325
12. Dr. Maruarar Siahaan, S.H., Pendahuluan
Undang-Undang Tax Amnesty yang mendapat tantangan dalam bentuk judicial review ini, sangat layak ditanggapi dengan serious, berkenaan dengan
argumen inkonstitusionalitas norma yang diajukan bukan saja sekaligus oleh 6 enam Pemohon, melainkan juga dari segi urgensi kebijakan pemerintahan
dalam rangka melanjutkan program pembangunan yang berupaya menjalankan amanat konstitusi untuk membangun daerah pinggiran atau
terluar yang selama ini tertinggal. Konsentrasi penyelenggaraan pembangunan selama ini masih terfokus di wilayah barat yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan
dan Sulawesi. Argumen Pemerintah yang melihat kurangnya pendapatan dari pajak yang juga disebabkan tingkat ketaatan membayar pajak dari warga
negara dan korporasi yang seharusnya secara patuh untuk membayar pajak. Jumlah wajib pajak yang relevan dengan jumlah pekerja dan korporasi yang
melakukan kegiatan ekonomi yang kena pajak, masih sangat rendah, sehingga pendapatan negara dari sektor pajak dapat dikatakan tidak memadai dibanding
denga negara lain yang setara tingkat pertumbuhannya dengan Indonesia.
Alasan-Alasan Inkonstitusionalitas UU Tax Amnesty.
Keberatan yang diajukan oleh empat permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016, pada dasarnya menyangkut hal-hal berikut:
a. Pasal 1 angka 1, angka 7 dan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5, terhadap Pasal
1 ayat 3, Pasal 23A, Pasal 27, DAN Pasal 28D ayat 1 UUD 1945; b. Pasal 11 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5, Pasal 20 dan Pasal 22 UU
Pengampunan Pajak terhadap Pasal 27 ayat 1 UUD 1945; c. Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 dan ayat 5, Pasal 20 UU Pengampunan
Pajak terhadap Pasal 24 UUD 1945; d. Pasal 21 ayat 2, Pasal 22 dan Pasal 23 UU Pengampunan Pajak terhadap
Pasal 28F UUD 1945. Alasan-alasan permohonan atas pasal-pasal Undang-Undang yang
dimohonkan untuk diuji tersebut telah di dukung pula oleh ahli yang pada dasarnya berbicara tentang hal yang sama dengan tambahan bahwa praktek
dalam UU Pengampunan Pajak bertentangan dengan semangat yang dibangun dalam negara hukum karena :
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
326
1. UU 112016 menjadi langkah proteksi bagi pengemplang pajak; 2. UU memasukkan unsur pidana lain yang menciptakan inkonsistensi, sedang
Pasal 21 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 menunjukkan upaya yang tidak kooperatif dalam membangun transparansi untuk kepentingan perpajakan
yang merupakan praktek hukum perdagangan internasional, dan semua ini dipandang sebagai upaya melegalkan praktek yang menjadi kejahatan luar
biasa, dan Pasal ini merupakan upaya yang tidak memiliki spirit mendorong negara-negara OECD ingin merevisi kerahasiaan bank yang dianggap
menghambat laju keterbukaan indormasi;
3. Hukum perdagangan internasional yang semakin canggih akan menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan skema transaksi
dengan penghindaran pajak untuk mengurangi beban pajak, apalagi jika terjadi kekosongan pengaturan, dan Pasal 22 mengesankan imunitas
pejabat Pajak.
4. UU Pengampunan Pajak menunjukkan ambisi Pemerintah untuk mewujudkan proyek infra-struktur yang dijanjikan yang hendak diwujudkan
melalui mobilisasi anggaran yang besar, padahal mengetahui keadaan ekonomi dunia yang mengalami pelambatan;
5. UU Tax Amnesty niatnya semata-mata hanya untuk mendapat uang tebusan dalam rangka memenuhi target APBN, tidak seperti negara lain
yang ditujukan bagi kepentingan industri makro ekonomi;
6. UU Tax Amnesty tidak memandang sumber dana yang masuk dalam penerimaan pajak sehingga dapat dipandang melegalisasi kejahatan,
termasuk hasil korupsi, uang prostitusi, drugs, money laundery dan trafickking, sehingga UU ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;
7. Tax amnesty merupakan hukuman bagi orang baik yang taat membayar pajak dengan bisnis yang bersih sedang pelaku kejahatan memperoleh
perlakuan istimewa;
8. Pemasukan negara dari uang tebusan tax amnesty adalah kebohongan, karena dipihak lain Pemerintah masih menambah hutang dengan surat
utang negara SUN;
Sesungguhnya tidak dinafikan adanya beberapa kekurangan atau ketidak sempurnaan sebuah undang-undang seperti UU Tax Amnesty. Tetapi
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
327
yang menjadi persoalan adalah apakah kekurangan dimaksud merupakan hal yang menyangkut konstitusionalitas norma, dan seandainya juga merupakan
suatu hal yang menyangkut konstitusionalitas norma, maka juga benturan hak dan kewenangan konstitusional yang menjadi pergulatan dalam mengukur
keadilan konstitusional, apakah kemudian dapat ditentukan melalui masalah hirarki norma konstitusi yang mengatur hak dan kewenangan konstitusional,
dikaji dari segi constitutional balance dan proportionality test di antara hak dan kepentingan konstitusional yang bersaing tersebut.
Indikator Konstitusional Dalam Constitutional Boundary.
Suatu hal yang niscaya bahwa setiap pembuat keputusan kebijakan publik yang merancang keputusan-keputusan kebijakan, baik yang
menyangkut peraturan perundang-undangan ataupun penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, senantiasa harus mencari dasar validitas
dan legalitas dari keputusan yang diambil dengan menafsirkan konstitusi untuk mengetahui ruang lingkup kebebasan diskresionernya dalam batasan
konstitusi. Indikator konstitusional dimaksud merupakan ukuran yang dapat digunakan sebagai pembenar dengan melihat:
1. Pembukaan, yang memuat pandangan hidup bangsa dengan prinsip-prinsip
bernegara sebagaimana termuat dalam Pancasila, sekaligus sebagai moralitas yang menjadi spirit jiwa konstitusi.
2. Tujuan Bernegara dalam alinea keempat; 3. Norma Konstitusi yang bersifat HAM dan bukan, dalam Batang Tubuh UUD
1945. Rujukan kepada tiga tolok ukur tersebut sebagai indikator konstitutional
kebijakan, memesankan bahwa penemuan hukum konstitusi harus dilakukan dengan interpretasi, konstruksi dan penghalusan, sebagai metode yang
dikenal dalam ilmu hukum pada umumnya. Semua indikator baik dalam pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945, bukanlah suatu ukuran yang
dapat ditegakkan secara tegas dan kasat mata, sehingga untuk mampu memberi pedoman yang jelas sebagai dasar menyusun kebijakan regulasi –
termasuk tax amnesty harus lebih dahulu merumuskan atau membangun ruang batas dalam mana pembuat keputusan kebijakan secara leluasa
menggunakan diskresi yang dimiliki tanpa melanggar konstitusi. Ruang batas
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
328
konstitusi demikian sering disebut sebagai
constitutional boundary
yang dapat memberi petunjuk pada pembuat kebijakan, kapan saat suatu langkah
yang diambil telah melampaui constitutional boundary tersebut sebagai politik hukum.
Hukum merupakan fenomena kemasyarakatan yang mengandung aspek yang sangat luas, dan terbentuk melalui proses interaksi beragam aspek dan
kekuatan dalam lingkungan strategis nasional, regional dan global, di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, kesusilaan atau moral, teknologi dan
pandangan hidup bangsa. Beragam nilai dan standard perilaku yang terbentuk melalui proses interaksi dalam masyarakat yang majemuk atau beragam
secara nasional dan global, kemudian merupakan kompleksitas tersendiri dalam pembentukan hukum, sehingga hukum dapat dilihat dari berbagai
perspektif. Politik hukum merupakan terjemahan dari istilah rechtspolitiek. Politiek mengandung arti beleid policy atau kebijakan. Oleh karena itu politik
hukum sering diartikan sebagai pilihan konsep dan asas sebagai garis besar rencana yang menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan
diciptakan. Policy diartikan sebagai :”the principles, on which any measure or course of action is based; prudence or wisdom of government or individuals in
the management of their affair, public or private; general prudence or dexterity; sagacity.
Kajian atas Keberatan Dalam Permohonan.
Keberatan-keberatan yang diajukan sebagai argumen konstitusional yang diajukan untuk menguji UU Tax Amnesty, dengan pertimbangan dalam
konsiderans Undang-Undang a quo, dapat dilihat dari beberapa sisi, yang menjadi jawaban atas permohonan para Pemohon.
1. Economic Analysis of Law.