54
kepada penduduk. Dikatakan : “Pemerintah R.I lagi berusaha menyusun secepat-cepatnya TENTARA KEAMANAN RAKYAT untuk menanggung kemanan Dalam Negeri, Kemudian
agar para pemuda yang berminat berpartisipasi pada lembaga militer ini”
48
.
Pada tanggal 2 Nopember 1945, pemerintah nasional kota Jakarta misalnya, memang menyerukan agar para bekas PETA, HEIHO, militer Hindia Belanda, Pelopor, Hisbullah, dan
para pemuda lainnya yang berumur 18 tahun keatas supaya mendaftarkan namanya bagi tentara keamanan rakyat. Pendaftaran dilakukan dibalai agung kota kira-kira sekarang kator
DKI Jaya, Gambir Selatan no.9. mulai tanggal 3 November 1945 jam 8 pagi sampai jam 2 siang.
II.2.3. TKR menjadi TRI
Selama Pemerintahan Sjahrir, tentara berhasil mengkonsolidasikan diri dengan baik dan menuju kesempurnaan organisasi. Pada tanggal 7 Januari 1946 dikeluarkan maklumat
no.2 tentang perubahan nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan rakyat juga disingkat T.K.R. Kementerian keamanan diganti namanya menjadi kementerian
pertahanan. Tanggal 25 Januari 1946 T.K.R dirubah lagi menjadi T.R.I Tentara Republik Indonesia, maksud dari perubahan nama ini adalah untuk memberikan isi pada peleburan
unit-unit bersenjata reguler dan iregular yang beroperasi dinegara ini. Tetapi kemudian tindakan ini merupakan kegagalan karena berbagai laskar atau unit-unit paramiliter terus
berfiliasi dengan partai-partai politik dan dengan begitu memperumit bahkan menantang otoritas militer TRI
49
.
Laskar-laskar memandang diri mareka sebagai pejuang kemerdekaan dan unit-unit rakyat yang bersenjata. dan karena itu, mareka menuntut pemerintah mendukung dan
48
Ruslan Abdulgani, op-cit, hal. 360
49
Drs. G. Moedjanto, MA, 1991. Indonesia Abad ke-20, dari Kebangkitan Nasional sampai Linggajati. Yogyakarta: Kanisius, hal. 119
Universitas Sumatera Utara
55
mempertahankan mareka. Tetapi laskar-laskar tersebut terus disalahgunakan oleh partai- partai dan para politikus demi tujuan mareka sendiri, karena kontrol pemerintah atas TRI
hanya nominal, kenyataan semakin memperburuk masalah dalam tubuh TRI
Sementara itu TKR diganti menjadi TRI Tentara Republik Indonesia. Perpecahan di berbagai badan perjuangan di pusat kemudian menyebar ke daerah dan cabang. Persaingan
keras muncul antara BPRI dan Pesindo di suatu pihak, dengan Barisan Banteng dan Lasjkar Rakjat di pihak lain. Peristiwa Cirebon merupakan puncak permusuhan. Antara 8-10 Februari
1946, Mohamad Jusuf menyelenggarakan kongres Front Persatuan di Cirebon tanpa mengundang badan-badan perjuangan dan pemuda yang mendukung pemerintah Soekarno-
Hatta. Sekitar 200 anggota pasukan Lasjkar Merah hadir. Tatkala Mohamad Jusuf memerintahkan agar bendera nasional diturunkan, TRI bertindak dan pertempuran terjadi.
Baru pada 14 Februari, dengan datangnya bala bantuan, TRI berhasil merebut kembali Cirebon. Pertikaian antara kelompok Tan Malaka dan kelompok PKI belum berakhir. Yang
satu tergabung dalam Gerakan Rakjat Revolusi sedang yang lain dalam Front Demokrasi Rakjat. Dalam Peristiwa Madiun FDR berusaha merebut kekuasaan dengan senjata.
Bentrokan akibat pertikaian antara kekuatan pemerintah terutama TRI dengan organisasi-organisasi kiri antara lain Lasjkar Rakjat terjadi di banyak tempat. Di timur
Jakarta, pengikut-pengikut Tan Malaka menyusupi banyak badan perjuangan, khususnya Lasjkar Rakjat Djakarta Raja. Salah satu tokoh organisasi ini adalah Soetan Akbar yang
pernah beberapa kali ditahan oleh TRI. Memimpin Lasjkar Rakjat, ia menyerang TRI pada Maret 1947 tatkala ia menentang perundingan Indonesia-Belanda. Setelah kalah, ia
bergabung dengan TNI namun secara diam-diam membentuk pasukan Bamboe Roentjing di Jawa Barat. Dia juga terlibat dalam perdagangan senjata yang menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara
56
Usaha untuk penyempurnakan terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap angkatan bersenjata. Banyaknya laskar-laskar dan badan perjuangan rakyat, kurang
menguntungkan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan badan perjuangan rakyat yang lain. Untuk mencegah
terjadinya kesalahpahaman tersebut pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan badan perjuangan yang lain. Pada tanggal 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia
mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara.
Pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno meresmikan penyatuan TRI dengan laskar-laskar perjuangan menjadi satu wadah tentara nasional dengan nama Tentara Nasional
Indonesia. Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI dengan
anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir. Sakirman, dan Jenderal Mayor
Jokosuyono. Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada
segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
Akan tetapi, karena TNI terbentuk dari unsur-unsur yang berbeda , entah dari PETA Barisan pelopor, Heiho, maupun berbagai laskar perjuangan, ancaman perpecahan
menimbulkan kesulitan baru dalam tubuh TNI. Tantangan paling serius muncul dari Biro perjuangan, karena kaum sosialis termasuk mentri pertahanan amir syarifudin masih ingin
menciptakan kelompok militer yang terpisah.
Universitas Sumatera Utara
57
II.3. Tugas dan wewenang TNI