tokoh yang hadir adalah bapak-bapak dan perempuan yang digambarkan sebagai Nyai Roro Kidul bukanlah tokoh manusia.
C. Perjuangan Massa Partai: Kisah-kisah Propaganda
Atas kesadaran bahwa kesusasteraan merupakan sebuah alat perjuangan kelas, PKI menjadikannya bagian yang penting. Sastra dianggap mampu
memobilisasi massa karena sebagai jenis khusus produksi di mana wacana ideologis
—digambarkan sebagai sistem yang merupakan representasi mental pengalaman hidup
—menjadi wacana sastra secara khusus. Hal ini dikatakan oleh kritikus Marxisme asal Inggris, Terry Eagleton. Ia berusaha mengekspos ideologis
teks motivasi dan untuk menerapkan kritik sastra ke arah politik yang diinginkan. Tidak hanya melihat teks sebagai produk dari kesadaran individu, kritikus Marxis
menganggap sebuah karya sebagai produk dari sebuah ideologi khusus untuk periode sejarah tertentu. Seperti pada gambaran dasar dari tindakan sosial dan
lembaga-lembaga dan pada representasi perjuangan kelas.
42
Sebagai alat perjuangan, sastra musti dekat dengan objeknya rakyat. Sebab itulah bahasa yang digunakan relatif verbal dan mudah ditangkap. Selain
itu, metode penulisan dengan sistem riset turun ke bawah dikenal ampuh karena langsung bersentuhan dengan objek dan dikembalikan lagi kepada objeknya.
Dengan demikian, pengarang dapat menggiring kesadaran objeknya kepada titik yang diinginkan.
42
Lihat Terry Eagleton dalam Marxisme dan Kritik Sastra. Diterbitkan oleh Penerbit Sumbu Yogyakarta. 2002: 10. Diterjemahkan oleh Roza Muliati dkk.
Cerpen-cerpen yang masuk dalam kategori partai merupakan cerpen yang menjadi propaganda agar rakyat memiliki kesadaran revolusioner dan bergabung
bersama PKI. Tujuan paling pokok dari cerpen-cerpen ini adalah untuk memberikan pengertian tentang perjuangan kepada para ahli waris partai, kader
partai. Untuk itu, tugas sastrawan dan seniman adalah membuat karya yang dapat dengan mudah dipahami oleh kader partai, mengingat bahwa sastrawan dan
seniman adalah ―juru bicara massa melewati bahasa artistik hendak menyampaikan suatu konsepsi, suatu ekspresi, pemikiran dalam pembayangan
artistik dari massa kepada massa.‖
43
Dengan demikian, titik tekan dari pemikiran Aidit di atas adalah bahwa sastrawan dan seniman harus bergaul akrab dengan massa partai, kader. Jika kader
tidak paham mengenai gerakan revolusioner, hal itu bukan karena kesalahan kader itu sendiri, melainkan sastrawan dan seniman perlu memikirkan ulang karya
mereka agar lebih ―berbunyi‖ di kalangan massa. Sebagai pencipta, sastrawan dan seniman revolusioner tidak hanya
menyampaikan dengan gamblang apa yang terjadi dalam masyarakat, melainkan seperti seolah sebuah riset dengan gaya penyampaian arstistik sastra dan seni.
Harus mengumpulkan data, menganalisanya sehingga dapat memunculkan kesimpulan-kesimpulan yang dapat membantu persoalan rakyat.
Apa yang dideskripsikan di atas sudah menjadi kegiatan wajib setiap sastrawan dan seniman Lekra. Tidak terkecuali dengan Sugiarti Siswadi. Untuk
memenuhi kewajibannya itu, ia menulis cerpen-cerpen berjudul Belajar, Satu Mei
43
Aidit, 1964, 52
Didesa, Orang Kedua, dan Luka Lama Dileher. Tokoh-tokoh dalam keempat cerpen memiliki hirarki antartokoh. Selalu digambarkan ada tokoh yang tidak tahu
dan ada tokoh kader partai yang serba tahu sehingga memberikan pembelajaran kepada yang tidak tahu.
Dalam cerpen Belajar, tokoh Mas Marto memberi pengertian kepada Mangun yang bodoh. Cerpen Satu Mei Didesa terdapat tokoh Ayah Marto banyak
memberikan pengalamannya sebagai buruh perkebunan kepada generasi muda partai ketika sedang latihan persiapan peringatan 1 Mei keesokan harinya. Cerpen
Orang Kedua, yang menjadi tokoh sentral adalah Hasan. Tokoh ini kurang percaya diri, namun atas dorongan dari orang pertama, Asnawi, ia berani tampil
memimpin massa partai. Lalu pada cerpen Luka Lama Dileher, tokoh yang lebih muda mampu menyadarkan tokoh tua bernama Djojo yang sudah lama sakit-
sakitan. Atas saran tokoh muda itu, Djojo akhirnya kembali turun ke jalan atas nama partai dengan memobilisasi buruh perkebunan.
Melalui cerpen-cerpen ini, Sugiarti jelas menampilkan ideologi dan kebesaran Partai Komunis Indonesia. Pada cerpen Belajar misalnya, ia
menekankan bahwa orang-orang yang berada di garis kader partai harus senantiasa belajar. Tidak seperti Mangun karena kebodohannya menjadi banyak merepotkan
Mas Marto. Sebaliknya, kader yang berpengetahuan memberi pencerahan pada yang tidak tahu.
Pada titik ini, Sugiarti dengan sederhana menyuguhkan kisah yang sederhana pula. Penyebaran ideologi partai tidak dilukiskannya pada sebuah
lapangan yang luas dengan ribuan orang, lalu datang seorang tokoh memberi
ceramah, seperti dalam Hikayat Kadirun karya Semaoen. Sugiarti mengambil sisi yang lembut dalam interaksi antarkader partai.
Sederhana kisah itu seperti ketika seorang anak bertanya pada bapaknya
tentang sputnik. Karjo nama anak itu dan Mangun adalah bapaknya. Pertanyaan itu muncul ketika mereka sedang makan bersama. Mangun kaget, gelagapan tak
bisa menjawab. Untung sang istri datang menyelamatkan dengan memerintah anaknya untuk segera habiskan makanannya.
Tapi mangun tak puas sampai di situ. Sembari makan, pikirannya terus berputar-putar mencari jawaban. Ia memang pernah mendengarkan kata itu, tapi
tak pernah memperhatikan dengan benar. Ya, ia ingat ketika ada suatu obrolan di rumah Mas Marto. Maka ia pun berniat menemui Mas Marto untuk mencari
jawabannya. Mas Marto menjelaskan bahwa sebagai kader, tidak mendengarkan
ceramah sekali saja, itu merupakan kerugian besar. ―Orang buta huruf yang ingin mengerti tetapi tidak mau belajar, bisa mengganggu orang lain, Pak.‖ Kata Mas
Marto. Lalu Mas Marto memberinya sebuah koran untuk dibaca dan ditinggal pergi.
Mangun tak pergi, ia hanya membolak-balik koran itu saja. Ia tahu caranya melihat koran dengan tidak terbalik, lihat gambarnya. Ketika Mas Marto kembali,
ia belum juga pulang. Terpaksa Mas Marto menjelaskan lebih rinci. Lalu pahamlah ia. Sejak itu, Mangun belajar lebih banyak lagi.
Cerpen yang dimuat Harian Rakjat, 31 Oktober 1959 ini menggambarkan relasi antarsesama kader partai, di mana keduanya saling memberikan informasi
yang dibutuhkan. Selain itu, menekankan arti penting mengetahui kabar-kabar dari berbagai perkembangan dan kemajuan negara komunis lainnya agar dapat
dijadikan sebagai pembelajaran. Mengenai hubungan antarkader partai dalam cerpen ini memiliki hubungan
pararelitas dengan yang dimaksudkan oleh D.N. Aidit dengan ―bergaul akrab‖. Maksudnya, keduanya harus memiliki tingkat saling apresiasi yang tinggi.
Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi seniman dan sastrawan revolusioiner selain harus meningkatkan pengabdian atas dasar lebih setia
kepada massa dan tetap setia kepada sesama. Sebaliknya kader-kader revolusioner yang bukan seniman harus juga berusaha keras untuk
meningkatkan daya apresiasinya, sehingga lebih mudah menangkap bahasa artistik. Dengan demikian ada usaha saling pendekatan dan saling
mengerti, sehingga tercapai saling bantu yang lebih efektif.
44
Tokoh Mangun yang buta huruf dalam cerpen ini juga tak luput dari pandangan Aidit. Bagaimanapun massa merupakan tulang punggung sebuah
partai. Kualitas massa menentukan kualitas partai. Aidit tak ingin memiliki yang bodoh, buta huruf dan buta ilmu, sehingga hal ini betul-betul menjadi
perhatiannya. Plan 4 tahun partai akan mengubah berjuta-juta rakyat yang buta huruf
menjadi pandai membaca dan menulis, dari buta ilmu jadi memiliki pengetahuan, dari suasana desa yang sepi menjadi bergolak dengan
memiliki sanggar-sanggar untuk kegiatan sanggar dan seni.
45
Mengenai isu yang dibawa dalam cerpen di atas, yaitu sputnik, pada tahun 1959, Uni soviet memaksimalkan perannya sebagai negara yang memiliki
pemahaman sains tertinggi. Sputnik, pesawat angkasa dijadikan sebagai ukurannya. Penerbangan pesawat angkasa ini menjadi kebanggan tak hanya negara
44
Aidit, 1960, hal 52.
45
Aidit, 1964, hal 66.
Uni Soviet, melainkan negara-negara yang memiliki basis komunis lainnya. PKI demikian pula, dalam korannya, Harian Rakjat¸ PKI mengabarkan perkembangan
penerbangan angkasa secara bertahap. Berita yang dilacak mulai pada tanggal 6 Januari 1959, Roket Matahari
Suvjet Terus Meluntjur Sesuai Rentjana, dalam berita itu disebutkan pula jadwal penerbangan. Tanggal 2 Januari roket diluncurkan, ―Djam 03.10 - melalui
Sumatera Selatan pada jarak 110.000 KM, Djam 09.00 - 284.000 KM dari bumi. Tanggal 4, Djam 03.00 - 336.600 KM dari bumi, Djam 05.59 Telah melampaui
bulan: 7.500 KM dari bulan dan 370.000 KM dari bumi, Djam 12.00 - 422.000 KM dari bumi dan 60.000 KM dari bulan, Djam 19.00 - 474.000 KM dari bumi,
Djam 22.00 - 510.000 KM dari bumi dan 180 KM dari pusat bukan. ‖ Dan pada
tanggal 7 Januari 1959, tersiar kabar di harian tersebut bahwa roket tersebut telah mengelilingi matahari.
Setelah kesuksesan penerbangan ini, Soviet terus mengembangkan ekspansinya ke luar angkasa. Tak hanya bulan dan matahari, melainkan planet-
planet lainnya. 5 Oktober 1959, Harian Rakjat mengabarkan bahwa, Penerbangan Antarplanit Diambang Pintu: Sovjet Luntjurkan Stasiun.
Hal ini kemudian menimbulkan prediksi-prediksi spekulatif, seperti yang diungkapkan oleh ilmuwan Soviet, Prof. Sjaronov dalam artikelnya di Majalah
Sovjet Kultura. Ia mengatakan bahwa ―sudah pasti dikemudian hari manusia akan menempati planit2 jang lain, jika kalau tidak seluruh planit, paling sedikit
sebagian besar dari planit tsbt.‖
46
46
Harian Rakjat, 14 Djanuari 1959.
Ia menambahkan bahwa jika tim penyelidikan planet berhasil mendarat di bulan, akan banyak roket-roket yang lebih canggih akan mengikuti. Hal ini bukan
merupakan kemustakhilan jika kelak manusia akan menghuni planet-planet lainnya. Bagi Prof. Sjaronov hal ini bukanlah angan-angan belaka. Sebagai contoh,
ia menggambarkan bahwa pada abad pertengahan orang-orang bicara tentang kota-kota modern dan pusat-pusat industri. Pada zaman tersebut merupakan hal
yang tidak mungkin dicapai, namun bisa dilihat hasilnya saat ini. Contoh lain ia menggambarkan tentang kesunyian dan kesenyepan yang ada di Antartika, tapi
kini daerah itu menjadi penuh dengan bangunan-bangunan modern. Beberapa hari setelah penerbangan itu, Soviet mengumumkan dna mencari
dukungan dari berbagai negara dengan cara menggelar pameran. Tanggal 29 Januari 1959, akan digelar ―Pameran Sputnik dan Roket di Djakarta‖. Pameran
tersebut diadakan di Gedung Pertemuan Umum dan akan berlangsung selama 10 hari. Dalam pameran tersebut tak hanya ada roket dan sputnik saja, tetapi juga
hasil perkembangan ekonomi dan kebudayaan Moskow yang merupakan hasil kerja pemerintah Moskow selama 40 tahun, sejak berdirinya kekuasaan soviet
pada 1917. Bentuk-bentuk yang dipamerkan berupa potret, model dan maket.
47
Dengan berhasilnya penerbangan angkasa, menurut Harian Rakjat, negara imperialis seperti Amerika Serikat mengaku tunduk. Ilmuan AS merasa takjub
dengan yang dilakukan oleh Soviet selama tahun 1959. Para politisi dan ilmuan AS mengaku bahwa untuk bisa melakukan apa yang dimulai oleh Soviet, mereka
membutuhkan waktu paling tidak dua tahun lagi untuk bisa melakukan hal yang
47
Harian Rakjat, 26 Djanuari 1959.
sama. Dengan demikian, ―Para sardjana dan politisi AS kini betul2 menginsjafi, bahwa AS kalah‖.
48
Melalui cerpen Belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Mangun menjadi objek dari penyadaran pengetahuan oleh Mas Marto. Bahwa
menjadi orang kecil tidak menutup kemungkinan untuk tahu banyak hal. Peristiwa semacam ini juga dapat dilihat dalam cerpen Satu Mei Didesa.
Lain cerpen lain pula tokohnya. Kali ini yang menjadi subjek serba tahu adalah Ayah Marto. Sebagai orang yang berpengalaman, ia menularkan
pengalamannya kepada generasinya, pada suatu malam. Ayah Marto bersama beberapa kader sedang latihan menyanyi di sebuah pondopo untuk persiapan acara
1 Mei keesokan harinya. Mereka belajar bernyanyi lagu tentang buruh. Tak peduli buta huruf dan cacat nada, mereka belajar nyanyi. Keseluruhan yang hadir adalah
buruh, dari berbagai pabrik atau kebun. Awal hingga akhir, cerpen ini hanya berkisah tentang suasana yang terjadi
ketika latihan. Penekanannya adalah pada sikap mereka yang tak lagi membeda- bedakan apa kerja mereka. Yang jelas mereka adalah senasib. Penekanan ini
disampaikan melalui tokoh Ayah Marto. Sebagai seorang yang tua dan banyak memiliki pengalaman buruh, ia bercerita kepada yang hadir ketika waktu istirahat.
Ia terharu dengan sikap anak muda yang bersatu seperti malam itu. Dulu, ketika ia masih jadi buruh, tak ada yang dapat memperjuangkan kaumnya. Kebanyakan
masih berpikir tentang nasibnya sendiri. Satu sama lain tak dapat menolong. Apa
48
Harian Rakjat, 6 Djanuari 1959.
yang kini dan nanti dinikmati ―adalah berkat jasa Sarekat Buruh saudara, yang dijiwai oleh 1 Mei‖.
Cerpen ini nyaris tidak memiliki alur, hanya merupakan reportose pengarang dalam upaya menyambut Hari Buruh Internasional. Meski cerpen ini
berbicara soal buruh, tapi tidak ada pertentangan kelas. Oleh sebab itu, cerpen ini tergolong sebagai propaganda untuk kader partai.
1 Mei merupakan Hari Raya bagi kaum buruh karena dianggap sebagai ―hari kemenangan dan solidarited kaum buruh‖.
49
Diperingati secara besar-besaran dan di berbagai tempat, bahkan dirayakan secara internasional. Sebagai partai
yang pengabdikan diri kepada kaum buruh, PKI tak luput untuk ikut merayakan Hari Raya tersebut. Dari tahun ke tahun terus diperingati bahkan menjadi headline
pada koran Harian Rakjat. Harian Rakjat
dalam memperingati 1 Mei terdapat tulisan besar ―1 Mei 1964‖ disertai dengan gambar dunia globe dan kepalan dua tangan palu, salah
satunya memegang palu. Sementara judul headline tertulis besar, Perkuat Persatuan Klas Buruh dan Persatuan Nasional untuk Memenangkan Offensif
Manipolis Sepenuhnya. Ada dua isu besar yang yang disampaikan pada perayaan hari buruh itu, yang pertama adalah ―ganjang kesulitan ekonomi‖ dan kedua
―ganjang Malaysia‖.
50
Mei tahun 1964, menjadi perayaan yang paling meriah di antara tahun- tahun sebelumnya sebab dipersiapkan dengan matang. Selain itu, digunakan juga
49
Harian Rakjat, Rabu, 8 April 1964.
50
Harian Rakjat, Djumat 30 April 1964
sebagai moment untuk menyambut Konferensi Buruh Asia-Afrika yang diadakan pada tahun yang sama.
51
Setahun kemudian, pada 30 April 1965, sehari sebelum perayaan Hari Buruh, gambar serupa muncul kembali di halaman paling depan koran Harian
Rakjat. Bedanya, kali ini tak hanya kepalan tangan melainkan seorang pribumi dengan tangan kanan memegang palu dan tangan kirinya mencekik seorang yang
kerdil yang disimbolkan sebagai kaum imperialis. Tak hanya itu, satu halaman utama diisi penuh dengan laporan-laporan tentang buruh. Judul headline yang
tertulis besar adalah Klas Buruh Indonesia Harus Memahami sedalam-dalamnya Tentang Berdikari dalam Ekonomi Isinya untuk mengajak kaum buruh untuk
memahami kemandirian dalam ekonomi dan pengelolaan produksi. Pada edisi 30 April 1965, Harian Rakjat, membuat lembaran ekstra dalam
rangka memperingati hari buruh. Lembaran itu lebih banyak mengungkap tentang sejarah hari buruh dunia. Dikatakan bahwa,
―Pada tahun 1976, negeri-negeri kapitalis utama di dunia telah meningalkan tingkatannya yang lama, tingkat persaingan bebas, dan
memasuki tingkatnya yang baru, tingkat monopoli atau imperialisme. Munculnya imperialisme menandakan suatu periode sejarah berakhirnya
tingkat kapitalisme yang mengandung unsur-unsur progresif dan dimulainya tingkat kapitalisme yang menjurus ke bentuk-bentuk reaksi
yang paling jahat. Periode itu pun dicirii juga oleh menajamnya perjuangan kelas dan berkembangnya pergerakan buruh di semua negeri kapitalis
utama.
‖
52
Tuan tanah bernama Otto von Bismarck, pada tahun 1878, menjalan politik licik dengan mengadudomba kelas buruh. Ia mendukung salah satu gerakan buruh
untuk menghancurkan gerkan buruh revolusioner. Politik Bismarck ini ditiru oleh
51
Harian Rakjat, 8 April 1964.
52
Harian Rakjat, Djumat, 30 April 1965.
taun tanah lainnya dan terjadilah perjuangan kelas yang sengit. Ketika kapitalisme Inggris menemui masa keemasannya pada kisaran tahun 1850-1875, kaum buruh
juga berbanding lurus, kekuatan buruh semakin kuat dan terbentuklah TUC Inggris Gabungan Serikat Buruh Inggris tahun 1968. Delapan tahun kemudian,
anggota serikat itu berlipat empat kali. Namun jumlah itu menurun ketika terjadi krisis ekonomi dunia pada tahun 1873. Melihat kenyataan tersebut, sayap kiri
gerakan tersebut yang pelopori oleh Tom Mann, Ben Tillet dan John Burns melakukan pemogokan kaum buruh bersejarah. Gerakan ini juga melibatkan
Eleanor Aveling, putri Karl Marx sebagai sekretaris. Pada periode yang sama, terjadi juga di Amerika Serikat, bahkan lebih
kejam. Hal ini memicu perang saudara. Pemogokan buruh dengan mengadakan pembakaran besar-besaran pada tahun 1877 menjadi pemogokan yang penting
dalam sejarah Amerika. Gerakan ini terus menjalar dari New York, California, Canada sampai Teluk Mexico. Pers tak lagi menyebutnya sebagai pemogokan
buruh, melainkan revolusi. Pemogokan lainnya yang tak kalah terkenal adalah pemogokan buruh
tambang batu bara di Pensylvania. Pemogokan pertama kali itu berlangsung sangat lama dari Desember 1874 sampai Juni 1875. Meski akhirnya tumbang oleh
kekuatan militer pemerintah, namun gerakan ini merupakan landasan penting bagi terbentuknya United Mine Worker Persatuan Buruh Tambang.
Puncak kesengitan perjuangan kelas ini adalah pemogokan umum menuntut delapan jam kerja sehari pada 1 Mei 1886. Pemogokan bersejarah ini
dicetuskan oleh AFL Federasi Buruh Amerika. Gerakan ini tak mulus, banyak
korban jiwa berjatuhan dan pimpinan gerakan berakhir di tiang gantungan pada 11 November 1887. Mereka adalah Perons, Spies, Fischer, dan Engel. Sementara
pimpinan lainnya, Neebe, Schwab, dan Fileden dihukum penjara untuk waktu yang lama. Selain itu, AFL harus berhadapan dengan musuh dari kelasnya yang
kuat adalah Knights of Labour, yang menganggap bahwa kaum kapitalis bukanlah musuh. Meski begitu, gerakan 1 Mei yang diikuti oleh 350.000 buruh di Chicago
itu berhasil. 185.000 buruh bangunan mendapatkan tuntutannya. Setelahnya, lahir gerakan dan sarekat buruh lainnya.
Pada Konggres Internasionale II tanggal 14 Juli 1889 di Paris, menerima usulan delegasi Perancis dan Amerika untuk menjadikan 1 Mei sebagai hari
internasional bagi kaum buruh di seluruh dunia. Di Indonesia, 1 Mei untuk pertama kalinya dirayakan di Surabaya tahun
1918 oleh anggota Angkatan Laut Hindia Belanda yang berorganisasi di bawah ISDV organisasi pertama di Indonesia yang berdasarkan Marxisme. Selanjutnya,
berdasarkan keputusan Presiden No. 241953, 1 Mei tidak hanya menjadi hari besar kaum buruh, tetapi diakui sebagai hari besar umum, hari besar Nasional.
53
PKI sebagai pengabdi kaum buruh, secara konsisten dan nyaris tiap hari dalam Harian Rakjat menyuarakan kesejahteraan buruh, tapi pada Hari Raya
Buruh tersebut, dijadikan sebagai moment untuk lebih menggalakkan tuntutan mereka. Tak hanya gegap gempita perayaan 1 Mei oleh PKI, tapi juga diadakan
aksi dan dilancarkannya berbagai tuntutan untuk kesejahteraan buruh dan upaya nasionalisasi perusahaan asing. Seperti pada pascaperayaan 1 Mei 1961, tepatnya
53
Ibid.
3 Mei, buruh bersama-sama menuntut pengambilalihan modal Belanda di perusahaan campuran.
54
Melalui kedua cerpen di atas, bisa dilihat bahwa konflik yang terjadi dalam cerpen sangat datar. Hal ini tidak terlepas dari upaya propaganda yang lebih berisi
tentang seruan atau pemberian pengertian tentang misi dari partai. Secara konsisten, Sugiarti juga menampilkan hal serupa dalam kedua cerpennya yang
berjudul Luka Lama di Leher dan Orang Kedua. Dalam cerpen Luka Lama di Leher, seorang lelaki, Djojo namanya,
menderita penyakit di lehernya. Sudah ia bawa berobat ke mana-mana tapi tak juga sembuh. Penyakitnya itu sangat menyiksa. Jika datang rasa sakitnya, kerjanya
hanya marah-marah pada bininya. Sang istri selalu menyarankannya untuk istirahat, sementara baginya, saran itu seperti racun.
Di tengah keributan rumah tangga itu, datanglah seorang pemuda. Djojo sebagai orang tua merasa senang didatangi anak muda, itu artinya masih ada yang
peduli padanya. Ya, seluruh temannya sudah berusaha membantu untuk kembuhkannya, tapi tetap nihil. Pemuda itu datang bukan membawa obat, tetapi
hanya mengajak Djojo berpikir dengan cara yang lain. Obat yang tepat bagi Djojo sebenarnya adalah bekerja. Ia tak boleh punya waktu terlalu luang untuk berpikir.
Bertindak adalah obat paling tepat. Begitu ungkap pemuda itu. Enam bulan kemudian, pemuda itu mendapat surat dari istri Djojo.
Katanya, suaminya sudah sembuh dan tidak kumat-kumat lagi. Di pegunungan, ia telah menjadi fungsionaris Sarekat Buruh Perkebunan. Dengan begitu, ia banyak
54
Harian Rakjat, 3 Mei 1961.
menyelesaikan berbagai persoalan buruh di sana. Mereka mengucapakan terima kasih pada pemuda itu.
Cerpen yang dimuat pada 31 Djuli 1961 ini merupakan simbolisasi dari sikap seorang kader partai. Jika ia berdiri tegak dengan sikapnya yang memihak
kepada kaum proletar, penyakit akibat siksaan Jepang itu akan hilang pula. Akibat siksaan itu, sang tokoh mengalami penyakit saraf yang membuatnya tak bisa
berbuat apa-apa, selain hanya marah-marah. Luka itu hanya sembuh dengan bekerja. Hal ini memiliki pararelitas dengan kisah yang disampaikan oleh Aidit
dalam upayanya menjawab pandangan-pandangan peserta KSSR. ―… Orang yang mempunyai sikap yang tidak tepat, misalnya, yang di satu
pihak lebih memilih jalan proletariat tetapi di pihak lain masih belum mau melepaskan diri sepenuhnya dari kelas borjuis kecilnya yang lama, dalam
saat-saat yang menentukan orang demikian bisa menjadi bingung, dan kalau bingungnya keterlaluan ia bisa diserang penyakit syaraf. Sebaliknya
saya mengenal beberapa kawan, yang karena penyakit TBC hanya tinggal satu paru-parunya, tapi sikapnya kuat, tidak pernah ragu tentang jalan
proletariat dan jalan revolusi yang sudah dipilhnya; dalam saat-saat yang menentukan semangatnya malah menjadi lebih tinggi dari biasa,
kegembiraannya bertambah dan dia jauh dari penyakit syaraf. Sudah tentu tidak semua kawan yang kena sakit syaraf disebabkan karena sikap
kelasnya tidak teguh. Saya hanya ingin mengemukakan bahwa soal sikap sangat penting bagi seseorang yang mau berhasil dalam perjuangan
revolusioner.‖
55
Sikap yang ditunjukkan oleh Aidit di atas dimiliki oleh tokoh dalam cerpen
Luka Lama di Leher karya Sugiarti Siswadi ini. Si tokoh utama mengatakan, ―Istirahat, istirahat, betapa benciku mendengar kata-kata itu. Bosan aku.‖ Kalimat
tokoh tersebut mengindikasikan bahwa ia menginginkan sesuatu yang lebih berguna, dalam artian tenaga dan energinya terpakai untuk kehidupan kaum
proletar. Di sini lain, ia memiliki kesadaran bahwa,
55
Aidit, 1964, hal 86 – 87.
―Kalau kubaca koran-koran kanan, dan aku dibakar oleh asasinasinya, aku tidak bisa apa-apa, aku mau ngamuk saja. Tahu kau Nak, apa obat yang
tepat bagiku? Beri aku bedil, aku datangi seorang-orang yang jahat-jahat itu, aku tembak kepalanya, dan boleh setelah itu aku ditembaknya, aku
mati tetapi tidak mati konyol.‖
Keinginan si tokoh tersebut terjawab sudah. Ia ditugaskan di perkebunan karet dan menyatu dengan rakyat dan para buruh. Hasilnya, istri si tokoh
mengirimkan surat kepada pemuda yang mendatanginya suatu malam itu dan menjelaskan, bahwa suaminya telah sehat lantaran bekerja kembali.
Berbeda dengan cerpen Luka Lama di Leher, cerpen Orang Kedua lebih masuk ke dalam struktur partai. Cerpen ini berupaya memberikan kesempatan
kepada kader yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memimpin namun belum diberi tempat. Bahwa generasi tua mestinya diganti dengan generasi yang
masih segar. Cerpen Orang Kedua ini mengisahkan tentang kader partai yang hanya
selalu menjadi orang kedua. Adalah Hasan, lelaki nomor dua itu. Bukan orang tak percaya padanya, melainkan ia sendiri yang memilih jadi nomor dua, wakil
Asmawi. Malam yang gelap, mendadak Asmawi sakit keras dan harus dilarikan ke
rumah sakit. Asmawi buru-buru memanggil Hasan untuk merampungkan segala tugasnya. Apalagi keesokan harinya bakal ada kongres partai. Hasan kelabakan.
Mulanya menolak, tapi apa boleh buat. Hanya dialah yang dipercaya oleh Asmawi. Setelah menerima tampuk kepemimpinan partai, Asmawi segera
dilarikan ke rumah sakit. Saat itulah Hasan bingung bukan kepalang. Ia ragu dengan kemampuannya, ragu dengan dirinya, ragu dengan kepercayaan kader
partai lainnya. Semalaman suntuk ia berpikir. Apa yang akan ia sampaikan esok hari? Bagaimana jika gagal? Bagaimana jika tak ada yang percaya? Bagaimana
bagaimana bagaimana? Keraguan itu terus merasukinya. Ia merasa tidak siap. Paginya, Hasan kesiangan. Reso, pembantu umum, membangunkannya. Ia
tergeragap. Buru-buru berangkat. Keraguannya semalam kembali membayang, apalagi kini ia kesiangan. Keraguannya bertambah. Meski begitu, acara tetap
dilangsungkan. Dan tibalah baginya untuk memberikan sambutan. Seluruhnya khidmat mendengarkan. Acara sukses
Selepas acara, seluruh anggota dikumpulkan. Evaluasi, katanya. Ia mulai dengan dirinya. Seluruh kesalahannya, meski tak disadari oleh anggota lainnya, ia
beberkan. Lalu satu persatu anggota diberi kesempatan berbicara. Setiap anggota mengevaluasi dirinya masing-masing, tak seperti biasanya yang saling
menyalahkan. Kini, setelah sekian lama bergabung dengan partai, seluruh anggota merasa bersatu dan terharu. Kepemimpinan di bawah orang kedua, Hasan,
dianggap berhasil. Kesiapan seseorang harus dimulai dari sekarang. Bukankah selalu ada pengalaman pertama pada setiap hal?
Cerpen yang bicara soal kepemimpinan ini menjadi satu-satunya cerpen yang dimuat dua kali, Harian Rakjat pada 25 Juli 1959 dan dalam kumpulan
cerpen Sorga Dibumi. Bahwa pemimpin bukan satu-satunya yang paling memiliki kekuasaan dalam sebuah organisasipartai, tetapi sikap menganggap penting pada
setiap orang yang terlibat, bahkan tukang suruh-suruh sekalipun, menjadi bagian yang ahrus diperhatikan. Dengan demikian, sebuah organisasipartai akan saling
membutuhkan. Begitulah pesan singkat dari cerpen di atas.
Sikap yang demikian juga disampaikan oleh DN. Aidit, ―… Massa memerlukan petunjuk-petunjuk dari pemimpin, tapi petunjuk-
petunjuk yang dibikin berdasarkan pengelaman-pengalaman mereka sendiri. Dengan petunjuk-petunjuk itu massa akan berpraktek lebih baik
lagi, dan praktek yang lebih baik itu harus disimpulkan oleh pimpinan, dan atas dasar kesimpulan-kesimpulan itu kemudian dibikin petunjuk-petunjuk
yang lebih baik, demikian seterusnya‖
56
Hal di atas, oleh Sugiarti Siswadi disampaikan oleh pemimpin ―orang pertama‖ bernama Asmawi. Ia memberikan petunjuk kepada pemimpin ―orang
kedua‖ bernama Hasan untuk memimpin jalannya acara. Petunjuk itu disampaikan ketika Asmawi sedang sakit dan harus menjalani operasi. Lihat kutipan berikut.
―San,‖ kata Asnawi lembut, ―kata Pak Mantri aku mesti dioperasi. Jangan terkejut, banyak orang dioperasi, bukan aku saja. Mungkin lama aku baru
bisa sembuh lagi. Sepeninggalku, kaulah yang mengambil oper semua pekerjaan. Itu dimap sudah aku kumpulkan apa-apa yang harus lekas-lekas
diselesaikan. Saya harap kau bisa ambil oper dengan cepat, walau kutahu kau akan
menolak.‖
Petunjuk berikutnya, dilakukan oleh Hasan sebagai pemimpin ―orang kedua‖. Ia memberikan petunjuk kepada seluruh anggota untuk adakan evaluasi
ketika akhir acara. Hal ini membuat seluruh anggota sadar bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain, dan sebuah organisasipartai bukan hanya
kepentingan pemimpin semata. Lebih lanjut, Aidit mengatakan, ―… Oleh karena itu sama sekali keliru jika ada pemimpin partai kita yang
berfikir bahwa partai maju hanya karena dirinya semata- mata… Masing-
masing pemimpin harus berfikir, bahwa partai atau ormas mungkin akan lebih cepat kemajuannya jika yang memimpinnya kawan lain.
Menganggap diri sebagai pemimpin yang tak tergantikan adalah takhayul dan meremehkan peranan massa.‖
57
56
Aidit, 1964, hal 82.
57
Ibid.
Aidit dan Sugiarti sama-sama menekankan bahwa antara kader dan partai harus saling bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan partai dan tuntutan kadernya
yang dirumuskan dalam misi partai. Tanpa kerja sama keduanya, tujuan besar revolusi tidak akan pernah tercapai.
D. Perjuangan Prajurit: Kerja Revolusi