Aspek Keperdataan Dalam Penegakan Hukum Lingkungan

B. Aspek Keperdataan Dalam Penegakan Hukum Lingkungan

Penggunaan instrumen hukum perdata dalam menyelesaikan sengketa- sengketa yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup, pada dasarnya memperluas upaya penegakan hukum dari berbagai peraturan perundang-undangan, sebab: 155 1. dengan melalui hukum perdata dapat dipaksakan ketaatan pada norma-norma hukum lingkungan, baik yang bersifat hukum privat maupun hukum publik. Contoh: wewenang Hakim Perdata untuk menjatuhkan putusan yang berisi perintah atau larangan terhadap seseorang yang telah bertindak secara bertentangan dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam suatu Surat Izin vergunning yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup; 2. hukum perdata dapat memberikan penentuan norma-norma norma-stelling dalam masalah lingkungan hidup. Contoh: melalui putusan Hakim Perdata dapat dirumuskan norma-norma tentang tindakan yang cermat zorgvuldigheidsnormen yang selayaknya diharapkan dari seseorang dalam hubungan masyarakat; 3. hukum perdata memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan ganti rugi atas pencemaran lingkungan terhadap pihak yang menyebabkan timbulnya pencemaran tersebut. Aspek keperdataan perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan kebijakan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan, misalnya pengusaha dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah erfpacht atas sebidang tanah. Akan tetapi jalur hukum publik lebih dapat diterapkan karena adanya peluang bagi peran serta masyarakat dan mekanisme banding. Selain itu, terdapat kemungkinan putusan “sela” kort geding bagi pihak ketiga yang berkepentingan 155 Niniek Suparni, Op. Cit., hal. 173 Universitas Sumatera Utara untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan ganti kerugian dan pemulihan. 156 Ganti kerugian dan pemulihan ini diatur dalam Pasal 87 UUPPLH yang berbunyi sebagai berikut: 157 1 Setiap penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi danatau melakukan tindakan tertentu. 2 Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, danatau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum danatau kewajiban badan usaha tersebut. 3 Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan. 4 Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penjelasan Pasal 87 UUPPLH menyatakan: “Ayat 1 Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar danatau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk: a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; danatau c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. Ayat 2 Cukup jelas. Ayat 3 156 Ibid 157 Pasal 87 UUPPLH Universitas Sumatera Utara Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup. Ayat 4 Cukup jelas.” Penyelesaian ganti kerugian dan pemulihan berdasarkan Pasal 87 UUPPLH merupakan cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan. Ketentuan lain yang juga dapat dipakai dalam hubungannya dengan penyelesaian ganti kerugian adalah sebagaimana tertera dalam Pasal 1243 dan Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal 1243 KUHPerdata berbunyi: “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak terpenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya”. Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Prinsip yang digunakan oleh Pasal 1243 dan Pasal 1365 KUHPerdata tersebut adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan liability based on fault dengan beban pembuktian yang memberatkan penderita. Ganti kerugian baru akan diperoleh penderita apabila ia dapat membuktikan adanya unsur kesalahan pada pihak tergugat. Kesalahan dalam hal ini merupakan unsur yang menentukan pertanggungjawaban, yang berarti bila kesalahan tersebut tidak terbukti adanya, maka Universitas Sumatera Utara tidak ada kewajiban bagi pihak tergugat untuk memberi ganti kerugian. Sedangkan pasal yang dapat digunakan untuk menuntut ganti kerugian yang berkaitan dengan penderitaan akibat pencemaran danatau perusakan yakni Pasal 1365 KUHPerdata. 158 158 Niniek Suparni, Op. Cit., hal. 177 Selain prinsip liability based on fault berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, Pasal 1865 KUHPerdata juga perlu dalam hal pembuktian. Pasal 1865 KUHPerdata berbunyi: “Barangsiapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana ia mendasarkan sesuatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu; sebaliknya barangsiapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu”. Dengan demikian, di samping asas liability based on fault, UUPPLH juga memperkenalkan asas lainnya yaitu asas tanggung jawab mutlak strict liability seperti yang tercantum di dalam Pasal 88 UUPPLH yang berbunyi: “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, danatau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan danatau mengelola limbah B3, danatau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”. Penjelasan Pasal 88 UUPPLH tersebut yakni: “Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha danatau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.” Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, inti dari konsep strict liability adalah bahwa dalam hal seseorang menjalankan jenis kegiatan yang dapat digolongkan sebagai sangat berbahaya extrahazardous atau ultrahazardous atau berbahaya secara tidak normal abnormally dangerous, orang tersebut diwajibkan memikul segala kerugian yang ditimbulkan, walaupun ia telah bertindak dengan sangat hati-hati utmost care untuk mencegah segala bahaya atau kerugian tersebut, dan walaupun kerugian itu, yang tidak dihubungkan dengan apa kesengajaannya. Oleh karena itu, dalam asas strict liability, terdapat suatu kewajiban tergugat untuk memikul tanggung jawab atas kerugian, yang tidak dihubungkan dengan apa kesalahannya. 159

C. Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Dalam Tanggung Jawab