GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KESIMPULAN

175 merefleksikan diri kita masing-masing sebagai orangtua, terkhusus dalam pelaksanaan pendidikan iman anak di rumah. Oleh karena itu, saya minta bantuan bapak ibu untuk ikut aktif ambil bagian dalam acara ini, dan kiranya apabila bapak ibu memiliki pertanyaan, kami akan memberikan kesempatan bagi bapak ibu untuk menyampaikannya dan kami akan berusaha membantu menjawab. Pengantar tema : Kewajiban Orangtua 1. Kewajiban Orangtua Keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan iman anak. Kewajiban suami istri untuk memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya berakar pada panggilan suami istri yang menikah. Tugas ini dimengerti sebagai usaha untuk berpartisipasi dan mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Dengan melahirkan anak, orangtua mengemban tugas dan kewajiban membantu anak agar anak-anak yang dilahirkan sungguh mampu hidup sebagai manusia. Tugas itu disebut pertama dan utama karena tak tergantikan dan memperkaya nilai-nilai cinta kasih yang khas dari otangtua sendiri. Tugas dan kewajiban itu sudah diketahui pada waktu mengucapkan janji perkawinan. Orangtua mempunyai kewajiban sangat erat dan hak primer untuk dengan sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, kultur maupun moral dan religius Kan. 1136 Wignyasumarta, 2000: 150. Ada dua alasan prinsip mengapa orangtua Katolik harus memberikan pendidikan iman kepada anak-anak dalam situasi dan kondisi apa pun. Pertama, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pembinaan untuk mencapai pertumbuhan yang meliputi fisik, intelektual, moral dan spiritual. Kedua, orangtua 176 adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan kehidupan dengan segala aspeknya kepada anak. Orangtua juga adalah pewarta iman yang berkewajiban membina pribadi anak-anak supaya mereka mengenal dan menerima kebenaran dan mempunyai pengalaman sebagai pribadi yang dicintai dan mencintai Allah dan sesama Agung Prihartana, 2008: 55-56. Dalam memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak-anak di tengah- tengah keluarga, orangtua sebaiknya mengusahakan cara-cara konkret dalam hal- hal doa pribadi dan bersama, mengikuti perayaan Ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci, ikut ambil bagian dalam kelompok pengembangan iman, dan ikut ambil bagian dalam kegiatan ziarah. a. Doa pribadi dan doa bersama Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur, baik secara pribadi, bersama keluarga maupun komunitas basis gerejawi. Perlu dijelaskan kepada mereka bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka yang masih kecil pada awalnya hanya meniru sikap orangtua saja dalam berdoa, namun secara bertahap sesuai dengan perkembangan umur dan pemahamannya, mereka perlu didorong untuk mengungkapkan isi hati secara spontan dalam berdoa. Selain itu, dalam berdoa mereka dilatih untuk mengungkapkan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario, dan lain-lain PPK, no. 35§1. b. Mengikuti Perayaan Liturgi Sejak dini anak-anak perlu diajak mengambil bagian aktif dalam perayaan liturgi terutama Ekaristi, supaya mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan 177 Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselenggarakan, karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk lebih terlibat di dalamnya. Bila mereka sudah mampu memahami, orangtua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi, yaitu perjamuan kasih Tuhan dan dalam perjamuan itu Tuhan memberikan diri- Nya. Maka, menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus PPK, no. 35§2. c. Membaca dan merenungkan Kitab Suci Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengembangkan iman anak-anak. Melalui pembacaan Kitab Suci, anak-anak mengenal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya. Melalui pembacaan Kitab Suci itu, anak-anak menemukan dasar iman, yaitu ajaran-ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui teladan hidup-Nya dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci. Jadi, Kitab Suci adalah buku pegangan yang paling tepat untuk anak-anak PPK, no. 35§3. d. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman Untuk membantu orangtua dalam memberikan pendidikan iman dan menumbuhkan sikap menggereja dalam diri anak, mereka dihimbau untuk senantiasa mendorong anak-anak untuk ikut aktif dalam kelompok pembinaan iman, misalnya sekolah minggu, Pembinaan Iman Anak dan Pembinaan Iman 178 Remaja PIA dan PIR. Dalam pertemuan kelompok-kelompok tersebut, anak- anak dibantu untuk memperkembangkan iman dan dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja PPK, no. 35§4. e. Ikut Ambil Bagian dalam Ziarah Ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan buah-buah yang baik. Maka, orangtua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka PPK, no. 35§5. Agar kewajiban mendidik anak berhasil, orangtua harus menciptakan suasana kondusif yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Suasana kondusif yang dimaksud yaitu suasana kekeluargaan yang ditandai oleh adanya kasih sayang, harmonis, saling menghormati, komunikasi yang jujur dan terbuka. 2. Pemutaran video klip lagu “sayangilah keluarga kita” Tuhan memberikan kita Ibu bapa yang mulia Untuk membentuk satu keluarga Kristus Kita sebagai anak anugrah Tuhan Ibu bapa memainkan Peranan penting dalam keluarga Ayah bekerja mencari nafkah Ibu menjaga kita 179 Pengorbanan mereka tidak ternilai Reff : Sayangilah keluarga kita Hormatilah ibu bapak kita Tuhan memanggil mereka menjadi ibu bapak, hohoo Kita dipanggil menjadi anak mereka Oleh itu hargailah keluarga kita Yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus Tuhan membantu keluarga kita Di saat kesusahan Tuhan menghiburkan keluarga kita Di saat kesedihan Tuhan tinggal bersama keluarga kita Hidup lah kita sebagai hohoo Satu keluarga Kristus Membenahi hidup yang harmonis saling mengasihi Berjalan terus bersama Tuhan kembali reff Bersatulah kita dalam keluarga Hargailah keluarga yang diberi oleh Tuhan Kita adalah umat pilihannya Mengasihi satu sama lain itulah cinta kasih Tuhan 180 Sesi I : Mengenalkan Kitab Suci kepada Anak 1. Materi Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengembangkan iman anak. Melalui Kitab Suci, anak dapat mengenal Allah yang menyelamatkan manusia melalui diri Yesus Kristus. Paulus VI melalui FC menyuarakan “Keluarga seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil disiarkan dan asal Injil memancar. Dalam keluarga yang menyadari tugas perutusan itu, semua anggota mewartakan Injil dan Injili. Orangtua tidak hanya menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, tetapi dari anak-anak mereka sendiri dapat menerima Injil yang sama seperti yang mereka hayati secara mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi penginjil bagi banyak keluarga lainnya, dan penginjil rukun tetangga, yang meliputi keluarga tersebut sebaga i salah satu bagiannya” FC, art. 52. Dengan demikian, orangtua merupakan pewartaa Injil yang pertama bagi anak mereka. Sekolah minggu atau Bina Iman dapat membantu, namun tidak dapat menggantikan peran orangtua dalam mewartakan Injil kepada anak. Orangtua perlu mengajari anak perintah Tuhan dan kasih karunia. Orangtua harus membantu anak untuk menemukan panggilan hidup mereka. Namun, kecenderungan yang terjadi sekarang adalah orangtua tidak menyediakan waktu untuk merenungkan firman Tuhan bersama-sama. Sebagai orangtua, kita harus menanggapi kerinduan jiwa mereka untuk mengenal Tuhan. 2. Cerita “Salah Membaca Kitab Suci” Ada seorang yang ingin mengetahui kehendak Allah tentang sesuatu hal. Dia mengambil Kitab Suci dan membuka secara sembarangan serta menjatuhkan 181 jari telunjuknya pada halaman tertentu dengan mengandalkan bahwa ayat yang ditunjukkan oleh jarinya akan mengatakan kepadanya apa yang patut dibuat. Betapa menyedihkan hatinya sebab jarinya menunjuk pada teks Matius 27:5 yang mengatakan bahwa Yudas keluar dan menggantung diri. Orang itu berpikir agar lebih baik mencoba lagi. Kali ini jari telunjuknya menunjuk pada teks Lukas 10:37, yang berbunyi, “Pergilah dan berbuatlah yang sama.” Ketika dia mengikuti metode yang sama untuk ketiga kalinya, jarinya jatuh pada teks Yohanes 13:27, yang berbunyi, “Bergegaslah dengan apa yang hendak engkau laksanakan.” 3. Makna Dari cerita di atas, kita dapat belajar bahwa penting bagi orangtua untuk mengenalkan Kitab Suci kepada anak sejak dini, sehingga anak tahu bagaimana membuka dan membaca Kitab Suci, bahkan mengormati dan meletakkan Kitab Suci di tempat yang pantas dan layak. Mengenalkan Kitab Suci kepada anak tidak perlu dengan metode kuliah atau sekolah, tetapi orangtua dapat mengajak anak membaca Kitab Suci bergambar, menceritakan kisah Yesus maupun santo santa, bermain tebak-tebakan atau kuis Kitab Suci, mewarnai gambar tokoh-tokoh Kitab Suci dan menceritakan isi gambar tersebut. Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengembangkan iman anak-anak. Melalui Kitab Suci, anak dapat diperkenalkan tokoh-tokoh Kitab Suci, kehidupan Yesus dengan kisah-kisah yang menarik, anak-anak mengenal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. 182 Sesi II : Mendukung dan Melibatkan Anak dalam Kegiatan Menggereja 1. Materi Hidup menggereja diibaratkan sebagai sebuah keluarga kecil, di mana umat sepantasnya terlibat akan seluruh aspek kehidupan yang terjadi. Gereja secara rohani diartikan sebagai umat Allah dan kita tubuhnya dengan Kristus adalah kepalanya. Jadi, jika kita terlibat dalam kegiatan menggereja merupakan hal yang istimewa. Orangtua perlu mengenali bakat dan kemampuan yang dimiliki anak serta mengarahkan untuk mengembangkannya demi kemuliaan Tuhan. Maka jika anak berbakat musik, entah menyanyi atau bermain alat musik, gabungkanlah mereka dalam kelompok koor atau pemazmur di gereja. Jika anak berminat untuk berorganisasi, gabungkanlah mereka dalam kegiatan organisasi Paroki, seperti Putra-putri Altar, PIA, PIR, lektor, dan sebagainya. Melalui keluargalah anak-anak secara berangsur-angsur diarahkan kedalam persekutuan dengan saudara-saudari seiman yang lain di dalam Gereja. Orangtua berkewajiban untuk membawa anak untuk turut mengambil bagian dalam kehidupan Gereja, baik dalam ibadat maupun kegiatan rohani dalam kelompok Gereja. Persaudaraan sesama umat Katolik di dalam Kristus, harus juga diperkenalkan sejak dini kepada anak. Sedini mungkin mereka harus menyadari bahwa selain menjadi anggota keluarga sendiri, ia merupakan anggota keluarga Allah yang lebih besar, yaitu Gereja. Sehingga jika ia aktif mendukung Gereja, artinya ia turut memuliakan Allah yang mendirikannya. Sejak dini anak dapat dilibatkan dalam kegiatan Bina Iman Anak. 183 Kelompok Bina Iman Usia Dini hendaknya berperan sebagai wadah yang mendukung, melengkapi dan memperkaya bina iman usia dini dalam keluarga, dalam wadah prasekolah dan sekolah. Hal ini makin berhasil apabila pembina bukan hanya petugas comotan melainkan dipersiapkan sebaik-baiknya. Kerja sama dengan keluarga dan wadah-wadah lain hendaknya dilaksanakan dengan komunikasi timbal balik sehingga ada koordinasi yang dapat mengurangi pengulangan dan tumpang tindih yang tidak hanya membosankan anak, melainkan juga membuang waktu dan tenaga serta dana PBIUD, no. 30.3. Dengan melibatkan anak dalam kehidupan menggereja, berarti orangtua telah terbantu melaksanakan kewajibannya dalam memberikan pendidikan iman anak. Selain itu, kegiatan menggerja akan melatih anak untuk berorganisasi, menghargai sesama, berbagi. 2. Artikel Menata Gereja Kecil Ada seorang bapak yang bercerita bahwa ia terlibat aktif dalam kegiatan- kegiatan di Parokinya. Ia pernah menjabat sebagai salah satu pengurus inti Dewan Paroki. Ia kerap menjadi anggota panitia dalam acara-acara besar di Paroki. Namanya dikenal luas dan relasinya banyak. Baginya, pelayan untuk Tuhan tidak boleh ditawar-tawar. Makanya, di tengah kepadatan waktu kerja dari hari Senin-Jumat di mana tiap hari ia biasa pulang malam, Sabtu dan Minggu difokuskannya untuk kegiatan di Paroki. Jika keadaan mendesak, pada hari-hari kerja pun ia menyempatkan diri untuk terlibat aktif. 184 Namun, suatu ketika ia mulai bertanya diri, apa arti terlibat dalam kegiatan Paroki baginya? Kesadaran itu bermula dari pengalaman dalam rumah tangganya sendiri. Kedua anaknya yang masih kecil tidak pernah mengiyakan ajakannya untuk mengikuti kegiatan sekolah minggu di gereja. Bahkan, pada suatu hari Minggu, anaknya tidak mau ke Gereja. Ia merasa hilang akal saat itu. Sedangkan istrinya sesekali saja terlibat dalam kegiatan Paroki. Ia semakin tidak nyaman, tatkala seorang ibu yang sama-sama terlibat aktif di Paroki bergurau dengan suatu ketika. “Ajak dengan istri dan anak-anaknya sesekali dong, Pak”, kata ibu itu. Sejak itu berkecamuk rasa curiga dalam dirinya. “Kok, bapak ini aktif tapi istri dan anak-anaknya jarang kelihatan.” Ia curiga, orang-orang berkata begitu dalam hati mereka. Ia menjadi kecewa. Dalam hatinya ia bertanya, apakah Tuhan tidak melihat segala pengorbanannya selama ini? Mengapa, Tuhan tidak memberikan berkat bagi keluarganya? Apakah ini cobaan dari Tuhan? Ia kerap bingung dengan persoalannya itu. Sempat timbul niat untuk tidak terlibat lagi dalam berbagai kegiatan Paroki. Sampailah pada suatu peristiwa di mana ia diundang temannya yang sama- sama aktif dalam kegiatan di Paroki untuk menghadiri acara ulang tahun putrinya yang berusia enam tahun. Saat itu ia terheran-heran. Anak itu mendaraskan doa secara spontan dan amat lancar. Sebelum acara makan, anak itu lagi-lagi memimpin doa dengan khusyuk. Kedua tangannya dikatup. Matanya dipejamkan. “Kok bisa ya, dia berdoa secara lancar itu?”, katanya dalam hati. Tertarik dengan sikap anak itu ia mulai berbicara dari hati ke hati dengan temannya, tak lain ayah dari anak itu. Saat itulah ia mulai sadar. Baginya, 185 kebiasaan temannya itu patut diteladani. Pasalnya, di tengah kesibukan kerja, temannya itu selalu menyempatkan diri pada pagi hari untuk memberikan tanda salib di dahi putrinya. Begitu juga menjelang tidur malam. Juga ada kebiasaan makan dan doa bersama. Kamar putrinya dihiasi dengan berbagai gambar kudus. Ia sadar, kegiatan rohani seperti itu kerap diremehkannya, bahkan nyaris tidak dilakukan kepada anak-anaknya. Tidak ada kata terlambat baginya. Sejak itu ia membangunkan kebiasaan baru di rumah tangganya. Anak-anak diajak berdoa bersama. Saat makan malam, anak-anaknya mulai bercerita tentang kehidupan di sekolahnya. Ia juga membacakan kisah para santo-santa kepada kedua anaknya itu. Ditempelkannya gambar-gambar kedua dan salib di kamar mereka. Suatu ketika ia merasa terharu. Anaknya yang bungsu bertanya, “Pa, patung yang depan gereja itu Santo Fransiskus kan?” ternyata si bungsu baru saja berdepat dengan kakaknya soal patung itu. Dan beberapa malam sebelumnya ia memang sempat menceritakan kisah hidup Santo Fransiskus Asisi kepada mereka. Ia lantas berpura- pura tidak tahu. “Aduh papa ga tau. Nanti hari Minggu kita tanya romo sekalian ikut sekolah m inggu?”. Ternyata pada hari Minggu setelahnya, ia dibangunkan oleh kedua anaknya pagi-pagi. Mereka sudah mandi dan siap-siap ke gereja dengan senyum sumringah. 3. Makna Orangtua berkewajiban untuk membawa anak-anak ikut turut mengambil bagian dalam kehidupan Gereja, baik dalam ibadah di Paroki atau Lingkungan, 186 atau kelompok wadah yang disediakan oleh Gereja. Wadah inilah yang akan membantu orangtua melaksanakan pendidikan iman sekaligus sebagai pelengkap. Orangtua dapat mengajak anak untuk mengikuti sekolah minggu, lektor, atau jika anak memiliki bakat bernyanyi dapat digabungkan dalam kegiatan permazmur. Ketika anak sudah menerima komuni pertama, tidak salahnya orangtua mengajak dan mendukung tergabung dalam misdinar. Orangtua dapat mengajak anak mengikuti doa atau misa Lingkungan, pedalaman AAP atau Adven. Sesi III : Doa Bersama dalam Keluarga 1. Materi Doa adalah nafas iman, maka jika kita ingin menanamkan iman kepada anak, pertama-tama kita harus mengajari mereka berdoa. Kita tidak hanya mengajari saja, kita perlu berdoa bersama-sama dengan mereka. Dalam setiap keadaan, baik susuh ataupun senang dalam keluarga kita perlu berdoa. Teladan konkret dan kesaksian hidup orangtua sungguh mendasar dan tak tergantikan dalam mendidik anak untuk berdoa. Orangtua mempunyai peran yang sangat penting untuk mengajarkan anak berdoa. Marilah kita dengarkan seruan Paulus VI kepada orangtua: “Ibu-ibu, apakah anda mengajarkan kepada anak-anak anda doa-doa Kristiani? Apakah anda mempersiapkan mereka, bersama dengan imam- imam, untuk menerima sakramen-sakramen pada masa muda mereka, yakni: pengakuan dosa, komuni dan penguatan? Bila mereka sakit, apakah anda mendorong mereka untuk mengingat Kristus yang menderita, untuk memohon pertolongan Santa Perawan Maria dan orang-orang kudus? Apakah anda berdoa rosario bersama: Dan anda semua, bapak-bapak, berdoakah anda bersama dengan anak-anak anda, dengan seluruh persekutuan rumahtangga, sekurang-kurangnya kadang-kadang? Teladan 187 anda untuk jujur dan tulus, berpikir dan bertindak, digabung dengan doa bersama, merupakan pelajaran untuk hidup, tindakan bersembah sujud yang istimewa nilainya. Dengan cara itu anda mendatangkan kedamaian pada rumah anda: Pax huic domui. Ingatlah, dengan cara itulah anda membangun Gereja FC, art. 60 ”. Selain dari doa pagi dan malam, keluarga dianjurkan untuk berdoa devosi dan penyerahan kepada Hati Kudus Yesus, bermacam devosi kepada Bunda Maria, terutama doa rosario, mengucapkan doa sebelum dan sesudah makan, dan pelaksanaan doa devosi lainnya. Tentang doa rosario, Paus Yohanes Paulus II mengacu kepada himbauan Paus Paulus VI: “Sekarang Kami berhasrat, sebagai kelanjutan gagasan para pendahulu Kami, untuk menganjurkan dengan kuat doa Rosario keluarga... Tidak ada keraguan bahwa... Rosario harus dipandang sebagai salah satu dari doa- doa bersama yang paling baik dan paling manjur yang dianjurkan pada keluarga Kristiani untuk mendoakannya. Kami suka berpikir, dan berharap dengan tulus, bahwa bila berkumpulnya keluarga menjadi saat berdoa, Rosario merupakan cara berdoa yang sering dipakai dan disenang FC, art. 61 ”. Dengan demikian, kebaktian sejati kepada Santa Perawan Maria, yang terungkap dalam cinta kasih yang tulus kepadanya dan dalam meneladan sikap rohani batinnya dengan jiwa besar, merupakan sarana yang istimewa untuk memupuk persekutuan penuh kasih dalam keluarga dan untuk mengembangkan spiritualitas perkawinan dan keluarga. Di atas semua itu, doa bersama sebagai satu keluarga merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab tergenapilah firman Tuhan dalam Matius 18:19-20 yang mengatakan “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku, di situ Aku ada di tengah- tengah mereka”. Tak heran, Bunda Teresa mengajarkan, “Keluarga yang berdoa bersama akan tetap bersama”. Doa merupakan modal yang terkuat bagi keluarga untuk melaksanakan tugas mereka, jadi keterlibatan nyata sebuah 188 keluarga Kristiani dalam kehidupan dan misi Gereja, berbanding lurus dengan kesetiaan dan intensitas doa yang didoakan oleh keluarga, yang melaluinya keluarga disatukan dengan Sang Pokok Anggur yaitu Kristus Tuhan. 4. Cerita “Doa itu Kebutuhan” Suatu waktu di gereja, seorang pendeta bertanya kepada satu keluarga, “Apakah kalian melakukan doa bersama?” “Maaf, Pak pendeta,” jawab kepala keluarga itu, “Kami tidak punya waktu untuk itu.” Pendeta itu berkata, “Seandainya kamu tahu salah seorang anakmu akan sakit, apakah kalian tidak berdoa bersama memohon kesembuhannya?” “Oh, tentu kami akan berdoa,” jawab sang ayah. “Seandainya kamu tahu bahwa ketika kamu tidak berdoa bersama, salah satu anakmu akan terluka dalam kecelakaan, apakah kamu tidak akan berdoa bersama?” “Kami pasti akan melakukannya.” “Seandainya untuk tiap hari kamu lupa berdoa, kamu akan dihukum lima ratus ribu, apakah kamu akan berdoa?” “Tentu Pak, kami akan berdoa bersama. Tapi maaf, apa maksud pertanyaan- pertanyaan tadi?” “Begini pak, saya pikir masalah keluarga anda bukan soal waktu. Buktinya anda ternyata selalu punya waktu untuk berdoa. Masalahnya adalah, Anda tidak menganggap doa keluarga itu penting, sepenting membayar denda atau menjaga agar anak- anak tetap sehat.” 189 2. Makna Doa seharusnya menjadi kunci pembuka di pagi hari dan gembok pelindung di malam hari. Doa memberi kekuatan kepada orang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya, dan memberi keberanian kepada orang yang takut. Jika kita berdoa saat kesulitan, doa itu akan meringankan kesulitan kita. Jika kita berdoa pada saat gembira, doa itu akan melipat gandakan kegembiraan kita. Bila akhir-akhir ini kita tidak atau jarang berdoa, sekaranglah waktunya untuk memulai kembali. Komunikasi langsung dengan Tuhan melalui doa dapat menciptakan keajaiban bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain. Orangtua dapat membiasakan anak dengan berdoa bersama sebelum dan sesudah makan, doa pagi atau sebelum beraktivitas dan doa malam atau sebelum tidur, doa rosario, doa litani atau devosi. Di atas semua itu, doa bersama sebagai satu keluarga merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab dengan melaksanakannya, firman Allah dalam Mat 18:19- 20 tergenapi atas mereka, “Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah- tengah mereka.” Refleksi 1. Kutipan Ayat Kitab Suci Kitab Suci memuat ajaran bahwa pengajaran iman kepada anak diperlukan, hal ini terungkap dalam beberapa perikop: 190 - Ulangan 11:19 Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. - Amsal 22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. - Amsal 29:17 Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu. - Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak- anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. 2. Pertanyaa refleksi a. Ayat mana yang mengesan bagi anda? b. Pesan apa yang terdapat pada ayat tersebut? Penutupan 1. Pemutaran video “Kisah Pensil” Sebagai peneguhan agar orangtua semakin mantap melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan pendidikan iman anak di rumah, dalam sesi penutup ini diputarkan video “kisah pensil”. “Kisah Pensil” ini memberikan pesan bahwa setiap orang diciptakan secara unik dengan tujuan 191 tertentu. Untuk menjadi pribadi yang terbaik ada lima hal yang harus diketahui sebelum Tuhan mengutus kita. Pertama, kita akan mampu membuat hal-hal besar, hanya jika kita membiarkan diri kita dituntun oleh tangan Pencipta. Kedua, dari waktu ke waktu, kita akan mengalami pengalaman yang menyakitkan, melalui kesulitan dan masalah. Tetapi pengalaman ini kita butuhkan untuk menjadi pribadi yang kokoh. Ketiga, kita memiliki kemampuan memperbaiki setiap kesalahan yang kita lakukan, dan melalui hal itu kita akan bertumbuh dan berkembang. Keempat , bagian terpenting dari diri kita adalah bagian terdalam dari jati diri kita. Dan kelima, pada setiap jalan yang kita lalui, kita harus meninggalkan tanda yang jelas. Apa pun situasinya, kita harus terus melayani Pencipta dalam segala hal. Dengan memahami dan mengingatnya, marilah kita melanjutkan panggilan kita sebagai orangtua dengan penuh makna dan menjalin hubungan yang erat dengan Pencipta dan sesama dalam kehidupan sehari-hari. 2. Doa Penutup Untuk mempraktekan keberhasilan pemahaman dan penyadaran kita akan doa, diharapkan salah seorang dapat memimpin doa sebagai ungkapan tulus kita atas karya baik Allah. Setelah itu, kesempatan diberikan kepada siapa saja yang ingin menyampaikan doa-doa permohonan sebagai penutup acara ini. 192

BAB VI PENUTUP

Bab VI menjadi penutup dari keseluruhan isi skripsi. Pokok dari bab penutup ini akan diuraikan tentang kesimpulan isi skripsi dan saran bagi beberapa pihak yang bersangkutan selama penulis menyusun skripsi.

A. KESIMPULAN

Pendidikan iman bagi anak merupakan kewajiban pertama dari orangtua. Pendidikan dimulai sejak masa kehamilan, sehingga selama anak masih dalam kandungan, sang ibu tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga memberikan rasa damai, nyaman, dan penuh kasih. Orangtua tidak boleh menunda, menghentikan bahkan meniadakan pendidikan iman bagi anak. Penegasan ini bentuk tanggung jawab Gereja untuk mengingatkan kewajiban hakiki dan martabat orangtua sebagai pendidik pertama dan utama, sehingga orangtua harus memberikan pendidikan dalam situasi dan kondisi apa pun. Orangtua dapat mengusahakan cara-cara konkret pelaksanaan pendidikan iman anak, seperti mengenalkan Kitab Suci kepada anak, mengikuti perayaan Ekaristi, membiasakan anak berdoa pribadi dan bersama, melibatkan anak dalam kegiatan menggereja dan ikut ambil bagian dalam kegiatan ziarahrekoleksiretret. Dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak, orangtua perlu memperhatikan tahapan perkembangan iman anak, sehingga orangtua dapat memberikan pendidikan iman sesuai dengan usia anak. 193 Pendidikan iman anak akan sulit diwujudkan mengingat situasi khusus dan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam keluarga dengan pasangan orangtua perkawinan beda agama dan beda gereja. Paus Paulus VI melalui KHK menekankan kewajiban orangtua untuk membaptis dan mendidik anak dalam iman Katolik sebagai wujud tanggung jawab Gereja melindungi hak dan kewajiban anggotanya terutama pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja. Dengan demikian, pasangan perkawinan beda agama dan beda gereja memberikan janji yang jujur akan berbuat sesuatu dan sekuat tenaga untuk membaptis dan mendidik anaknya dalam Gereja Katolik. Tidak semua pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja selalu memberikan pendidikan iman bagi anak di rumah. Terbukti dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 55 pihak Katolik tidak mengenalkan dan mengajak anak membaca Kitab Suci kepada anak, 50 pihak Katolik jarang dan tidak pernah mengajak dan mendukung anak mengikuti kegiatan menggereja seperti PIA, PIR, misdinar, MUDIKA, dan sebagainya, 45 pihak Katolik jarang dan tidak pernah melakukan doa bersama di keluarga. Kurangnya kesadaran orangtua dalam memberikan pendidikan iman anak di rumah dikarenakan banyak faktor, yang meliputi kesibukan orangtua, kedekatan anak dengan pihak non Katolik, usia anak yang masih balita dan anak mengikuti iman pihak non Katolik. Dari permasalahan yang ditemukan, penulis mencoba menyusun kegiatan pembinaan dengan model rekoleksi bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja terkhusus pihak Katolik. Materi pembinaan dipersiapkan khusus sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan umat. Suasana dan tempat yang berbeda ini diharapkan bisa membuat pasangan suami istri perkawinan beda 194 agama dan beda gereja semakin menyadari dan lebih siap menjalankan kewajiban sebagai orangtua Katolik.

B. SARAN

Selama penulis menyusun skripsi, penulis menemukan banyak hal yang berkesan. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis ingin menyampaikan beberapa saran yang menjadi bahan pertimbangan untuk kebaikan di masa mendatang. 1. Bagi Pasangan Suami Istri Beda Agama dan Beda Gereja Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja dapat menyadari kewajibannya sebagai orangtua yang menjadi pendidik pertama dan utama anak, tekhusus dalam pemberian pendidikan iman. Pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja terkhusus pihak Katolik harus menjalankan janji yang pernah diucapkannya untuk mendidik dan membaptis anak dalam iman Katolik. 2. Bagi Romo Paroki Romo Paroki lebih memperhatikan dan memberikan pendampingan khusus bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja, khususnya bagi pasangan yang mengalami kesulitan dan jalan buntu, sehingga mereka merasa disapa dan diperhatikan. 195 3. Ketua Lingkungan Ketua Lingkungan dapat mengingatkan dan mengajak pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda gereja beserta anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan hidup menggereja. 196 DAFTAR PUSTAKA

A. Dokumen Gereja

Konferensi Waligereja Indonesia. 2011. Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor. Konsili Vatikan II. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II R. Hardawiryana, Penerjemah. Jakarta: Obor Dokumen asli diterbitkan tahun 1996. ______. 1990. Sacrosanctum Concilium. R. Hardawiryana, Penerjemah. Jakarta: Dokpen KWI. ______. 1992. Catechesi Tradendae. R. Hardawiryana, Penerjemah. Jakarta: Dokpen KWI. ______. 1994. Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern: Amanat Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II Seri Bina Keluarga. A. Widyamartaya, Penerjemah. Yogyakarta: Kanisius dalam kerja sama dengan Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang Dokumen asli diterbitkan tahun 1981. LAI. 1995. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia

B. Buku

Agung Prihartana. B.R. 2008. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur Beda Agama. Yogyakarta: Kanisius. Agus Cremers. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan menurut James W. Fowler: Sebuah Gagasan Baru dalam Psikologi Agama. Yogyakarta: Kanisius. Bagus Irawan, Al. 2007. Menyikapi Masalah-masalah Keluarga. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Catur Raharso, Alf. 2006. Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik. Malang: Dioma. Fau, Eligius Anselmus F. 2000. Persiapan Perkawinan Katolik: Pendasaran Hukum Gereja. Ende: Nusa Indah. Fowler, James W. 1995. Teori Perkembangan Kepercayaan: Karya-karya penting. Agus Cremers, penerjemah. Yogyakarta: Kanisius. Go, Piet. 1990. Pokok-pokok Moral Perkawinan dan Keluarga Katolik. Malang: Dioma. ______. 1994. Dinamika Pengembangan Keluarga Katolik: Tinjauan Teologi- Pastoral. Malang: Dioma. Groome, Thomas H. 2010. Cristian Religius Education: Pendidikan Agama Kristen Diterjemahkan oleh Daniel Stefanus . Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hardiwiratno, J. 1994. Menuju Keluarga Bertanggung jawab. Jakarta: Obor. Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan . Yogyakarta: Diva Press.