mendukung penciptaan nilai tambah perusahaan melalui sinergi dari beberapa perusahaan serta upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang
melebihi perusahaan lain.
110
Selain itu, kepentingan bisnis perusahaan untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan dalam jangka panjang
juga merupakan alasan pembentukan perusahaan grup.
111
Selain itu, alasan ekonomi pembentukan perusahaan grup antara lain juga meliputi upaya mendorong proses penciptaan nilai, mensubstitusi defisiensi
manajemen di perusahaan-perusahaan anak, mengoordinasikan langkah untuk menembus akses ke pasar internasional, mencari sumber pendapatan yang lebih
murah, mengalokasikan modal dan melakukan investasi yang strategis, dan mengembangkan kemampuan manajemen puncak. Dengan demikian, tujuan
utama dari pembentukan perusahaan grup, baik dari alasan peraturan perundang-undangan maupun strategi ekonomi, pada dasarnya adalah demi
memperoleh manfaat ekonomi atas tergabungnya perusahaan induk dan perusahaan anak.
112
3. Perusahaan induk
Perusahaan induk parent corporation adalah pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-perusahaan anak dalam suatu kesatuan
110
Sulistiowati, Op. Cit., hal. 70
111
Rudhi Prasetya, Op. Cit., hal. 66
112
Sulistiowati, Op. Cit., hal. 71
Universitas Sumatera Utara
ekonomi. Pimpinan sentral oleh perusahaan induk ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengarahan yang bersifat menentukan.
Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau mendominasi hak perusahaan lain. Perusahaan induk dianggap menjalankan fungsi
sebagai holding company dengan adanya kewenangan perusahaan induk yang bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan perusahaan-perusahaan anak
secara kolektif sebagai kesatuan manajemen.
113
Definisi holding company dalam Black Law Dictionary adalah a company formed to control other companies
confining its role to owning stock and supervising management.
114
Selain menjalankan pengendalian terhadap perusahaan anak, sebagian besar perusahaan induk pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan
usaha sendiri. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa holding company merupakan suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengendalikan perusahaan lain yang membatasi
perannya untuk memiliki saham dan mengawasi manajemen.
115
Model pengendalian ini disebut dengan operating holding company, dimana perusahaan induk menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan
perusahaan anak. Kegiatan usaha perusahaan induk dalam hal ini biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh perusahaan induk tersebut.
116
113
Ibid, hal. 24
114
Black Law Dictionary, Op. Cit., hal. 298
115
Rudhi Prasetya, Op. Cit., hal. 64
116
Sulistiowati, Op. Cit., hal. 25
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan perusahaan induk sebagai operating holding company ini telah ada diatur pada Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1960
mengenai Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan N.V. Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer S.S.P.V. dan N.V. Semarang Veer di Semarang. Penjelasan umum
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 menyatakan bahwa S.S.P.V. dipecah-pecah menjadi beberapa perusahaan berbentuk badan hukum yang berdiri sendiri untuk
memudahkan pengoperasiannya kepada perusahaan-perusahaan nasional, sedangkan S.S.P.V. sebagai “holding company” memegang seluruh saham N.V-N.V baru itu,
yang terdiri dari N.V. Semarang Veer dan N.V. Semarang Dock Works. Ketiga perusahaan tersebut satu sama lainnya oleh fiskus petugas pajak dianggap terpisah,
juga dalam hal perusahaan-perusahaan itu satu sama lainnya memberikan jasa-jasa, walaupun pada hakikatnya ketiga perusahaan tersebut merupakan satu perusahaan.
117
Proses pembentukan holding company atau perusahaan holding dapat dilakukan melalui 3 tiga prosedur, yaitu sebagai berikut:
118
a. Prosedur residu
Pada proses ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah-pecah tersebut telah menjadi perusahaan
yang mandiri, sementara sisanya residu dari perusahaan asal dikonversi menjadi holding company atau perusahaan holding induk, yang juga memegang saham
pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada. Pembentukan holding company melalui proses residu ini dapat dilihat pada skema
sebagai berikut:
117
Ibid, hal. 26
118
Munir Fuady, I, Op.Cit., hal. 84
Universitas Sumatera Utara
Skema I Pembentukan
Holding Company Melalui Prosedur Residu
I. II.
A B
C
III.
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 85
Keterangan Skema X
: Perusahaan asal. X1
: Bagian dari bisnis perusahaan asal yang tidak perlu dimandirikan. X2
: Bagian dari bisnis perusahaan yang perlu dimandirikan. P, Q, R
: Pecahan dari perusahaan X2 yang sudah mandiri. A, B, C
: Perusahaan yang telah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang samaberhubungan dengan pemilik X, dan sahamnya akan
dialihkan ke X.
X3 : Holding company atau perusahaan holding yang terbentuk akibat
prosedur residu
X X1
X2
P Q
R
X3
P Q
R A
B C
Universitas Sumatera Utara
b. Prosedur penuh
Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan apabila sebelumnya tidak banyak terjadi pemecahanpemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan
kepemilikan yang samaberhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu holding company atau perusahaan holding. Dalam
prosedur ini, yang menjadi holding company bukan sisa dari perusahaan asal tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon holding company
atau perusahaan holding ini dapat berupa:
119
1 perusahaan baru yang dibentuk, ataupun
2 perusahaan yang diambil dari salah satu perusahaan yang sudah ada tetapi
masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan, ataupun 3
pengakuisisian perusahaan lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Pembentukan holding company melalui prosedur penuh ini dapat dilihat dari skema sebagai berikut:
Skema II Pembentukan
Holding Company Lewat Prosedur Penuh
Skema II Tipe A :
I. A
B C
D II.
X
A B
C D
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 86
Skema II Tipe B :
I. A
B C
D
119
Ibid, hal. 86
Universitas Sumatera Utara
II. A
B C
D Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 87
Skema II Tipe C :
I. A
B C
Y II.
Y
A B
C Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 87
Keterangan Skema: A, B, C, D
: Perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan yang samasaling berhubungan.
X : Perusahaan baru dibentuk yag dipersiapkan untuk menjadi
holding company. Y
: Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbedatidak saling berhubungan.
: Saham perusahaan anak yang dipegang oleh holding company. Tipe A
: Tipe pembentukan perusahaan baru. Tipe B
: Tipe pengambilan perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau saling berhubungan.
Tipe C : Tipe pengakuisisi terlebih dahulu perusahaan yang sudah ada dan
dengan kepemilikan yang berlainantidak saling berhubungan.
Universitas Sumatera Utara
c. Prosedur terprogram
Prosedur ini merupakan prosedur dimana para pelaku bisnis sejak awal sudah berencana untuk membentuk suatu holding company atau perusahaan holding,
sehingga perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grupnya adalah holding company. Selanjutnya untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau
diakuisisi perusahaan lain, dimana holding company atau perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai
partner bisnis. Dengan demikian, jumlah perusahaan baru sebagai perusahaan anak dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis
dari perusahaan grup yang bersangkutan.
120
I. A
Hal tersebut dapat dilihat dalam skema berikut ini:
Skema III Pembentukan
Holding Company Prosedur Terprogram
II. A1
B C
D X
Y Z
Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 88
Keterangan Skema: A
: Calon Holding Company. A1
: Holding Company atau Perusahaan Holding.
120
Ibid, hal. 88
Universitas Sumatera Utara
B, C, D : Perusahaan baru dibentuk perusahaan anak. B, C, D memegang