f. Kekerasan fungsional adalah tindakan memaksa melakukan
sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, meghalangi atau menghambat aktivitas atau pekerjaan tertentu, memaksa
kehadiran tanpa dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain-lain yang relevan.
2.1.4.3 Kekerasan dalam Media
Media sering menyajikan nilai kekerasan. Disajikan sepertinya hanya sebagai berita atau informasi, disajikan dengan
gaya yang indah dan dikemas menjadi berseni, menarik. Namun didalamnya ada tersaji nilai-nilai kekerasan. Nilai-nilai itu dapat
mempengaruhi tanpa sadar masyarakat yang menontonnya. Maka etika komunikasi mau tak mau juga harus merumuskan,
mendefinisikan dan menentukan batas-batas kekerasan. Kekerasan dapat terjadi sebagai dokumen maupun fisik. Juga semacam
latihansimulasi kekerasan. Tanpa terkecuali kekerasan yang sifatnya simbol, kekerasan berupa sikap tidak saling peduli
masyarakat. Dalam hal ini, maka etika komunikasi diciptakan agar dapat mendukung pihak yang rentan menjadi korban kekerasan
media, tanpa terjebak bersikap represif.
http:id.shvoong.com
. Kekerasan dalam media dapat menyebabkan terjadinya
kekerasan social riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
representif masyarakat, alat penggerak hokum. Haryatmoko, 2007:124.
Kekerasan dalam media dibedakan menjadi tiga berdasarkan tiga tipe dunia dalam media, yaitu : Nel dalam buku
Haryatmoko, 2007:127 1. Kekerasan – dokumen – Merupakan bagian dari dunia riil atau
factual. Dalam kekerasan – dokumen terdapat proses gambar yang dapat mempengaruhi psikisme pemirsa, penampilan
gambar tersebut dipahami pemira sebagai dokumen atau rekaman fakta kekerasan. Kekerasan dalam media dapat di
representasikan melalui isinya, missal : dengan tindakan pembunuhan, pertengkaran perkelahian, tembakan bisa juga
dengan situasi konflik, luka, tangisan sehingga timbul emosi yang menggambarkan perasaan yang terdalam dari diri
manusia tersebut. 2. Kekerasan – fiksi – menunjuk kepada kepemilikan dunia yang
mungkin ada, missal : kisah fiksi, film, kartun, komik dan iklan. Kekerasan yang terdapat dalam kisah fiksi dapat
menyebabkan pemirsa terutama pada anak bisa meninggalkan traumatisme dan perilaku agresif. Kekerasan fiksi menjadi
berbahaya apabila member kemungkinan baru yang tidak ada dalam dunia riil.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Kekerasan – simulasi – Berasal dari dunia virtual, misal : dalam permainan video, permainan on-line. Kekerasan – simulasi
memiliki dampak yang sangat besar terhadap anak-anak yaitu dapat melhirkan masalah psikologis diantaranya kemarahan,
kegelisahan, kekecewaan yang lahir dari permainan video. Ketiga bentuk kekerasan diatas sering dikondisikan sebagai
kekerasn simbolik Haryatmoko, 2007:127. Kekerasan simbolik berlangsung karena system informasi dan media besar berjalan
mengikuti aturan tertentu dalam bentuk keseragaman, tuntutan reportase langsung pada kejadian, sensasionalisme, dan
penempatan prioritas informasi yang penuh kepentingan Haryatmoko, 2007: 128.
2.1.5. Respon Psikologi Warna