Hak Kekayaan IntelektualHKI Bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar” dari persepektif ilmu kajian budayacultural studies”.
Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah pengusaha perak dan tantangan HKI bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar?
2. Mengapakah pengusaha perak menjadi tantangan HKI bidang Hak
Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar? 3.
Apa sajakah dampak dan makna pengusaha perak dan tantangan HKI dalam bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar?
Dari uraian penelitian di atas tidak ditemukan kesamaan sehingga tingkat originalitas penulisan ini dapatdi pertanggung jawabkan.
1.5. Tujuan Penulisan
Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:
1.5.1. Tujuan Umum
1. Sebagai wadah untuk mengemukakan pendapat secara tertulis,sistematis
dan obyektif. 2.
Sebagai pelaksana dari Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang penulisan skripsi yang di lakukan.
3. Sebagai sarana lebih memantapkan pengetahuan dalam Studi Hukum.
1.5.2. Tujuan Khusus
1. Memahami dan menganalisis mengenai pelaksanaan pencatatan motif
tradisional perak Bali di Desa Celuk. 2.
Memahami dan menganalisis mengenai upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di
Desa Celuk.
1.6. Manfaat Penulisan
1.6.1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas bagi para pembaca dan bermanfaat bagi Ilmu Hukum mengenai khususnya HKI
1.6.2. Manfaat Praktis
Penulisan ini diharapkan menjadi salah satu rujukkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pengrajin perak.
1.7. Landasan Teoritis
1. Teori Sistem Hukum
Teori yang dapat di pakai sebagai pisau analisa untuk menjawab rumusan masalah pertama dalam penulisan initeori adalah menurut Friedman yaitu
“Hukum sebagai suatu sistem menurut Friedman, adalah satu keseluruhan yang terdiri dari
komponen sebagai berikut : Substansi Hukum, Struktur HukumPranata Hukum dan Budaya Hukum
”.
8
Mengenai pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak ini dapat dilihat pada budaya hukum yang ada dalam kehidupan pengrajin perak.
Teori Friedman tersebut dapat dijadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum :
- Pertama: Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini
disebut sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan
oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga
mencakup hukum yang hidup living law, bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang law books. Sebagai negara yang masih
menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common
Law Sistem atau Anglo Saxon dikatakan hukum adalah peraturan- peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis
bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Dan masuk pada substansi dari permasalahan Hak Cipta ini
sudah di atur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.
- Teori Lawrence Meir Friedman yang Kedua : Struktur HukumPranata
Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan
Pelaksana Pidana Lapas. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
8
O.K. Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 21
pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia
et pereat mundus” meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak
hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat
penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan
peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian
juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka. Dan pada struktur
hukum khususnya di bali telah berjalan dengan baik, dilihat pada penanganan kasus-kasus mengenai Hak Cipta tersebut di dalam
Pengadilan dan sampai keluarnya putusan Hakim atas kasus tersebut
- Teori Lawrence Meir Friedman yang Ketiga: Budaya Hukum: Kultur
hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.
Menurut Friedman, budaya hukum mengacu kepada bagian-bagian dari budaya pada umumnya yang berupa kebiasaan, pendapat, cara-cara
berprilaku dan berpikir yang mendukung atau menghindari hukum. Budaya hukum merupakan salah satu komponen dari sistem hukum di
samping komponen struktur dan substansi hukum. Komponen budaya hukum merupakan variabel penting dalam sistem hukum karena dapat
menentukan bekerjanya sistem hukum. Budaya hukum merupakan sikap dan nilai-nilai dari individu-individu dan kelompok masyarakat yang
mempunyai kepentingan interest yang kemudian diproses menjadi tuntutan-tuntutan demands berkaitan dengan hukum. Kepentingan dan
tuntutan tersebut merupakan kekuatan sosial yang sangat menentukan berjalan atau tidaknya sistem hukum.
9
Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan
damai.
9
Budi Agus Riswandi,M.Syamsudin, 2004, HakKekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta, h. 154.
2. Teori Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual
Teori lain yang menunjang yaitu berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa teori dasar Perlindungan HKI salah satunya dikemukan oleh Robert M.
Sherwood. Teori ini digunakan sebagai pisau analisa untukmejawab rumusan masalah kedua, yaitu upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan
terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk. Adapun teori mengenai perlindungan hukum tersebut adalah :
Reward Theory Teori ini menjelaskan pengakuan terhadap karya intelektual yang telah
dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemupencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatifnya
dalam menemukanmenciptakan karya-karya intelektual tersebut. Recovery Theory
Teori inimenyatakan bahwa penemupenciptapendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya serta tenaga dalam menghasilkan karya
intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang dikeluarkannya tersebut. Incentive Theory
Teori ini mengaitkan pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemupencipta atau pendesain tersebut.
Risk Theory
Teori ini menyatakan bahwa hak atas kekayaan intelektual merupakan suatu hasil karya yang mengandung risiko. Hak Atas Kekayaan Intelektual
yang merupakan hasil dari suatu penelitian mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang terlebih dahulu menemukan cara tersebut
memperbaikinya sehingga dengan demikian adalah wajar untuk memberikan suatu perlindungan hukum terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung
resiko tersebut.
Economic Growth Stimulus Theory Teori ini mengakui bahwa perlindungan atas HAKI merupakan suatu
alat dari pembangunan ekonomi dan yang dimaksud dengan pembangunan
ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sisten perlindungan atas HAKI yang efektif.
10
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai Efektivitas Pencatatan Motif Kerajinan Perak Bali Sebagai Karya Cipta Yang Dilindungi Menurut Udang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta Di Desa Celuk merupakan jenis penelitian empiris. Dalam penelitian hukum secara empiris, hukum di konsepkan sebagai suatu gejala empiris
yang dapat diamati dalam kehidupan nyata. “Legal research is an essential component of legal pratctice. It is the process
of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law
”.
11
Pada intinya penelitian hukum adalah komponen yang penting dari praktik hukum ini adalah proses menemukan hukum yang mengatur aktivitas dan bahan-
bahan yang menjelaskan atau menganalisa hukum itu.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Permasalahan penelitian ini dikaji dengan melakukan pendekatan Perundang- undangan dan fakta.
10
Ranti Fauza Mayana,2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 45.
11
Morris L Cohen and Kent C Olson, 2000, Legal Research in a Nutshell, west Group , Amerika, h. 1.
1.8.3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian skripsi ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,keadaan,gejala, atau
kelompok tertentu, atau untuk menentukan suatu gejala, atau menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
1.8.4. Data danSumber Data
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan sekunder.
1. Data primer adalah data yang bersumber dari suatu penelitian lapangan
yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam
penulisan skripsiini adalah dengan cara observasi terhadap kegiatan yang dilakukan para pengrajin perak Bali di Desa Celuk,wawancara terhadap
beberapa pengrajin perak bali di Desa Celuk, serta wawancara terhadap staff bidang penyuluhan dan bantuan hukum di Kanwil Hukum dan HAM
Provinsi Bali, dan terhadap akademisi yang menunjang . 2.
Data Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,
melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuknbahan-bahan hukum. Data sekunder ini terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.