mengakomodir harapan sosialis, sebagaimana dikemukakan dalam cerpen
Subang karya Ira, ―Orang-orang yang percaya bahwa bumi ini kelak akan menjadi
milik kaum pekerja‖. Dengan adanya anggapan tersebut, rakyat menjadi berharap kepada PKI, seperti diuangkapkan dalam cerpen Menyambut Kongres Nasional Ke-VI
PKI karya L.S. Retno. Kepada Partai Komunis Indonesia yang selalu mereka cintai, mereka
memasrahkan suatu harapan supaya Partai bisa memperjuangkan sepenuhnya segala tuntutan itu kepada pemerintah. Keyakinan akan kepercayaan kepada
46
Laporan dari Bawah. Hlm. 330 – 331.
Partai tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab mereka juga tahu, hanya PKI lah yang dengan sepenuh tenaga memperjuangkan nasib mereka.
47
Pak Wirjo dalam cerpen ‖Pak Wirjo Komunis Tua‖ karya Zein D. Datu
48
mengatakan, ―di bawah panji-panji Komunisme semuanya itu akan menjadi nyata
karena gerakan Komunisme menjamin kelangsungan hidup yang baik.‖
Perjuangan PKI untuk mendorong terwujudnya masyarakat sosialis. Bukan merupakan janji-janji kosong belaka. Hal ini diungkapkan oleh Kebangunan di Kota
Bengawan karya Namikakanda. ‖Kami kaum komunis tidak boleh membohong. Kami harus berkata
tentang kenyataan yang sewajarnya.‖ Orang tua itu bercerita dengan sederhana. Tapi dalam kesederhanaannya
itu tersirat kebenaran yang sewajarnya. Apa yang telah kudengar dari mulut orang tua itu memberi kesan yang sangat mendalam dalam jiwaku. Kesan
bahwa kecintaan rakyat pada P.K.I? Mengapa tidak Masjumi? ‖Bukankah Pedan daerah Islam?‖
‖Pedan memang daerah Islam. Saya sendiri seorang haji.‖ Mendengar jawabannya itu aku menjadi geli. Dengan secara bergurau aku bertanya:
‖Masih bersholat lima waktu?‖ ‖Mengapa tidak? Itu adalah keyakinanku terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.‖ ‖Mengapa pilih P.K.I. Mengapa tidak Masjumi?‖
‖Itu ada sebabnya Nak.‖ ‖Mengapa?‖
‖P.K.I. memperjuangkan tanah untuk kami. Kau tahu, buat kami tanah adalah jiwa kami. Dan P.K.I. adalah otak kami.‖
‖Masjumi?‖ ‖Ia menentang tuntutan kami.‖
‖Kata orang P.K.I. adalah brandal,‖ aku ketawa. ‖Mana bisa brandal. Kaum komunis adalah manusia yang tinggi
martabatnya.‖ Ia mengucapkan kata-katanya dengan penuh keyakinan. ‖Martabat yang bagaimana?‖
47
Ibid. Hlm 170.
48
Ibid. hlm 323.
‖Orang komunis tidak boleh menempeleng istrinya, apalagi berpoligami. Melacur dan berjudi pun tidak boleh.‖
‖Kalau melanggar bagaimana?‖ ‖P.K.I. bukan tempat bagi orang-orang yang rusak martabat mereka.‖
Paralelitas mengenai pandangan komunis terhadap nilai-nilai kemanusiaan
juga tertuang dalam cerpen Belajar karya Sugiarti, ―Sekarang belum, sebab belum ada
jaminan bahwa manusia akan bisa hidup terus diangkasa sana. Sarjana Soviet tidak akan gegabah melempar orang keangkasa luar, sebab bagi Soviet, manusia adalah
sangat berharga.‖ Representasi cita-cita sosialisme dalam cerpen-cerpen di atas disampaikan
secara tersurat dalam rangka penggambaran kebesaran PKI. Cerpen-cerpen dengan tema partai dan cita-cita sosialis menunjukkan bahwa PKI merupakan jalan bagi
rakyat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan akhir perjuangannya sosialisme. Cita- cita itu telah digantungkan setinggi mungkin, sebagaimana Sugiarti mengatakannya
dalam cerpen Belajar, ―Bulan purnama terang benderang, dan semua melihat kelangit.
Disana, ya dibagian bulan yang ayu cemerlang itu tertancap sudah lambang palu-arit, hadiah dari Lunik II.
‖ Dan ―Wah, kalau dilihat pake keker, barangkali nampak itu palu arit dibulan.‖
D. Corak Karya Sugiarti Siswadi