Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Perkembangan dibidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat, sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak
terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas. “Hak cipta adalah
hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu, dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ”.
3
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang selanjutnya disebut dengan UU Hak Cipta pada pasal 1 angka 3 menyatakan
pengertian ciptaan yaitu “ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata “. Di dalam Undang-Undang ini juga mengatur mengenai ekspresi budaya
tradisional dan ciptaan yang dilindungi ini diatur dalam BAB V bagian kesatu dan bagian kedua.
Bali dikatakan sebagai daerah global, masyarakat membangun aktivitas kesehariannya yang mendunia melalui kegiatan-kegiatan industri pariwisata. Dalam
konteks pengaruh globalisasi ini telah berakses pada terjadinya perubahan-perubahan ideologi dan sikap masyarakat Bali. Ideologi masyarakat Bali yang sosial religius,
komunal, dengan lebih mengedepankan kebersamaan kepemilikkan, mengedepankan
3
Yusran Isnaini, 2010, Buku Pintar Haki Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual,Ghalia Indonesia, Bogor, h.1.
sifat kespiritulan dalam kegiatan keseharian, dan sosial ”ngayah” dalam membangun hubungan antara sesama individu,masyarakat.
Pola-pola bisnis yang dibangun masih bersifat tradisonal, dimana usaha-usaha yang berbasis ekonomi misalnya dalam penyediaan industri pariwisata seperti:
restoran, penginapan, hiburan, toko souvenir art shop dan industri kerajinan lainnya dikerjakan dengan cara kekeluargaan. Globalisasi tidak hanya menjadikan
pergeseran, perubahan pada nilai-nilai budaya lokal, serta kemudahan, kenikmatan lahiriah, juga memberikan imbas pada perubahan sistem nilai kemasyarakatan yang
mengarah pada konflik internal, dan eksternal, yang bisa saja akan memusnahkan atau menenggelamkan identitas budaya, dan berujung pada penghancuran sebuah
nilai etnik. Bali pada saat ini sedang mengalami hal serius mengenai apa yang telah dibahas sebelumnya.Hak Cipta juga mempunyai kelemahannya sendiri dalam hal
melindungi karya cipta yang di ciptakan oleh pencipta belum dapat dilaksanakan dengan baik karena masih saja terdapat konflik mengenai hak cipta atas sebuah karya
cipta dan di klaim oleh pihak asing sebagai pemegang hak cipta atas karya cipta yang pada kenyataannya dapat dilihat bahwa sebelumnya pencipta yang merupakan warga
negara Indonesia telah memiliki bukti sertifi kat atas hak cipta. “Begitu ketika hendak
diterapkan untuk melindungi folklore ataupun ekspresi folklore ”.
4
. Pencermatan, pengkajian, analisis oleh para praktisi hukum, budayawan,
akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat, mengenai kasus Hak Cipta ini tidaklah sederhana,antara perajin dengan pengusaha pemilik sertifikat Hak Cipta, tetapi
4
Agus Sardjono, 2009, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia,Bandung, h.150
masalah ini sangat kompleks, dan merambah pada wilayah budaya, dalam bentuk penjajahan budaya yang diklaim merupakan ciptaan pihak Asing.
Bali memiliki macam-macam seni dan budaya seperti yang dijelaskan pada penjelasan pasal 38 ayat 1 UU Hak Cipta baik seni musik, tari, seni rupa yang
berbahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, dan tekstil. Salah satu karya cipta masyarakat Bali adalah motif ornamen yang dapat ditemukan pada bangunan dan
hasil karya kerajinan. “Motif ornamen Bali adalah motif hias yang telah diungkapkan,
diukir,ditatah, digambar dan lain-lainnya ”.
5
Dari beberapa macam yang telah disebutkan ciri khas yang sangat menonjol yaitu karya seni motif kontemporer dan
tradisional. Melihat pada ketentuan pasal 40 ayat 1 huruf j UU Hak Cipta mengatur
mengenai “Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas karya seni batik atau motif lain”. Maksud
dari karya seni motif lain ini yaitu bisa motif yang bersifat kontemporer atau pun tradisional lalu diwujudkan dengan bahan yang diinginkan. Di Desa Celuk
merupakan suatu daerah atau kawasan yang terdapat di Bali yang nota benenya warga di desa ini sebagai pengerajin bergelut dalam bidang karya seni motif kontemporer
atau tradisional perak dan telah di akui dari tingkat nasional maupun sampai pada tingkat Internasional. Dapat juga dilihat ada beberapa pengerajin yang memiliki nilai
tersendiri atas karya ciptanya karena mampu meciptakan kerajinan perak dengan motif yang unik dan eksklusif terlepas dari motif tradisonal yang sudah lumrah atau
5
Made Rinu, 2005, Ornamen Bali, Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI, Denpasar, h.17.
sering diproduksi oleh para pengerajin perak lainnya. Menurut pengrajin perak seperti Bapak I Nyoman Eriawan, menciptakan suatu karya kerajinan perak bernuansa motif
kontemporer dengan kemampuan seni yang tinggi lalu ia menuangkan ide tersebut dan mendapatkan nilai lebih dari motif yang diciptakannya itu karena menjadi ciri
khas dirinya sendiri seperti desain capung yang menjadi ciri khas dari suatu tokoh pengerajin perak yang sangat terkenal di daerah Celuk yaitu UC Silver serta Angel to
Angel yang dimana desaincapung tersebut digunakan sebagai dasasr motif berbagai macam perhiasan yang mereka ciptakan, capung dianggap memiliki nilai filosofi
yang sangat penting baginya.
Selain itu ada juga pengerajin perak yang memiliki motif kontemporer dan merupakan suatu kebaruan dalam kerajinan perak dimana motif tersebut diyakini
memberikan manfaat bagi para penggunanya, motif ini dinamakan Sudhanalaya ini diciptakan oleh Bapak Made Sandiago pemilik dari Wariga Silver karena Made
Sandiago adalah master feng shui Indonesia dan memiliki website feng shui terbesar di Indonesia, kemudian ditambahkan produk simbol feng shui untuk melayani
permintaan dari member indo feng shui yang hampir mencapai sepuluh ribu orang.Barang-barang di Wariga Silver adalah design asli atau digambar dari awal
sesuai dengan pasar oleh Made Sandiago dan tidak dicatatkan pada Departemen Hukum dan HAM dengan alasan mahalnya biaya pencatatanserta sebuah kesadaran
untuk berlaku sesuai hati bahwa setiap bisnis yang jujur akan menghasilkan
kegembiraan dan rasa nyaman. Pengerajin ini memiliki suatu wadah berupa Asosiasi Perak Bali yang di dalamnya beranggotakan seluruh pengerajin perak di Bali.
Dalam hal karya seni motif kerajinan perak Bali baik dari yang kontemporer maupun tradisional ini pengerajin sering mengalami kasus mengenai tuntutan atas
penjiplakan Hak Cipta motif kerajinan perak yang dilakukan pengrajin terhadap pihak asing karena diklaim motif yang digunakan oleh pengrajin dalam kerajinan
yang diproduksinya merupakan Hak Cipta dari pengusaha asing yang telah mencatatkannya dan memiliki sertifikat yang sah. Seperti kasus yang banyak diliput
dan diakses oleh berbagai media lokal, nasional bahkan internasional, secra faktual telah terjadi pada tahun 2006. Dalam publikasi oleh media nasional, Radar Bali,
melaui kuasa hukum Ancient Modern Art LLC, Putu kesuma Rekan, sangat jelas sekali sertifikat Hak Cipta perlu dipertanyakan jika dirunut dengan sistem yang diacu
oleh lembaga HaKI Radar Bali, 8 Agustus 2006. Begitu juga kasus I Ketut Dany Ariyasa desiner lokal Bali yang di gugat dengan objek perkara desain motif motif
kulit crocodile oleh PT. Karya Tangan Indah KTI dengan desain motif batu kali Fajar Bali, 29 April 2008, tidak perlu terjadi perkara apabila pemerannya bekerja
secara professional. Sebelumnya kasus serupa juga terjadi pada tahun 1985, berawal dari Desak Nyoman Suarti, seorang pengusaha perak yang tinggal di desa
Pengoosekkan Ubud, Bali, Indonesia dan tinggal di Amerika, digugat oleh pengusaha asing yang bernama Rois Hill di Pengadilan Negeri Amerika, dengan objek gugatan
desain motif “Anyaman”.
Perkara gugatan ini berawal dari Desak Suarti yang menjual kerajinan perak dengan motif jenis anyaman, kelabang mantra, kelakat, tikar, bedeng kepada Rois
Hillyang bermarkas di Bali. Oleh pengusha asing secara diam-diam konsep desain kerajinan anyaman ini dicatatkan diAmerika dan mendapatkan Hak Cipta, atas nama
pengusaha asing tersebut. Desain kerajinan perak dengan konsep anyaman itu pun telah menjadi milik wrga asing dengan dilindungi sertifikat HKI. Masih di wilayah
Amerika, Suarti yang masih kental dengan perilakun budaya Bali, juga menjual kerajinan peraknya kepada pengusaha asing lannya,dengan konsep yang sama.
Disinilah awal mulainya terjadi persengketaan antara Suarti dengan Rois Hill sebagai pemilik sah atas sertifikat Hak Cipta motif” Anyaman”. Kasus-kasus pelanggaran
HKI tersebut, oleh Agus Sarjono merupakan suatu refleksidarifilsafat hidup, di mana negara-negara maju yang mengususng HKI punya pemikiran bahwa pengetahun
tradisioal sebagai public domain, sehingga siapa saja bebas mengeksploitasi dan mengkomersilkan untuk kepentingan pribadi, dengan mengedepankan individualisme
dan kapitalisme, kemudian mewujudkan gagasan untuk melindungi sebagai hak individu.Sedangkan di Bali, mengusung nilai-nilai kebersamaan dan tidak
berorientasikan nilai-nilai materialistis semata-mata, melainkan juga spiritualisme, dengan gagasan hidupbersama, dengan demikian pengetahuan tradisional sebagai
milik masyarakat,yang tidak boleh diklaim oleh individukelompok. Konsep perlindungan hukum Hak Cipta yang telah dikenal di negara-negara
maju lebih mengedepakan pada perlindungan untuk karya cipta yang diketahui individu penciptanya. Permasalahan muncul disebabkan karena sang pencipta enggan
melakukan pencatatan untuk mendapatkan kepastian hukum yang sah atas apa yang memang sebenarnya menjadi haknya. Serta berkembangnya aspek hukum Hak Cipta
dalam karya-karya budaya yang kepemilikkannya yang bersifat kolektif dan telah di wariskan secara turun-temurun serta tidak diketahui siapa penciptanya. Hal ini
berlawanan dengan kondisi masyarakat negara maju yang telah mengenal dan menerapkan hukum Hak Kekayaan Intelektual dan telah disepakati pada Paris
Convention for the Protection of Indutrial Property pada tahun 1883 dan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works pada tahun 1886.
6
Bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang sangat luar biasa,tidak mengherankan berulang kali pihak asing memanfaatkan tanpa izin dan
atau mengakui karya cipta anak bangsa Indonesia sebagai milik merek dan dalam jangka waktu yang panjang dapat merugikan bangsa Indonesia. Kondisi sebagaiman
dimaksud di atas, sudah selayaknya atau sepatutnya mendapat perlindungan melalui sistem Hak Kekayaan Intelektual dalam sebuah produk peraturan perundang-
undangan tersendiri, sehingga dengan adanya perlindungan di maksud dapat memberikan kekuatan pendorong dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh
masyarakat. Selain dari pada itu dengan perlindungan terhadap karya cipta bangsa Indonesiaakan menentukan eksistensi dan jati diri suatu bangsa dapat dipertahankan
dan ditingkatkan serta dapat mendorong masyarakat meningkatkan kualitas dari ciptaan yang dihasilkan. Pengaturan mengenai ekspresi budaya dalam peraturan
6
Muhamad Djumhana, 2003, Hak Milik IntelektualSejarah,Teori dan Prakteknya di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 12
nasional Undang-Undang Hak Cipta dalam pasal 38 ayat 1 m enyatakan “Hak Cipta
atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya yang tidak diketahui penciptanya, negara tentunya juga
mempunyai kewajiban untuk melindunginya, karena secara hukum pada setiap pemegang hak terdapat juga suatu kewajiban
”. Oleh karena itu sudah seharusnya ada usaha-usaha yang dilakukan oleh negara dalam rangka melindungi folklor.
7
Dan juga melindungi apa yang memang diciptakan oleh anak bangsa, serta masyarakat harus
jeli melihat permasalahan agar dapat mengurangi dan meminimalisir pengklaiman budaya yang dilakukan orang asing karena sesungguhnya yang telah menghasilkan
karya tersebut adalah anak bangsa Indonesia. Ini memerlukan pendalaman agar masyarakat yang bergelut dalam bidang ini mendapatkan perlindungan hukum yang
sah sehingga efektivitas peraturan hukum dan orang yang sepantasnya berhak memiliki hak tersebut saling bersinergi dengan baik.
Dari uraian latar belakang di atas maka terdapat kesenjangn hukum dalam peraturan hukum dengan praktek dimasyarakat karena masyarakat masih
menggunakan sistem, mengusung nilai-nilai kebersamaan dan tidak berorientasikan nilai-nilai materialistis semata-mata, melainkan juga spiritualisme, dengan gagasan
hidupbersama, dengan
demikian pengetahuan
tradisional sebagai
milik masyarakat,yang tidak boleh diklaim oleh individukelompok inilah yang menjadi
pokok permasalahan peraturan yang telah dibuat pemerintah belum dapat diterima
7
M Rizqi, 2010, “ Payung Hukum Folklor dan Traditional Klowledge, URL :http:azmicivillization.wordpress.com20100508payung-hukum-folklor-dan-traditional-knowledge
diakses tanggal 29 Mei 2014
oleh masyarakat secara menyeluruh.Untuk itulah penulis tertarik membuat karya tulis ilmiah yang berjudul : EFEKTIVITAS PENCATATAN MOTIF KERAJINAN
PERAK BALI SEBAGAI KARYA CIPTA YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DI
DESA CELUK.