Film Sebagai Komunikasi Massa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Film Sebagai Komunikasi Massa

Pengertian Film menurut Undang-Undang nomor 8 tahun 1992 81992, tanggal 30 Maret 1992 Jakarta tentang : Perfilman, pasal 1. Film adalah karya cipta seni budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita, video dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya. Komunikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditunjukkan kepada umum, dan film dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Mengapa hanya dibatasi di media tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah karena media itulah yang paling sering Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. menimbulkan masalah dalam semua bidang kehidupan dan semakin lama semakin canggih akibat perkembangan teknologi, sehingga senantiasa melakukan pengkajian yang seksama Effendy,2003:79. Dalam komunikasi massa film dengan televisi mempunyai sifat yang sama yaitu audio visual, bedanya mekanik atau non elektronik dalam proses komunikasinya dan rekreatif-edukatif persuasif atau no informatif dalam fungsinya. Dampak film bagi khalayak sangat kuat dalam menimbulkan efek afektif, karena medianya berkemampuan untuk menanamkan kesan, layarnya untuk menayangkan cerita relatif besar, gambarnya jelas, dan suaranya yang keras dalam ruangan yang gelap membuat suasana penonton mencekam. Seorang komunikator melalui media massa dikatakan mahir, apabila ia berhasil menemukan metode yang tepat untuk menyiarkan pesannya. Meskipun jumlah komunikannya mencapai jutaan, kontak yang asasi adalah antara dua orang, benak komunikator harus mengenai benak komunikan. Komunikasi Massa yang berhasil adalah kontak pribadi dengan pribadi yang diulangi ribuan kali secara serentak. “Jadi dalam komunikasi massa ada 2 tugas komunikator, yaitu mengetahui apa yang ia komunikasikan dan bagaimana ia Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. harus menyampaikannya”Effendy,2003:81. Adapun ciri-ciri dari komunikasi massa adalah : a. Komunikator melembaga b. Pesan bersifat umum c. Media menimbulkan keserempakan d. Komunikan bersifat heterogen e. Proses berlangsung satu arah Menurut, Wright komunikasi massa memiliki empat macam fungsi Wiryanto,2000:11 yaitu : a. Surveillance, menunjuk pada fungsi pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik diluar maupun didalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut Handling News. b. Correlation, meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadian-kejadian, funsi di identifikasikan sebagai fungsi editorial dan propaganda. c. Transmissions, menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai dan norma sosial budaya dari satu generasi kegenerasi yang lain, atau dari anggota-anggota Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. masyarakat kepada pendatang baru. Fungsi ini di identifikasikan sebagai fungsi pendidikan. d. Entertainment, menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang dimaksudkan untuk memberi hiburan tanpa mengaharapkan efek-efek tertentu. Film merupakan media untuk komunikator, yang dalam hal ini adalah orang yang memiliki ide ceritacreator, untuk menyampaikan gagasannya tentang sesuatu. Yaitu apa yang menjadi tema suatu film yang dibuat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mira Lesmana : “Film adalah pilihan hidup saya dan medium ekspresi pilihan saya, buat saya film indonesia adalah rekaman pikiran manusia-manusia Indonesia pada jamannya “Extremely Important To Be Exist.com” Lesmana:2000.Layarkata Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang telah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum McQuail,1994:13 ` 2.1.2. Teori Konstruksi Realitas Sosial Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh berkembang dalam Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. masyarakat dan memproyeksikan kedalam layar. Irwanto dalam Alex sobur.2002:127. Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya itu. Baik realitas dalam bentuk imajinasi maupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan “citra bergerak”moving image namun juga telah di ikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup. Film juga sudah dianggap bisa mewakili citra atau identitas komunitas tertentu. Bahkan bisa membentuk komunitas sendiri, karena sifatnya yang universal. Meskipun demikian, film juga bukan tidak menimbulkan dampak negatif Victor C.Mambor:httpsituskunci.tripod.comteksvictor1.htm Teori konstruksi realitas sosial diperkenalkan oleh peter L Berger, seorang sosiolog interpretative. Bersama Thomas Luckman, ia menulis sebuah risalat teoritis utamanya, The Social Construction of Reality 1996. Menurut Berger realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam mode strukturalis, dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subyeknya. Bagi Berger, Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. realitas sosial secara objektif memang ada, tapi maknanya berasal oleh hubungan subyektif individu dengan dunia objektif. Poloma,2000:299 Berger dan Luckman meringkas teori mereka dengan menyatakan realitas terbentuk secara sosial. Mereka mengakui realitas objektif, dengan membatasi realitas sebagai kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada diluar kemampuan kita. Menurut Berger, kita semua mencari pengetahuan atau kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan kita sehari-hari. Berger setuju dengan pernyataan fenomologis bahwa terhadap realitas berganda daripada hanya suatu realitas tunggal. Berger bersama Garfinkel berpendapat bahwa ada realitas kehidupan sehari-hari yang diabaikan, yang sebenarnya merupakan realitas yang lebih penting. Realitas ini dianggap sebagai realitas yang teratur dan terpola, biasanya diterima begitu saja dan non problematis, sebab dalam interaksi-interaksi yang terpola typified realitas sama-sama dimiliki oleh orang lain. Akan tetapi, berbeda dengan Garfinkel, Berger menegaskan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi subyektif dan obyektif manusia merupakan instrument dalam menciptakan realitas sosial yang obyektif melalui proses internalisasi yang mencerminkan realitas subyektif. Dalam metode yang dialektis, Berger melihat Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. Poloma,2000:13 Bagi Berger, proses dialektis dalam konstruksi realitas sosial mempunyai tiga tahap : Pertama, Eksternalisasi, yakni usaha untuk pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, Ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana Ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Kedua, Objektivasi, yakni hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu aktivitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Ketiga, Internalisasi. Proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh stuktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Melalui proses internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Eriyanto, 2002 : 14-15. Dalam sejarah umat manusia, obyektifikasi, internalisasi dan eksternalisasi merupakan tiga proses yang berjalan terus. Proses ini, merupakan perubahan dialektis yang berjalan lambat, diluar sana tetap dunia sosial obyektif yang membentuk individu- individu dalam arti manusia dalam produk dari masyarakatnya. Beberapa dari dunia sosial ini eksis dalam bentuk hukum yang mencerminkan norma-norma sosial. Aspek lain dari realitas obyektif bukan sebagai realitas yang langsung dapat diketahui, tapi bisa mempengaruhi nilai-nilai sosial. Realitas obyektif ini diinternalisir oleh anak-anak melalui proses sosialisasi dan disaat dewasa merekapun tetap menginternalisir situasi-situasi baru yang mereka temui dalam dunia sosialnya. Akan tetapi, manusia tidak seluruhnya ditentukan oleh lingkungan. Dengan kata lain, proses sosialisasi bukan merupakan suatu keberhasilan yang tuntas manusia memiliki peluang untuk mengeksternalisasi atau secara kolektif membentuk dunia sosial mereka. Eksternalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan aturan sosial. Dengan demikian, masyarakat adalah produk manusia yang tak hanya dibentuk oleh masyarakat, tapi secara sadar atau tidak telah mencoba mengubah masyarakat itu. Poloma, 2000:316. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.1.3. Representasi