LATAR BELAKANG Pelaksanaan pendidikan iman bagi anak berumur 0-16 tahun dalam perkawinan orangtua beda agama dan beda gereja Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi.
3
dan beda gereja, salah satunya adalah pendidikan iman pada anak. Bukan sesuatu yang mudah bagi keluarga dengan perkawinan orangtua beda agama dan beda
gereja, khususnya bagi orangtua dalam menerapkan pendidikan iman anak. Dalam usia pertumbuhan, anak-anak yang hidup dalam keluarga yang
berbeda keyakinan tentunya akan mengalami kebingungan dengan dua ritual keagamaan yang berbeda. Namun, dari sikap ini akan memberikan kebebasan
seluas-luasnya bagi anak untuk mempelajari agama mana yang akan dipilih. Sekilas pasangan suami istri tidak mengalami kesulitan atau konflik dalam hal
pendidikan iman anak, bahkan tampak demokratis membiarkan anak memilih iman yang diyakininya. Tetapi sebenarnya mereka mengalami masalah dilematis
mengenai pendidikan iman anak. Masalah pendidikan iman anak dengan perkawinan orangtua beda agama
dan beda gereja memang merupakan persoalan yang sangat rumit dan dilematis. Paus Paulus VI juga mengatakan bahwa pendidikan iman dalam keluarga
perkawinan beda agama dan beda gereja merupakan masalah yang cukup rumit dan dilematis, karena masing-masing pribadi orangtua terikat tugas dan tanggung
jawab mendidik anaknya dalam iman yang mereka yakini. Gereja sendiri menegaskan bahwa pihak Katolik dari pasangan perkawinan beda agama dan beda
gereja itu mempunyai tugas dan tanggung jawab mendidik dan membaptis anak- anak dalam iman Katolik Agung Prihartana, 2008: 7.
Kewajiban dan tanggung jawab mendidik anak merupakan suatu kenyataan alamiah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari oleh setiap pribadi
sebagai orangtua. Orangtua adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan memperkenalkan realitas hidup duniawi kepada anak-anak, dan sekaligus sebagai
4
pendidik pertama dan utama yang mengajarkan kebenaran. Konsekuensinya, mereka juga harus memperkenalkan Tuhan dan membimbing untuk
mengimaninya. Orangtua merupakan pewarta iman yang pertama bagi anak-anaknya
melalui perkataan dan teladan hidup iman. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban mendidik anak, orangtua diminta mendidik dengan sekuat tenaga tanpa
paksaan dan kekerasan yang dapat mengganggu kebahagiaan dan keharmonisan hidup berkeluarga. Pihak Katolik perlu mencari pola pendidikan yang sesuai
dengan perbedaan dan ketegangan yang ada. Ia harus menghargai kebebasan beragama pada pasangan yang non Katolik dan juga tidak boleh menghalang-
halangi pasangan dalam menjalankan kewajiban beragama. Selain itu, orangtua Katolik tidak boleh menjelek-jelekan agama pasangannya ketika mendidik
anaknya dalam iman Katolik. Meskipun begitu, Gereja tidak berarti mengijinkan atau membiarkan anak-anaknya boleh dididik dalam iman non Katolik.
Berdasarkan kodrat dan martabat perkawinan dan baptisnya, pihak Katolik mempunyai tugas dan tanggung jawab membaptis dan mendidik anak-anaknya
dalam iman Katolik. Namun dalam menjalankannya, pihak Katolik tidak boleh mengorbankan keharmonisan keluarga Agung Prihartana, 2008: 21.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio
FC, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, menegaskan dan mengingatkan bahwa orangtua sudah diikutsertakan Tuhan dalam proses
penciptaan anak-anak mereka, maka selanjutnya orangtua juga mempunyai tugas untuk mendidik mereka. Maka orangtua menjadi “pendidik pertama dan utama
bagi anak- anak mereka” FC, art. 3. Sebagai orangtua Katolik, ia mempunyai
5
tanggung jawab dan kewajiban untuk membaptis dan mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik. Mereka harus menyambut kahadiran anak-anak sebagai
anugrah Tuhan yang harus didampingi dan dibimbing selama masa pertumbuhan mereka dengan memberikan pengajar iman dan nilai-nilai Injili. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, orangtua diminta untuk memberikan teladan dan kesaksian hidup iman yang baik.
Perkawinan beda agama dan beda gereja yang ada di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi merupakan salah satu bentuk riil adanya perkawinan
beda agama dan beda gereja yang ada di Indonesia. Purwodadi merupakan salah satu kota kecil yang ada di Jawa Tengah dan agama Katolik sebagai agama
minoritas. Berdasarkan pengamatan saya, perkawinan beda agama dan beda gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus menimbulkan masalah mengenai pendidikan
iman bagi anak-anaknya. Banyak dari mereka yang tidak setia terhadap janji yang telah disepakati ketika melaksanakan perkawinan beda agama dan beda gereja.
Tidak semua dari mereka mendidik dan membaptis anak-anaknya secara Katolik, bahkan tidak aktif dalam hidup menggereja meskipun sang anak telah dibaptis.
Membina kehidupan rumah tangga dengan keyakinan berbeda pasti lebih sulit dibandingkan dengan satu keyakinan. Salah satu persoalan yang sering memicu
masalah kecil di rumah tangga adalah pendidikan iman bagi anak-anaknya. Tetapi, tidak sedikit dari anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berbeda
keyakinan memiliki sikap toleransi dan solidaritas yang lebih tinggi dari anak yang memiliki keluarga satu keyakinan. Anak-anak ini sudah dilatih sejak dini
untuk hidup dalam perbedaan, sehingga sikap saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan sudah tertanam.
6
Oleh sebab itu, melalui skripsi ini penulis bermaksud ingin memberikan sumbangan pemikiran bagi pasangan suami istri perkawinan beda agama dan beda
gereja di Paroki Hati Yesus Maha Kudus Purwodadi terhadap pelaksanaan pendidikan iman anak dengan mangangkat judul skripsi
“PELAKSANAAN PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK BERUMUR 0-16 TAHUN DALAM
PERKAWINAN ORANGTUA BEDA AGAMA DAN BEDA GEREJA PAROKI HATI YESUS MAHA KUDUS PURWODADI”