299
7. Dr. Refli Harun, S.H., M.H., LL.M
Bahwa dapat dipahami seandainya Pemohon merasa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak berpotensial
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Misalnya, soal legal certainty kepastian hukum, equality before the law, larangan untuk
melakukan tindakan diskriminasi, justice keadilan, dan kalau dibungkus ke soal yang lebih besar, yaitu soal rule of law negara hukum. Tetapi, untuk
melihat Undang-Undang Tax Amnesty ini, ahli melihatnya dari tiga pendekatan, yaitu Pertama, dari sisi proportionality test. Kedua, dari
konstitusional atau legal morality. Dan ketiga dari post factum.
Pertama dari proportionality test, Kadang-kadang ketika kita merumuskan sebuah kebijakan open legal policy, dan lain sebagainya selalu
kita menimbang antara mudharat dan manfaat yang akan diperoleh ketika kebijakan itu akan diambil. Terlebih kalau kebijakan itu menyerempet dengan
ketentuan-ketentuan yang berpotensial dianggap bertentangan dengan konstitusi. Kita pahami bahwa Undang-Undang Tax Amnesty adalah bukan
Undang-Undang yang biasa, namun undang-undang yang luar biasa, Undang- Undang yang tidak mungkin dikeluarkan setiap saat dalam kondisi yang
normal. Tetapi dalam kondisi tertentu dengan alasan-alasan rasionalitas, kemudian Undang-Undang tersebut dikeluarkan. Pertanyaan paling besarnya
adalah apakah manfaat yang diperoleh dari Undang-Undang Tax Amnesty bisa kemudian mengalahkan potensi-potensi pelanggaran yang barangkali
sudah dinyatakan oleh Pemohon? Sepeti potensi untuk melanggar asas kepastian hukum, equality before the law, diskriminasi, keadilan, dan rule of
law. Untuk menjawabnya nanti masuk pada bagain post factum, bagaimana kemudian ternyata Undang-Undang Tax Amnesty ini bahkan di luar perkiraan
Ahli sendiri mendapat sambutan yang luar biasa, dan kemudian bukan lagi menjadi sebuah kebijakan yang ‘membuat malu’ wajib pajak yang selama ini
tidak tertib membayar pajak, tetapi justru menjadi sebuah gerakan untuk ikut menyumbang dari partisipasi masyarakat dalam mengatasi krisis bangsa ini.
Hal tersebut terbukti dengan misalnya adanya pemberitaan-pemberitaan di media massa, mereka yang ikut program tax amnesty bukanlah orang-orang
yang kemudian merasa malu untuk berpartisipasi dalam program tax amnesty.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
300
Bahkan kita tahu bahwa tokoh-tokoh masyarakat dan mungkin juga Yang Mulia Hakim-Hakim Konstitusi juga mengikuti program ini untuk kemudian kita
bersama-sama memperbaiki performence wajib kita sebagai wajib pajak. Maka dari itulah manfaat yang ditimbulkan, Ahli menganggap bahwa sangat justified
memiliki justifikasi untuk mengatakan bahwa apa yang sudah diperoleh dengan Undang-Undang Tax Amnesty lebih bermanfaat ketimbang potensi
kerugian yang sudah didalilkan oleh Pemohon.
Kedua adalah mengenai constitutionality atau legal morality. Kita pahami sering sekali sebuah produk hukum memiliki agenda-agenda tersembunyi
untuk melakukan perlindungan-perlindungan tertentu untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, proteksi tertentu kepada para pihak atau
misalnya ada kekuatan-kekuatan politik atau kelompok tertentu yang memaksakan sebuah kebijakan perundang-undangan agar kemudian
menguntungkan pihak tertentu itu pula. Pada dasarnya ketika Undang-Undang Tax Amnesty di-launching, banyak yang mengatakan bahwa tujuannya adalah
untuk dana repatriasi untuk menarik dana dari luar negeri dan kemudian yang menjadi sasarannya adalah mereka-mereka saja yang memiliki dana di luar
negeri, jadi hanya kepada kelompok-kelompok tertentu. Tetapi, saya termasuk salah satu yang sangat berterima kasih ketika perumusan program tax
amnesty berlaku bagi semua warga negara. Ini yang menurut saya kunci untuk mengatakan bahwa program Tax Amnesty tidak diskriminatif. Bahwa program
ini bisa dimanfaatkan oleh semua warga negara untuk memperbaiki performance perpajakannya dan saya dengan bangga menyatakan bahwa
saya juga termasuk peserta tax amnesty.
Kalau kita melihat dari sisi constitutional morality, kita juga bertanya apakah ada hidden agenda. Mungkin pada awalnya ada, tetapi ketika hal
tersebut dirumuskan, ternyata program ini berlaku bagi semua waib pajak dan semua warga negara. Jika kita kaitkan dengan Pasal 20 yang sering
dipertentangkan dan sering diperbincangkan, saya mengatakan dari sisi legal morality, pasal tersebut tidaklah melindungi kejahatan-kejahatan lainnya.
Karena awalnya ada konsepsi yang menyatakan bahwa dengan tax amnesty, maka kejahatan-kejahatan itu terlindungi, namun kenyataannya tidak. Dalam
Pasal 20 kita tahu bahwa sesungguhnya yang diampuni itu hanyalah potensi
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
301
tindak pidana perpajakan atau pelanggaran-pelanggaran perpajakan. Tetapi bukan membenarkan, namun konsepnya mengampuni. Seperti sering saya
katakan hukuman mati ketika seorang presiden memberikan pengampunan bukan berarti kemudian kejahatan yang menimbulkan hukuman mati tersebut
dibenarkan, tetapi diampuni. Jadi, hukuman matinya tetap dikatakan bahwa dia sudah melakukan kejahatan terhadap sesuatu dan kemudian dihukum mati,
tetapi kemudian dia diampuni.
Tax amnesty tidak membenarkan perilaku wajib pajak yang tidak membayar sesuai dengan apa yang digariskan dalam peraturan perundang-
undangan sebelumnya, tetapi kemudian dia mengampuni karena ada keinginan, ada target, ada manfaat yang lebih besar yang ingin dicapai. Itulah
yang dikatakan proportionality
tax. Karena kalau kita lihat Pasal 20, sama sekali Undang-Undang Tax Amnesty tidak mengampuni kejahatan-kejahatan
lainnya, tidak menjadi tameng bagi kejahatan-kejahatan lainnya. Kalau ada kejahatan korupsi, narkoba, dan lain sebagainya, maka silakan, tetap bisa
diusut, tetap bisa diselidiki, tetap bisa disidik, tetapi memang tidak bisa menggunakan data-data yang sudah diserahkan melalui program tax amnesty.
Tetapi dari cara lain, dari tempat lain, silakan bisa dilakukan. Yang diampuni hanyalah soal potensi tindak pidana perpajakan.
Terakhir, mengenai post faktum. Sering kadang-kadang kita melihat bahwa ketika kita merumuskan sebuah kebijakan, atau ketika kita
menginterpretasikan sebuah ketentuan dalam konstitusi, bukan hal yang dilarang ketika kita melihat realitas yang timbul dari sebuah pasal atau dari
sebuah ketentuan tersebut, maka kemudian konstitusi disebut dengan the living constitution, karena tafsir konstitusi bisa berubah dari saat ke saat.
Sebagai contoh misalnya, ketika kita berbicara tentang hukuman mati, pada tahun 2007 kalau tidak salah, MK sudah mengatakan bahwa hukuman mati
adalah tidak bertentangan dengan konstitusi. Tetapi bukan tidak mungkin suatu saat, MK kemudian mencapai sebuah keputusan bahwa hukuman mati
bertentangan dengan konstitusi karena itulah hakikat sebagai the living constitution. Apa yang kita katakan konstitusional hari ini bisa jadi tidak
konstitusional pada saat yang lain. Apa yang kita katakan tidak konstitusional bisa saja konstitusional. Contohnya, misalnya Pemilu serentak, Putusan MK
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
302
tahun 2014 menyatakan bahwa yang konstitusional itu adalah Pemilu serentak 5 kotak. Pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD, DPR provinsi, dan
DPRD kabupatenkota. Tetapi bisa dibayangkan kalau seandainya memang itu dilakukan, maka begitu sulitnya pemilu kita nanti dalam proses penghitungan
dan lain sebagainya. Kalau seandainya sistem yang dipakai tetap proporsional dengan daftar terbuka, bagaimana proses perhitungannya, at the same time,
ada perhitungan terhadap perolehan PresidenWakil Presiden, ada perolehan DPD, preolehan DPR, DPRD provinsikabupatenkota at the same time? Bisa
dibayangkan hal seperti ini barangkali potensial akan melanggar justru ketentuan konstitusional sendiri, yaitu pemilu harus dilakukan secara luber dan
jurdil, misalnya. Maka kalau suatu saat kemudian ada pihak-pihak tertentu yang kemudian ingin mengubah paradigma itu dan kemudian mengajukan lagi
permohonan misalnya, kalau seandainya Undang-Undang itu kemudian sudah disahkan DPR dan mengatakan Pemilu serentak lima kotak itu adalah
inkonstitusional tetapi dengan pertimbangan the living constitution, kemudian dikatakan bahwa ini justru potensial untuk melanggar konstitusi dan
Mahkamah Konstitusi kemudian berubah pikiran dan mengatakan bahwa itu adalah open legal policy. Mau serentaktidak serentak itu adalah bukan sebuah
constitutional important tetapi soal policy, soal pilihan, maka menurut saya, itu adalah sah-sah saja.
Oleh karena itu, kalau kita melihat dari sisi post factum, kebijakan tax amnesty bukan kebijakan yang memalukan bagi mereka yang mengikutinya.
Bahkan kita tahu bahwa dari pemberitaan-pemberitaan yang kita baca setiap saat, Presiden sendiri misalnya bagaimana kemudian mengundang para
pengusaha, dan pihak-pihak tertentu untuk ikut tax amnesty, pemerintah melalui Menteri Keuangan misalnya membicarakan kelompok-kelompok
masyarakat tertentu yang seharusnya berpartisipasi dalam tax amnesty, dan sampai saat ini program tax amnesty sudah memberikan sumbangan bagi
negara kurang lebih mungkin, correct me kalau saya keliru, Rp100 triliun dan ini hanya baru pada gelombang pertama, belum pada gelombang kedua yang
diperkirakan akan banyak pada bulan Desember, dan juga kemudian gelombang ketiga yang akan diperkirakan akan banyak juga pada bulan
Maret. Kemudian database perpajakan juga bertambah wajib pajak sampai
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. 021 23529000, Fax 021 3520177, Email: sekretariatmahkamahkonstitusi.go.id
303
15.000. Dan lebih dari pada itu memunculkan optimisme dan kemudian ada perasaan pratisipasi bagi masyarakat. Dan saya merasakan ada tone yang
positif terhadap kegiatan atau upaya melakukan sosialisasi tax amnesty ini dengan partisipasi yang luar biasa, walaupun pada awalnya ada pesimisme di
sana. Tetapi ternyata hingga saat ini target Rp165 triliun, kalau tidak salah, paling tidak sudah tercapai Rp100 triliun dan bukan mustahil kemudian target
akan terlampaui.
Dari ketiga pendekatan, kebijakan ini mungkin bisa dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip tertentu dalam konstitusi, tetapi manfaat
yang diperoleh jauh lebih besar sehingga kemudian bisa mengalahkan potensi itu. Dan kemudian kita bisa mengatakannya sebagai sebuah kebijakan yang
sama sekali legal constitutional yang akhirnya saya ingin mengatakan tidak bertentangan dengan konstitusi.
8. Dr. Zaenal Arifin Mochtar, S.H., LL.M.