Latar Belakang Prof. Dr. Suhaidi SH, MH 4. Dr. Dedi Harianto SH, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran korporasi semakin dirasakan banyak mempengaruhi sektor-sektor kehidupan manusia di era globalisasi ini. Kehadiran korporasi banyak memberikan arti yang besar bagi dunia dan memberikan kontribusi bagi perkembangan suatu negara, terutama dalam bidang ekonomi, misalnya pemasukan negara dalam bentuk pajak maupun devisa, sehingga dampak korporasi tampak sangat positif. 9 Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah yang besar, terutama masalah pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi. Pencemaran lingkungan tersebut terjadi dikarenakan kurangnya perhatian korporasi terhadap masalah pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup. Kondisi ini semakin parah apabila Pemerintah tidak melakukan tindakan yang tegas terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan lingkungan hidup akan semakin menurun daya Namun, dampak yang diberikan oleh korporasi tidak selalu merupakan dampak positif melainkan juga terdapat dampak negatif, seperti banyak terjadinya pencemaran serta perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan korporasi. 9 Setiyono, Kejahatan Korporasi, Analisis Viktimologi Dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing Cet. 2, 2004, hal. 1 Universitas Sumatera Utara dukungnya dikarenakan pertumbuhan industri lebih diutamakan daripada pelestarian lingkungan. Hessel mengatakan bahwa “pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan”. Hal ini sesuai dengan pemikiran Emil Salim yang mengatakan bahwa “penyumbang utama kerusakan lingkungan adalah industri, aktivitas industri telah menghasilkan kotoran limbah ampas industri yang sangat serius mencemarkan lingkungan”. 10 Seringkali demi penghematan investasi dan pengurangan biaya produksi, korporasi tidak mempunyai fasilitas pengolah limbah industri, sehingga limbah atau sisa-sisa dari usaha industri dibuang secara bebas ke dalam sungai. 11 Meningkatnya kegiatan industri beserta dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini juga menyebabkan pencemaran danatau kerusakan lingkungan terus meningkat. Hal ini tentu menuntut perlindungan lingkungan hidup untuk mendapat perhatian hukum. 12 Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi memberikan peluang terhadap tumbuhnya korporasi dan perusahaan-perusahaan transnasional. Saat ini, perseroan terbatas merupakan bentuk badan usahakorporasi yang paling banyak diminati saat ini oleh para pelaku usaha. Hal ini dikarenakan badan usaha berbentuk perseroan terbatas memiliki suatu ciri yang khusus dalam hal pertanggungjawabannya, yaitu pertanggungjawaban yang terbatas dari pemegang 10 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004, hal. 1 11 M.T. Zen, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Jakarta: Sinar Grafika, 1981, hal. 107 12 Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Jakarta: PT Sofmedia, 2009, hal. 28 Universitas Sumatera Utara saham perseroan, yang mengakibatkan pemegang saham tidak perlu bertanggung jawab secara pribadi terhadap hutang-hutang dari perseroan. Secara prinsipil, setiap perbuatan yang dilakukan oleh suatu badan hukum hanya badan hukum itu sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkannya. 13 Suatu badan usahakorporasi dalam kegiatan usahanya dapat juga dipecah- pecah menurut penggolongan bisnisnya dikarenakan sudah berkembang besar dan melebarnya bisnis perusahaan tersebut. Pemecahan bisnis tersebut, yang masing- masing akan menjadi perseroan terbatas yang mandiri, memerlukan suatu pengendalian yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu. Dengan demikian, pecahan-pecahan perusahaan tersebut dimiliki dan dikomandoi oleh suatu perusahaan yang mandiri pula, bersama-sama dengan dengan perusahaan-perusahaan lain yang mungkin telah terlebih dahulu ada, dengan pemilik yang sama atau minimal ada hubungan khusus. 14 Dewasa ini, perusahaan grup menjadi bentuk usaha yang banyak diminati dan dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa pengaruh perusahaan grup dalam kegiatan usaha di Indonesia semakin kuat. Data dari Pusat Data Bisnis Indonesia PDBI tahun 1997 menunjukkan bahwa sebanyak 300 Perusahaan pemilik ini disebut dengan perusahaan induk holding companyparent company dan keseluruhan perusahaan tersebut beserta pecahan-pecahan bisnisnya disebut dengan perusahaan grup. 13 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 125 14 Ibid, hal. 83 Universitas Sumatera Utara tiga ratus perusahaan grup di Indonesia memiliki 9.766 sembilan ribu tujuh ratus enam puluh enam unit bisnis. Memang pasca krisis tahun 1998, jumlah perusahaan grup di Indonesia berkurang dari 200-an dua ratusan menjadi tinggal 50-an lima puluhan, tetapi pengaruh perusahaan grup menjadi makin kuat. Perkembangan perusahaan grup yang semakin meluas ini terjadi tidak hanya di Indonesia saja, melainkan juga terjadi melalui perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan bisnisnya di wilayah yurisdiksi yang berbeda. 15 Kasus pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh satu atau beberapa perusahaan anak bisa saja terjadi dalam suatu struktur perusahaan grup. Salah satu contoh kasus pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak yaitu kasus pencemaran lingkungan di sekitar Teluk Buyat yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya, yang merupakan perusahaan anak dari Newmont Mining Corporation yang berbasis di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya tersebut menghasilkan dampak timbulnya penyakit- penyakit aneh yang diderita masyarakat di Teluk Buyat. Adakalanya tindakan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan anak tersebut merupakan tindakan yang diharuskan untuk dilakukan oleh perusahaan induk demi memperoleh keuntungan tertentu. Memang sebagaimana diatur Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut 15 Sulistiowati, Aspek Hukum Dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010, hal. 2 Universitas Sumatera Utara UUPT ataupun peraturan perundang-undangan lain bahwa aspek hukum dalam perusahaan grup masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum mandiri 16 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut UUPPLH pada dasarnya telah , yang sama-sama dapat melakukan perbuatan hukum sendiri. Namun demikian, bukan berarti bahwa perusahaan induk tidak dapat bertanggungjawab terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan anaknya, walaupun perusahaan induk dan perusahaan anak tersebut merupakan suatu entitas atau badan hukum mandiri yang terpisah. Untuk dapat membebankan pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak di Indonesia, dapat dilakukan dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil. Penerapan doktrin piercing the corporate veil ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang perusahaan induk terhadap aktivitas perusahaan anaknya. Selain itu, tujuan lainnya adalah agar pembebanan pertanggungjawaban atas suatu tindakan pencemaran danatau lingkungan hidup dapat dikenakan terhadap pihak yang memang benar-benar bertanggungjawab, dalam hal ini yaitu perusahaan induk yang bersangkutan. Pertanggungjawaban yang dibebankan kepada perusahaan induk dapat berupa pertanggungjawaban perdata, pidana maupun administrasi, tergantung pada sejauh apa tindakan yang dilakukan dan efeknya terhadap lingkungan hidup. 16 Ibid, hal. 5 Universitas Sumatera Utara memuat tentang hak dan kewajiban setiap warga negara dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. UUPPLH telah memuat asas dan prinsip-prinsip pokok pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. UUPPLH di dalamnya juga terdapat beberapa pasal yang mengatur hal-hal mengenai tanggung jawab mutlak pencemar lingkungan, hak masyarakat dan organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan dan dapat dipidananya suatu korporasi, badan hukum, perseroan perserikatan, yayasan atau organisasi lain bila terbukti melakukan pencemaran lingkungan. Pembebanan pertanggungjawaban pidana pada korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dapat diterapkan apabila dipenuhi semua unsur-unsur atau syarat-syarat berikut: 17 1. Tindak pidana tersebut baik dalam bentuk commision maupun ommision dilakukan atau diperintahkan oleh personil korporasi yang di dalam struktur organisasi korporasi memiliki posisi sebagai directing mind dari korporasi, yaitu personil yang memiliki posisi sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan sah untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang mengikat korporasi tanpa harus mendapat persetujuan dari atasannya. Pertanggungjawaban korporasi hanya dapat diberlakukan dalam hal tindak pidana: a. Dilakukan oleh pengurus, yaitu mereka yang menurut anggaran dasar secara formal menjalankan pengurusan korporasi, danatau b. Dilakukan oleh mereka yang sekalipun menurut anggaran dasar korporasi bukan pengurus, tetapi secara resmi memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan yang mengikat korporasi secara hukum berdasarkan: 1 Pengangkatan oleh pengurus untuk memangku suatu jabatan dengan pemberian kewenangan untuk mengambil keputusan sendiri dalam batas ruang lingkup tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatannya itu untuk melakukan perbuatan yang secara hukum mengikat korporasi, atau 17 Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: PT Grafiti Pers, 2007, hal 117 – 124. Universitas Sumatera Utara 2 Pemberian kuasa oleh pengurus atau oleh mereka sebagaimana disebut di atas untuk dapat melakukan perbuatan yang secara hukum mengikat korporasi. c. Diperintahkan oleh mereka yang tersebut dalam huruf ‘a’ dan ‘b’ di atas, agar dilakukan oleh orang lain. 2. Tindak pidana yang dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan korporasi. Kegiatan tersebut berupa kegiatan intra vires yaitu kegiatan yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. 3. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi. Artinya, apabila tindak pidana itu tidak berkaitan dengan tugas pelaku atau tugas pemberi perintah di dalam korporasi tersebut, sehingga karena itu personil tidak berwenang melakukan perbuatan yang mengikat korporasi, maka korporasi tidak dapat diharuskan untuk memikul pertanggungjawaban pidana. 4. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. Manfaat dapat berupa keuntungan finansial atau non finansial atau dapat menghindarkanmengurangi kerugian finansial maupun non finansial bagi korporasi. 5. Pelaku atau pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar atau alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana perusahaan induk terhadap pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak dapat dilakukan dengan menerapkan doktrin vicarious liability. Menurut doktrin tanggung jawab pengganti vicarious liability, seseorang dimungkinkan untuk harus bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain. 18 Jika doktrin ini diterapkan pada korporasi, maka korporasi dimungkinkan harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, kuasanya atau mandatarisnya, atau siapa saja yang bertanggung jawab kepada korporasi tersebut. 19 18 John C. Coffe Jr, Corporate criminal Liability, dalam Sanford H Kadish ED, Encyclopedia of Crime and Justice, Volume 1, New York: The Free Press., 1983, terjemahan Barda Nawawi Arief, UNDIP, Semarang, hal. 130. 19 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 84-97 Singkatnya, apapun yang dilakukan seorang manajer ataupun majikan melalui agennya, hal ini sama dengan dia Universitas Sumatera Utara melakukannya sendiri. Atau dengan kata lain, hukum memandang bahwa tindakan agen ataupun karyawan merupakan tindakan yang dilakukan oleh kepala atau majikan, dan bahwa pengetahuan agen atau karyawan merupakan pengetahuan dari kepala atau majikan. 20 Pasal 116 ayat 2 UUPPLH di dalamnya terdapat “doktrin vicarious liability”. Berdasarkan doktrin vicarious liability ini, pelaku usaha dapat dituntut bertanggungjawab atas perbuatannya, termasuk perbuatan orang lain tetapi masih di dalam lingkungan aktivitas usahanya atau akibat yang bersumber dari aktivitasnya yang dapat merugikan orang lain. Menurut Pasal 116 ayat 2 UUPPLH, pihak perusahaan yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin, memiliki kapasitas pertanggungjawaban untuk dipidana. Hal inilah yang mendasari bahwa perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya. 21 20 Eli Lederman, Models for Imposing Corporate Criminal Liability: From Adaptation and Imitation Toward Aggregation and the Search for Self-Identity, Buffalo Criminal Law Review Vol. 4:641-708, hal. 652 21 Alvi Syahrin, I, Op. Cit., hal. 46 Apabila dikaitkan dengan perusahaan grup, maka berdasarkan doktrin vicarious liability, pimpinan perusahaan grup perusahaan induk atau siapa saja yang memberi tugas atau perintah bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahan atau karyawannya, termasuk perusahaan anaknya. Tanggung jawab ini diperluas hingga mencakup perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain. Dengan demikian, siapa saja yang bekerja dan dalam Universitas Sumatera Utara hubungan apa saja pekerjaan itu dilakukan, selama hal tersebut dilakukan dalam hubungannya dengan perusahaan grup, menjadi tanggung jawab perusahaan induk. 22 Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaankelalaian. Dicantumkannya unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban pidana dalam UUPPLH menganut prinsip pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan liability based on fault. Artinya, UUPPLH menganut asas kesalahan atau culpabilitas. 23 Korporasi sebagai suatu subyek hukum yang semu, pertanggungjawabannya dapat berasal dari perundang-undangan atau ketentuan umum lainnya, dari tindakan atau kelalaian para direktur, pekerja atau agennya. Meski demikian, tidak dapat dikatakan bahwa pertanggungjawaban seorang direktur atau agen itu sepenuhnya dapat langsung dilimpahkan pada korporasinya, karena secara umum harus ditemukan terlebih dahulu pelanggaran dari peraturan tertentu oleh korporasi barulah dipertanyakan siapa yang melakukan kesalahan atau kelalaian tersebut untuk dimintakan pertanggungjawaban. 24 Apabila melihat kepada kasus-kasus lingkungan di negara lain, misalnya di Amerika Serikat, sudah ada pengaturan bahwa perusahaan induk dapat bertanggung Begitu pula halnya dengan pertanggungjawaban pidana terhadap perusahaan induk. 22 Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Jakarta: PT Sofmedia, 2011, hal. 80-81 23 Muhammad Topan, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup, Bandung: Nusa Media, 2009, hal. 116 24 Alvi Syahrin, I, Op. Cit., hal. 41 Universitas Sumatera Utara jawab terhadap tindakan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan anak. Ketentuan yang diberlakukan di Amerika salah satunya yaitu Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act 1986 CERCLA yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup. Di Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang secara tegas mengatur tentang pertanggungjawaban perusahaan induk terhadap tindakan perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup, baik dalam UUPT maupun di dalam UUPPLH. Hal inilah yang mengakibatkan masih sukarnya dilakukan penegakan hukuman terhadap perusahaan induk yang menjadi “otak” terjadinya tindakan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya.

B. Rumusan Masalah