24
bergabung membela kepentingan revolusi. Oleh karna itu tentara revolusi tidak ada pembatasan jumlah tentaranya.
I.6.3 Batasan Sipil
Istilah sipil dalam bahasa inggris ” civilian” yakni person not sarving with armed forces seorang yang berkerja diluar profesi angkatan bersenjata. Cohan mendefenisikan
pihak sipil dapat berupa masyarakat umum, lembaga pemerintah dan swasta, para politisi dan negarawan. Suhartono membatasi pihak sipil sebagai masyarakat politik yang diwakili partai
politik. Sayidiman Suryahardiprojo memberikan batasan pengertian sipil sebagai semua lapisan masyarakat.
15
Dari berbagai pengertian diatas maka dibuat pengertian secara universal bahwa istilah sipil adalah semua orang baik individu atau institusi yang berada diluar organisasi
militer. Dalam kajian pengertian sipil dibatasi pada masyarakat politik, dengan alasan bahwa orientasi analisis dalam kajian ini adalah praktek-praktek politik kedua belah pihak dalam
memperebutkan kontrol efektif atas kekuasaan pemerintah. Masyarakat politik merupakan integrasi diantara masyarakat yang mempunyai tujuan untuk memeperoleh kekuasaan dalam
suatu negara.
I.6.4 Pola hubungan Sipil Militer
Militer yang masuk ke dalam dunia politik didasari oleh banyak faktor pendukung. Secara kultur yang dibangun dalam dunia milter memang menjadikan setiap perwira militer
memiliki keunggulan yang dapat dikatakan melebihi kualitas sipil. Indoktrinasi yang dibangun dalam dunia militer juga memberikan semangat juang yang berbeda dibandingkan
kalangan sipil. Faktor-faktor pendukung itu antara lain adalah networking yang dibangun oleh
15
Bagus A.Hardito, “Faktor Militer dalamTransisi Demokrasi di Indonesia”, Jakarta: CSIS, 1999, hlm. 144
Universitas Sumatera Utara
25
setiap perwira cukup baik. Networking itu dibangun dari berbagai momen seperti latihan militer bersama, pendidikan militer bersama, atau hubungan antar pimpinan militer di negara
yang berbeda. Perwira tinggi militer yang memiliki jaringan yang kuat dapat melakukan koordinasi bahkan bantuan dukungan jaringannya di negara lain. Selain networking, faktor
pendukung lainnya adalah sistem kepemimpinan yang dibangun dalam dunia militer. Setiap perwira militer sudah dilatih kepemimpinannya dalam suatu entitas terkecil sampai
memimpin satu angkatan secara keseluruhan. Kultur itu membuat pengalaman seorang perwira militer benar-benar terlatih sejak dini. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang juga
sangat mempengaruhi kualitas seorang perwira militer yang siap memimpin negara antara lain pendidikan berkualitas yang dididik dengan orang-orang berkualitas bahkan dari
kalangan sipil yang memenuhi kriteria terbaik seperti Guru Besar.
Masuknya militer masuk dalam dunia politik membuat kalangan sipil memikirkan untuk melakukan pengontrolan terhadap militer agar tidak terjadi kudeta yang bisa mengancam
kekuasaan sipil. Oleh karena itulah dibuat sebuah pemerintahan sipil yang bisa mengontrol militer dengan sebaik-baiknya.
Tiga model kontrol sipil Eric Nordinger, Soldiers in Politics antara lain:
16
1. Model Tradisional
Merupakan model kontrol sipil di negara monarki. Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini sangat berpengaruh dalam sistem pemerintahan kerajaan abad ke-17 dan abad
ke-18 di Eropa. Hal itu terjadi karena golongan aristokrat Eropa merupakan elit sipil dan juga elit militer. Walaupun kedua golongan elit ini berbeda, akan tetapi dalam kepentingan dan
pandangannya hampir sama karena keduanya berasal dari golongan aristokrat. Golongan
16
Arif, Yulianto. Loc.cit. Hlm 40
Universitas Sumatera Utara
26
bangsawan tidak bisa memanfaatkan kedudukan militer mereka untuk menentang raja karena raja masih sangat dihormati sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Tindakan
menentang raja justru akan melemahkan kedudukan politik, ekonomi, dan sosial mereka yang sangat bergantung kepada raja. Dalam model ini biasanya tidak terjadi konflik antara sipil
dan militer. Ketika terjadi konflik, mereka lebih memilih untuk mempertahankan statusnya sebagai sipil atau bangsawan yang memiliki previlege. Dalam model ini, militer dianggap
sebagai golongan amatir. Model ini mulai runtuh di Eropa Barat setelah tahun 1800-an ketika pendidikan dan kemahiran dijadikan parameter utama dibandingkan status dan kekayaan
warisan.
2. Model Liberal
Model Liberal mendasarkan pada diferensiasi tugas dan wewenang sipil dan militer. Militer hanya bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Selain itu, militer
diberikan kemampuan manajemen militer yang mumpuni. Seluruh kebutuhan militer dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh sipil. Singkat kata, model ini berupaya melakukan
depolitisasi semaksimal mungkin terhadap militer. Semua hak militer yang diberikan untuk sipil bukan berarti memberikan kewenangan yang seenaknya kepada sipil untuk melakukan
apapun terhadap militer. Dalam hal ini, sipil dituntut untuk memiliki civilian ethic. Ada beberapa etika sipil yang harus dilakukan, antara lain sipil harus menghormati kehormatan
militer, keahlian, dan otonomi, serta harus menunjukkan sikap netral. Selain itu, sipil tidak boleh melakukan intervensi ke dalam profesi militer apalagi menyusupkan ide-ide politik
bahkan menggunakan militer untuk kepentingan politik tertentu. Model liberal ini sebenarnya memiliki banyak kelebihan, tetapi segalanya bisa bermasalah ketika sipil tidak konsisten
dalam setiap etika yang harus dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
27
3. Model Panetrasi
merupakan suatu model kontrol sipil yang melakukan penebaran ide-ide politik terhadap perwira militer yang masuk dalam partai-partai politik. Dalam hal ini, sipil dan
militer adalah satu perangkat ideologi. Model ini hanya bisa diterapkan di suatu negara yang menerapkan sistem partai tunggal. Kontrol sipil terhadap militer dilakukan melalui dua
struktur yaitu struktur militer itu sendiri dan struktur partai politik. Militer yang masuk dalam partai politik harus melepaskan semua aturan militernya dan masuk dalam aturan partai
politik sehingga semua tunduk dalam aturan partai. Hal ini membuat tidak dominannya peran militer. Kalaupun ada dominasi militer dalam partai hanya mungkin terjadi sebatas faksi.
Model panetrasi ini biasanya diterapkan di negara komunis. Apabila model ini diterapkan, ia akan sangat memperlihatkan supremasi sipil. Akan tetapi dalam keadaan tertentu,
pelaksanaan yang kurang baik akan menimbulkan resiko yang cukup tinggi. Sama seperti model liberal, dalam model panetrasi ini akan berakibat buruk ketika setiap aksi kelompok
sipil mengganggu wilayah otonom militer.
I.6.5 Kekuasaan
Kekuasaan dapat diartikan sebagai sebuah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan
yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh ataupun kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginan dari. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
mempengaruhi. Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan
raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah
Universitas Sumatera Utara
28
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan
untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah atau secara tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg
tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Kekuasaan adalah gejala
yang selalu ada dalam proses politik, Politik tanpa kekuasaan bagaikan agama tanpa moral.
17
Sedangkan untuk menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa
Yunani Politeia berarti kiat memimpin kota polis. Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerap dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat gerak yang tanpa kehadiran kuasa kekuasaan
tidak akan terjadi, misalnya, Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan yang
melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang dekat dari kekuasaan politik adalah kewenangan authority, kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang
diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentian mobil di jalan tidak berarti dia memiliki kekuasaan tetapi dia memiliki kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu
Lintas, sehingga bila seorang pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia jalankan maka dia telah menyalahgunakan
wewenangnya, dan untuk itu dia bisa dituntut dan dikenakan sanksi. Sedangkan kekuasaan politik tidak berdasar dari UU tetapi harus dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku
sehingga bisa tetap menjadi kekuasaan yang konstitusional
17
Robert , C Park. “menguak keuasaan dalam politik di dunia ketiga”, Erlangga: 1999
Universitas Sumatera Utara
29
I.7. Metode penelitian I.7.1 Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai sebuah proses pemecahan suatu permasalahan yang diselidiki dengan
menggambarkan maupun menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak
sebagaimana adanya.
18
I.7.2 Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library research atau studi pustaka yaitu dengan cara menghimpun
buku-buku, makalah-makalah dan dokumen-dokumen dari berbagai sumber dan tempat serta hal-hal lain yang menunjang dan juga melakukan berdiskusi dengan berbagai pihak.
I.8. Sistematika penulisan
BAB I: PENDAHULUAN BAB ini Dibagi atas 7 bagian, antara lain: Latar belakang masalah, Rumusan masalah,
Tujuan dan mamfaat penelitian, Kerangka teori, Metodologi penelitian, dan Sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM MILITER INDONESIA Bab ini akan menggambarkan secara umum tentang militer Indonesia, mulai dari
sejarah awal berdiri sampai kelembagaannya. BAB III: SEJARAH KETERLIBATAN MILITER DALAM POLITIK INDONESIA
18
Hadari Nawawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yokyakarta: Gadjahmada University Press, 1987. Hlm.63
Universitas Sumatera Utara