EFEKTIVITAS PENCATATAN MOTIF KERAJINAN PERAK BALI SEBAGAI KARYA CIPTA YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DI DESA CELUK.

(1)

DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DI DESA

CELUK

NAMA :I KOMANG JAYA NUGRAHA NIM :1203005256

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

ii

EFEKTIVITAS PENCATATAN MOTIF KERAJINAN

PERAK BALI SEBAGAI KARYA CIPTA YANG

DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DI

DESA CELUK

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I KOMANG JAYA NUGRAHA NIM. 1203005256

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Efektivitas Pencatatan Motif Kerajinan Perak Bali Sebagai Karya Cipta

Yang Dilindungi Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang

Hak Cipta Di Desa Celuk”.Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Berhasilnya penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, fasilitas serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama S.H.,M.Hum., Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. I Gede Yusa S.H., M.H., Pembantu Dekan IIIFakultas Hukum Universitas Udayana

5. IbuA.A.Sri Indrawati SH.,MH., Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

vi

6. Bapak I Nyoman Darmadha, SH.,MH., Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Cokorde Dalem Dahana, SH.,M.Kn., Dosen Pembimbing Akademik yang telah mendidik, mengarahkan dan memberi masukan-masukan selama masa perkuliahan.

8. Segenap Bapak/Ibu Dosen/Asisten Dosen yang telah mendidik dan membekali ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.

9. Segenap Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu dalam mengurus segala keperluan administrasi baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini.

10.Segenap Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu dalam mencari segala literatur yang bersangkutan terhadap penulisan skripsi ini.

11.Bapak Drs. Made Suparta, M.Hum, Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara.

12.Ibu Ir. Dewi Ratni, Kasi Pengawasan dan Pengendalian HKI di Bidang Aneka Industri Disperindag Provinsi Bali yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara.

13.Bapak I Gede Wayan Suamba ,S.E, Kepala Bidang Aneka Industri Disperindag Provinsi Bali yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara.


(7)

vii

14.Bapak I Made Delon Mahayana, S.H, F.U. Desain Industri Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara.

15.Bapak Isya Nalapraja,S.H, Kepala Sub. Bidang Pelayanan A.H.U dan HKI Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara.

16.Para pengrajin perak yang bersedia menjadi responden dan meluangkan waktunya untuk wawancara yaitu Bapak Wayan Putra, Bapak Nyoman Budaya, Bapak Wayan Murka, Bapak Made Sandiago, Bapak Nyoman Patra, S.H., M.H, Bapak I Made Mega Yasa.

17.Khusus kepada keluarga, kedua Orang tua, Bapak I Nyoman Mudita dan Ibu Wayan Puspawati, serta saudara saya Putu Mia Rahmawati, SH.,M.Kn., Kadek Julia Mahadewi SH.,MH., dan Ketut Purnama Sari yang telahmemotivasi dan mendoakan saya selama penulisan skripsi ini. 18.Untuk orang terkasih yang selalu membantu dan memotivasi dengan

kesabarannya I Nyoman Fatma Sari.

19.Untuk sahabat penulisserta seluruh teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberikan dorongan dan semangat selama perkuliahan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

20.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, atas dorongan morilnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.


(8)

viii

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, akhir kata penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia pada umumnya dan pembaca khususnya.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

Denpasar, 21 Maret 2016


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Ruang Lingkup ... 10

1.4. Orisinalitas ... 11

1.5.Tujuan Penulisan ... 12

1.5.1.Tujuan Umum ... 12

1.5.2.Tujuan Khusus ... 13

1.6. Manfaat Penulisan ... 13

1.6.1. Manfaat Teoritis ... 13


(11)

xi

1.7. Landasan Teoritis ... 14

1.8. Metode Penelitian ... 17

1.8.1. Jenis Penelitian ... 17

1.8.2. Jenis Pendekatan ... 17

1.8.3. Sifat Penelitian ... 18

1.8.4. Data dan Sumber Data ... 18

1.8.5. Teknik Pengumpulan Data ... 20

1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 20

1.8.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA, PENCATATAN HAK CIPTA DAN MOTIF KERAJINAN BALI 2.1. Tinjauan Umum Hak Cipta... 22

2.1.1. Pengertian Hak Cipta dan Dasar Hukum Hak Cipta ... 22

2.1.2. Pengertian Ciptaan, Karya Cipta, dan Pencipta ... 25

2.1.3. Ruang Lingkup Perlindungan Hak Cipta ... 29

2.2. Tinjauan Umum Pencatatan Hak Cipta ... 40

2.2.1. Pengertian dan Fungsi dari Pencatatan Ciptaan ... 40

2.2.2. Prinsip Pendaftaran ... 41

2.3. Tinjauan Umum Motif Kerajinan Bali ... 42

2.3.1. Pengertian Motif, Jenis-JenisMotif ... 42

2.3.2. Pengertian Motif Kontemporer dan Motif Tradisional Bali ... 43


(12)

xii

2.3.3. Ruang Lingkup dan Perlindungan Motif Kontemporer dan Motif Tradisional Bali ... 45 2.3.4. Bentuk Motif Kerajinan Perak Kontemporer dan

Tradisional Bali ... 48

BAB III IMPLEMENTASI PENCATATAN MOTIF KERAJINAN PERAK DI DESA CELUK

3.1.Pelaksanaan Pencatatan Motif Kerajinan Perak di Desa

Celuk ... 62 3.2 Faktor-faktor yang Menjadi Kendala Dalam Pencatatan Motif

Kerajian Perak di Desa Celuk ... 70

BAB IV UPAYA PEMERINTAH DAN PENGRAJIN DALAM

MEMBERIKAN PERLINDUNGAN MOTIF KERAJINAN PERAK DI DESA CELUK

4.1 Peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Departement Hukum dan Ham dan Asosiasi Perak Bali ... 77 4.2 Usaha yang Dilakukan Pemerintah dan Pengrajin Guna

Untuk Memotivasi Pencatatan Motif Kerajinan Perak di Desa Celuk ... 80

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan ... 84 5.2. Saran ... 85

DAFTAR BACAAN DAFTAR INFORMAN


(13)

xiii

DAFTAR RESPONDEN LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

xiv

ABSTRAK

Motif kerajinan perak yang diciptakan oleh pengrajin perak merupakan suatu karya cipta yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Dapat dilihat berdasarkan pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu pada penjelasan pasal 38 ayat (1). Salah satu karya cipta masyarakat Bali adalah motif yang dapat ditemukan pada bangunan dan hasil karya kerajinan tangan. Di Desa Celuk merupakan daerah yang mayoritas penduduknya pengrajin perak dan memiliki ciri khas yang sangat menonjol yaitu motif kerajinan perak kontemporer dan tradisional. Melihat pada ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf j Undang-undang Hak Cipta maksud dari karya seni motif lain ini yaitu bisa motif yang bersifat kontemporer atau pun tradisional lalu diwujudkan dengan bahan yang diinginkan. Untuk mendapatkan kepastian hukum, pengrajin perak harus mencatatkan karya ciptanya kepada pemerintah. Namun sering terjadi permasalahan antara pengrajin perak dan perusahaan asing terkait dengan pencatatan hak cipta atas motif kerajinan perak. Jika tidak ditangani maka pengrajin perak di Desa Celuk akan mengalami kerugian karena karya ciptanya telah dicatatkan oleh orang lain, maka harus segera dicatatkan. Berdasarkan permasalahan di atas, adapun rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu pertama, bagaimana pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak Bali sebagai karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Desa Celuk ?kedua, bagaimanakah upaya untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk?.

Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode penelitian hukumyang bersifat empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta di lapangan.

Adapun hasil penelitian dari skripsi ini yaitu pertama,pencatatan tidak efektif karena Pengrajin perak tidak mengetahui bagai mana tata cara melakukan pencatatan hak cipta, merasa belum bisa berkarya secara murni, kurangnya waktu,tenaga, dan biaya untuk mencatatkan karya ciptanya, serta nilai sosial yang sangat tinggi mengakibatkan enggannya melakukan pencatatan . Kedua, upaya untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk yaitu dengan pencatatan, sosialisasi, motivasi, dan subsidi biaya pencatatan. Saran dalam penelitian ini yaitu agar Pengrajin perak di Desa Celuk harus melakukan pencatatan agar terciptanya kepastian hak terhadap karya ciptanya. Kepada Pemerintah yang diberi kewenangan di bidang HKI terkait dengan bidang ini khususnya yaitu Disperindag dan Depkumham secara intensif dan terus menerus untuk memotivasi, mensosialisasi peraturan perundang-undangan, memfasilitasi,melakukan pendataan atau inventarisir dan juga terus menyediakan anggaran biaya untuk mensubsidi para pengrajin perak yang hendak melakukan pencatatan hak cipta.


(15)

xv ABSTRACT

Silver design who’s created by silversmith is a copyrighted work is protected by legislation. Can be seen based on Act Number 28 Year 2014 on Copyright is the explanation of Article 38 paragraph (1). One of the copyrighted works of Balinese society is a designs that can be found on buildings and works of handicraft. In Celuk village is a majority regions silversmith and had a very prominent characteristic motifs of contemporary and traditional silver. Looking at the provisions of Article 40 paragraph (1) letter j Copyright Act intention of this work of art is another design that could be design are contemporary or traditional matter and realized with the desired material. To obtain legal certainty, silversmith must register their work to the government. But frequently there some problems between silversmiths and foreign companies related to copyright registration on silver design. If it not handled the silversmith in Celuk woud be losses due to copyright works that have been registered by other people, then it must be registered. Based on the above, the issues in this paper are first, how the implementation of the Bali silver motif registration as copyrighted works protected by Act No. 28 of 2014 on Copyright in Celuk? second, how efforts to provide protection against motif silver in Celuk Bali ?

The method used in the writing of this research is the method of empirical legal research with the approach of legislation and approach to the real facts.

The research results of this paper first, registration is not effective because the silversmith doesn’t know how the procedure of registration of copyright, was not able to work in a pure, lack of time, effort, and cost to register of their work, as well as social value is too high that lead to they did not register. Second, efforts to provide protection against silver designs in Celuk Bali is by registration, socialization, motivation, and subsidizing the cost of registration. Suggestions in this research is in order silversmith in Celuk must register in order to create certainty of rights to copyright works. To the Government who’s with authority in the field of IPR related to this field in particular is Disperindag and Depkumham intensively and continuously to motivate, mensosialisasi legislation, facilitate, conduct data collection or Inventory and also continue to provide a budget to subsidize silversmith who want copyright registration.


(16)

(17)

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kemajuan teknologi merupakan penyebab pesatnya arus globalisasi yang menjadikan dunia ini seakan-akan kecil dan sempit dalam ruang aktivitas, hubungan antar bangsa, negara, kelompok dan individu sangat mudah dan cepat.“Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, budaya, serta kekayaan dibidang seni dan sastra. Pengembangan-pengembangan kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut memerlukan suatu kepastian hukum dan diwujudkan dalam perlindungan Hak Cipta”. 1

“Hak Atas Kekayaan Intelektual ( selanjutnya disingkat menjadi HKI ) adalah istilah umum dari hak ekslusif yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kreativitas atau kegiatan manusia, sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis dan termasuk ke dalam hak tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis”.2 Suatu karya intelektual yang mendapat perlindungan hak cipta adalah karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Karya tersebut baru mendapat perlindungan hukum apabila telah diwujudkan sebagai ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi yang dapat dilihat, didengar dan dibaca. Hukum hak cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide semata.

1Tim Visi Yustisia, 2015, Panduan Resmi Hak Cipta ,Visimedia, Jakarta,h.ix.

2Andy Noorsman Sommeng, 2007, Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan

Intelektual,DirektoratJendral Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, h. 10.


(18)

Perkembangan dibidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat, sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas. “Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.3 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (yang selanjutnya disebut dengan UU Hak Cipta) pada pasal 1 angka 3 menyatakan pengertian ciptaan yaitu “ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata“. Di dalam Undang-Undang ini juga mengatur mengenai ekspresi budaya tradisional dan ciptaan yang dilindungi ini diatur dalam BAB V bagian kesatu dan bagian kedua.

Bali dikatakan sebagai daerah global, masyarakat membangun aktivitas kesehariannya yang mendunia melalui kegiatan-kegiatan industri pariwisata. Dalam konteks pengaruh globalisasi ini telah berakses pada terjadinya perubahan-perubahan ideologi dan sikap masyarakat Bali. Ideologi masyarakat Bali yang sosial religius, komunal, dengan lebih mengedepankan kebersamaan kepemilikkan, mengedepankan

3Yusran Isnaini, 2010, Buku Pintar Haki Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan


(19)

sifat kespiritulan dalam kegiatan keseharian, dan sosial ”ngayah” dalam membangun hubungan antara sesama individu,masyarakat.

Pola-pola bisnis yang dibangun masih bersifat tradisonal, dimana usaha-usaha yang berbasis ekonomi misalnya dalam penyediaan industri pariwisata seperti: restoran, penginapan, hiburan, toko souvenir (art shop) dan industri kerajinan lainnya dikerjakan dengan cara kekeluargaan. Globalisasi tidak hanya menjadikan pergeseran, perubahan pada nilai-nilai budaya lokal, serta kemudahan, kenikmatan lahiriah, juga memberikan imbas pada perubahan sistem nilai kemasyarakatan yang mengarah pada konflik internal, dan eksternal, yang bisa saja akan memusnahkan atau menenggelamkan identitas budaya, dan berujung pada penghancuran sebuah nilai etnik. Bali pada saat ini sedang mengalami hal serius mengenai apa yang telah dibahas sebelumnya.Hak Cipta juga mempunyai kelemahannya sendiri dalam hal melindungi karya cipta yang di ciptakan oleh pencipta belum dapat dilaksanakan dengan baik karena masih saja terdapat konflik mengenai hak cipta atas sebuah karya cipta dan di klaim oleh pihak asing sebagai pemegang hak cipta atas karya cipta yang pada kenyataannya dapat dilihat bahwa sebelumnya pencipta yang merupakan warga negara Indonesia telah memiliki bukti sertifikat atas hak cipta. “Begitu ketika hendak diterapkan untuk melindungi folklore ataupun ekspresi folklore”.4.

Pencermatan, pengkajian, analisis oleh para praktisi hukum, budayawan, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat, mengenai kasus Hak Cipta ini tidaklah sederhana,antara perajin dengan pengusaha pemilik sertifikat Hak Cipta, tetapi


(20)

masalah ini sangat kompleks, dan merambah pada wilayah budaya, dalam bentuk penjajahan budaya yang diklaim merupakan ciptaan pihak Asing.

Bali memiliki macam-macam seni dan budaya seperti yang dijelaskan pada penjelasan pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta baik seni musik, tari, seni rupa yang berbahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, dan tekstil. Salah satu karya cipta masyarakat Bali adalah motif ornamen yang dapat ditemukan pada bangunan dan hasil karya kerajinan. “Motif ornamen Bali adalah motif hias yang telah diungkapkan, diukir,ditatah, digambar dan lain-lainnya”.5 Dari beberapa macam yang telah disebutkan ciri khas yang sangat menonjol yaitu karya seni motif kontemporer dan tradisional.

Melihat pada ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf j UU Hak Cipta mengatur mengenai “Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas karya seni batik atau motif lain”. Maksud dari karya seni motif lain ini yaitu bisa motif yang bersifat kontemporer atau pun tradisional lalu diwujudkan dengan bahan yang diinginkan. Di Desa Celuk merupakan suatu daerah atau kawasan yang terdapat di Bali yang nota benenya warga di desa ini sebagai pengerajin bergelut dalam bidang karya seni motif kontemporer atau tradisional perak dan telah di akui dari tingkat nasional maupun sampai pada tingkat Internasional. Dapat juga dilihat ada beberapa pengerajin yang memiliki nilai tersendiri atas karya ciptanya karena mampu meciptakan kerajinan perak dengan motif yang unik dan eksklusif terlepas dari motif tradisonal yang sudah lumrah atau


(21)

sering diproduksi oleh para pengerajin perak lainnya. Menurut pengrajin perak seperti Bapak I Nyoman Eriawan, menciptakan suatu karya kerajinan perak bernuansa motif kontemporer dengan kemampuan seni yang tinggi lalu ia menuangkan ide tersebut dan mendapatkan nilai lebih dari motif yang diciptakannya itu karena menjadi ciri khas dirinya sendiri seperti desain capung yang menjadi ciri khas dari suatu tokoh pengerajin perak yang sangat terkenal di daerah Celuk yaitu UC Silver serta Angel to

Angel yang dimana desaincapung tersebut digunakan sebagai dasasr motif berbagai

macam perhiasan yang mereka ciptakan, capung dianggap memiliki nilai filosofi yang sangat penting baginya.

Selain itu ada juga pengerajin perak yang memiliki motif kontemporer dan merupakan suatu kebaruan dalam kerajinan perak dimana motif tersebut diyakini memberikan manfaat bagi para penggunanya, motif ini dinamakan Sudhanalaya ini diciptakan oleh Bapak Made Sandiago pemilik dari Wariga Silver karena Made Sandiago adalah master feng shui Indonesia dan memiliki website feng shui terbesar di Indonesia, kemudian ditambahkan produk simbol feng shui untuk melayani permintaan dari member indo feng shui yang hampir mencapai sepuluh ribu orang.Barang-barang di Wariga Silver adalah design asli atau digambar dari awal sesuai dengan pasar oleh Made Sandiago dan tidak dicatatkan pada Departemen Hukum dan HAM dengan alasan mahalnya biaya pencatatanserta sebuah kesadaran untuk berlaku sesuai hati bahwa setiap bisnis yang jujur akan menghasilkan


(22)

kegembiraan dan rasa nyaman. Pengerajin ini memiliki suatu wadah berupa Asosiasi Perak Bali yang di dalamnya beranggotakan seluruh pengerajin perak di Bali.

Dalam hal karya seni motif kerajinan perak Bali baik dari yang kontemporer maupun tradisional ini pengerajin sering mengalami kasus mengenai tuntutan atas penjiplakan Hak Cipta motif kerajinan perak yang dilakukan pengrajin terhadap pihak asing karena diklaim motif yang digunakan oleh pengrajin dalam kerajinan yang diproduksinya merupakan Hak Cipta dari pengusaha asing yang telah mencatatkannya dan memiliki sertifikat yang sah. Seperti kasus yang banyak diliput dan diakses oleh berbagai media lokal, nasional bahkan internasional, secra faktual telah terjadi pada tahun 2006. Dalam publikasi oleh media nasional, Radar Bali, melaui kuasa hukum Ancient Modern Art LLC, Putu kesuma & Rekan, sangat jelas sekali sertifikat Hak Cipta perlu dipertanyakan jika dirunut dengan sistem yang diacu oleh lembaga HaKI (Radar Bali, 8 Agustus 2006). Begitu juga kasus I Ketut Dany Ariyasa desiner lokal (Bali) yang di gugat dengan objek perkara desain motif motif kulit crocodile oleh PT. Karya Tangan Indah (KTI) dengan desain motif batu kali (Fajar Bali, 29 April 2008), tidak perlu terjadi perkara apabila pemerannya bekerja secara professional. Sebelumnya kasus serupa juga terjadi pada tahun 1985, berawal dari Desak Nyoman Suarti, seorang pengusaha perak yang tinggal di desa Pengoosekkan Ubud, Bali, Indonesia dan tinggal di Amerika, digugat oleh pengusaha asing yang bernama Rois Hill di Pengadilan Negeri Amerika, dengan objek gugatan desain motif “Anyaman”.


(23)

Perkara gugatan ini berawal dari Desak Suarti yang menjual kerajinan perak dengan motif jenis anyaman, kelabang mantra, kelakat, tikar, bedeng kepada Rois Hillyang bermarkas di Bali. Oleh pengusha asing secara diam-diam konsep desain kerajinan anyaman ini dicatatkan diAmerika dan mendapatkan Hak Cipta, atas nama pengusaha asing tersebut. Desain kerajinan perak dengan konsep anyaman itu pun telah menjadi milik wrga asing dengan dilindungi sertifikat HKI. Masih di wilayah Amerika, Suarti yang masih kental dengan perilakun budaya Bali, juga menjual kerajinan peraknya kepada pengusaha asing lannya,dengan konsep yang sama. Disinilah awal mulainya terjadi persengketaan antara Suarti dengan Rois Hill sebagai pemilik sah atas sertifikat Hak Cipta motif” Anyaman”. Kasus-kasus pelanggaran HKI tersebut, oleh Agus Sarjono merupakan suatu refleksidarifilsafat hidup, di mana negara-negara maju yang mengususng HKI punya pemikiran bahwa pengetahun tradisioal sebagai public domain, sehingga siapa saja bebas mengeksploitasi dan mengkomersilkan untuk kepentingan pribadi, dengan mengedepankan individualisme dan kapitalisme, kemudian mewujudkan gagasan untuk melindungi sebagai hak individu.Sedangkan di Bali, mengusung nilai-nilai kebersamaan dan tidak berorientasikan nilai-nilai materialistis semata-mata, melainkan juga spiritualisme, dengan gagasan hidupbersama, dengan demikian pengetahuan tradisional sebagai milik masyarakat,yang tidak boleh diklaim oleh individu/kelompok.

Konsep perlindungan hukum Hak Cipta yang telah dikenal di negara-negara maju lebih mengedepakan pada perlindungan untuk karya cipta yang diketahui individu penciptanya. Permasalahan muncul disebabkan karena sang pencipta enggan


(24)

melakukan pencatatan untuk mendapatkan kepastian hukum yang sah atas apa yang memang sebenarnya menjadi haknya. Serta berkembangnya aspek hukum Hak Cipta dalam karya-karya budaya yang kepemilikkannya yang bersifat kolektif dan telah di wariskan secara turun-temurun serta tidak diketahui siapa penciptanya. Hal ini berlawanan dengan kondisi masyarakat negara maju yang telah mengenal dan menerapkan hukum Hak Kekayaan Intelektual dan telah disepakati pada Paris

Convention for the Protection of Indutrial Property pada tahun 1883 dan Berne

Convention for the Protection of Literary and Artistic Works pada tahun 1886.6

Bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang sangat luar biasa,tidak mengherankan berulang kali pihak asing memanfaatkan tanpa izin dan atau mengakui karya cipta anak bangsa Indonesia sebagai milik merek dan dalam jangka waktu yang panjang dapat merugikan bangsa Indonesia. Kondisi sebagaiman dimaksud di atas, sudah selayaknya atau sepatutnya mendapat perlindungan melalui sistem Hak Kekayaan Intelektual dalam sebuah produk peraturan perundang-undangan tersendiri, sehingga dengan adanya perlindungan di maksud dapat memberikan kekuatan pendorong dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Selain dari pada itu dengan perlindungan terhadap karya cipta bangsa Indonesiaakan menentukan eksistensi dan jati diri suatu bangsa dapat dipertahankan dan ditingkatkan serta dapat mendorong masyarakat meningkatkan kualitas dari ciptaan yang dihasilkan. Pengaturan mengenai ekspresi budaya dalam peraturan

6 Muhamad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual(Sejarah,Teori dan Prakteknya di


(25)

nasional Undang-Undang Hak Cipta dalam pasal 38 ayat (1) menyatakan “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya yang tidak diketahui penciptanya, negara tentunya juga mempunyai kewajiban untuk melindunginya, karena secara hukum pada setiap pemegang hak terdapat juga suatu kewajiban”. Oleh karena itu sudah seharusnya ada usaha-usaha yang dilakukan oleh negara dalam rangka melindungi folklor.7 Dan juga melindungi apa yang memang diciptakan oleh anak bangsa, serta masyarakat harus jeli melihat permasalahan agar dapat mengurangi dan meminimalisir pengklaiman budaya yang dilakukan orang asing karena sesungguhnya yang telah menghasilkan karya tersebut adalah anak bangsa Indonesia. Ini memerlukan pendalaman agar masyarakat yang bergelut dalam bidang ini mendapatkan perlindungan hukum yang sah sehingga efektivitas peraturan hukum dan orang yang sepantasnya berhak memiliki hak tersebut saling bersinergi dengan baik.

Dari uraian latar belakang di atas maka terdapat kesenjangn hukum dalam peraturan hukum dengan praktek dimasyarakat karena masyarakat masih menggunakan sistem, mengusung nilai-nilai kebersamaan dan tidak berorientasikan nilai-nilai materialistis semata-mata, melainkan juga spiritualisme, dengan gagasan hidupbersama, dengan demikian pengetahuan tradisional sebagai milik masyarakat,yang tidak boleh diklaim oleh individu/kelompok inilah yang menjadi pokok permasalahan peraturan yang telah dibuat pemerintah belum dapat diterima

7 M Rizqi, 2010, “ Payung Hukum Folklor dan Traditional Klowledge, URL

:http://azmicivillization.wordpress.com/2010/05/08/payung-hukum-folklor-dan-traditional-knowledge/ diakses tanggal 29 Mei 2014


(26)

oleh masyarakat secara menyeluruh.Untuk itulah penulis tertarik membuat karya tulis ilmiah yang berjudul : EFEKTIVITAS PENCATATAN MOTIF KERAJINAN PERAK BALI SEBAGAI KARYA CIPTA YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DI DESA CELUK.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, permasalahan yang timbul berkaitan dengan Efektivitas Pencatatan Motif Kerajinan Perak Bali Sebagai Karya Cipta Yang Dilindungi Menurut Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Desa Celuk yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak Bali sebagai karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Desa Celuk ?

2. Bagaimanakah upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk?

1.3. Ruang LingkupMasalah

Agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka akan di paparkan mengenai batasan-batasan yang menjadi ruang lingkup permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Untuk permasalahan pertama, akan di bahas mengenai faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pencatatan bagi pengerajin perak Bali serta


(27)

pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak Bali sebagai karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Desa Celuk. Dan pembahasan untuk permasalahan kedua membahas upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk.

1.4. Orisinalitas

Dalam penulisan skripsi ini, telah membandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang juga membahas tentang perak Bali.

Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

a. Penelitian dari Putu Mia Rahmawati, Program Studi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Tahun 2010, dengan judul: “Implikasi Pendaftara Motif Tradisional Perak Bali Sebagai Desain Industri Terhadap Eksistensi Pengrajin Perak Bali Di Desa Singapadu”. Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah motif tradisional perak bali dapat di daftarkan sebagai Desain Industri menurut Undang-Undang No .31 Tahun 2000 tentang Desain Industri ?

2. Bagaimanakah Implikaasi pendaftaran motif perak bali sebagai Desain Industri bagipengerajin perak Bali di Desa Singapadu ?

b. Penelitian dari I Nyoman Lodra, Program Studi Pascasarjana Universitas Udayana, Tahun 2011, dengan judul: “ Pengusaha Perak dan Tantangan


(28)

Hak Kekayaan Intelektual(HKI) Bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar” dari persepektif ilmu kajian budaya(cultural studies)”. Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengusaha perak dan tantangan HKI bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar?

2. Mengapakah pengusaha perak menjadi tantangan HKI bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar?

3. Apa sajakah dampak dan makna pengusaha perak dan tantangan HKI dalam bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar?

Dari uraian penelitian di atas tidak ditemukan kesamaan sehingga tingkat originalitas penulisan ini dapatdi pertanggung jawabkan.

1.5. Tujuan Penulisan

Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1.5.1. Tujuan Umum

1. Sebagai wadah untuk mengemukakan pendapat secara tertulis,sistematis dan obyektif.

2. Sebagai pelaksana dari Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang penulisan skripsi yang di lakukan.


(29)

1.5.2. Tujuan Khusus

1. Memahami dan menganalisis mengenai pelaksanaan pencatatan motif tradisional perak Bali di Desa Celuk.

2. Memahami dan menganalisis mengenai upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk.

1.6. Manfaat Penulisan 1.6.1. Manfaat Teoritis

Penulisan ini memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas bagi para pembaca dan bermanfaat bagi Ilmu Hukum mengenai khususnya HKI

1.6.2. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan menjadi salah satu rujukkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pengrajin perak.


(30)

1.7. Landasan Teoritis

1. Teori Sistem Hukum

Teori yang dapat di pakai sebagai pisau analisa untuk menjawab rumusan masalah pertama dalam penulisan initeori adalah menurut Friedman yaitu “Hukum sebagai suatu sistem menurut Friedman, adalah satu keseluruhan yang terdiri dari komponen sebagai berikut : Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum”. 8 Mengenai pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak ini dapat

dilihat pada budaya hukum yang ada dalam kehidupan pengrajin perak.

Teori Friedman tersebut dapat dijadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum :

- Pertama: Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini

disebut sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common

Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah

peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan-peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Dan masuk pada substansi dari permasalahan Hak Cipta ini sudah di atur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.

- Teori Lawrence Meir Friedman yang Kedua : Struktur Hukum/Pranata

Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai

sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan

8 O.K. Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada,


(31)

pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan.

Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka. Dan pada struktur hukum khususnya di bali telah berjalan dengan baik, dilihat pada penanganan kasus-kasus mengenai Hak Cipta tersebut di dalam Pengadilan dan sampai keluarnya putusan Hakim atas kasus tersebut - Teori Lawrence Meir Friedman yang Ketiga: Budaya Hukum: Kultur

hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Menurut Friedman, budaya hukum mengacu kepada bagian-bagian dari budaya pada umumnya yang berupa kebiasaan, pendapat, cara-cara berprilaku dan berpikir yang mendukung atau menghindari hukum. Budaya hukum merupakan salah satu komponen dari sistem hukum di samping komponen struktur dan substansi hukum. Komponen budaya hukum merupakan variabel penting dalam sistem hukum karena dapat menentukan bekerjanya sistem hukum. Budaya hukum merupakan sikap dan nilai-nilai dari individu-individu dan kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan (interest) yang kemudian diproses menjadi tuntutan-tuntutan (demands) berkaitan dengan hukum. Kepentingan dan tuntutan tersebut merupakan kekuatan sosial yang sangat menentukan berjalan atau tidaknya sistem hukum. 9

Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.

9Budi Agus Riswandi,M.Syamsudin, 2004, HakKekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,


(32)

2. Teori Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual

Teori lain yang menunjang yaitu berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa teori dasar Perlindungan HKI salah satunya dikemukan oleh Robert M. Sherwood. Teori ini digunakan sebagai pisau analisa untukmejawab rumusan masalah kedua, yaitu upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk. Adapun teori mengenai perlindungan hukum tersebut adalah :

Reward Theory

Teori ini menjelaskan pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual tersebut.

Recovery Theory

Teori inimenyatakan bahwa penemu/pencipta/pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya serta tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang dikeluarkannya tersebut. Incentive Theory

Teori ini mengaitkan pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemu/pencipta atau pendesain tersebut.

Risk Theory

Teori ini menyatakan bahwa hak atas kekayaan intelektual merupakan suatu hasil karya yang mengandung risiko. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil dari suatu penelitian mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang terlebih dahulu menemukan cara tersebut memperbaikinya sehingga dengan demikian adalah wajar untuk memberikan suatu perlindungan hukum terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung resiko tersebut.

Economic Growth Stimulus Theory

Teori ini mengakui bahwa perlindungan atas HAKI merupakan suatu alat dari pembangunan ekonomi dan yang dimaksud dengan pembangunan


(33)

ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sisten perlindungan atas HAKI yang efektif. 10

1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai Efektivitas Pencatatan Motif Kerajinan Perak Bali Sebagai Karya Cipta Yang Dilindungi Menurut Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Desa Celuk merupakan jenis penelitian empiris. Dalam penelitian hukum secara empiris, hukum di konsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata.

“Legal research is an essential component of legal pratctice. It is the process

of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”.11 (Pada intinya penelitian hukum adalah komponen yang penting dari praktik

hukum ini adalah proses menemukan hukum yang mengatur aktivitas dan bahan-bahan yang menjelaskan atau menganalisa hukum itu).

1.8.2. Jenis Pendekatan

Permasalahan penelitian ini dikaji dengan melakukan pendekatan Perundang-undangan dan fakta.

10 Ranti Fauza Mayana,2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era

Perdagangan Bebas, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 45.

11 Morris L Cohen and Kent C Olson, 2000, Legal Research in a Nutshell, west Group ,


(34)

1.8.3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian skripsi ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,keadaan,gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan suatu gejala, atau menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

1.8.4. Data danSumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan sekunder.

1. Data primer adalah data yang bersumber dari suatu penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam penulisan skripsiini adalah dengan cara observasi terhadap kegiatan yang dilakukan para pengrajin perak Bali di Desa Celuk,wawancara terhadap beberapa pengrajin perak bali di Desa Celuk, serta wawancara terhadap staff bidang penyuluhan dan bantuan hukum di Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali, dan terhadap akademisi yang menunjang .

2. Data Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuknbahan-bahan hukum. Data sekunder ini terdiri dari:


(35)

Bahan hukum primer yang di gunakan yaitu:

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 - Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266)

- Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran ciptaan.

- Keputusan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Nomor H-01.PR.07.06 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Permohonan Hak Kekayaan Intelektual Melalui Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM RI.

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia - Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali.

- Peraturan Gubernur Bali Nomor 73 Tahun 2011 tentang Rincian Tugas Pokok Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer . Bahan hukum sekunder yang di gunakan adalah literature yang relevan dengan topik yang di bahas, baik literatur hukum maupun non hukum dan artikel yang diperoleh via internet.


(36)

1.8.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini meliputi: 1. Teknik studi dokumen

Studi dokumen ini dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.

2. Teknik wawancara

Wawancara merupkan salah satu teknik yang sering di gunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini wawancara dilakukan terhadapbeberapa wawancara terhadap beberapa pengrajin perak bali di Desa Celuk, serta wawancara terhadap staff bidang penyuluhan dan bantuan hukum di Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali, dan terhadap akademisi.

3. Teknik Observasi/Pengamatan

Observasi dilakukan dilokasi penelitian yang menjadi pokok kajian. Observasi yang dilakukan dalam penulisan proposal penelitian ini adalah observasi pelaksanaan kegiatan pengrjin perak Bali di Desa Celuk.

1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, teknik pengambilan sampel atas populasi penelitian menggunakan teknik Non Probability Sampling. Ciri umum dari non probability sampling tidak semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Bentuk dari teknik Non Probability Sampling yang di gunakan adalah Kuota Sampling. Kuota Sampling adalah suatu proses penarikkan


(37)

sampel dengan memperhatikan sampel yang paling mudah untuk di ambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri terentu yang menarik perhatian peneliti.

1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Analisa terhadp data-data pada skripsi ini dilakukan dengan analisis kualitatif. Data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka , data sulit diukurdengan angka , bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi dan pengumpulan data menggunakan pedoman waawancara dan observasi. Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan kedalam pola dan tema, dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial dan dilakukan penafsiran dari persepektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan analisa secara kualitatif kemudian data disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.


(38)

2.1. Tinjauan Umum Hak Cipta

2.1.1. Pengertian Hak Cipta dan Dasar Hukum Hak Cipta

Hak cipta merupakan salah satu bentuk hak kekayaan intelektual, dimana hak kekayaan intelektual dibagi menjadi 2 yaitu hak kekayaan industri dan hak cipta. Namun,hak cipta tidak sama dengan hak kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, indikasi geografis, dan perlindungan varietas tanaman. “Berbeda halnya dengan hak kekayaan industry yang meliputi hak perlindungan di bidang teknologi dan desain, hak cipta memberikan perlindungan atas ciptaan-ciptaan di bidang seni sastra, dan ilmu pengetahuan”.12 Hak cipta tidak bertujuan untuk memonopoli dalam menciptakan sesuatu, tetapi hak cipta merupakan hak untuk mencegah orang lain melakukan ciptaan yang sama dengan sebuah ciptaan yang telah memiliki hak cipta tersebut.

Hukum hak cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual, atau membuat turunan dari karya tersebut.Perlindungan di dapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak cipta sering diasosiasikan sebagai jual beli lisensi. Namun distribusi hak cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan.13

12 Tim Yustisi, op.cit, h. x.

13 Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, h. 116. 22


(39)

Pengaturan yang mengatur hak cipta hanya mencakup ciptaan yag berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya,atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili didalam sebuah ciptaan itu. “Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yaitu Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan Hukum HKI”.14 Hak cipta adalah hak milik yang melekat pada karya-karya cipta dibidang kesusasteraan, seni, dan ilmu pengetahuan seperti karya tulis, karya musik, lukisan, patung, karya arsitektur, film, dan lain-lain. Pada hakikatnya, hak cipta adalah hak yang dimiliki Pencipta untuk mengeksploitasi dengan berbagai cara karya cipta yang di hasilkannya.

Pengertian Hak Cipta di dalam UU Hak Cipta dapat kita lihat pada pasal 1 angka1 yang menyatakan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif, setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hak cipta memberikan perlindungan secara otomatis berdasarkan deklaratif dan diekspresikan dengan karya nyata yang bisa dilihat, didengar dan dibaca. Jadi hak cipta melindungi ekspresi atas gagasan itu sendiri bukan idenya, sedangkan benda itu sendiri sudah berupa lagu, kaset,perhiasan , karya tulis yang sudah dilindungi oleh hukum lain. “Sebuah karya desain dapat mempunyai status hukum yang berbeda didasarkan pada (WIPO) (Gaid to the Berne Convention) yang isinya menyatakan apabila sebuah negara tidak mempunyai ketentuan


(40)

khusus yang melindungi desain model, maka harus selalu melindungi karya terapan sebagai karya seni dengan kata lain dilindungi dengan Undang-Undang Hak Cipta”.15

Beberapa kriteria agar ciptaan dapat dilindungi hak cipta adalah:

1. Harus orisinil yaitu hasil kreativitas pencipta sendiri bukan mengcopy; 2. Ada bentuk nyata atau kongkrit misalnya diekspresikan dalam

kertas,audio, ukir, video tipe, kanvas dan lain-lain;

3. Harus terdapat beberapa kreativitas artinya harus dapat diproduksi dengan suatu alat oleh seseorang.16

Mengenai dasar hukum pengaturan hak cipta di Indonesia untuk pertama kali peraturan hak cipta yang berlaku ketika Indonesia merdeka adalah Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912, peraturan tersebut merupakan peraturan peninggalan zaman penjajahan Belanda dan diberlakukan sesuai dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, bahwa sebelum dibentuk peraturan baru maka peraturan-peraturan yang lama masih tetap diberlakukan. Auteurswet 1912 pada pokoknya mengatur perlindungan hak cipta terhadap ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Negara Indonesia baru mempunyai peraturan hak cipta nasional setelah 37 Tahun Merdeka yaitu dengan dibentuknya undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak cipta. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 maka Auterswet 1912 dinyatakan tidak berlaku lagi.17

Setelah lima tahun berjalan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat. Kemudian Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 diubah lagi menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997.“Perkembangan di bidang perdagangan dan industri telah berubah sedemikian pesatnnya sehingga diperlukan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait, maka untuk menjawab perkembangan tersebut diperlukan perubahan kembali undang Nomor 12 Tahun 1997 menjadi

15Budi Santoso, 2005, Butir-butir yang Berserakan, Mandar Maju, Bandung, h.70.

16

Ibid., h.154.

17 Gatot Supromo, 2010, Hak Cipta dan Aspek - Aspek Hukumny, Rineka Cipta,


(41)

undang Nomor 19 Tahun 2002”.18 Seiring berjalannya waktu Undang-undang ini dianggap memiliki kekurangan dan maka dua belas tahun kemudian dilakukan perubahan untuk penyempurnaan mengenai hal-hal yang mencakup perlindungan hak cipta dengan menambahkan mengenai ketentuan perlindungan untuk ekspresi budaya tradisional sehingga oleh karenanya maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang sudah disahkan dan sebagai hukum positif yang menjadi landasan hukum mengenai Hak Cipta.

2.1.2. Pengertian Ciptaan, Karya Cipta, dan Pencipta

“Mengenai pengertian ciptaan secara garis besar dapat didefinisikan yaitu ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra”.19

Ada pula pengertian yang menyatakan bahwa ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra, dari seseorang pencipta atau beberapa orang secara bersama-sama di mana atas inspirasinya lahir suatu ciptaan, berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang di tuangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang mendapat perlindungan hukum.20

Dapat kita lihat dalam UU Hak Cipta yaitu dalam pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa “ Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.” Hak cipta tidak melindungi ide, akan tetapi melindungi ekspresi dari hasil karya cipta tersebut, yang dalam hal ini tidak termasuk metode dan rumus-rumus ilmiah.

18Djamal, 2009, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia, Pustaka

Rema Cipta, Jakarta, h. 6.

19 Budi Agus Riswandi,M.Syamsudin, op.cit, h. 2.

20 Sophar Maru Hutagalung,1994, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di Dalam


(42)

Bentuk ekspresi karya cipta di antaranya:

a. visual, misalnya gambar, sketsa, lukisan, b. suara, misalnya nyanyian, alat musik, c. tulisan, misalnya tesis, novel, puisi, d. gerakan, misalnya tarian, senam,

e. tiga dimensi, misalnya patung, pahatan, ukiran

f. multimedia, misalnya film, animasi, program televisi.

Sebagai subjek hak cipta, bisa manusia dan badan hukum. Inilah yang oleh UUHak Cipta dinamakan dengan pencipta. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta bahwa “Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri -sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi”. Sedangkan Pasal 1 angka 4 UU Hak Cipta 2014 menyatakan “Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta”.

Berdasarkan penjelasan di atas, pencipta hak cipta otomatis menjadi pemegang hak cipta yang merupakan pemilik hak cipta, sedangkan yang menjadi pemegang hak cipta tidak harus pencipta tetapi bisa juga pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta atau pemegang hak cipta yang bersangkutan.

UUHak Cipta membedakan penggolonggan pencipta hak cipta dalam beberapa kualifikasi, sebagai berikut :

1. Seseorang yakni :

a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jendral HAKI;


(43)

b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta;

c. Seseorang yang berceramah tidak menggunakan bahan atau secara tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya ; d. Seseorang yang membuat ciptaan dalam hubungan dinas dengan

pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan.21

Pasal 31 UUHak Cipta :

Kecuali tanpa terbukti sebaliknya yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu orang yang namanya :

a. disebut dalam Ciptaan;

b. dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan; c. disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan dan atau d. tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta

Pasal 32 UUHak Cipta menyatakan “Kecuali tebukti sebaliknya, Orang yang melakukan ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Pencipta ceramah tersebut dianggap sebagai Pencipta”.

2. Dua orang atau lebih

“Jika suatu ciptaan diciptakan oleh beberapa orang, maka yang dianggap sebagai penciptanya :

a. Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan yang bersangkutan atau penghimpunannya;

b. Perancang ciptaan yang bersangkutan”.22 Pasal 33 UUHak Cipta 2014 menyatakan :

(1) Dalam hak ini Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh atau lebih yang dianggap sebagai Pencipta yaitu

21

Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Jakarta h.114.


(44)

Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan.

(2) Dalam hal Orang yang memimpinnya dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang menghimpun Ciptaan dengan tidak mengurangi Hak Cipta masng-masing atas bagian Ciptaannya.

Pasal 34 UUHak Cipta menyatakan dalam hal ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan pengawasan orang yang merancang Ciptaan.

3. Lembaga atau Instansi Pemerintah Pasal 35 UUHak Ciptamenyatakan :

(1) Kecuali diperjanjikan lain Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat oleh Pencipta dalam hubungan dinas, dianggap sebagai Pencipta yaitu instansi pemerintah.

(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara komersial, Pencipta dan Pemegang Hak Terkait mendapatkan imbalan dalam bentuk Royalti.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 36 UUHak Cipta2014 menyatakan “Kecuali diperjanjikan lain, pencipta dan pemegang hak cipta atas ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan”.

4. Badan Hukum

Pasal 37 UUHak Cipta 2014 menyatakan “Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal badan hukum melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu badan hukum”.


(45)

“Dari pengertian ini dapat dikemukakan bahwa pencipta dapat terdiri satu orang atau lebih. Selanjutnya satu orang atau lebih ini mampu melahirkan ciptaan yang diwujudkan dalam bentuk yang khas dan pribadi”.23

2.1.3. Ruang Lingkup Perlindungan Hak Cipta

“Hal yang menarik dari UU Hak Cipta diantaranya adalah bahwa perlindunganyangditawarkannya bersifat otomatis, berlaku seketika saat karya yang bisa diberikan hak cipta dibuat”.24Lahirnya Hak cipta pada sekitar abad ke 6 sampai ke 5 sebelum Masehi. Penemuan Pehriad yang nampak bersahaja ini ternyata dalam perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai nilai dan makna yang penting sekali. Setelah Pehriad meninggal dunia putranya, Apullus sebagai pewaris penemuan itu hijrah dari Yunani kemudian bermukim di Roma. Di negeri itu ternyata ia memperoleh pengakuan perlindungan dan jaminan dari pemerintah Roma atas hasil karya dan cipta ayahnya itu, untuk setiap penggunaan, penggadaan dan pengumuman dari penemuan Pehriad itu, Apulus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai cerminan dari pengakuan hak tersebut. Honorarium dari penggunaan dan pemakaian titik dipakainya untuk kepentingan pribadinya sebagai ahli waris Pehriad, sedangkan imbalan jasa bagi penggunaan koma diserahkan kembali kepada Pemerintahan Roma pengakuan terhadap hak cipta.25

23 Budi Agus Riswadi, Shabhi Mahmashani, 2009, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual

dalam Masyarakat Kreatif, Total Media, Yogyakarta, h. 24.

24 Agus Sardjono, 2010, Hak Kekayaan Intelektual & Pengetahuan Tradisional, Alumni,

Bandung, h. 464


(46)

Keaslian suatu karya baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari beberapa negara yang menganut common law, yakni

copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’ aueteur dan di

Jerman sebagai Urherberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit bukan untuk melindungi si pencipta. Namun seiring dengan perkembangan hukum dan teknologi maka perlindungan diberikan kepada pencipta serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku tetapi drama, musik, artistic work, dan fotografi.26

Perkembangan pengaturan hukum hak cipta sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dewasa ini, bahkan perkembangan perdagangan internasional, artinya bahwa konsep hak cipta telah sesuai dengan kepentingan masyarakat untuk mmelindungi hak-hak si pencipta berkenaan dengan ciptaannya, bukan kepada penerbit lagi. Di sisi lain, demi kepentingan perdagangan, pengaturan hak cipta telah menjadi materi penting dalam TRIPs agreement yang menyatu dalam GATT/WTO. Selain itu konsep hak cipta berkembang menjadi keseimbangan antara kepemilikan pribadi (natural justice) dan kepentingan masyarakat/sosial. Konvensi Berne 1886 tentang International Convention the

Protection of Literary and Artistic Work yang telah direvisi beberapa kali

merupakan basis perlindungan hak cipta secara International. Selanjutnya timbul gagasan untuk menciptakan hukum secara universal yang dikenal dengan

26 Endang Purwaningsih, 2005, Perkembangan Hukum Intelectual Property Rights

Kajian Hukum terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Katalog Dalam Terbitan (KDT), Bogor, h.1.


(47)

Universal CopyrightConvention. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Berne pada tahun 1977.

Konvensi Berne pada hakikatnya mensyaratkan negara anggotanya untuk melindungi karya-karya yang diantaranya sebagai berikut :

1. Karya tertulis, seperti halnya buku dan laporan 2. Musik

3. Karya drama dan Koreografi 4. Karya arsitektur

5. Karya sinematografi dan video

6. Karya adaptasi, seperti terjemahan dan aransemen musik 7. Koleksi/kumpulan seperti ensiklopedi

Demikian juga terdapat konvensi yang hanya mengatur satu aspek saja misalnya mengenai hal berikut :

1. Perjanjian mengenai perlindungan penyiaran televisi tahun 1960, yakni European Agreement on the Protection Television Broadcast. 2. Konvensi Roma mengenai bidang rekaman tahun 1961, yakni

Convention for the Protection of Phonograms Against Unauthorized

Duplication of Their Phonograms.

3. Konvensi Roma mengenai hak salinan (neighbouring right) tahun 1961 yakni International Convention Protection for Performers,

Producers of Phonograms and Broadecasting Organizations.

4. Agreement for the Protection of Type Faces and Their Internasional

Deposit Wina Tahun 1973

5. Agreement Relating to the Distribution of Progeamme Carryin

Signal Transmitted by Satellite di Brussel tahun 1974.

Dengan selesainya Putaran Uruguay, Indonesia juga telah meratifikasi TRIPs tahun 1997, yang mengatur perlindungan karya melalui hak cipta adalah sebagai berikut :

1. Semua karya yang dilindungi berdasar Konvensi Berne 2. Program komputer

3. Database

4. Pertunjukan baik langsung maupun rekaman 5. Rekaman suara

6. Siaran-siaran.27

Seperti halnya jenis-jenis hak yang lainnya dalam lingkungan Hak Kekayaan Intelektual, Hak cipta dianggap sebagai hak kebendaan yang tidak berwujud yang dapat dialihkan kepada orang lain, baik melalui pewarisan, hibah,

27


(48)

wasiat, maupun perjanjian yang terakhir ini dapat berlangsung dalam bentuk jual beli atau lisensi.28 Benda menurut paham undang-undang yang dinamakan

kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik (Pasal 499 KUH Perdata). Sementara itu, kebendaan bergerak menurut sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan. Sebaliknya adalah benda tak bergerak/benda tetap. Hak cipta mengandung pengertian ide dan konsepsi hak milik. Apabila dibandingkan dengan “hak milik” maka hak cipta hanya berlaku selama hidup si pencipta dan 70 (tujuh puluh) tahun sesudah ia meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2). Hak cipta adalah hak khusus (esklusif) bagi pencipta, ia dilindungi dalam haknya terhadap siapa saja yang merupakan hak absolut (Pasal 4). Ancaman pidana dalam Pasal 112 pertanda adanya adanya absolut dalam hak cipta.

Hak Cipta dapat disimpulkan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Hak Cipta adalah Hak Khusus

Dari definisi hak cipta dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 disebutkan bahwa hak cipta adalah hak khusus diartikan sebagai hak khusus karena hak cipta hanya diberikan kepada pencipta atau pemilik/ pemegang hak dan orang lain dilarang menggunakan kecuali atas izin pencipta selaku pemilik hak, atau orang yang menerima hak dari pencipta tersebut (pemegang hak) dan bahwa orang lain tersebut dikecualikan dari penggunaan hak tersebut.

2. Hak Cipta Berkaitan dengan Kepentingan Umum

Seperti telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak khusus yang istimewa. Tetapi ada batasan-batasan tertentu bahwa hak cipta juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat yang juga turut memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum hak cipta atas suatu ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umum dibatasi penggunaannya sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Contoh seorang mahasiswa boleh memfotokopi sebagaian halaman dari sebuah buku tanpa seizin pengarangnya selama perbuatan tersebut untuk kegiatan


(49)

belajar/pendidikan yang bersangkutan dan tidak untuk dikomersialkan.

3. Hak Cipta dapat Beralih Maupun Dialihkan

Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik sebagian maupun keseluruhan. (Pasal 16 UUHC) Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan dua macam cara, yaitu :

a. Transfer/assignment : merupakan pengalihan hak cipta yang

berupa pelepasan hak kepada pihak/orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat, dan perjanjian jual beli.

b. License :merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak kepada pihak lain berupa pemberian izin/persetujuan untuk pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensi. 4. Hak Cipta Dapat Dibagi atau Diperinci

Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan hak cipta dan juga normaprinciple of specification dalam hak cipta, maka hak cipta dibatasi oleh:

a. Waktu : misalnya lama produksi suatu barang ; b. Jumlah : jumlah produksi barang pertahunnya ;

c. Geografis, contohnya sampul bertuliskan “for sale in Indonesia Only”. 29

Dalam hak cipta berisikan hak ekonomi (economi right) dan hak moral

(moral right). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas

ciptaan serta produk Hak terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun. Walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Dari pengertian tersebut jelas bahwa hak ekonomi dari hak cipta dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain oleh pencipta. Sedangkan hak moral tidak demikian, hak moral ini tetap mengikuti dan melekat pada diri pencipta walaupun hak ekonomi dari hak cipta tersebut telah beralih atau dialihkan kepada orang lain. Dengan

29

Suyud Margono dan Angkasa Amir, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, h.19.


(50)

demikian yang dapat beralih atau dialihkan itu hanyalah hak ekonomi saja dari hak cipta, sementara hak moralnya tidak dapat dipisahkan dari penciptanya.30

Hak ekonomi dalam suatu karya cipta adalah berbagai bentuk hak yang dapat dieksploitasi secara ekonomi dan secara gambalang dapat dikatakan bahwa hak ekonomi merupakan hak yang dapat dipisahkan dari penciptanya, sedangkan hak moral berbeda dengan hak ekonomi, yakni merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan dan terus melekat secara substansial kepada penciptanya. Hak moral ini tetap berlaku sekalipun hak ekonomi atas suatu karya cipta sudah dialihkan oleh penciptanya kepada pihak lain.

Sesuai dengan sifat manunggal hak cipta dengan penciptanya, dari segi morality seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu hasil karya cipta, baik itu mengenai judul, isi, hal demikian dapat dilakukan apabila mendapat izin dari pencipta atau ahli warisnya jika meninggal dunia. Dengan demikian, pencipta atau ahli warisnya saja yang mempunyai hak untuk mengadakan hak untuk mengadakan perubahan pada ciptaannya untuk disesuaikan dengan perkembangan. Namun jika pencipta tidak dapat melaksanakan sendiri penyesuaian karya ciptanya dengan perkembangan, hal itu dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penciptanya untuk melaksanankan pengerjaannya.

Dalam kaitannya dengan hak moral ini. Pasal 5 UUHC menyatakan : (1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang

melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk :

a. Tetap mencatumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;


(51)

b. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

c. Mengubah Ciptannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; d. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi disortasi Ciptaan, mutilasi Ciptaan,modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

(2) Hak moral sebagaiman dimaksud ayat 1 tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meniggal dunia. (3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

Dalam penjelasan pasal 5 yang dimaksud dengan “distorsi Ciptaan” adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas Ciptaan. Yang dimaksud dengan “mutilasi Ciptaan“ adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagai Ciptaan.Yang dimaksud dengan “modifikasi Ciptaan” adalah pengubahan atas Ciptaan.

Pembatasan terhadap hak cipta berdasarkan Pasal 43 sampai Pasal 51 UU Hak Cipta. Fungsi sosial hak cipta secara efektif akan lebih mudah dilaksanakan melalui mekanisme pelinsensian wajib, daripada mekanisme sebelumnya. Hal itu tidak dilakukan sendiri oleh Negara melainkan untuk perseorangan. Dengan perlisensian wajib tersebut tidak memberi kesan bahwa Negara memberikan kesempatan kepada warganya untuk melakukan kegiatan yang sebenarnya

merupakan pelanggaran terhadap hak cipta.

Objek dalam hak cipta merupakan ciptaan yang dilindungi dalam hak cipta berdasarkan Pasal 40 UU Hak Cipta :


(52)

(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra terdiri atas :

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. Cermah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. Lagu dan atau music dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan , gambar, ukiran kaligrafi, seni pahat, patungm atau kolase;

g. Karya seni terapan h. Karya arsitektur i. Peta

j. Karya seni batik atau motif lain; k. Karya fotografi;

l. Potret

m. Karya sinemotografi

n. Terjemahan, adapatasi aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional

o. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;

p. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

r. Permainan video dan; s. Program komputer.

Perlindungan hukum terhadap hak cipta ada beberapa pertimbangan digantinya Undang-Undang 19 Tahun 2002 menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang kini berlaku sebagai berikut :

- Indonesia memiliki keanekaragaman etnis/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir keanekaragaman tersebut. - Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian


(1)

ngan huruf-huruf simbol mentra-mentra. Fauna sebagai elemen bangunan yang juga berfungsi sebagai ragam hiasan dikenakan sebagai sendi alas tiang dengan bentuk-bentuk Garuda, singa bersayap atau bentuk-bentuk lainnya.

Ragam hias dari jenis-jenis fauna ditampilkan sebagai materi hiasan dalam berbagai macam dengan namanya masing-masing. Bentuk-bentuk penampilannya berupa patung, kekarangan atau relief-relief yang dilengkapi pepatraan dari berbagai jenis flora.

1. Kekarangan.

Penampilannya expresionis, meninggalkan bentuk sebenarnya dari fauna yang diexpresikan secara abstrak. Kekarangan yang mengambil bentuk-bentuk binatang gajah atau asti, burung goak dan binatang-binatang khayal primitif lainnya dinamai dengan nama-nama binatang yang dijadikan bentuknya.

- Karang Boma

Berbentuk kepala raksasa yang dilukiskan dari leher keatas lengkap dengan hiasan dan mahkota, diturunkan dari cerita Baomantaka. Karang Boraa ada yang tanpa tangan ada pula yang lengkap dengan tangan dari pergelangan ke arah jari dengan jari-jari mekar. Karang Boma umumnya dilengkapi dengan patra bun-bunan atau patra punggel. Di tempatkan sebagai hiasan di atas lubang pintu dari Kori Agung atau pada Bade wadah dan di beberapa tempat se-bagai hiasan elemen lepas seperti papan namadi meja, papan hiasan

gamelan dan bentuk-bentuk hiasan serupa.

- Karang Sae

Berbentuk kepala kelelawar raksasa seakan bertanduk dengan gigi-gigi runcing. Karang sae umumnya dilengkapi dengan tangan-tangan seperti pada karang boma. Penampilannya dilengkapi dengan hiasan flora patra punggel dan patra bun-bunan. Hiasan karang sae ditempatkan diatas pintu Kori atau pintu rumah tinggal dan juga pada beberapa tempat lainnya.

- Karang Asti

Disebut pula karang gajah karena asti adalah gajah. Bentuknya mengambil bentuk gajah yang di-abstrakkan sesuai dengan seni hias yang diexpresikan dengan bentuk kekarangan. Karang asti yang melu-kiskan kepala gajah dengan belalai dan taring gadingnya bermata bulat. Hiasan flora Patra Punggel melengkapi kearah sisi pipi asti. Sesuai kehidupannya gajah di tanah karang asti ditempatkan sebagai hiasan pada sudut-sudut bebaturan di bagian bawah.

- Karang Goak

Bentuknya menyerupai kepala burung gagak atau goak. Disebut pula karang manuk karena serupa pula dengan kepala ayam dengan penekanan pada paruhnya. Kamng goak dengan paruh atas bertaring dan gigi-gigi runcing mata bulat. Sesuai dengan kehidupan manuk atau gagak sebagai binatang bersayap, hiasan Karangmanuk


(2)

yang juga disebut Karang Goak ditempatkan pada sudut-sudut bebaturan di bagian atas. Karang Goak sebagai hiasan bagian pipi dan kepalanya dilengkapi dengan hiasan patra punggel. Karang Goak umumnya disatukan dengan karang Simbar dari jenis flora yang ditempatkan di bagian bawah Karang Goak.

- Karang Tapel

Serupa dengan Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir atas. Gigi datar taring runcing mata bulat dengan hidung kedepan lidah terjulur, Tapel adalah topeng, bagian muka yang diambil dari jenis-jenis muka yang galak. Hiasan kepala dan pipi mengenakan Patra Punggel. Kearah bawah kepala karang simbar dari jenis flora yang disatukan. Karang tapel ditempatkan sebagai hiasan peralihan bidang di bagian tengah.

- Karang Bentulu

Bentuknya serupa dengan Karang Tapel lebih kecil dan lebih sederhana. Tempatnya di bagian tengah atau bagian pada peralihan bidang di bidang tengah. Bentuknya abstrak bibir hanya sebelah atas gigi datar taring runcing lidah terjulur. Hanya bermata satu di tengah tanpa hidung. Hiasan kepala dan pipi Patra Punggel yang disatukan. Ke arah bawah. Karang Simbar yang disatukan merupakan suatu bentuk kesatuan Karang Bentulu.

Bentuk-bentuk karangan lainnya, Karang Simbar dari jenis flora, Karang Batu dari jenis bebatuan. Karang Bunga dari bunga jenis flora sebagai hiasan-hiasan sudut, tepi atau peralihan bidang yang berdekatan atau melengkapi kekarangan dari jenis fauna.

2. Patung.

Untuk patung-patung hiasan permanen umumnya mengambil bentuk-bentuk dewa-dewa dalam imajinasi manifestasinya, manusia dari dunia pewa-yangan, raksasa dalam expresi wajah dan sifatnya dan binatang dalam berbagai bentuknya. Benda-benda souvenir dari kerajinan seni ukir ada pula yang meng-ambil bentuk-bentuk binatang yang umumnya realis naturalis.

Patung-patung dari jenis-jenis fauna yang dijadikan hiasan atau sebagai elemen bengunan umumnya merupakan patung-patung expresionis yang dileng-kapi dengan elemen-elemen hiasan dari jenis-jenis pepa teraan.

Patung-patung dari jenis-raksasa untuk elemen-elemen hiasan yang seakan berfungsi untuk menertibkan. Patung-patung modem ada pula yang kembali ke bentuk-bentuk primitip untuk elemen penghias atau taman atau ruang.

- Patung Garuda

Perwujudannya merupakan Garuda dengan sikap tegak siap terbang, sayap dan ekor mengepak melebar Penempatannya pada bangunan sebagai sendi alas tiang tugeh yang menyangga konstruksi puncak atap. Sesungguhnya tiang tugeh bebas beban sehingga memungkinkan ukiran patung Garuda sebagai alas penyangganya. Untuk fungsinya sebagai penyangga tiang tugeh bahannya dari kayu yang diselesaikan tanpa atau dengan pewarnaan. Sesuai dengan


(3)

penempatannya sebagai sendi tugeh umumnya merupakan Garuda tunggal yang besarnya sekitar empat kali tebal tiang.

Patung Garuda yang difungsikan sebagai hiasan ruang umumnya lengkap dengan pijakan Naga atau Kura-kura dan naga serta awataia Wisnu sebagai pengendaranya. Patung garuda sebagai hiasan simbolis pada bangunan Padmasana ditempatkan pada bagian sisi ulu batur sari dengan sikap tegak terbang. Di atas Patung Garuda dilengkapi dengan Patung Angsa, juga dalam posisi terbang layang. Masing-masing dongan filosofi yang mendukung perwujudan Padmasana. Patung Garuda Wisnu juga diwujudkan untuk pratima yang disakralkan berfungsi ritual. Untuk benda-benda souvenir sebagai kerajinan seni ukur Patung Garuda diwujudkan dalam berbagai variasi dan dimensi dari sebesar biji catur sampai setinggi orang tanpa atau de-ngan pewarnaan.

- Patung Singa

Wujudnya singa bersayap yang juga disebut Sing-ga Ambajra Raja. Dalam keadaan sebenarnya tidak bersayap. Patung Singa bersayap untuk keagungan keadaan setenarnya tidak bersayap. Patung singa difungsikan juga untuk sendi alas tugeh seperti patung Garuda. Bahannya dari kayu jenis kuat, keras dan awet Pitung singa digunakan pula untuk sendi alas tiang pacla tiang-tiang struktur atau tiang-tiang jajar dengan bahan dari batu padas keras, atau batu karang laut yani; putih masif dan keras. Patung singa bersayap juga dibuat sebagai kerajinan seni ukur untuk benda-benda souvenir dari ukuran kecil untuk hiasan meja sampai ukuran besar untuk hiasan ruang. Bahannya dari batu padas kelabu atau kayu jenis keras yang awet, tanpa atau dengan pewarnaan.

Patung-patung singa bersayap ada pula yang disakralkan untuk Pratima sebagai simbol-simbol pemujaan. Untuk petualangan sebagai tempat pembakaran mayat dalam upacara ngaben selain patung lembu, patung singa juga dipakai dengan perwujudan dan hiasan sementara yang ikut terbakar bersama pembakaran mayat di badan Petulangan Patung Singa.

- Patung Lembu.

Umumnya dipakai untuk tempat pembakaran mayat pada upacara ngaben. Bade wadah untuk mengusung mayat dari rumah ke kuburan dalam suatu iring-iringan upacara.

Patung lembu atau patung sapi dalam dimensi kecil juga banyak dikerjakan sebagai kerajinan seni ukir untuk benda-benda souvenir. Di Geria batu ta-bih Klungkung lembu dalam posisi tidur dipakai untuk sendi alas tiang bale gunung rata. Di sebuah Pura Subak di Mas Gianyar patung Lembu kembar dari pasangan batu dipakai untuk mengapit pintu masuk pekarangan. Patung lembu juga menghias beberapa bangunan lain.


(4)

Perwujudan Ular Naga dengan mahkota kebesaran hiasan gelung kepala, bebadong leher anting-anting telinga rambut terurai, rahang terbuka taring gigi runcing lidah api bercabang. Patung Naga sikap tegak bertumpu pada dada, ekor menjulang ke atas gelang dan permata di ujung ekor. Patung naga sebagai penghias bangunan ditempatkan sebagai pengapit tangga menghadap ke depan lekuk-lekuk ekor mengikuti tingkat tingkat tangga ke arah atas. Pemakaian patung Naga sebagai pengapit tangga digunakan pada tangga bangunan-bangunan parhyangan sebagai tempat pemujaan.

Dalam fungsinya sebagai hiasan dan stabilitas filosofis, Patung Naga yang membelit Bedawang kura-kura raksasa ditempatkan pada dasar Padmasana Bedawang Naga juga sebagai dasar Meru seperti Meru tumpang 11 di Pura Kehen Bangli. Untuk bale wadah pada upacara Ngaben bagi kesatria tinggi juga memakai Bedawang Naga sebagai dasar Bade wadah yang disebut naga Badha.

Untuk fungsi ritual Patung Naga bersayap juga digunakan untuk pratima sebagai simbol pemujaan yang disakralkan. Sebagai benda-benda souvenir kerajinan seni ukur juga membuat patung-patung Naga dalam ukuran kecil atau besar yang umumnya disatukan dengan patung Garuda atau Garuda Wisnu yang berpijak pada belitan Bedawang Naga.

- Patung Kura-kura.

Perwujudannya melukiskan Kura-kura raksasa yang disebut Bedawang, sebagai simbol kehidupan dinamis yang abadi,.

Keempat kakinya berjari lima kuku runcing menerkam tanah. Kepalanya berambut api hidung mancung, gigi kokoh datar bertaring runcing mata bulat. Wajah angker memandang ke arah atas depan berpandangan dengan Naga yang membelitnya. Kepala Naga di atas kepala bedawang dalam posisi berpandangan galak dinamis.

Pemakaian Bedawang tidak berdiri sendiri, selalu merupakan kesatuan berbelit dengan Naga atau Bedawang Naga sebagai pijakan Garuda yang dikendarai awatara Wisnu. Garuda dan Bedawang merupakan kesatuan dalam mithologi yang membawakan filosofi kehidupan ritual.

- Patung Kera.

Perwujudannya merupakan kera-kera yang diex-presikan dilukiskan dalam ceritera ramayana. Patung-patung anoman Subali, Sugriwa merupakan patung-patung kera yang banyak dipakai hiasan sebagi bagian dari bangunan seperti pemegang alas tiaig jajar bangunan pelinggih Untuk hiasan terlepas pada bangunan juga banyak digunakan Patung kera dalam bentuk realis dengan bahan kayu atau sabut kelapa untuk dibuat benda-benda souvenir.

- Patung binatang untuk souvenir.

Kerajinan ukiran untuk benda-benda souvenir juga ada mengambil jenis-jenis binatang yang umumnya dalam bentuknya yang realis. Patung-patung sapi, kuda, babi, itik, burung hantu, ikan dan


(5)

beberapa jenis lainnya dibuat dalam dimensi kecil atau sedang untuk hiasan meja atau ruang.

- Binatang sebagai peragaan seni tari.

Perwujudannya serupa patung berbusana lengkap yang menari sebagai topeng orang yang menariknya. Wayang wong atau wayang orang yang mengambil lakon Ramayana memakai topeng berbagai jenis kera seperti sempati. Anoman, Su-baii, Sugriwa dan kera-kera lainnya. Tarian Barong menarikan Barong Ket, Barong Macam, Barong Bangkung, Barong sampi yang merupakan perwujudan bi-natang.

3. Patra Dasar.

Ukiran relief pada bidang-bidang datar menampilkan pula jenis-jenis fauna dalam pola pepatraan yang merupakan pokok dasar hiasan dilengkapi dengan pepatraan pelengkap atau pengisi sisa bidang. Patera-patera pelengkap dari jenis, patra sari, patra punggel atau pepateraan lainnya. Untuk Patra Dasar umumnya juga dari jenis fauna bentuk-bentuk patung. Patra penyu, empas, kura-kura atau Bedawang, Patra naga, Patra Garuda, Patra Singa, Patra Kera dan Patra-patra yang menyajikan ceritera-ceritera wayang atau ceritera-ceritera rakyat sebagai hiasan relief pada bidang-bidang datar atau panil-panil papan juga pada hiasan kain yang dilukis dengan perada gede.

Patra Dasar yang melukiskan jenis-jenis fauna umumnya diturunkan dari legenda Tantri sebagai su-atu ceritera dari kerajaan binatang. Patra dasar yang umumnya realis dari dunia binatang dilengkapi dan divariasi dengan bentuk-bentuk tumbun-tumbuhan dalam bentuk-bentuk-bentuk-bentuk pepatraan. Patra Sari, patra punggel, patra bun-bunan dalam berbagai variasi merupakan patra-patra yang dipakai pelengkap patra dasar.Pada bidang-bidang luas yang memanjang atau bidang-bidang bersambungan juga ditampilkan ceritera-ceritera wayang dan ceritera-ceritera rakyat yang merupakan rangkaian ceritera bersambung dari satu bidang ke bidang lainnya.

Bidang-bidang pada dinding tembok bangunan atau tembok-tembok penyengker merupakan tempat-tempat penampilan patra-patra dasar dari jenis fauna dan jenis-jenis lainnya yang dilengkapi patra-patra pelengkap dari jenis fauna. Bahan ukiran umumnya memakai batu padas kelabu pada bidang-bidang

tembok dan papan-papan panil-panil hiasan atau pemisah ruangan.38

Contoh Motif karang boma

38


(6)