Sistematika penulisan Tugas dan wewenang TNI

29 I.7. Metode penelitian I.7.1 Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai sebuah proses pemecahan suatu permasalahan yang diselidiki dengan menggambarkan maupun menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. 18

I.7.2 Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library research atau studi pustaka yaitu dengan cara menghimpun buku-buku, makalah-makalah dan dokumen-dokumen dari berbagai sumber dan tempat serta hal-hal lain yang menunjang dan juga melakukan berdiskusi dengan berbagai pihak.

I.8. Sistematika penulisan

BAB I: PENDAHULUAN BAB ini Dibagi atas 7 bagian, antara lain: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan dan mamfaat penelitian, Kerangka teori, Metodologi penelitian, dan Sistematika penulisan. BAB II : GAMBARAN UMUM MILITER INDONESIA Bab ini akan menggambarkan secara umum tentang militer Indonesia, mulai dari sejarah awal berdiri sampai kelembagaannya. BAB III: SEJARAH KETERLIBATAN MILITER DALAM POLITIK INDONESIA 18 Hadari Nawawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yokyakarta: Gadjahmada University Press, 1987. Hlm.63 Universitas Sumatera Utara 30 Pada BAB ini berisikan tentang analisis data yang diperoleh, dimana tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana awalnya militer Indonesia bisa terlibat dalam politik Indonesia. BAB IV: PENUTUP BAB ini merupakan bagian akhir dari penelitian, adapun isi dari bab ini diantaranya: kesimpulan dan saran yang berdasarkan atas hasil analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian. Universitas Sumatera Utara 31 BAB II GAMBARAN UMUM MILITER INDONESIA

II.1 Sejarah lahirnya TNI

Pada awal revolusi, Pemerintah Indonesia tidak membentuk tentara resmi. Elemen pembentukan BKR, TKR, TRI hingga TNI dibangun dengan tiga unsur utama yang masing- masing memiliki latar belakang yang berbeda yakni mantan anggota KNIL, mantan anggota PETA, dan laskar rakyat. 19 .

II.1.1 Koninklijk Nederlandsche Indische Leger KNIL

Dalam masa sebelum revolusi, peranan kaum pribumi dalam dinas militer tidaklah terlalu menonjol, orang-orang indonesia masuk kedalam dinas ketentaraan kolonial tidak lebih sebagai prajurit atau perwira rendahan, ini dimungkinkan khususnya setelah Berakhirnya perang Jawa, dimana dengan cara licik perlawanan Pangeran Diponegoro diakhiri. Perang yang berlangsung dari 1825-1830 tersebut telah membuat Belanda menerima pelajaran penting, Hindia Belanda harus memiliki pasukan yang menjaga keamanan dan ketertiban Hindia Belanda. Gubernur Jenderal saat itu, Van Den Bosch segera membentuk pasukan bernama Oost Indische Leger Tentara Hindia Timur, Belanda mengontrak orang- orang mantan serdadu disersi dari eropa seperti Jerman, Belgia, Swiss, Perancis serta orang- orang Afrika barat Ghana untuk dijadikan serdadu yang handal di wilayah jajahan hindia timur 20 . Pada tahun 1836, raja Willem I memberikan predikat koninklijk untuk kesatuan tentara hindia timur ini, namun predikat tersebut tidak pernah digunakan selama satu abad. Kemudian pada tahun 1933 barulah nama pasukan tersebut diubah menjadi Koninklijk 19 Budi Susanto, SJ. ABRI, Siasat Kebudayaan 1945-1995, Yogyakarta, Kanisius, 1995, Hal.15 20 Budi Susanto, Ibid, 1995, Hal.15 Universitas Sumatera Utara 32 Nederlandsche Indische Leger KNIL yang beranggotakan serdadu belanda, tentara bayaran dan sewaan dari negara lain serta warga pribumi Indonesia yang ditugaskan di wilayah hindia timur Indonesia pada zaman VOC Vereenigde Oost-Indische Compagnie 21 . Orang Indonesia menyebutnya tentara kompeni atau kumpeni. Agar pribumi tidak memiliki persatuan, maka Belanda membagi KNIL pribumi berdasarkan suku; Suku Jawa, Sunda, Ambon dan Manado. Selain itu bangsa pribumi juga tidak pernah menempati pangkat tertinggi, mereka selalu ditempatkan dalam pangkat terendah. Dalam tubuh KNIL, kehidupan sosial tentara pribumi hidup lebih mirip sebagai orang belanda ketimbang bangsa pribumi, untuk wilayah jawa rekruitmen prajurit yang berasal dari wilayah pinggiran kekuasaan mengakibatkan lebih mudahnya para prajurit ini untuk memilih afiliasi kebudayaan kebelanda ketimbang sebagai pribumi, mareka juga tidak bisa menyamai status golongan priyayi karena tidak memiliki status askriptif sebagai priyayi. Persentuhan dengan masyarakat pribumi hampir tidak pernah terjadi karena kehidupan sosial sehari-harinya hanya berkisar diseputar barak. Dan dalam dinas ketentaraan, pergaulan antara tentara eropa dan pribumi juga dipisahkan 22 . Jumlah tentara pribumi dalam dinas KNIL tidaklah begitu besar. Hal ini bisa dilihat dalam tabel berikut yang memberikan gambaran keadaan KNIL tahun 1939 beberapa saat sebelum meletusnya perang dunia ke II. Tabel 1 Keanggotaan KNIL pada akhir kolonialisme 23 21 Paul Van’t Veer, Perang Aceh: Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje, Jakarta: Grafiti Pers, 1985, hal 3 22 Ibid. hal 5 23 Djajusman, Hancurnya Angkatan Perang Hindia Belanda KNIL, Bandung: Angkasa, 1978, hlm. 33. Universitas Sumatera Utara 33 Keterangan Opsir Opsir rendah dan serdadu Jumlah a. Tentara sukarela Departemen peperangan Persenjataan Dinas-dinas 83 989 273 54 35.774 1.755 137 6.763 2.028 1.345 37.583 38.928 b. Opsir cadangan Persenjataan Dinas-dinas 1.561 222 - - 1.561 222 1.783 1.783 c. Milisi Yang dikenakan milisi - 13.263 13.263 d. Landstorm Yang dikenakan dinas - 17.596 17.596 e. Korps Bumiputera 74 4.501 4.575 Jumlah seluruhnya 3.202 72.943 76.145 Sumber: Djajusman, Hancurnya Angkatan Perang Hindia Belanda KNIL, Bandung: Angkasa, 1978, hlm. 33. Jumlah tentara eropa selalu lebih banyak dibandingkan tentara pribumi, minimnya jumlah pribumi yang berada dalam dinas ketentaraan dapat dijelaskan sebagai berikut, Hanya 2,31 perwira pribumi yang berada di dinas ketentaraan. Di tingkat perwira rendahan dan serdadu jumlahnya 6,17, sementara secara keseluruhan jumlah pribumi dalam dinas ketentaraan Hindia Belanda hanya sekitar 6. orang pribumi yang masuk dinas kemiliteran umumnya adalah sekumpulan budak yang peranannya dalam ilmu kemiliteran sangat rendah atau hampir tidak ada. Perlu diketahui bahwa tentara pribumi yang mengabdi kepada penguasa pribumi sendiri ternyata sangat sedikit tercatat dalam sejarah. Dalam struktur kekuasaan pribumi tradisional sendiri tidak dikenal adanya suatu golongan sosial yang Universitas Sumatera Utara 34 semata-mata berfungsi sebagai tentara, melainkan orang-orang sipil yang bias memegang jabatan militer sewaktu-waktu bila diperlukan 24 . Kedudukan sebagai militer dalam arti tertentu memang dihormati, khususnya oleh kalangan eropa. Akan tetapi, penghormatan ini sepenuhnya atas keberanian mareka sebagai prajurit. Sementara secara social, kehadiran mareka ditolak dalam pergaulan masyarakat, hanya perwira-perwira tinggi yang mendapatkan status social yang cukup tinggi dan mendapatkan kesempatan untuk kawin dengan sesama golongan eropa 25 . KNIL saat itu dianggap rendah oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Mereka disebut Kompeni, sosok tentara bayaran yang rela mengkhianati bangsa sendiri. Tetapi orang-orang yang terdaftar sebagai anggota KNIL tak begitu ambil pusing, karena bayaran yang didapat oleh serdadu KNIL sangat besar artinya bagi mereka. Kelak keanggotaan mereka selama menjadi KNIL sangat bermanfaat terhadap proses berdirinya TNI. Tokoh-tokoh KNIL yang akhirnya mengukir sejarah dalam pembentukan TNI adalah A.H Nasution, Oerip Sumoharjo, dan Alex Kawilarang.

II.1.2 Pembela Tanah Air PETA

Kebijakan pemerintahan militer Jepang dalam memobilisasi penduduk pribumi untuk menunjang kepentingan perangnya telah menciptakan sendi-sendi yang memungkinkan bangkitnya satu golongan sosial dalam masyarakat, yaitu pemuda. Inilah bagian terbesar dari masa-rakyat yang paling militan. Pengertian pemuda adalah mareka yang berusia antara 14- 19 tahun. Dalam status sosial lokal, usia ini adalah usia yang berada dalam batas ambang, usia yang belum mandiribekerja, dan relatif bebas. Di jawa pada tahun 1940 ada sekitar 5 juta orang pemuda yang sebagian besar dari mereka tidak berpendidikan, hanya 1789 pemuda 24 G. Moedjanto, Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya Oleh Raja-raja Mataram,Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal.112 25 Budi Susanto, SJ. 1995, op.cit, Hal.17 Universitas Sumatera Utara 35 yang tamat sekolah dengan taraf SLTA dan 637 mahasiswa. Para pemuda inilah yang menjadi sasaran pemerintah militer jepang untuk kepentingan memenangkan perang. Pemuda menjadi sebutan yang bermakna ketika itu, sehingga Ben Anderson seorang pengkaji politik Indonesia mengatakan,…”kata pemuda, yang dulu biasa saja dengan cepat memperoleh pancaran cahaya yang menakutkan dan kejam, pemuda tiba-tiba menjadi kekuatan revolusioner pada saat-saat gawat itu” 26 Ketika Jepang mulai menduduki wilayah nusantara pada tahun 1942. Jepang mendirikan Pembela Tanah Air PETA Untuk mempertahankan tanah jajahannya. Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau PETA adalah kesatuan militer yang dibentuk Jepang di Indonesia dalam masa pendudukan Jepang. Tentara Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16. Pembentukan PETA berawal dari surat Raden Gatot Mangkupradja kepada Gunseikan kepala pemerintahan militer Jepang pada bulan September 1943 yang antara lain berisi permohonan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintahan Jepang di medan perang. Pada pembentukannya, banyak anggota Seinen Dojo Barisan Pemuda yang kemudian menjadi anggota senior dalam barisan PETA. hal ini merupakan strategi Jepang untuk membangkitkan semangat patriotisme dengan memberi kesan bahwa usul pembentukan PETA berasal dari kalangan pemimpin Indonesia sendiri. sebagaimana berita yang dimuat pada koran “Asia Raya” pada tanggal 13 September 1943, yakni adanya usulan sepuluh ulama: K.H. Mas Mansyur, KH. Adnan, Dr. Abdul Karim Amrullah HAMKA, Guru H. Mansur, Guru H. Cholid. K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Mohammad Sadri, yang menuntut agar segera dibentuk tentara sukarela 26 Ben Anderson, Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa Pada Tahun 1944-1946,Jakarta: Sinar Harapan, 1988, hal.36 Universitas Sumatera Utara 36 bukan wajib militer yang akan mempertahankan Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan adanya peran golongan agama dalam rangka pembentukan milisi ini. Tujuan pengusulan oleh golongan agama ini dianggap untuk menanamkan paham kebangsaan dan cinta tanah air yang berdasarkan ajaran agama. Hal ini kemudian juga diperlihatkan dalam panji atau bendera tentara PETA yang berupa matahari terbit lambang kekaisaran Jepang dan lambang bulan sabit dan bintang simbol kepercayaan Islam. Pendirian PETA didasarkan pada maklumat Osamu Seirei Nomor 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara ke-16, Letnan Jenderal Kumakichi Harada. Osamu Seirei No 44, 3 Oktober 1943 berisikan mengenai Pembentukan Pasukan Sukarela untuk membela Pulau Jawa dengan status 27 : 1. Kesatu, Tentara Pembela Tanah Air PETA, terdiri dari warga negara yang asli 2. Kedua, Tentara Pembela Tanah Air PETA, dilatih oleh tentara Jepang 3. Ketiga, Tentara Pembela Tanah Air PETA, bukan milik organisasi manapun, langsung dibawah Panglima Tentara Jepang 4. Keempat, Tentara Pembela Tanah Air PETA, sebagai tentara teritorial yang berkewajiban mempertahankan wilayahnya syuu 5. Kelima, Tentara Pembela Tanah Air PETA, siap melawan sekutu PETA memperoleh pendidikan dasar infanteri dan indoktrinisasi ala samurai untuk menanamkan semangat yang tinggi orang-orang Indonesia diangkat menjadi komandan pleton dan kompi, bahkan jabatan komandan batalyonpun diisi oleh orang-orang Indonesia dari golongan elit, komandan batalyon diangkat oleh pertama-tama tidak karena kualitas potensial mareka sebagai pemimpin militer melainkan berdasarkan pertimbangan politik. 27 Ahmad Mansyur Suryanegara, PETA; Pemberontakan Di Cileunca Pangalengan Bandung Selatan, Jakarta, Yayasan Wira Patria Mandiri, 1996, hal 21 Universitas Sumatera Utara 37 Kebanyakan dari mareka adalah pimpinan politik yang berpengaruh, sehingga pengangkatan mareka ke posisi militer yang lebih tinggi diharapkan akan mendorong keinginan para pemuda dari daerah asal mareka untuk menjadi anggota pasukan itu 28 . Barangkali yang mendapat latihan hampir sama baiknya dengan PETA adalah HEIHO, yakni sebuah pasukan pembantu kecil yang dibentuk pada akhir 1942 dan terutama digunakan untuk tugas-tugas penjagaan, komandan-komandannya seluruhnya terdiri dari opsir-opsir jepang. Kaum nasionalis dibawah pimpinan soekarno dan masjumi memiliki pasukan para militer mareka masing-masing, yakni barisan pelopor dan hizbullah. Disamping itu terdapat sejumlah besar organisasi pemuda umumnya, seinendan barisan pemuda dan anggota-anggotanya semuanya berasal dari lapisan, atau gakutai yang terdiri dari murid- murid sekolah menengah saja. Pemuda-pemuda itu tidak hanya mendapat latihan militer, tetapi pada diri mareka juga ditanamkan perasaan yang sangat anti sekutu yang dengan cepat berkembang menjadi suatu nasionalisme radikal. Tentara PETA memiliki peran besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Soeharto dan Jendral Besar Soedirman. Veteran-veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan evolusi militer Indonesia, antara lain setelah menjadi bagian penting dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat BKR, Tentara Keamanan Rakyat TKR, Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia TRI hingga akhirnya TNI.

II.1.3 Laskar Rakyat

Sebagian besar dari mareka yang berkecimpung dalam revolusi kemerdekaan adalah mareka yang dalam masa-masa sebelumnya memang merupakan “aktivis’ gerakan 28 Hendri F. Isnaeni, Kontroversi Sang Kolaborator, Ombak, Jakarta, 2008, hal 15 Universitas Sumatera Utara 38 kemerdekaan pada saat revolusi kemerdekaan dicetuskan, mareka telah menjadi politisi profesional. Marekalah yang dianggak memiliki kemampuan untuk mengendalikan revolusi dan pada umumnya mareka pernah mendapatkan pendidikan belanda. Sebaliknya, bagian terbesar dari mareka yang terlibat dalam revolusi adalah para pemuda. Pemuda inilah yang kemudian mengorganisasikan diri menjadi cikal bakal tentara indonesia. Jurang sosial antara pemuda yang dilatih oleh jepang dengan golongan elit yang mendapatkan pendidikan belanda sangatlah besar. Semenjak tahun 1920-an dan tahun 1930- an pemimpin pemerintahan yang telah terjun kedalam pergerakan nasinal kebanyakan datang dari kalangan urban yang merupakan kelompok elit yang mengenyam pendidikan belanda. Sedangkan para komandan tentara senior hanya mengenal dan dibesarkan dalam dalam lingkungan kebudayaan tradisional dan berpendidikan rendah dan hanya sedikit yang menguasai bahasa belanda. Maka tidak mengherankan pada masa-masa revolusi ada pertentangan diam-diam antara kaum tentara dengan politisi sipil. Pertentangan ini tidak ada ubahnya dengan perbadaan pendapat antara “rasionalisme” politik yang dipegang oleh para politisi sipil dengan “spirit” perjuangan yang senantiasa ditiup-tiupkan oleh pihak militer 29 . Namun para pemimpintentara sendiri juga menyadari bahwa mareka tidak siap untuk melancarkan suatu revolusi sosial bersenjata dalam skala yang luas. Kebanyakan dari mareka memilki kesadaran identitas yang tipis dengan masa-rakyat di desa-desa dan tidak berminat untuk mengerahkan revolusi melawan belanda menjadi revolusi sosial yang sesungguhnya. Pada umumnya mareka lebih tertarik pada kemungkinan-kemungkinan bahwa karir mareka akan memberikan mobilitas sosial daripada penggalangan potensi untuk melakukan perubahan sosial. 29 Ben Anderson, op-cit, 1988, hal 298 Universitas Sumatera Utara 39 Tetara yang dibentuk dalam revolusi kemerdekaan Indonesia bukanlah tentara rakyat yang umum dikenal dalam studi-studi perbadingan militer. Tentara Indoesia sesungguhnya tidak berdiri dalam susunan ideologi yang cukup solid seperti yang tampak dalam gerilyawan rakyat pada umumnya dan juga tidak melibatkan massa dalam jumlah besar seperti masa petani atau buruh. Elemen-elemen penyusun tentarapun sangat majemuk, Tentara indonesia pada masa revolusi ini terdiri dari para eks-KNIL, anggota-anggota PETA yang mendapatkan pendidikan dari jepang dan laskar-laskar perjuangan lokal yang dibentuk baik atas dasar agama maupun kesukuan 30 . Mengingat susunan yang tidak homogen ini maka kemudian timbul gesekan-gesekan yang memunculkan konflik. Para perwira eks-KNIL adalah mareka yang mendapatkan pendidikan militer secara professional dan banyak berhimpun di Markas Besar angkatan Bersenjata. Hal ini tentu saja menimbulkan keinginan yang kuat bagi mereka untuk mengorganisir tentara yang professional seperti yang pernah mareka dapatkan ketika masih tergabung didalam KNIL. dari segi usia mareka adalah orang-orang dewasa yang seumur dengan para elit politik sipil sehingga mareka sangat fasih berbahasa belanda dan memakai kebudayaan belanda dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya tentara PETA yang mendapatkan pendidikan jepang pada umumnya pangkat tertinggi yang pernah mareka capai adalah komandan pleton, sebagian besar dari mareka adalah para pemuda yang berpendidikan rendah dan hidup dalam lingkup kebudayaan tradisional, mareka berbeda dari para perwira eks-KNIL baik dalam jenjang kepangkatan, pendidikan, pengalaman militer dan kebudayaan. Sementara itu, bagian terbesar yang mengisi tentara republik adalah laskar-laskar perjuangan. Mareka adalah para pemuda yang sama sekali tidak pernah mendapatkan pendidikan militer sebelumnya. laskar-laskar inipun didalamnya sangat majemuk, sebagian 30 UlfSundhauseen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwifungsi ABRI, Jakarta: LP3ES, 1986, hal 14 Universitas Sumatera Utara 40 dari mareka memiliki latar belakang keagamaan yang kuat dan atas dasar itu membentuk laskar perjuangan hizbullah, sementara di lain pihak ada yang mendasarkan diri pada ideology sosialis seperti PesindoPemuda Sosialis Indonesia. Selain itu banyak organisasi yang beranggotakan pemuda-pemuda daerah walaupun identitas nasional mareka tidak diragukan. Hisbullah Sabilillah Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI tidak bisa dilepaskan dari peran para pejuang muslim, atau lebih tepatnya kaum santri. Kurun 1943-1945 hampir semua pondok pesantren membentuk laskar-laskar, dan yang paling populer adalah Hizbullah- Sabilillah. Pada kurun waktu tersebut kegiatan Pondok Pesantren adalah berlatih perang dan olah fisik. Bahkan peristiwa-peristiwa perlawanan sosial politik terhadap penguasa kolonial, pada umumnya dipelopori oleh para kiai sebagai pemuka agama, para haji, dan guru-guru ngaji. Peran kiai dalam perang kemerdekaan tidak hanya dalam laskar Hizbullah-Sabilillah saja, tetapi banyak diantara mereka yang menjadi anggota tentara PETA Pembela Tanah Air. Tercatat dari enam puluh bataliyon tentara PETA, hampir separuh komandannya adalah para kiai. Patut diketahui, Hizbullah dan Sabilillah adalah laskar rakyat paling kuat yang pernah hidup di bumi Indonesia. Meskipun dalam sejarah, keberadaan laskar tersebut disisihkan. Buktinya, perjuangan mereka tidak ditemukan dalam museum-museum. Dikarenakan para laskar ini seringkali berselisih paham dengan pemerintah Soekarno yang tidak bersikap tegas dalam menentang pendaratan pasukan Sekutu dan Belanda ketika itu. Laskar Hizbullah sendiri dibentuk atas anjuran Masjoemi pada 21 Juli 1945. Selain untuk dipertahanan Pulau Jawa, organisasi ini juga ditujukan untuk membela dan menyebarkan Islam. Pedoman llmu yang ditentukan oleh Masjoemi, sedang pimpinannya dipegang oleh ulama dan kiai. Sebagian besar anggotanya berasal dari pesantren dan Universitas Sumatera Utara 41 madrasah. Dalam kongres Masjoemi. pada 7 dan 8 November 1945, diputuskan untuk membentuk suatu badan perjuangan lain, Sabilillah. Pimpinannya terdiri dari K.H Masjkoer, Wondoamiseno, H. Hasjim dan Soelio Adikoesoemo. Pria di bawah usia 35 tahun menjadi anggota Hisbullah, sedang yang berumur di atasnya masuk Sabilillah. Organisasi untuk pemuda adalah GPII Gerakan Pemuda Islam Indonesia. GPII Gerakan Pemuda Islam Indonesia GPII menempatkan diri sebagai organisasi yang bisa menerima pemuda dari semua kalangan Islam. Bahkan dalam perkembangannya karena sebelum ada GPII sudah ada organisasi pemuda Islam yang mengkhususkan diri dalam perjuangan kelasykaran, yaitu Hizbullah. maka pada tanggal 5 Oktober 1945 diadakan kesepakatan untuk menggandengkan penyebutan GPII dengan Hizbullah. GPII garis miring atau dalam kurung Hizbullah. Dari saat berdirinya sampai dipaksa membubarkan diri oleh pemerintah yaitu pada tanggal 10 Juni 1963 Presiden Soekarno membubarkan Gerakan Pemuda Islam Indonesia GPII dengan KEPPRES RI NO. 1391963 yang menyatakan organisasi GPII termasuk bagian-bagiannyacabang-cabangranting-rantingnya diseluruh wilayah Indonesia sebagai organisasi terlarang dan diperintahkan untuk menyatakan pembubaran organisasi GPII dalam waktu 30 hari sejak tanggal tersebut. Sampai sekarang ini keppres tersebut belum pernah dicabut dan beberapa tokohnya ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim orde lama tanpa ada proses pengadilan. BPRI Barisan Pemberontak Republik Indonesia BPRI berpusat di Surabaya sedang kegiatannya terutama bertumpu pada pemimpinnya, Bung Tomo. yang sangat populer berkat pidato-pidato radionya yang bersemangat dan membakar. Ideologi mereka yang ekstrim-revolusioner diterima oleh masyarakat luas termasuk pengikut Masjoemi. Pada kenyataannya, berkat agitasi massanya yang terus menerus, BPRI berhasil memainkan peranan sebagai pemersatu. Universitas Sumatera Utara 42 Perkembangannya yang cepat menimbulkan juga kekacauan organisasi seiring dengan kecondongan anarki mereka.

II.2. Pembentukan tentara nasional

Pada saat Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, negara Indonesia tidak mempunyai pemerintahan dan juga tentara. Segera sesudah proklamasi, pemerintah yang dibentuk Soekarno-Hatta menciptakan aparatur pemerintahan namun hampir tidak memperhatikan masalah pertahanan negara. Pada saat yang sama, jutaan pemuda yang telah dimobilisir selama periode pendudukan Jepang tidak sabar menunggu untuk turut serta berperan, Namun setelah mereka menyadari bahwa mereka tidak akan mendapatkan perintah atau mandat dari pemerintah yang sangat diharapkan, maka para pemuda itu mengambil prakarsa dan inisiatif sendiri untuk menciptakan alat pertahanan bagi negara Republik Indonesia yang baru lahir 31 . Dalam hal ini para pemuda turun tangan untuk mengisi kekosongan suatu alat pertahanan dengan cara membentuk organisasi-organisasi perjuangan yang bernama “lasykar” 32 , namun mereka tidak mempunyai senjata, tidak terlatih, tidak berdisiplin dan tidak memiliki pimpinan yang berpengalaman. Selain itu, mereka seringkali berselisih paham dengan pemerintahan Soekarno dan tidak mau menerima perintah dari pimpinan nasional yang tidak bersikap tegas dalam menentang pendaratan pasukan-pasukan Sekutu dan Belanda, kemudian yang berusaha menekan semangat mereka untuk bertindak. Oleh sebab itu, pemerintah harus menciptakan sebuah pasukan bersenjata yang dapat membantu menegakkan kekuasaannya di dalam negeri. Pada prinsipnya sudah diakui perlunya sebuah tentara : dalam kabinet ada portepel untuk pertahanan. Namun, karena ada kemungkinan 31 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi Fungsi ABRI. LP3ES. 1986. hlm. 10 32 ibid. hlm. 10 Universitas Sumatera Utara 43 bahwa tentara pendukung Jepang akan berkeberatan mengingat pihak Jepang secara resmi masih bertanggung jawab atas pemeliharaan ketertiban umum, maka Soekarno tidak mengangkat seorang Menteri Pertahanan.

II.2.1 Badan Keamanan Rakyat BKR

Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI mengumumkan terbentuknya sebuah “Badan Penolong Keluarga Korban Perang” yang secara keorganisasian mencakup sebuah Badan Keamanan Rakyat BKR. Di dalam undang-undang pembentukannya, fungsi BKR secara samar-samar disebutkan sebagai “memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan” 33 . Dalam pidatonya, Presiden Soekarno mengajak pemuda-pemuda mantan PETA, Heiho, dan pemuda lainnya untuk sementara waktu bergabung dan bekerja di dalam BKR dan bersiap-siap untuk dipanggil menjadi prajurit tentara kebangsaan jika telah datang waktunya 34 . Tidak semua para pemuda setuju dengan pembentukan BKR. Golongan yang menghendaki dibentuknya sebuah tentara kebangsaan, tidak bersedia memasuki BKR yang mereka anggap tidak dapat memenuhi aspirasi mereka. Golongan ini membentuk semacam badan perjuangan dengan nama yang beragam. Mereka pada umumnya berasal dari golongan yang sudah membentuk organisasi-organisasi pada zaman Jepang, baik legal maupun ilegal. BKR dapat dikatakan tidak pernah digunakan sebagai alat untuk menghentikan berbagai kegiatan kaum pemuda yang tidak disetujui oleh pemerintah. Bahkan seandainya BKR diperintahkan untuk menumpas organisasi-organisasi yang tidak mau diatur, maka hal itu akan menimbulkan protes umum dari kelompok generasi muda kaum nasionalis. Hambatan paling besar bagi BKR untuk mencapai tingkat efisiensi militer yang lebih tinggi 33 T.B. Simatupang, Pelopor dalam Perang, Pelopor dalam Damai, Jajasan Pustaka Militer, 1954, hlm. 55. 34 Jend. A. H. Nasution. Tentara Nasional Indonesia Jilid I, Djakarta : Ganeco, 1968, hlm. 103-104. Universitas Sumatera Utara 44 adalah tidak adanya sebuah komando terpusat yang dapat mengangkat anggota-anggota korps perwira. Seringkali kesatuan-kesatuan memilih komandan mereka sendiri sehingga akibatnya kedudukan komandan itu tidak lebih dari sebagai primus inter pares yang pertama di antara sesama 35 . Walaupun secara resmi BKR adalah aparat untuk menjaga keamanan setempat, namun karena desakan situasi pada waktu itu, maka BKR mempelopori usaha perebutan- perebutan senjata dari tangan tentara Jepang 36 . Badan-badan perjuangan di luar BKR pun juga melakukan hal yang sama. Karena itu sebelum tentara resmi dalam bentuk Tentara Keamanan Rakyat TKR dilahirkan, kedua organisasi tersebut sesungguhnya telah mulai melakukan tugas militer bagi Negara Republik Indonesia dalam rangka usaha menegakkan kedaulatannya.

II.2.1.1. Pembubaran Tentara PETA dan Hubungannya Dengan Pembentukan Badan

Keamanan Rakyat BKR Tentara PETA lahir pada masa pendudukan Jepang dengan bantuann dari pihak Jepang. Para pemimpin Republik Indonesia ketika itu mengkhawatirkan bahwa PETA dapat dicap atau dijuluki sebagai satuan tentara Jepang, sehingga pemerintah Republik Indonesia lebih memilih kebijakan membubarkan PETA terlebih dahulu untuk kemudian pada 23 Agustus 1945 mengundang kembali mantan prajurit PETA bersama golongan pemuda lainnya dalam menyusun suatu Badan Keamanan Rakyat 37 . PETA pada hakikatnya merupakan suatu organisasi ketentaraan yang lengkap dan komplit yang dipersiapkan pada masa damai maupun untuk masa perang. Susunan 35 Ulf Sundhaussen. Ibid, hlm. 12. 36 Amrin Imran dkk, Sedjarah Perkembangan Angkatan Darat Jakarta : Pusat Sejarah ABRI, Departemen Pertahanan Keamanan, 1971, hlm. 3. 37 Pamoe Rahardjo, Badan Keamanan Rakyat : Cikal Bakal TNI Jakarta : PETA PRESS, 1995, hlm. 266. Universitas Sumatera Utara 45 kesatuannya baik dari bawah sampai dengan level komandan batalyon adalah murni terdiri dari suku bangsa Indonesia asli yang pada waktu itu status formell di bawah pemerintahan Jepang 38 . Mental keprajuritan dan mental kebangsaannya tidak perlu diragukan lagi karena mereka pada umumnya sebagian besar terdiri dari orang-orang pilihan pada daerahnya berdasarkan aspek intelektualitas dan juga pengaruh terhadap masyarakat daerahnya masing- masing. Setelah Jepang kalah dalam Perang Pasifik melawan pihak Sekutu tanggal 15 Agustus 1945, secara formeel wet begrip, maka status hukumnya organisasi PETA tidak lagi terikat dengan Jepang. Prajurit PETA yang dibubarkan tanggal 19 Agustus 1945 langsung dipulangkan ke daerahnya masing-masing, padahal mereka itu merupakan tenaga militan yang terlatih dan memiliki semangat kebangsaan yang sangat tinggi 39 . Berdasarkan dikeluarkannya Dekrit Presiden RI tanggal 22 Agustus 1945 sebagai narasumber hukum berdirinya BKR, maka hal itu langsung digunakan untuk membentuk wadah organisasi perjuangan dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang telah dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945. Sekalipun sistem komunikasi dan koordinasi pada waktu itu masih sangat kuno terbatas dan juga sulit tetapi karena korps geest sangat tinggi, maka segala keputusan-keputusan penting yang perlu diambil tidak terjadi penyimpangan dari pertimbangan pada umumnya 40 . Keputusan pemimpin nasional untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat BKR dan bukannya suatu tentara yang sungguh-sungguh dipengaruhi oleh kekhawatiran bahwa Sekutu akan melakukan penghancuran terhadap Republik. Hal ini berdasarkan atas perkiraan bahwa pada saat itu mereka belum mempunyai cukup tenaga yang berketerampilan militer 38 Ibid, hlm. 213. 39 Purbo S. Suwondo, PETA : Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa dan Sumatra 1942-1945, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 155. 40 Pamoe Rahardjo, Badan Keamanan Rakyat : Cikal Bakal TNI Jakarta : PETA PRESS, 1995, hlm. 214. Universitas Sumatera Utara 46 untuk mengadakan perlawanan. Para pemimpin nasional memutuskan memakai strategi yang didasarkan atas diplomasi dan bukan konfrontasi. Mereka mempertimbangkan dengan mengambil sikap low profile, maka pihak Sekutu tidak akan terprovokasi oleh eksistensi Republik dan tidak akan bertindak represif. Gagasan low profile ini meliputi kebijakan untuk tidak membentuk tentara, melainkan hanya sebuah Badan Keamanan Rakyat BKR. II.2.1.2. Faktor-faktor Strategi dan Kebijakan tentang Pembentukan BKR 41 : 1. Kendala Tantangan Dalam Negeri a. Sikap Jepang Pada 18 Agustus 1945, tentara Jepang menerima telegram resmi yang memerintahkan perlawanan dan permusuhan, dan pada 24 Agustus 1945, para komandan pasukan berkumpul di Jakarta. Pada pertemuan itu dibacakan Proklamasi Kerajaan untuk menghentikan permusuhan dan diadakan penjelasan tentang kebijakan yang berhubungan dengan perkembangan keadaan. Kebijakan tersebut meliputi : 1. Mentaati hasil Proklamasi Kerajaan 2. Menghormati Sekutu 3. Persahabatan dengan bangsa Indonesia 4. Keadaan Pasukan Jepang Perang Pasifik telah berakhir, tentara Jepang di seluruh Indonesia yang berjumlah 340.000 prajurit ditugaskan Sekutu untuk menjaga keamanan sampai Sekutu datang dan mendarat ke Indonesia. Keadaan moral prajurit dan perwiranya menurun akibat kekalahan 41 Pamoe Rahardjo, op. cit. hlm. 265 Universitas Sumatera Utara 47 dalam Perang Pasifik, namun rasa disiplin mereka masih tinggi. Kemudian organisasi dan persenjataan juga masih lengkap. b. Pertimbangan Politis-Psikologis Para pemimpin Indonesia ingin menunjukkan pada dunia internasional bahwa apabila di kemudian hari sebuah organisasi ketentaraan akan didirikan, maka tentara itu bukanlah penerus organisasi paramiliter seperti PETA dan Heiho yang dibentuk Jepang untuk melawan Sekutu. Namun merupakan suatu organisasi tentara yang berasal dari para prajurit-prajurit Indonesia yang pernah mendapat pendidikan dan pelatihan saat menjadi anggota PETA atau pun anggota Heiho. 2. Tantangan Luar Negeri a. Mendapatkan pengakuan dari Sekutu terhadap keberadaan Indonesia sebagai Negara yang Merdeka dan Berdaulat Hal ini dimaksudkan jangan sampai kemerdekaan Indonesia itu ditentang oleh pihak Sekutu. b. Mengakhiri secara Sah Kekuasaan Belanda atas Indonesia yang secara hukum Internasional masih diakui Sekutu sebagai wilayah jajahan Belanda Persoalan ini timbul terutama karena proklamasi terjadi sesudah Jepang menyerah kepada Sekutu, sehingga semua wilayah yang dikuasai Jepang harus dikembalikan kepada Sekutu untuk selanjutnya dikembalikan kepada “yang berhak”. c. Menjadikan Dunia Internasional Sebagai Sumber Bagi Kemakmuran Bangsa Indonesia yang Merdeka Pemikiran ini dilandasi keyakinan bahwa kemerdekaan hanyalah suatu awal bagi kehidupan bangsa yang adil dan makmur karena setelah proklamasi haruslah dirancang pola dasar kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia. Universitas Sumatera Utara 48

II.2.1.3 Proses Lahirnya BKR

Pada 19 Agustus 1945, dua orang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI yaitu Abikusno Tjokrosujoso dan Otto Iskandardinata, dalam sidang pada hari itu mengusulkan pembentukan sebuah badan pembelaan negara. Usul tersebut ditolak dengan alasan memancing bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap dan adanya ancaman intervensi Tentara Sekutu yang bertugas melucuti persenjataan tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negerinya. Demikian usul untuk membentuk suatu tentara kebangsaan yang terdiri dari mantan prajurit PETA, Heiho, dan Angkatan Laut ditangguhkan. Pada 20 Agustus 1945, dibentuklah Badan Penolong Keluarga Korban Perang BPKKP. BPKKP semula bernama Badan Pembantu Prajurit dan kemudian berubah menjadi Badan Pembantu Pembelaan yang keduanya disingkat BPP. Pembentukan BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan anggota tentara PETA dan Heiho.[16] Setelah PETA dan Heiho dibubarkan oleh Jepang tanggal 18 Agustus 1945, maka tugas untuk menampung mantan anggota PETA dan Heiho ditangani oleh Badan Penolong Keluarga Korban Perang BPKKP 42 . Seiring dengan itu didirikan pula Badan Keamanan Rakyat BKR yang merupakan bagian dari BPKKP. Berita tentang pembentukan BPKKP dan BKR segera dimuat untuk dikomunikasikan dalam harian surat kabar Soeara Asia yang terbit pada 25 Agustus 1945. Di wilayah Jawa dan Sumatera, sebagai jawaban atas proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia maka muncullah berbagai badan perjuangan yang menamakan diri mereka barisan, pasukan, atau pemuda. 42 Amrin Imran dkk, Sedjarah Perkembangan Angkatan Darat Jakarta : Pusat Sejarah ABRI, Departemen Pertahanan Keamanan, 1971, hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 49 Dalam sidang tanggal 22 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta, PPKI menetapkan 43 : a. Badan Keamanan Rakyat memiliki tugas pemeliharaan keamanan berama-sama dengan rakyat dan jawatan-jawatan negeri yang bersangkutan. b. BKR merupakan suatu bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Didirikan dari pusat sampai ke daerah-daerah. c. Pekerjaannya harus dilakukan dengan sukarela. Semula BKR dimaksudkan sebagai suatu bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang BPKKP. Hal ini terlihat aneh, tetapi memang demikian kenyataannya. Adapun tugas dari BPKKP itu secara resmi berbunyi : “menjamin kepada rakyat yang menderita akibat peperangan berupa pertolongan dan bantuan dengan memelihara keselamatan dan keamanan” 44 . Pembentukan BKR adalah sebagai penampungan organisasi-organisasi pembelaan negara dalam wadah nasional. Nama sementara yang digunakan adalah BKR, suatu badan perjuangan tetapi akan ditingkatkan ke arah ketentaraan. Hal ini jelas tercermin dalam pidato Soekarno tanggal 23 Agustus 1945 yang berbunyi : “Kami telah memutuskan untuk mendirikan dengan segera di mana-mana BKR, untuk membantu penjagaan keamanan. Banyak sekali tenaga yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan ini. Mantan prajurit PETA, Heiho, Pelaut, pemuda-pemuda yang penuh semangat pembangunan, mereka semua adalah tenaga yang baik untuk pekerjaan ini. Karena itu saya mengharapkan kepada kamu sekalian, hai mantan prajurit-prajurit PETA, Heiho, Pelaut beserta pemuda-pemuda lain untuk sementara waktu masuklah dan bekerjalah dalam BKR. Percayalah, nanti akan datang 43 Pamoe Rahardjo, op. cit., hlm. 67. 44 Ibid, hlm. 264. Universitas Sumatera Utara 50 saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia” Isi amanat tersebut di atas merupakan narasumber hukum lahirnya terbentuknya Badan Keamanan Rakyat.

II.2.1.4 Pembentukan BKR Di Daerah-Daerah

45 1. Jakarta, Para pemuda dan mantan prajurit PETA di Jakarta berkumpul dan menentukan struktur BKR sesuai dengan struktur teritorial zaman pendudukan Jepang. Mereka yang menyatakan diri sebagai pengurus pusat terdiri dari Kaprawi, Latief Hendraningrat, Arifin Abdurrahman, Machmud, dan Zulkifli Lubis. BKR Jakarta dibentuk pada bulan Agustus 1945 dipimpin oleh Moefreni Moekmin yang beranggotakan beberapa orang antara lain Daan Mogot, Latief Hendraningrat, Soeroto Koento, dan Sujono. 2. Bogor, BKR di Bogor terbentuk pada bulan Oktober 1945. Beberapa pengurus antara lain Husein Sastranegara, Toha, dan Dulle Abdullah. Belum sempat mempersenjatai diri dengan kuat, BKR Bogor telah menghadapi penyerbuan tentara Inggris pada 22 Oktober 1945. Dalam perundingan dengan Inggris yang berlangsung di Jakarta, beberapa pimpinan BKR ditangkap pihak Inggris dan diasingkan ke Pulau Onrust. 3. Jawa Tengah dan Jawa Timur, Pembentukan BKR di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki pola yang sama dengan proses pembentukan BKR di Jakarta dan Jawa Barat. Pada mulanya terdapat inti mantan-mantan prajurit PETA kemudian menjadi pasukan dalam jumlah besar karena ikut sertanya para pemuda dari golongan lain seperti Keibodan, Heiho, dan Seinendan. 45 Yahya A. Muhaimin, Perkembangan Militer Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1982. hlm. 22. Universitas Sumatera Utara 51

II.2.1.5 Dasar Hukum Dalam Pembentukan Badan Keamanan Rakyat BKR

Pembentukan BKR merupakan perubahan dari keputusan sidang yang telah diambil PPKI dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945. Dalam sidang tersebut diputuskan untuk membentuk tentara kebangsaan. Keputusan untuk tidak membentuk tentara kebangsaan dilandasi oleh pertimbangan politik. Pimpinan Nasional pada saat itu memutuskan terutama untuk menempuh cara diplomasi dalam rangka memperoleh pengakuan terhadap kemerdekaan yang baru diproklamasikan 17 Agustus 1945. Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI tanggal 22 Agustus 1945 menetapkan keputusan sebagai berikut : 1. Sebagai induk organisasi yang harus mengerjakan dan memelihara keselamatan masyarakat, maka didirikan suatu badan bernama Badan Penolong Keluarga Korban Perang BPKKP. 2. Memelihara keselamatan masyarakat dan keamanan adalah satu, karena itu di dalam Badan Penolong Keluarga Korban Perang diadakan satu bagian bernama Badan Keamanan Rakyat. 3. Pimpinan Badan Keamanan Rakyat harus menjalankan pekerjaannya dengan sukarela. 4. Badan Keamanan Rakyat harus memelihara keamanan bersama dengan jawatan- jawatan negeri yang berkaitan. 5. Badan Penolong Keluarga Korban Perang dan Badan Keamanan Rakyat berada di bawah pengawasan dan kepemimpinan Komite Nasional. Badan Keamanan Rakyat BKR dibentuk pada tahun 1945 sebagai : 1. Pencetusan jiwa yang sudah lama bergelora semasa penjajahan yang didorong oleh penderitaan saat penjajahan Belanda dan Jepang. Universitas Sumatera Utara 52 2. Kecintaan terhadap tanah air yang sudah basah oleh keringat, air mata, dan pertumpahan darah. 3. Kelanjutan sikap politik yang menginginkan tercapainya tujuan proklamasi, namun sadar atas keadaan dan konsekuensi yang timbul.

II.2.1.6 Peran dan Tugas Badan Keamanan Rakyat BKR Terhadap Pertahanan Negara

Badan Keamanan Rakyat BKR dalam tujuan pembentukannya melaksanakan beberapa peran dan tugas yang diamanatkan oleh para pemimpin nasional. Contohnya BKR Malang Jawa Timur, melakukan upaya menangkap orang-orang utusan Sekutu yang menyamar sebagai anggota Palang Merah Internasional. Hal tersebut berdasarkan kecurigaan mereka terhadap anggota Red Cross tersebut, yang saat ditangkap mereka membawa senjata, pistol dan peralatan sistem komunikasi. Contoh lainnya yaitu BKR melucuti persenjataan tentara Jepang. Tugas ini dilaksanakan oleh BKR Madiun dan juga BKR Malang. BKR mengadakan perundingan dengan pihak Jepang tentang masalah pelucutan senjata Tentara Jepang. Perundingan tersebut berjalan dengan lancar dan pada tanggal 20 September 1945, di markas Resimen Katagiri Butai[24] diadakan penyerahan persenjataan kepada BKR Malang. II.2.2 . Dari BKR ke TKR Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membentuk BKR Badan Keamanan Rakyat sebagai bagian daripada Badan Pertolongan Korban Perang. BKR bukan badan militer dan semata-mata semacam Hansip Wanra saja saat itu. Pada tanggal 5 Oktober 1945, B.K.R ini dengan maklumat Pemerintah no.6, telah ditransformasikan menjadi T.K.R Tentara Keamanan Rakyat. Isi maklumat : “untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Universitas Sumatera Utara 53 Rakyat”. Pada tanggal 6 Oktober 1945 keluar maklumat tambahan yaitu: “sebagai menteri keamanan rakyat diangkat Soeprijadi. Ternyata Soeprijadi sang tokoh pimpinan pemberontakan PETA Blitar ini, tidak pernah muncul. Namun Pemerintah tetap mempertahankan namanya sampai nanti Soedirman diangkat sebagai Panglima T.K.R” 46 . Perihal TKR ini dibicarakan untuk pertama kali oleh kabinet R.I pertama Kabinet Presidentiel dipimpin Presiden Soekarno pada tanggal 15 Oktober 1945 bertempat dirumah Soekarno jalan Pegangsaan Timur no.56 Jakarta. Semua menteri hadir kecuali Soekarno. Para mantan tentara KNIL tentara Hindia Belanda yang hadir adalah Oerip Soemohardjo, Soedibjo, Samidjo dan Didi Kartasasmita. Mantan PETA yang hadir adalah Dr Soetjipto dan Kafrawi. Saat itu berhasil ditetapkan bahwa Oerip Soemohardjo, mantan mayor KNIL yang sudah pensiun, sebagai Kepala Markas Besar Oemoem dan juga sebagai formatir organisasi. Markas besar T.K.R MBT segera dibentuk dengan kota Yogya sebagai pusatnya. Untuk pengembangan di Sumatera, pada tanggal 5 November 1945 Dr AK Gani diangkat sebagai organisator dan koordinator T.K.R diseluruh Sumatrera 47 . Tanggal 20 Oktober 1945, Kementerian Keamanan Rakyat mengumumkan secara resmi pengangkatan Soeprijadi selaku Panglima dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf. Nama lain yang disebut-sebut adalah Moehamad Soeljoadikoesoemo sebagai menteri keamanan ad interim. Tapi karena penolakan dari berbagai pihak dia tidak pernah memangku jabatan tersebut. Menteri Keamanan Rakyat baru diisi oleh Amir Sjariifudin dalam Kabinet Sjahrir pertama kabinat RI ke II pada Bulan Oktober 1945. Pada tanggal 27 Oktober 1945 Pemerintah mengeluarkan maklumat tentang T.K.R. yaitu sebagai bagian dari maklumat pemerintah tentang pemberian perintah dan petunjuk 46 Ruslan Abdulgani, 1987. Indonesia Menatap Masa Depan. Jakarta: Pustaka Merdeka, hal. 359 47 Nugroho Notosusanto, 1986. Pejuang dan Prajurit. Jakarta: Sinar Harapan, hal. 41 Universitas Sumatera Utara 54 kepada penduduk. Dikatakan : “Pemerintah R.I lagi berusaha menyusun secepat-cepatnya TENTARA KEAMANAN RAKYAT untuk menanggung kemanan Dalam Negeri, Kemudian agar para pemuda yang berminat berpartisipasi pada lembaga militer ini” 48 . Pada tanggal 2 Nopember 1945, pemerintah nasional kota Jakarta misalnya, memang menyerukan agar para bekas PETA, HEIHO, militer Hindia Belanda, Pelopor, Hisbullah, dan para pemuda lainnya yang berumur 18 tahun keatas supaya mendaftarkan namanya bagi tentara keamanan rakyat. Pendaftaran dilakukan dibalai agung kota kira-kira sekarang kator DKI Jaya, Gambir Selatan no.9. mulai tanggal 3 November 1945 jam 8 pagi sampai jam 2 siang.

II.2.3. TKR menjadi TRI

Selama Pemerintahan Sjahrir, tentara berhasil mengkonsolidasikan diri dengan baik dan menuju kesempurnaan organisasi. Pada tanggal 7 Januari 1946 dikeluarkan maklumat no.2 tentang perubahan nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan rakyat juga disingkat T.K.R. Kementerian keamanan diganti namanya menjadi kementerian pertahanan. Tanggal 25 Januari 1946 T.K.R dirubah lagi menjadi T.R.I Tentara Republik Indonesia, maksud dari perubahan nama ini adalah untuk memberikan isi pada peleburan unit-unit bersenjata reguler dan iregular yang beroperasi dinegara ini. Tetapi kemudian tindakan ini merupakan kegagalan karena berbagai laskar atau unit-unit paramiliter terus berfiliasi dengan partai-partai politik dan dengan begitu memperumit bahkan menantang otoritas militer TRI 49 . Laskar-laskar memandang diri mareka sebagai pejuang kemerdekaan dan unit-unit rakyat yang bersenjata. dan karena itu, mareka menuntut pemerintah mendukung dan 48 Ruslan Abdulgani, op-cit, hal. 360 49 Drs. G. Moedjanto, MA, 1991. Indonesia Abad ke-20, dari Kebangkitan Nasional sampai Linggajati. Yogyakarta: Kanisius, hal. 119 Universitas Sumatera Utara 55 mempertahankan mareka. Tetapi laskar-laskar tersebut terus disalahgunakan oleh partai- partai dan para politikus demi tujuan mareka sendiri, karena kontrol pemerintah atas TRI hanya nominal, kenyataan semakin memperburuk masalah dalam tubuh TRI Sementara itu TKR diganti menjadi TRI Tentara Republik Indonesia. Perpecahan di berbagai badan perjuangan di pusat kemudian menyebar ke daerah dan cabang. Persaingan keras muncul antara BPRI dan Pesindo di suatu pihak, dengan Barisan Banteng dan Lasjkar Rakjat di pihak lain. Peristiwa Cirebon merupakan puncak permusuhan. Antara 8-10 Februari 1946, Mohamad Jusuf menyelenggarakan kongres Front Persatuan di Cirebon tanpa mengundang badan-badan perjuangan dan pemuda yang mendukung pemerintah Soekarno- Hatta. Sekitar 200 anggota pasukan Lasjkar Merah hadir. Tatkala Mohamad Jusuf memerintahkan agar bendera nasional diturunkan, TRI bertindak dan pertempuran terjadi. Baru pada 14 Februari, dengan datangnya bala bantuan, TRI berhasil merebut kembali Cirebon. Pertikaian antara kelompok Tan Malaka dan kelompok PKI belum berakhir. Yang satu tergabung dalam Gerakan Rakjat Revolusi sedang yang lain dalam Front Demokrasi Rakjat. Dalam Peristiwa Madiun FDR berusaha merebut kekuasaan dengan senjata. Bentrokan akibat pertikaian antara kekuatan pemerintah terutama TRI dengan organisasi-organisasi kiri antara lain Lasjkar Rakjat terjadi di banyak tempat. Di timur Jakarta, pengikut-pengikut Tan Malaka menyusupi banyak badan perjuangan, khususnya Lasjkar Rakjat Djakarta Raja. Salah satu tokoh organisasi ini adalah Soetan Akbar yang pernah beberapa kali ditahan oleh TRI. Memimpin Lasjkar Rakjat, ia menyerang TRI pada Maret 1947 tatkala ia menentang perundingan Indonesia-Belanda. Setelah kalah, ia bergabung dengan TNI namun secara diam-diam membentuk pasukan Bamboe Roentjing di Jawa Barat. Dia juga terlibat dalam perdagangan senjata yang menguntungkan. Universitas Sumatera Utara 56 Usaha untuk penyempurnakan terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap angkatan bersenjata. Banyaknya laskar-laskar dan badan perjuangan rakyat, kurang menguntungkan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan badan perjuangan rakyat yang lain. Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman tersebut pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan badan perjuangan yang lain. Pada tanggal 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara. Pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno meresmikan penyatuan TRI dengan laskar-laskar perjuangan menjadi satu wadah tentara nasional dengan nama Tentara Nasional Indonesia. Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI dengan anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir. Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono. Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI. Akan tetapi, karena TNI terbentuk dari unsur-unsur yang berbeda , entah dari PETA Barisan pelopor, Heiho, maupun berbagai laskar perjuangan, ancaman perpecahan menimbulkan kesulitan baru dalam tubuh TNI. Tantangan paling serius muncul dari Biro perjuangan, karena kaum sosialis termasuk mentri pertahanan amir syarifudin masih ingin menciptakan kelompok militer yang terpisah. Universitas Sumatera Utara 57

II.3. Tugas dan wewenang TNI

sesuai UU TNI Pasal 7 ayat 1, Tugas pokok Tentara Nasional Indonesia adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara yang dilakukan dengan 50 : 1. Operasi militer untuk perang 2. Operasi militer selain perang, yaitu untuk: a. Mengatasi gerakan separatis bersenjata b. Mengatasi pemberontakan bersenjata c. Mengatasi aksi terorisme d. Mengamankan wilayah perbatasan e. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis f. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri g. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya h. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta i. Membantu tugas pemerintahan di daerah j. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang k. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia 50 http:www.tni.mil.idpages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html Universitas Sumatera Utara 58 l. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan m. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan search and rescue n. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Universitas Sumatera Utara 59

BAB III SEJARAH KETERLIBATAN MILITER DALAM POLITIK INDONESIA

III. 1. Masa Demokrasi Liberal 1950-1959

Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar tidak dapat bertahan lama di Indonesia. Hal ini dikarenakan bentuk susunan Negara Serikat tidaklah berdasar dari kehendak rakyat, melainkan hanyalah siasat politik para pemimipin agar memperoleh pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda, sehingga menimbulkan tuntutan dari berbagai kalangan untuk kembali dalam bentuk susunan Negara Kesatuan. Masyarakat Indonesia menghendaki agar berbagai daerah bagian RIS dilebur dan digabungkan dengan Republik Indonesia. Pada akhirnya hanya ada tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur 51 . Pasal 44 Konstitusi RIS, menyebutkan bahwa penggabungan ataupun perubahan sesuatu daerah bagian hanya boleh dilakukan berdasar aturan-aturan yang ditetapkan dengan UU Federal, dengan menjunjung asas kehendak rakyat yang dinyatakan dengan bebas dengan persetujuan dari daerah bagian yang bersangkutan 52 . Namun, karena keinginan rakyat untuk menggabungkan daerah-daerah bagian sangat keras dan tidak sabar menunggu adanya Undang-Undang Federal yang mengatur tentang penggabungan daerah-daerah bagian, sehingga penggabungan hanya dilakukan dengan Undang-Undang Darurat. Kemudian setelah tanggal 9 Maret 1950 bergabunglah Negara RI, Daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Padang dan sekitarnya serta Sabang, yang pada akhirnya diikuti oleh daerah-daerah bagian yang lain, sehingga hampir seluruh Daerah Bagian RIS bergabung menjadi daerah Republik 51 Said, Salim, Tumbuh dan Berkembangnnya Dwi Fungsi, Yojakarta : Askara Kurnia, 2002 , Hal 15. 52 http:id.wikisource.orgwikiKonstitusi_Republik_Indonesia_Serikat Universitas Sumatera Utara